Sejarah Rahasia Iluminati:
Dinasti Tameng Merah (46)
Mayer Amshell Bauer lahir pada tahun 1743 di sebuah perkampungan Yahudi di
Frankfurt, Bavaria (sekarang Jerman). Ayah dari Mayer bernama Moses Amschell Bauer
yang bekerja sebagai lintah darat (rentenir) dan tukang emas yang berpindah-pindah
dari suatu tempat ke tempat lain, dari kota yang satu ke kota lainnya. Bakat Moses
sebagai rentenir kelak akan diteruskan dan dikembangkan oleh anak-cucunya.
Kelahiran Mayer membuat Moses menghentikan bisnis ‘nomaden’nya dan menetap di
sebuah rumah agak besar dipersimpangan Judenstrasse (Jalan Yahudi) kota Frankfurt.
Di rumah itu, Moses membuka usaha simpan-pinjam uangnya. Di pintu masuk
kedai renten-nya, Moses menggantungkan sebuah Tameng Merah sebagai merk
dagangnya: Rothschild.
Anak pertamanya ini, Mayer Amshell, menunjukkan kecerdasan yang tinggi. Dengan
tekun Moses mengajari Mayer segala pengetahuan tentang bisnis pinjam-meminjam
uang. Moses juga sering menceritakan pengalaman dan pengetahuan yang
diperolehnya dari berbagai sumber. Moses sebenarnya ingin menjadikan Mayer sebagai
pendeta Yahudi. Namun ajal keburu menjemputnya sebelum sang anak tumbuh
dewasa. Sepeninggal ayahnya, Mayer sempat meneruskan usaha ayahnya di rumah.
Namun tidak lama kemudian Mayer ingin belajar lebih mendalam tentang bisnis uang.
Akhirnya ia bekerja di sebuah bank milik keluarga Oppenheimer di Hanover.
Di bank ini, Mayer dengan cepat menyerap semua aspek bisnis perbankan modern.
Kariernya pun melesat, bahkan sang pemilik bank yang terkesan dengan Mayer
menjadikannya sebagai mitra muda dalam kepemilikian bank tersebut.
Setelah merasa cukup banyak menimba ilmu tentang bisnis perbankan, Mayer kembali
ke Frankfurt untuk meneruskan usaha ayahnya yang sempat dilepaskannya untuk
beberapa waktu. Mayer telah berketetapan hati, bisnis uang akan dijadikan sebagai
bisnis inti keluarga ini. Ia akan mendidik anak-anaknya kelak dengan segala
pengetahuan tentang bisnis penting tersebut dan menjadikannya keluarga besar
penguasa bisnis perbankan Eropa dan juga dunia.
Salah satu langkah yang diambil Mayer adalah dengan mengganti nama keluarga
‘Bauer’ yang dalam bahasa Jerman berarti ‘Petani’ dengan merk dagang usahanya,
yakni ‘Tameng Merah’ (Rothschild). Mayer sendiri memakai gelar Rothschild I.
Berkat kepiawaiannya, usaha rumahan ini berkembang pesat. Rotshchild I mulai melobi
kalangan istana. Orang yang pertama ia dekati adalah Jenderal von Estorff, bekas salah
satu pimpinannya ketika masih bekerja di Oppenheimer Bank di Hanover. Rothschild I
mengetahui benar, sang jenderal memiliki hobi mengumpulkan koin-koin kuno dan
langka.
Dengan jeli Rothschild memanfaatkan celah ini untuk bisa dekat dengan sang
jenderal. Untuk menambah perbendaharaan koin-koin kuno dan langka, Rotshchild
menghubungi sesama rekannya orang Yahudi yang dalam waktu singkat berhasil
mengumpulkan benda-benda tersebut. Sambil membawa barang yang sangat diminati
Jenderal von Estorff, Rothschild I menemui sang jenderal di rumahnya dan menawarkan
semua koin itu dengan harga sangat murah. Jelas, kedatangan Rotshchild disambut
gembira sang jenderal. Bukan itu saja, rekan-rekan dan teman bisnis sang jenderal pun
tertarik dengan Rothschild dan kemudian jadilah Rotshchild diterima sepenuh hati dalam
lingkaran pertemanan dengan Jenderal von Estorff.
Suatu hari, tanpa disangka-sangka, Rothschild I dipertemukan oleh Jenderal von Estorff
kepada Pangeran Wilhelm secara pribadi. Pangeran ternyata memiliki hobi yang sama
dengan jenderal. Wilhelm membeli banyak medali dan koin langka dari Rotshchild
dengan harag yang juga dibuat miring. Inilah kali pertamanya seorang Rotshchild
bertransaksi dengan seorang kepala negara.
Dari perkenalannya dengan Wilhelm, terbukalah akses Rothschild untuk membuat
jaringan dengan para pangeran lainnya. Untuk membuat pertemanan bisnis menjadi
pertemanan pribadi, Rotshchild menulis banyak surat kepada para pangeran yang berisi
puji-pujian dan penghormatan yang begitu tinggi atas kebangsawanan mereka.
Rothschild juga memohon agar mereka memberi perlindungan kepadanya.
Pada tanggal 21 September 1769, upayanya membuahkan hasil. Pangeran Wilhelm
dengan senang hati memberikan restu atas kedainya. Rothschild pun memasang
lambang principalitas Hess-Hanau di depan kedainya sebagai lambang restu dan
perlindungan Sang Pangeran. Lambang itu bertuliskan huruf emas dengan kalimat,
“M.A.Rothschild. Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia
Pangeran Wilhelm von Hanau.”
Tahun 1770, saat berusia 27 tahun, Rothschild menikahi Guetele Schnaper yang masih
berusia tujuhbelas tahun. Dari perkawinannya, mereka dikarunia sepuluh orang anak.
Putera-puteranya bernama Amshell III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl) dan Jacob
(James). Kepada anak-anaknya, selain mendidik mereka dengan keras soal
pengetahuan bisnis perbankan dan aneka pengalamannya, Rothschild I juga
menanamkan kepada mereka keyakinan-keyakinan Talmudian (bukan Taurat) dengan
intensif.
Frederich Morton, penulis biografi Dinasti Rothschild menulis, “Setiap Sabtu malam, usai
kebaktian di sinagoga, Amshell mengundang seorang rabi ke rumahnya. Sambil duduk
membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut
malam. Bahkan pada hari kerja pun Amshell sering terlihat mendaras Talmud …dan seluruh
keluarga harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.”
Wilhelm von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan
berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan tentara sewaan
(bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar!) membuatnya disegani tidak saja di
Jerman tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan
dengan sejumlah keluarga kerajaan Eropa lainnya.
Inggris merupakan salah satu langganan setia dalam bisnis tentara sewaannya. Harap
maklum, daerah koloni Inggris di seberang lautan sangat luas dan banyak. Dalam bisnis
ini, Rothschild bertindak sebagai dealernya.
Karena kerja Rothschild begitu memuaskan, maka Wilhelm pernah memberinya hibah
uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga juta dollar AS dalam bentuk deposito.
Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki banyak uang. Ketika meninggal, Wilhelm
meninggalkan warisan terbesar dalam rekor warisan raja Eropa yakni setara dengan
200 juta dollar AS!.[1]
Sumber lainnya mengatakan bahwa uang sebesar tiga juta dollar AS itu sebenarnya
berasal dari pembayaran sewa tentara kerajaan Inggris kepada Wilhelm, namun
digelapkan oleh Rothschild.[2]Dengan bermodalkan uang haram inilah Rothschild
membangun kerajaan bisnis perbankannya yang pertama dan menjadi bankir
internasional yang pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak membangun kerajaannya
sendiri.
Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak bungsunya, Nathan Rothschild
yang dianggap paling berbakat ke Inggris untuk memimpin bisnis keluarga di wilayah
tersebut. Di London Nathan mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan
oleh Rothschild I sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
Di London, Nathan Rothschild menginventasikan uang itu ke dalam emas-emas
batangan dari East India Company. Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang
penuh dengan tipu daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah
bisnis keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah cabang-cabang
perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan Vienna. Rothschild I menempatkan
setiap anaknya menjadi pemimpin usaha di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli, Jacob
di Paris, Salomon di Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
Dinasti Tameng Merah Bakar Perancis (47)
Rothschild I meninggal dunia pada 19 September 1812. Beberapa hari sebelum
mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang antara lain berbunyi:
Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi
kunci harus dipegang oleh keluarga.
o Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu
kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian
harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini
dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan
sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya
boleh mengawini anggota-anggota terpilih.[1]
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah
mereka yang menguntungkan kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia
sudah menjadi bagian masa lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah.
o
Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya dilupakan oleh Rothschild setelah ia
berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris dan Perancis berperang dengan memblokade
pantai lawan masing-masing, hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk
pelabuhan karena Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
INTELIJEN BISNIS ROTHSCHILD
Bisnis adalah perang dalam medan pertempuran yang berbeda. Hal ini telah begitu
diresapi oleh setiap pengusaha sejak dahulu hingga sekarang. Demikian pula dengan
Dinasti Rothschild. Bahkan sistem intelijen bisnis bisa dibilang berasal dari
bisnis keluarga ini.
Awalnya adalah surat-menyurat antara anak-anak Rothschild yang masing-masing
mengepalai kantor cabang di beberapa kota besar Eropa. Mula-mula, mereka memakai
jasa kurir khusus yang bertugas menyampaikan segala surat-surat dan dokumen
lainnya. Namun lama-kelamaan, jaringan kurir ini berkembang menjadi lebih efisien,
efektif, dan aman. Frederich Morton menggambarkan jaringan kurir Rothschild ini,
“Kereta-kereta Rothschild meluncur di jalan-jalan darat; perahu-perahu layar Rothschild
bolak-balik di Selat Channel; agen-agen Rothschild bergerak cepat dalam bayangan di jalanjalan. Mereka membawa uang tunai, surat-surat berharga, laporan, dan berita. Di atas
segala-galanya—ialah berita-berita ekslusif mutakhir yang diproses dengan kecepatan
tinggi di pasar saham dan bursa komoditas. Dan tidak ada berita yang lebih berharga
daripada hasil akhir Waterloo…”[2]
Seluruh surat-surat yang dibuat oleh keluarga Rothschild niscaya tidak akan bisa dibaca
oleh orang yang tidak berhak karena surat-surat mereka ditulis dengan cara khusus,
ditulis dengan bahasa Ibrani namun dengan structure Jerman, ditambah dengan
penggunaan kode-kode tertentu yang hanya bisa dipecahkan jika kita memiliki kuncinya.
Jangankan pihak musuh, agen-agen Rothschild saja tidak semuanya yang memiliki
keahlian membaca surat berkode tersebut. Kuat dugaan, penulisan surat berkode
seperti ini yang dilakukan Dinasti Rothschild mengikuti sistem surat-menyurat yang
biasa dilakukan para Ksatria Templar untuk komunikasi antar jaringan mereka di Eropa.
Dalam bisnis keuangannya, seperti yang sudah kita singgung di muka, para Templar
membuat surat berharga untuk para nasabahnya yang berbentuk sebuah dokumen
yang berisi sandi-sandi dan kode-kode rahasia yang begitu rumit, yang hanya bisa
dipecahkan oleh angggota Templar sendiri yang memang memiliki keahlian untuk itu.
Pada Palagan Waterloo, jaringan intelijen bisnis Rothschild menuai hasil yang luar
biasa. Ini membuktikan bahwa informasi merupakan senjata yang sangat vital bagi
suatu pengambilan keputusan. Bisa jadi, itu sebabnya ada kalimat yang mengatakan,
“Informasi itu mahal.”
GELOMBANG REVOLUSI PERANCIS
Mirabueau
Perancis secara perlahan namun pasti mulai ‘terbakar’. Konspirasi mulai menanamkan
rasa kebencian rakyat Perancis kepada penguasa kerajaannya. Lewat berbagai media
massa dan mesin cetak yang dimiliki, Konspirasi meniup-niupkan keburukan-keburukan
yang dilakukan pihak kerajaan dan juga Gereja Katolik. Mesin-mesin cetak mereka terus
bekerja siang malam mencetak selebaran-selebaran yang membakar Perancis. Apalagi
pihak penguasa Perancis kala itu memang banyak kelemahan.
Menurut para sejarahwan yang meneliti sebab-sebab timbulnya Revolusi Perancis,
sejumlah faktor dianggap menjadi penyebab dari peristiwa besar ini. Antara lain: The
Ancient Regime, orde lama, dianggap terlalu konservatif dan kaku dalam menghadapi
perkembangan dunia yang cepat berubah, selain itu kelompok Borjuis yang baru
tumbuh di Perancis juga tengah berambisi untuk naik ke pentas kekuasaan, belum lagi
keputus-asaan yang melanda rakyat kecil Perancis yang tengah menghadapi situasi
yang sangat tidak menentu, hal ini dirasakan oleh kaum petani, para buruh, dan individu
dari semua kelas yang merasa disakiti.
Massa rakyat yang jumlahnya jauh lebih banyak ini telah merasa sangat jemu dan siap
kapan pun untuk bergerak bersama, melepaskan segala atribut, untuk bersatu-padu
dalam sebuah gerakan massa untuk menghancurkan orde lama dan menggantinya
dengan orang-orang baru yang dianggap mampu untuk membawa Perancis ke
kehidupan yang lebih baik. Mereka sudah siap untuk menyambut datangnya cakrawala
baru di Perancis.
Selain itu, posisi keuangan kerajaan juga sudah bangkrut karena utang yang
menggunung kepada para pemilik modal Yahudi yang tak lain dan tak bukan adalah
para Konspirasi. Salah satu sebab dari utang yang menggunung ini, selain sektor
perekonomian Eropa yang tak bagus juga akibat Perancis ikut membantu Revolusi
Amerika, sebuah negara di seberang samudera yang baru lahir di bulan Juli 1776.
Persediaan makanan juga sangat tipis menyebabkan kelangkaan pangan terjadi di
mana-mana. Kelaparan merebak, sedang institusi Gereja Katolik sama sekali tidak
membantu apa pun untuk meringankan penderitaan rakyat. Rakyat Perancis menjadi
amat kesal dan kebencian terhadap keluarga raja melebar menjadi kebencian terhadap
Gereja Katolik. King Louis XVI sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
Inilah masa yang sangat ditunggu-tunggu pihak Konspirasi Yahudi Internasional.
Semangat pembangkangan di kalangan massa rakyat sudah menyebar luas dan
merata. Slogan-slogan Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraam menggema di
seluruh udara Perancis. ³Perasaan yang sama juga dirasakan oleh kaum pedagang
(borjuis) dan beberapa tokoh dari kalangan istana sendiri.
Perancis bagaikan sebuah bom waktu yang jarumnya terus bergerak cepat mendekati
titik picu, detik demi detik, dan menghancurkan segala tatanan yang telah berusia tua.
Apalagi jumlah anggota Freemasonry Perancis di tahun 1788, satu tahun sebelum
rakyat Perancis menyerbu benteng penjara Bastille sebagai awal dari Revolusi
Perancis, sudah mencapai seratus ribuan orang. Ini menjadi salah satu modal yang baik
bagi Konspirasi.
Konspirasi pun sudah memilih orang untuk dijadikan pemimpin revolusi, yakni Comte de
Mirabeau, seorang tokoh Perancis berdarah bangsawan yang sangat besar
pengaruhnya di istana, berdarah dingin dan seseorang yang selalu mempertimbangkan
segala sesuatunya sebelum bergerak atau berkata-kata, tidak perduli dengan nilai-nilai
kesusilaan, dan satu lagi, Mirabeau merupakan seorang orator ulung yang dalam waktu
singkat pidatonya mampu menyihir pendengarnya untuk terpaku diam di tempat,
menangis, atau pun marah.
Sejarah Rahasia Iluminati: Konspirasi Dibalik Revolusi Perancis (48)
Pihak Konspirasi sudah lama mendekatkan Duke of Durlian, tokoh Masonik
pemimpin The Grand Eastern Lodge di Perancis, dengan Mirabeau sehingga mereka
menjadi kawan dekat. Diam-diam, Mirabeau juga terlibat utang pribadi yang amat besar
disebabkan gaya hidupnya yang teramat mewah dan gemar berpetualang dengan
perempuan-perempuan rupawan. Di saat kesulitan keuangan yang begitu hebat,
seorang Yahudi bernama Moshe Mondelhen sengaja menemui Mirabeau dan langsung
menawarkan pinjaman dalam jumlah sangat besar.
Dalam posisi sangat memerlukan uang kas, Mirabeau tidak berpikir panjang dan segera
menerima bantuan itu. Bukan itu saja, Konspirasi juga telah menyiapkan seorang
perempuan cantik Yahudi yang dipanggil Madame Horse karena sikapnya yang
memang liar dan gemar berpetualang dalam kehidupan kaum jetset kota Paris, kepada
Mirabeau. Kloplah mereka dan menjadi sepasang manusia yang jatuh ke dalam
kehidupan iblis yang sebenar-benarnya, baik iblis yang berbentuk Yahudi maupun yang
asli.
Mirabeau telah sepenuhnya jatuh ke dalam perangkap Konspirasi. Ketika direkrut untuk
menjadi agen Konspirasi dengan nyawa sebagai taruhannya, Mirabeau tidak bisa
berbuat apa-apa selain menurutinya. Sejak direkrut, Mirabeau semakin jarang
berkumpul dalam pertemuan elite Perancis. Akibatnya timbul desas-desus bahwa
Mirabeau telah menjadi oposisi terhadap status-quo. Kabar ini membuat kalangan istana
menjadi benci kepada Mirabeau.
Kepalang basah, akhirnya Mirabeau benar-benar bergabung dengan kaum revolusioner
Perancis. Ia lalu menghubungi kawan dekatnya, Duke of Durlian, seorang tokoh Mason
yang juga masih terhitung kerabat istana, agar memberi perlindungan terhadap kaum
revolusioner. Baik Mirabeau maupun Duke of Durlian hanya tahu bahwa tugas mereka
adalah menggulingkan King Louis XVI dan kemudian Durlian akan menjadi Raja
Perancis. Itu yang dikatakan oleh Konspirasi.
Mereka berdua tidak mengetahui tujuan yang sebenarnya dari Konspirasi dalam
meletuskan revolusi yakni menghabisi raja dan kaum bangsawan bagian dari The
Ancient Regime, dan menggantinya dengan kaum bangsawan Perancis lain yang tunduk
kepada keinginan Konspirasi.
Pada 14 Juli 1789, massa rakyat berbondong-bondong menuju penjara Bastille,
perancis. Penjara yang bagaikan benteng itu dibakar. Para narapidana melarikan diri
dan menimbulkan kerusuhan dan perampokan di mana-mana.
Penyerbuan ke penjara benteng Bastille ini menandai di mulainya Revolusi Perancis.
Hari demi hari berjalan dengan perkmebangan yang tidak bisa diduga. King Louis XVI
dan Marie Antoinette ditangkap dan dijebloskan kepadalm penjara. Tidak lama
kemudian keduanya dihukum mati, di pancung di atas Guilotin. Namun tidak seperti
yang dijanjikan, Duke or Durlian malah menjadi sasaran kampanye gelap dari
Konspirasi dan akhirnya Duke of Durlian sendiripun menemui ajal di bawah pisau
Guilotin, menyusul King Louis XVI dan Marie Antoinette.
Mirabeau
Mirabeau yang pada dasarnya seseorang yang cerdas menjadi curiga dan dengan
cepat ia menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya. Sebuah bahaya dari
bayangan yang tidak terlihat. Namun Mirabeau terlambat, mesin propaganda Konspirasi
telah bekerja begitu cepat dan efektif melancarkan fitnah terhadapnya.
Gagal menyeret Mirabeau ke pengadilan, akhirnya pihak Konspirasi meracuni Mirabeau
hingga tokoh ini menemui ajal. Jenazah Mirabeau diatur sedemikian rupa untuk
mengesankan dia bunuh diri. Sejumlah selebaran dan berita-berita yang mendukung
‘bunuh diri’ Mirabeau ini dicetak dan disebarluaskan ke Eropa.
Kematian Mirabeau kemudian diikuti dengan berkuasanya pemerintahan teror di
Perancis. Pada masa ini, tiap hari rakyat Perancis menyaksikan ribuan orang tiap hari
digiring menuju pisau Guilotin. Roberspierre dan Danton ditugaskan Konspirasi untuk
menjadi algojonya. Setelah dianggap menyelesaikan tugasnya, kedua orang ini,
Roberspierre dan Danton pun dibunuh dengan keji. Pemerintahan teror mencapai
puncaknya antara tanggal 27 April hingga 27 Juli 1794.
Satu hari sebelum Roberspierre diseret ke tempat hukuman mati, di depan Majelis
Nasional, Roberspierre sempat menyampaikan orasi yang menyerang Konspirasi dan
membuka tirai mereka dengan mengatakan ada sebuah organisasi rahasia yang bekerja
dan menjadi dalang Revolusi Perancis.
Roberspierre dengan tegas mengatakan, “Aku tidak berani menyebut nama mereka di
tempat ini dan disaat ini pula. Aku juga tidak bisa membuka tirai yang menutupi
kelompok ini sejak awal terjadinya peristiwa revolusi. Akan tetapi, aku bisa meyakinkan
anda sekalian, dan aku percaya sepenuhnya, bahwa di antara penggerak revolusi ini
ada kaki tangan yang diperalat dan melakukan kegiatan amoral dan penyuapan besar-
besaran. Kedua sarana itu merupakan taktik yang paling efektif untuk menghancurkan
negeri kita yang kita cintai ini…”
Roberspierre, seorang Mason yang diberi kesempatan lebih untuk mengetahui lebih
banyak dari yang seharusnya, ternyata telah dinilai 13 petinggi Konspirasi Yahudi
Internasional sebagai bertindak melampaui batas. Tak bisa ditawar, orang itu harus
dilenyapkan. Maka satu hari kemudian, Roberspierre pun diseret ke tempat hukuman
mati dengan tuduhan yang dibuat-buat.
Episode Pemerintahan Teror dengan pembunuhan ribuan warganya di bawah pisau
Guilotin juga menimpa Gereja Katolik Perancis. Salah satu kisah yang terkenal di dalam
sejarah Gereja adalah apa yang dialami oleh tigapuluh dua biarawati Perancis yang
disebut sebagai ‘Para Martir dari Oranye’.
Selama Revolusi Perancis berkecamuk, para biarawati yang berasal dari beberapa ordo
religius yang berbeda ini dipenjarakan di Orange, Perancis. Mereka adalah enam belas
biarawati Ursulin, tiga belas biarawati Adorasi Sakramen Mahakudus, dua biarawati
Bernardin, dan seorang biarawati Benediktin.
Syahdan, ketika pecah Revolusi Perancis, para biarawati ini diperintahkan untuk
menyatakan sumpah setia kepada kaum Revolusioner. Para biarawati menolak karena
percaya bahwa sumpah itu menentang Tuhan dan Gereja. Mereka semua menolak
menandatangani sumpah dan akibatnya digiring ke penjara Orange. Beberapa dari para
biarawati tinggal dalam biara yang sama sebelum mereka dijebloskan ke dalam penjara.
Sedangkan sebagian lainnya tidak saling mengenal hingga mereka bertemu di penjara.
Di dalam penjara, para biarawati ini membentuk suatu komunitas dalam ruang penjara
yang gelap serta pengap. Mereka berdoa bersama pada waktu-waktu tertentu setiap
hari, saling menghibur dan menguatkan.
Tanggal 6 Juli 1794, ketika tiap hari pisau Guilotin bekerja keras memisahkan badan
dan kepala para kelompok penentang kaum Revolusioner, biarawati pertama diajukan
ke pengadilan dan dijatuhi hukuman mati dengan Guilotin. Tiap hari ada saja biarawati
yang dieksekusi di bawah Guilotin. Tak seorang pun tahu giliran siapa berikutnya.
Komunitas biarawati semakin berkurang dalam jumlah, tetapi biarawati yang tinggal
terus-menerus berdoa, terutama bagi mereka yang akan dihukum mati pada hari itu.
Akhir bulan Juli 1794, ketigapuluhdua orang biarawati semuanya telah dijatuhi hukuman
mati oleh pengadilan rakyat Orange, Perancis. Mereka dianggap sebagai martir. Ketika
Revolusi Perancis berakhir, para hakim Orange dinyatakan bersalah atas apa yang
telah mereka lakukan dan dijatuhi hukuman. Para biarawati itu mendapat
penghormatan “beata” oleh Paus Pius XI pada tahun 1925.
Sejarah mencatat bahwa di tengah kondisi Perancis yang porak-poranda dan
berkecamuknya kerusuhan serta situasi yang tidak menentu, muncullah Napoleon
Bonaparte yang penuh kharismatik lewat sebuah kudeta. Sebagai seorang pemimpin
militer, Napoleon meyakini kerusuhan di dalam negeri harus diakhiri. Caranya adalah
dengan menciptakan satu musuh dari luar yang mampu menjadi musuh bersama bagi
rakyat Perancis (The Common Enemy). Ide besar Napoleon ini didukung oleh Konspirasi.
DI BALIK KEKALAHAN NAPOLEON
Memang sudah merupakan kelaziman bagi Konspirasi untuk melenyapkan orang-orang,
kaki tangannya yang bukan anggota inti atau orang Yahudi murni, setelah mereka
bekerja dengan baik untuk Konspirasi. Ketika masih diperlukan, orang-orang atau agenagen Konspirasi ini disuplai dengan dana yang besar dan kehidupan yang mewah,
namun ketika tugas sudah diselesaikan dan mereka tidak lagi dibutuhkan, maka
Konspirasi akan segera ‘menghapus’ agen tersebut dengan berbagai cara, kebanyakan
adalah dengan membunuhnya.
Setelah itu Konspirasi melanjutkan dengan program yang lebih baru, meindaklanjuti
hasil-hasil awal yang telah dicapainya. Agen-agen mereka, Duke of Durlian, Mirabeau,
Roberspierre, Danton, dan sebagainya telah dilenyapkan. Konspirasi terus bergerak
dalam kegelapan dan segala kerahasiaannya.
Sejarah Rahasia Iluminati: Tragedi Seorang Napoleon Bonaparte (49)
Kali ini Konspirasi memusatkan perhatian pada sosok Napoleon Bonaparte, jenderal
perang yang bertubuh mungil namun memiliki ambisi seorang raksasa untuk menguasai
seluruh Eropa.
Dukungan Konspirasi kepada Napoleon disebabkan Napoleon memiliki kesaman
agenda dengan mereka yakni menghancurkan sistem monarki di seluruh Eropa.
Dengan dukungan dana dari Konspirasi, Napoleon segera mengerahkan tentaranya
secara besar-besaran ke berbagai negara Eropa.
Puncaknya terjadi pada tahun 1804 ketika Napoleon mengangkat dirinya sebagai Kaisar
Perancis, dia juga mengangkat saudara-saudaranya menjadi raja di negara-negara
Eropa yang telah ditaklukkannya. William G. Carr mencatat, Joseph ditempatkan
sebagai Raja Napoli, Louis di Belanda, dan Jerome di Losvalia, salah satu wilayah di
Bavaria.
Jika saudara-saudara Napoleon diangkat sebagai raja politik di wilayah-wilayah itu,
maka Nathan Rothschild dengan diam-diam juga mengangkat keempat saudaranya
menjadi ‘raja finansial’ di keempat kerajaan Eropa tersebut. Dengan demikian, saudarasaudara Napoleon yang telah menjadi raja berperan sebagai ‘raja di depan layar’
sedangkan raja sesungguhnya adalah Rothschild bersaudara yang mengendalikannya
dengan emas dan uang.
Dalam masa inilah Konspirasi menjadikan Swiss sebagai ‘gudang uang yang aman’ di
seluruh Eropa, bahkan dunia. Mereka memusatkan penimbunan harta kekayaannya di
negara kecil di daerah pegunungan ini. Walau Eropa tengah dilanda gejolak perang dan
kerusuhan, Konspirasi akan berusaha sekuat tenaga untuk mengamankan Swiss dan
menghindarinya dari segala kekacauan Eropa.
Dan ini terbukti, Swiss sama sekali tidak tersentuh asap dan api kekacauan Eropa.
Bahkan hingga kini Swiss merupakan sebuah negara yang paling damai, paling stabil,
paling aman, dan selalu terhindar dari segala kekacauan.
Dari hasil bisnis kotornya, harta kekayaan yang dikuasai Konspirasi semakin
menggunung. Mereka menyadari, jika harta itu dibiarkan menumpuk saja, maka harta itu
malah menjadi beban. Maka harus ada sebuah jalan agar harta itu bisa berputar dan
menghasilkan harta kekayaan yang jauh lebih besar lagi. Dari hasil evaluasi terhadap
Revolusi Inggris dan Perancis, Konspirasi menganggap orang-orangGentiles sangat
mudah dipengaruhi dan diadu-domba antar sesamanya.
Sebab itu, Konspirasi dengan cepat memutuskan bahwa mereka harus segera
menceburkan diri lebih serius untuk menggarap ‘Bisnis Perang’, sesuatu yang telah
dilakukan mereka sejak zaman Ksatria Templar, dan sekarang akan dilakukan dengan
lebih serius, dana yang lebih besar, dan tentunya akan menghasilkan keuntungan yang
juga sangat besar.
Yang dimaksudkan dengan bisnis perang adalah dengan mendirikan pabrik-pabrik
persenjataan yang memproduksi aneka senjata dan amunisi, juga uniform tentara
dengan segala atributnya. Di sisi lain, dengan mesin propaganda yang dikuasainya, juga
para agen-agen diplomasi, penasehat raja, dan bahkan para jenderal yang tersebar di
seantero Eropa, Konspirasi mengatur mereka agar menggiring negaranegara Gentiles ini ke dalam pertikaian, konflik, dan peperangan. Dengan semakin
banyaknya konflik dan peperangan, maka dengan sendirinya perputaran bisnis perang
yang mereka miliki pun semakin kencang. Uang yang masuk ke dalam kantong mereka
pun semakin deras mengalir.
Terhadap Napoleon, Konspirasi terus mengalirkan dana dalam jumlah besar.
Sebaliknya, Napoleon juga memanfaatkan hal ini sebaik-baiknya. Bahkan ketika ia
merebut dan menduduki Mesir, untuk memperoleh bantuan keuangan dari pemodal
Yahudi, Napoleon pada tanggal 20 April 1799 dalam salah satu pidatonya
mengatakan, “Wahai kaum Yahudi saudaraku, mari kita membangun kembali kota
Yerusalem lama!”
Napoleon tahu, saat itu kaum Yahudi tengah berada dalam euphoria ‘sosialisasi kembali
ke Yerusalem’ setelah pada tahun 1776 Nathan Bernbaum dan tokoh-tokoh Yahudi
lainnya mencetuskan ide-ide “ZIonis Internasional”, “Negara Israel” dan sebagainya
lewat buku-buku mereka yang provokatif.
Napoleon pun bukanlah seorang jenderal yang bodoh. Di saat awal pergerakannya,
Napoleon menerima segala kucuran dana dan bantuan dari Konspirasi dengan tangan
terbuka, namun lama-kelamaan, Napoleon mulai curiga kepada pihak yang memberi
bantuan tersebut. Napoleon sadar, di balik segala bantuan, tersimpan maksud-maksud
tertentu yang adakalanya tidak menguntungkan di pihak yang diberi bantuan. Sebab itu,
Napoleon mulai menjaga jarak dan menyelidiki siapa saja dan untuk apa Konspirasi
memberi bantuan kepada pihaknya.
Namun niat Napoleon ternyata tercium juga oleh Konspirasi yang telah menanam agenagennya di sekeliling Kaisar Perancis ini. Dan seperti biasanya, Konspirasi akan
memberi pelajaran yang tidak akan terlupakan kepada siapa saja yang berani
menentang kehendaknya, tidak terkecuali seorang Napoleon Bonaparte.
Di saat Napoleon dan pasukannya berperang melawan tentara Rusia di medan salju
yang sangat dingin, Konspirasi melihat bahwa inilah kesempatan untuk memukul balik
Napoleon. ‘Pukulan’ Konspirasi menyebabkan Napoleon dan pasukannya mengalami
kekalahan memalukan di medan pertempuran Rusia.
Umumnya orang mengetahui bahwa kekalahan pasukan Napoleon di Palagan Rusia
disebabkan buruknya cuaca dan sulitnya medan bersalju. Beberapa penulis juga
melukiskan betapa pasukan Napoleon kepayahan menembus medan salju Rusia yang
amat dingin menghadapi pertempuran melawan pihak Rusia dari suku Cozack. Namun
tak banyak yang mengetahui, bahwa kekalahan Napoleon ini sebenarnya akibat
sabotase pihak Konspirasi yang memotong jalur logistik pasukan Napoleon lewat agenagen mereka di Serbia, sehingga Napoleon bertempur sendirian.
Di saat pasukan Rusia terus mendapat bantuan logistik—pasokan senjata, amunisi, dan
makanan—maka tidak demikian bagi Napoleon dan pasukannya. Mereka dengan sisasisa senjata dan tenaganya harus menghadapi dua musuh yang amat berat sekaligus:
pasukan Rusia dengan senjata dan amunisi yang terus berdatangan, dan udara dingin
yang amat menusuk tulang disertai dengan angin kencang.
Akibat kekalahan di Palagan Rusia, Napoleon akhirnya dipaksa turun tahta dan dibuang
ke Pulau Elba. Ketika Napoleon berusaha melarikan diri dari penjara pulau itu untuk
merebut kembali tahtanya, Konspirasi segera menangkapnya kembali. Tamatlah riwayat
Napoleon, namun tidak bagi Dinasti Rothschild yang telah membangun imperium
lembaga keuangannya di Eropa.
Di Perancis sendiri, Rothschild telah membangun sebuah istana pribadi yang letaknya
berhadapan dengan istana Raja Louis XVIII, pewaris tahta kerajaan Perancis. Dari
istana pribadi ini, Nathan bisa dengan leluasa memantau seluruh aktivitas yang ada di
areal istana Kerajaan Perancis. Beberapa agen Konspirasi yang ditanam di kalangan
istana Perancis pun bisa dengan mudah berkomunikasi dengan ‘Sang Pemimpin’ lewat
kode atau isyarat tertentu, atau bertemu langsung di suatu tempat, dan biasanya malam
hari.
ARTI PALAGAN WATERLOO BAGI ROTHSCHILD
Palagan Waterloo terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di sebuah wilayah yang kini berada
di Belgia, antar pasukan Napoleon Bonaparte melawan pasukan Eropa yang dipimpin
oleh Panglima Perang Kerajaan Inggris, Wellington. Hasil dari pertempuran besar ini
akan sangat berpengaruh pada Eropa di masa depan. Jika Napoleon keluar sebagai
pemenang, maka Perancis akan menjadi tuan atas seluruh daratan Eropa. Namun jika
Napoleon bisa dikalahkan maka Inggris akan menjadi penguasa keuangan Eropa yang
tak kan tergoyahkan. Ketika dua kekuatan saling berhadapan di medan perang, pasar
bursa saham di London benar-benar seperti orang yang sedang demam, panas dingin
dengan keringat yang terus keluar, menantikan hasil akhirnya.
Betapa tidak, jika Grande Armee de France Napoleon Bonaparte keluar sebagai
pemenang, maka bisa dipastikan perekonomian Inggris akan jatuh ke dalam jurang
yang sangat dalam yang tak terperikan. Namun jika Napoleon kalah, perekonomian
negara itu akan melonjak drastis, meroket ke puncak kejayaan.
[1] Frederich Morton; The Rothschilds’, Fawcett Crest, New York, 1961.
[2] Frederich Morton; ibid; hal. 94.
Bersambung InsyaaAllah...