Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
Peningkatan Inovasi Produk
Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Enhancement of Tempe Chip’s Product Innovation "Cipta Rasa" in Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya1, Renaldin Shadruddin2,
Diyan Putri Ayu3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo
3
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo
husna@iainponorogo.ac.id
12
Article history:
Submitted: 16 Feb 2022
Approved : 1 Apr 2022
Published: 13 Apr 2022
Abstract: The small industrial sector is one alternative form to support economic growth in
long-term development in Indonesia. Development of an industry must be supported by
cooperation between industries in an effort to increase the volume of production. This
research was conducted in Ketawang Village, Dolopo Subdistrict, Madiun Regency.
Devotional activities are carried out with research-based aimed at increasing the volume of
tempeh chips production in Ketawang, Madiun regency. The method used in this devotion is
the ABCD method which consists of inculturation, discovery, design, define, and reflection
activities. Data is collected through interview methods, observations and documentation. The
results of the analysis obtained from the results of the study said that the taste variant on the
product has a significant influence on the increase in production volume and economic
growth in small industries, which can help the economy in Ketawang because of the main
constraints of the lack of income of these chips, namely due to the lack of production volume.
Keywords: enhancement; tempeh chips; marketing mix; products.
Abstrak: Sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk alternatif untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. Perkembangan
suatu industri harus didukung dengan kerjasama antar industri dalam upaya meningkatkan
volume produksi. Pengabdian dilakukan di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten
Madiun. Kegiatan pengabdian dilakukan dengan berbasis penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan volume produksi keripik tempe di Ketawang, Kabupaten Madiun. Metode yang
digunakan dalam pengabdian ini adalah metode ABCD yang terdiri dari kegiatan inkulturasi,
discovery, design, define, dan reflection. Data dikumpulkan melalui metode wawancara,
observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
adanya inovasi varian rasa dan pengemasan pada produk dapat memberikan sumbangan
terhadap peningkatan volume produksi dan pertumbuhan ekonomi pada industri kecil,
sehingga dapat membantu perekonomian di Ketawang dari kurangnya pendapatan keripik
tempe ini, yaitu kurangnya inovasi pada produk.
Kata kunci: bauran pemasaran; keripik tempe; peningkatan; produk.
P-ISSN 2715-7997 E-ISSN 2716-0750 © 2022 The Author(s).
Published by LP2M INSURI Ponorogo. This is an open access article under the CC BY-SA 4.0 license.
doi: https://doi.org/10.37680/amalee.v3i1.1290
97
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Pendahuluan
Inovasi produk merupakan upaya pelaku usaha dalam memperbaiki, meningkatkan, dan
mengembangkan produk usahanya (Cooper, 2005). Inovasi juga dapat dipahami sebagai
suatu kegiatan pengembangan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
suatu produk usaha (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19, 2002). Inovasi produk
bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk, memenuhi kebutuhan konsumen dan
pelanggan, menciptakan pangsa pasar baru, mengembangkan, mengaplikasikan pengetahuan
dan wawasan, mengganti produk dan layanan, serta meningkatkan efisiensi produk (Cooper,
2005). Berdasarkan hal tersebut, maka melakukan inovasi produk adalah mutlak dibutuhkan
dalam peningkatan profitabilitas dan penjualan suatu usaha. Inovasi tidak hanya dilakukan
dalam produk
Inovasi tidak terlepas dari semua bidang olahan produk makanan, seperti produk olahan
keripik berbahan dasar tempe dan terasi. Produk keripik tempe sudah banyak tersebar di
beberapa daerah yang disebabkan karena adanya media sosial, sehingga orang-orang mudah
mengikuti cara pembuatannya. Hal tersebut belum tentu menjamin keberhasilan seseorang
dalam memproduksinya karena setiap penjual mempunyai racikan khusus yang merupakan
ciri khas dari produknya. Tidak hanya sekadar membuat keripik tempe saja tetapi pemilik
juga membuat olahan tempe dari awal pembuatan tempe hingga bisa dikelola menjadi keripik
yang lebih digemari oleh masyarakat. Peluang pasar makanan kering semakin terbuka
prospeknya, karena makanan kering keripik tempe ini sederhana dan mengandung banyak
serat yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pembuatan keripik tempe sendiri memerlukan
penambahan tepung dan ragi untuk mempermudah perekatan antar bahan, sehingga bisa
membentuk cita rasa keripik. Semenjak adanya Covid-19 sangat berpengaruh terhadap pelaku
UMKM yang disebabkan menurunnya volume produksi keripik tempe yang awalnya
memproduksi hingga 7 kilogram tempe dalam sekali produksi namun semenjak adanya
Covid-19 produksi tempenya menurun sehingga hanya memproduksi 5-6 kilogram dalam
sekali produksi, dan penjualannya juga menjadi terbatas (Gunawan, 2021).
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 9 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, upaya
dalam meningkatkan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah dengan melaksanakan kegiatan
pengabdian berbasis masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan Kuliah Pengabdian
Masyarakat Daring Dari Rumah (KPM DDR) sebagai alternatif kegiatan KPM selama masa
pandemi. Pengabdian yang dilakukan dapat dilaksanakan pada setiap lini kehidupan
masyarakat yang dapat dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
tersebut. Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan metode Asset-Based Community
Development (ABCD). Pengabdian dengan menggunakan pendekatan tersebut adalah
mengidentifikasi aset yang dimiliki oleh komunitas masyarakat tertentu, kemudian
dikembangkan dalam program kerja yang secara bersama-sama melibatkan masyarakat
sendiri dalam menentukannya, sehingga dalam jangka panjang program kerja tersebut dapat
98
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
dilaksanakan secara berkelanjutan dan sesuai dengan tujuan kegiatan pengabdian (Andriani et
al., 2021).
Beberapa studi terkait pengembangan dan inovasi produk keripik tempe telah banyak
dilakukan. Hasil penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Keripik
Pisang “Kuporai” di Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur” menyatakan
bahwa Sektor UMKM ternyata memiliki peranan yang penting dalam perekonomian di
Indonesia tepatnya di Luwu Timur. Pengembangan produk makanan ringan yang mulai
meningkat, sehingga permintaan makanan ringan mulai diminati. Hal ini bisa dilihat dari
banyaknya produk-produk makanan ringan atau instan yang bervariasi dan beragam
kandungan suplemennya serta banyak dicari oleh konsumen (Amriani, 2018). Produk yang
diawetkan menjadi keripik adalah salah satu cara pengawetan agar mampu bertahan lama.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan
melakukan versifikasi produk berupa pengolahan produk pertanian, yaitu buah pisang menjadi
keripik pisang (Putri et al., 2012). Pada usaha keripik tempe jika mengalami diversifikasi atau
mengalami penurunan pendapatan dari penjualan, maka pemilik produksi keripik tempe masih
bisa mendapatkan keuntungan lainnya dari retur pengembalian produk dengan diolah lagi
menjadi keripik tempe yang menguntungkan. Penelitian berbasis strategi juga pernah
dilaksanakan untuk meningkatkan varian rasa produk keripik tempe di Kota Malang dan
dampaknya adalah meningkatnya penjualan dan keuntungan produk keripik tempa tersebut
(Maulana, 2020).
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di lapangan, bahwa di Desa Ketawang
Kabupaten Madiun terdapat usaha keripik tempe milik Bapak Gunawan. Berdasarkan
kegiatan inkulturasi dan identifikasi aset komunitas, maka produk keripik tempe ini masih
memerlukan inovasi baik dari sisi produk dan pemasaran untuk mempertahankan mutu
produk. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Pada usaha
keripik tempe ini memiliki mutu yang baik dengan spesifikasi mulai dari produksi dari bahan
bakunya sendiri berupa kedelai pilihan yang baik, lalu diolah menjadi tempe dengan
tambahan ragi kualitas baik, sehingga menghasilkan tempe dengan kualitas baik, dan
kemudian tempe diolah menjadi keripik tempe dengan mutu yang baik pula (Ariani, 2015).
Berdasarkan permasalahan di atas dan dilihat dari pengabdian dan penelitian yang sudah
ada, maka studi ini membahas mengenai peningkatan inovasi produk dengan penambahan
rasa dalam produk keripik sebagai upaya peningkatan upaya volume penjualan. Selain itu
dilakukan juga inovasi pengemasan produk keripik tempe. Adanya kegiatan inovasi produk
ini diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan dan produksi keripik tempe pada usaha
yang dimiliki oleh Bapak Gunawan di Desa Ketawang, Kabupaten Madiun.
99
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Metode
Pengabdian masyarakat ini menggunakan pendekatan ABCD (Asset-Based Community
Development), yaitu sebuah pendekatan dalam pengabdian kepada masyarakat dengan melihat
serta mengetahui kekuatan dan aset yang ada untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya
(Andriani et al., 2021). Pendekatan ini menekankan pada inventarisasi aset yang berada
dalam masyarakat yang dipandang dapat membantu pada kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Pelatihan ini menggunakan pendekatan ABCD yang mengutamakan pemanfaatan aset dan
potensi yang ada disekitar dan dimiliki oleh komunitas masyarakat. Kelompok masyarakat
yang dibahas dalam artikel ini yaitu sebuah usaha keripik tempe “Cipta Rasa” yang dikelola
oleh Bapak Gunawan. Usaha ini termasuk kedalam usaha home industry. Sebagaimana
dijelaskan bahwa pendekatan ABCD menggunakan appreciative inquiry guna menggali
potensi yang dimiliki dan memaksimalkan sebuah usaha untuk meningkatkan daya saing toko
atau usaha. Adapun tahapan appreciative inquiry tersebut diantaranya; 1) mempelajari dan
mengatur skenario (Define). Pada tahap ini memanfaatkan waktu untuk mengenal orang-orang
dan tempat di mana perubahan akan dilakukan. Artinya, tim melakukan inkulturasi dengan
lingkungan masyarakat yang ada. Sebelum melakukan pemberdayaan, hal yang harus
dilakukan adalah pembekalan terhadap fasilitator yang akan terjun mendampingi pemilik
usaha; 2) Discovery (menemukan masa lampau). Pada tahap ini merupakan sebuah proses
yang mendalam untuk mencari hal positif yang ada dalam masyarakat, misalnya pernah
mencapai hal terbaik, dan hal yang pernah dialami pada waktu lalu (Achmad et al., 2020).
Upaya mempelajari dan mengatur skenario (Define) dalam penelitian ini dilakukan survei ke
tempat usaha yang ada di Desa Ketawang. Dengan demikian hal tersebut membantu dalam
menemukan lokasi yang cocok untuk dikembangkan. Menemukan masa lampau (Discovery)
pada usaha keripik tempe ini mengalami discovery dan mencapai hal terbaik pada saat harihari besar seperti hari raya idul fitri karena banyak konsumen yang memesan keripik tempe
untuk oleh-oleh mudik. Pada saat itulah proses produksi meningkat sehingga mengalami
kenaikan pendapatan dan keuntungan.
Dalam metode ABCD memiliki lima tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan
pengabdian masyarakat yaitu (Andriani et al., 2021):
1. Inkulturasi (perkenalan) berupa pemahaman kepada kelompok mengenai maksud dan
tujuan kegiatan dilakukan dan membangun kepercayaan kelompok untuk melakukan
pengembangan. Tahap ini dilakukan pada minggu pertama.
2. Discovery (mengetahui aset dan mengetahui peluang) berupa pemberian informasiinformasi dari kelompok yang menjadi sasaran utama kegiatan seperti keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dilakukan, hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh kelompok,
dan kelebihan yang dimiliki kelompok. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan kegiatan
pemetaan aset.
100
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
3. Design (mengetahui aset dan mengidentifikasi peluang) berupa identifikasi aset dan
peluang untuk membentuk program kerja yang akan dilaksanakan dari informasi yang
diperoleh dari tahap sebelumnya. Tahap ini dilakukan pada minggu kedua kegiatan.
4. Define (mendukung keterlaksanaan program kerja) berupa pelaksanaan program kerja
dengan kerjasama orang-orang dalam kelompok untuk mewujudkan tujuan kegiatan.
Tahap ini dilakukan pada minggu ketiga kegiatan.
5. Reflection (refleksi) berupa kegiatan monitoring dan evaluasi dari program kerja yang
telah terlaksana dalam pencapaian tujuan kegiatan. Tahap ini dilakukan pada minggu
keempat atau minggu terakhir kegiatan.
Hasil dan Pembahasan
Tahapan ABCD yang dilaksanakan dalam pengabdian ini adalah dengan mengambil langkah
awal dengan melakukan survei terlebih dahulu, dimulai dengan kegiatan inkulturasi hingga
reflection. Berdasarkan pelaksanaan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, maka
kegiatan diawali dengan pemetaan wilayah terlebih dahulu. Desa Ketawang adalah desa di
Kecamatan Dolopo, Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Desa ini secara formal dibagi ke dalam
tiga dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Jeblog, dan Dusun Pingkuk, yang masing-masing
dipimpin oleh seorang kepala dusun. Namun secara historical cultural, masyarakat biasa
membagi wilayahnya kedalam beberapa wilayah, yaitu Dusun krajan yang terdiri dari wilayah
etan kali, kulon kali, ratan lor, ratan tengah, ratan kidul, ndadapan; Dusun Jeblog yaitu
Jeblog Lor dan Jeblog Kidul dan Dusun Pingkuk. Desa Ketawang terkenal dengan home
industrynya yaitu kerupuk yang dikenal dengan nama Kerupuk Ketawang. Selain itu Desa
Ketawang juga merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Madiun (Ketawang, Dolopo,
Madiun - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, n.d.).
Adapun untuk mengetahui wilayah pengabdian, maka dilakukan mapping wilayah untuk
mengetahui lokasi secara pasti yang akan dijadikan tempat pengabdian. Pemetaan dilakukan
dengan cara menggambar secara manual peta jalan dan bangunan yang ada di sentra produksi
keripik tempe seperti pada gambar 1. Sedangkan tahapan dari pelaksanaan pengabdian
masyarakat ini tergambar seperti pada gambar 2.
101
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Gambar 1. Peta Desa Ketawang
Inkulturasi
Perkenalan
kepada pihak
umkm
mengenai
maksud dan
tujuan yang
akan
dilakukan.
Discovery
Mengidentifik
asi kekuatan,
kelemahan,
peluang dan
tantangan
yang dihadapi
usaha keripik
tempe.
Design
Define
Membuat
perencanaan
program kerja
berdasarkan
data yang
dimiliki
komunitas.
Mengadakan
kegiatan
pelatihan
pembuatan
desain
pengemasan
yang dilakukan
di rumah Bapak
Gunawan.
Refleksi
Evaluasi dan
Monitoring
atas kegiatan
yang telah
dilaksanakan
Gambar 2. Tahapan Metode Asset-Based Community Development
Hasil dari pelaksanaan pengabdian
Development (ABCD) adalah sebagai berikut:
dengan
metode Asset-Based
Community
Inkulturasi
Kegiatan inkulturasi adalah untuk memperkenalkan diri kepada komunitas masyarakat Desa
Ketawang tentang tujuan dan maksud dari pelaksanaan pengabdian, sekaligus mencoba
mengenali segala aktivitas masyarakat Desa Ketawang dengan melibatkan diri dalam segala
aktivitas di sentra produksi keripik tempe.
Usaha keripik “Cipta Rasa” milik Bapak Gunawan ini merupakan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM). Usaha ini termasuk ke dalam kategori home industry. Usaha ini
beralamat di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Usaha ini sudah berdiri
sekitar 20 tahun. Usaha ini merupakan usaha turun temurun dari keluarganya. Alasan Bapak
Gunawan memilih usaha ini karena dirasa lebih mudah untuk dikerjakan dan tidak
memerlukan kekuatan atau tenaga yang besar dalam pembuatannya. Hal tersebut yang
membuat Bapak Gunawan tetap bertahan hingga saat ini. Usaha ini merupakan solusi untuk
102
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
mengatasi ekonominya. Usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini juga merupakan aset individual
yang dimiliki oleh perorangan dan bukan termasuk ke dalam aset desa. Namun, usaha ini
menjadi suatu kebanggaan desa atau dapat dikatakan sebagai produk khas unggulan Desa
Ketawang.
Discovery
Kegiatan discovery adalah mengungkap segala aset yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh
komunitas. Pengidentifikasian faktor internal dan eksternal yang menjadi pertimbangan dalam
kegiatan ini adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Putong, 2003).
Kinerja usaha dapat diukur oleh gabungan dari faktor-faktor eksternal dan internal dalam
sebuah organisasi. Kedua faktor tersebut digabungkan dalam sebuah analisis SWOT, di mana
faktor internal mewakili Strengths, dan Weaknesses, sedangkan faktor eksternal mewakili
Opportunities, dan Threats (Sandra & Purwanto, 2015).
Tabel 1. Faktor Eksternal dan Faktor Internal Usaha Keripik Tempe Bapak Gunawan
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengh
Weakness
Opportunities
Threat
1. Mengaplikasikan
penjualan atau
strategi yang baik.
1. Tidak adanya
karyawan tetap.
2. Alat yang
digunakan masih
manual.
3. Kurangnya
teknologi.
1. Mampu
bersaing di
pangsa pasar
lokal.
2. Bertambahnya
konsumen
dalam
penjualan
1. Adanya produk
serupa yang
menjual dengan
harga yang relatif
murah
2. Produk yang
tidak
berkembang.
2. Pemilik yang sudah
berpengalaman
dalam bidang
tersebut.
3. Kualitas produk
yang baik.
Design
Kegiatan design adalah mengetahui aset dan mengidentifikasi peluang yang ada pada suatu
komunitas, dalam hal ini adalah usaha keripik tempe milik Bapak Gunawan. Design
dilaksanakan dengan menyusun program kerja berdasarkan identifikasi pada tahapan
discovery. Berdasarkan pertimbangan hasil analisis faktor internal dan eksternal, program
kerja disusun berdasarkan aset yang dimiliki dijelaskan pada tabel 2.
103
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Tabel 2. Program Kerja Pengabdian Mayarakat
No.
Aset Atau
Potensi yang
dimiliki
1.
Usaha
Keripik
Tempe
Permasalahan
yang dihadapi
1. Sedikitnya
produksi keripik
tempe yang
dihasilkan
2. Kurang ada
inovasi dalam
produksi dan
pemasaran
Rencana program
kegiatan sementara
Rencana pihak
yang akan
dilibatkan
1. Meningkatkan
produksi keripik
tempe
2. Membuat inovasi
varian rasa produk
keripik tempe
3. Membuat inovasi
pengemasan
produk keripik
tempe
1. Pemilik usaha
keripik tempe
2. Karyawan
3. Pemangku
kebijakan
Berdasarkan tabel di atas, aset yang dipilih berdasarkan aset yang dimiliki oleh Desa
Ketawang salah satunya adalah aset usaha keripik tempe, karena ini merupakan aset yang
berharga untuk dikembangkan sebagai upaya mendorong keberlangsungan aktivitas ekonomi
masyarakat. Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka yang memungkinkan untuk
dikerjakan adalah melakukan inovasi produk berupa pemberian merek dan pengemasan ulang
produk keripik tempe milik Bapak Gunawan.
Define
Program kerja yang telah ditentukan tidak akan berjalan baik jika tidak didukung oleh pihak
pemilik usaha dan pihak yang terkait dengan usaha tersebut. Pelaksanaan pengabdian di Desa
Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun diawali dengan melakukan observasi
dengan meneliti aset-aset UMKM yang dimiliki desa yang berupa usaha produksi keripik
tempe dan produksi kerupuk terasi. Dari data yang diperoleh dan berbagai pertimbangan,
maka peneliti memutuskan skala prioritas yang merupakan aset utama yang dimiliki Desa
Ketawang adalah usaha keripik tempe. Kegiatan dilakukan dengan mengadakan sosialisasi
guna meningkatkan produksi keripik tempe, karena produksi tempe yang kian hari kian
menurun karena adanya kendala dalam penjualan yang disebabkan oleh Virus Covid-19.
Gambaran kegiatan sosialisasi yang dilakukan terdiri dari empat tahap, yaitu kegiatan
observasi, kegiatan inti, sosialisasi, dan kegiatan evaluasi pasca kegiatan. Pada bab ini akan
dideskripsikan kegiatan inti dalam usaha keripik tempe, yakni sosialisasi peningkatan hasil
produksi usaha keripik tempe yang berada di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten
Madiun.
104
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
1. Tahapan Observasi
Kegiatan Observasi dilakukan pada hari Sabtu, 10 Juli 2021. Dari hasil observasi diperoleh
gambaran informasi mengenai proses pembuatan keripik tempe, penjualan produk, kendala
dalam produksi bahan baku (tempe) dan ruang lingkup penjualan. Informasi ini didapatkan
melalui teknik wawancara langsung kepada narasumber atau pelaku usaha. Di tahap ini
mencoba menemukan permasalahan yang sedang dialami oleh Bapak Gunawan tentang
turunnya produksi keripik disebabkan oleh pandemi Covid-19.
2. Tahap Sosialisasi
Adapun hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian selama ini dapat dilihat dari penilaian
beberapa komponen berikut;
a. Ketersediaan narasumber mengikuti kegiatan sosialisasi
Sebelum pelaksanaan kegiatan peserta pengabdian meminta izin kepada pemilik usaha untuk
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan usaha yang dimiliki,. kemudian peserta Kuliah
Pengabdian Masyarakat (KPM) menjelaskan tujuan diadakannya kegiatan sosialisasi. Alasan
pemilihan target sosialisasi bertujuan memberikan manfaat dan bagi pemilik usaha dan juga
suatu ilmu atau skill bagi peserta KPM. Pemilik akhirnya menyetujui diadakannya kegiatan,
Dengan demikian, keberhasilan ketersediaan narasumber dapat dinilai sangat baik.
b. Tercapainya target atau materi sosialisasi yang disampaikan
Tujuan kegiatan sosialisasi ini memberikan pemahaman kepada pemilik usaha mengenai
pengembangan produk (inovasi produk), tujuan pengembangan produk, dan ide mengenai
pengembangan produk pada usaha Keripik Tempe “Keripik Cipta”. Semua materi yang
direncanakan (Peramalan dan manajemen risiko) telah tersampaikan dengan baik kepada
pemilik usaha, sehingga dapat dinilai ketercapaian target materi sangat baik.
c. Kemampuan menyerap materi yang disampaikan
Penyampaian materi kepada pemilik usaha dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan
ketersediaan pemilik menerima sosialisasi dari peserta pengabdian. Waktu pelaksanaan
sosialisasi yang tidak terlalu lama memungkinkan narasumber dapat menerima dan menguasai
materi yang disampaikan dengan baik. Pelaksanaan praktik atau realisasi ide pengembangan
produk dilakukan setelah kegiatan sosialisasi selesai dengan tujuan untuk meyakinkan
narasumber akan kemungkinan keberhasilan. Secara umum sosialisasi ini dilaksanakan untuk
menambah pengetahuan narasumber dan memberikan ide pengembangan produk terhadap
narasumber, sehingga pemilik usaha bisa meningkatkan produksinya.
d. Tanggapan pelaku usaha terhadap informasi yang disampaikan.
Evaluasi pemahaman narasumber terhadap materi yang disampaikan, dilakukan dengan cara
melakukan wawancara terkait materi yang disampaikan, dibutuhkan beberapa kali sosialisasi
guna pendengar benar-benar mengerti dengan ide yang dimaksudkan. Dari hasil evaluasi
105
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
terhadap pelaksanaan evaluasi diketahui bahwa narasumber dapat menerima materi dengan
cukup baik dengan hasil yang sempurna. Sosialisasi dalam beberapa hari ini berjalan baik,
sehingga kegiatan dilanjutkan dengan evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Keripik Cipta”.
Gambar 3. Sosialisasi Inovasi Produk
e. Tahapan realisasi ide
Pada tahapan ini realisasi ide yang dilakukan oleh peserta pengabdian memperoleh tanggapan
positif dari pemilik usaha guna meningkatkan pemasaran produk melalui inovasi yang
disarankan. Pada awal kegiatan masyarakat belum mengetahui adanya produk baru dari usaha
ini karena belum dipasarkan secara besar-besaran. Namun seiring berjalannya waktu produk
dengan inovasi ini sudah mulai dikenal oleh konsumen. Ide direalisasikan dengan mengikuti
kegiatan produksi keripik tempe,. Sejauh ini kegiatan pengabdian membantu dalam proses
pengemasan pasca penggorengan, kerana dalam kegiatan pembuatan produk diperlukan skill
khusus. Adapaun kegiatannya dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Bahan Tempe Sebelum Digoreng
Gambar di atas merupakan adonan yang sudah dibuat oleh pemilik usaha, adonan tersebut
dibentuk yang selanjutnya melewati proses penggorengan. Keripik tempe yang sudah
digoreng dapat di lihat pada gambar 5.
106
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
Gambar 5. Proses Pengemasan Keripik Tempe
Tempe yang telah digoreng kemudian ditiriskan dan masuk dalam kegiatan pengemasan.
Kegiatan program kerja mulai dilaksanakan pada tahap ini, di mana label dibuat dengan
menggunakan kertas dan diberi merek, kemudian produk diberi varian rasa, seperti rasa
balado, sapi panggang, dan lain-lain.
Gambar 6. Proses Pengemasan Keripik Tempe
Setelah produk keripik tempe dikemas dan diberi label, maka bungkus tersebut direkatkan
dengan sealer untuk mempertahankan kualitas produk, kemudian produk siap dipasarkan.
Pemasaran produk keripik tempe ini dilakukan kepda pelanggan yang memang sudah menjadi
pelanggan setia Bapak Gunawan, sehingga ini menjadi kekuatan bagi usaha Bapak Gunawan
untuk terus melakukan produksi.
Gambar 7. Produk Keripik Tempe Setelah Adanya Inovasi Produk
107
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Refleksi
Kegiatan evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui apakah usaha tersebut sudah melakukan kegiatan pengembangan produk maupun
inovasi yang telah ditetapkan dalam program kerja, yaitu bertujuan untuk meningkatkan
volume produksi. Kegiatan evaluasi ini dilakukan dengan wawancara terstruktur. Kegiatan ini
dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2021 tepatnya jam 09:00 WIB.
Dari hasil evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini dapat disimpulkan
bahwa usaha keripik tempe ini belum pernah melakukan kegiatan sesuai materi. Usaha ini
sebenarnya usaha yang diwariskan atau turun temurun. Oleh sebab itu, usaha ini cenderung
tidak melakukan inovasi apapun karena memang dari awal merupakan produk paten. Dengan
menilik hasil evaluasi ini, peserta pengabdian melihat peluang untuk memberikan ide
pengembangan produk.
Evaluasi selanjutnya adalah melihat tanggapan dari narasumber setelah menerima
sosialisasi dan praktik realisasi produk yang telah dilaksanakan oleh peserta pengabdian. Dari
hasil evaluasi ini narasumber memberikan tanggapan yang cukup baik, narasumber menerima
materi sosialisasi dengan baik dan menerima ide pengembangan produk dari peserta
pengabdian. Setelah dilakukannya praktik, narasumber menjadi yakin bahwa ide tersebut
dapat diterapkan pada usaha keripik “Cipta Rasa”.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa narasumber merasa puas terhadap pelayanan selama
kegiatan berlangsung, dari mulai wawancara awal sebagai bagian dari kegiatan penjajakan
tempat pengabdian, sosialisasi, dan praktik realisasi ide. Narasumber merasa cukup puas
dengan pelayanan kegiatan seperti kesesuaian waktu, kesesuaian materi yang disampaikan,
cara penyampaian peserta pengabdian, kesempatan untuk melakukan diskusi bersama dengan
narasumber, interaksi antara peserta pengabdian dengan narasumber, dan sistematika
penyampaian ide gagasan.
Dari hasil keseluruhan wawancara evaluasi yang dilakukan diketahui bahwa narasumber
merasa cukup puas terhadap pelayanan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta
pengabdian. Tanggapan narasumber secara langsung, narasumber puas dengan kegiatan yang
diberikan oleh peserta pengabdian karena memberikan manfaat yang besar, seperti
meningkatkan pemahaman mengenai pengembangan produk dan mendapat ide gagasan
pengembangan produk yang memungkinkan diterapkan pada usaha beliau, sehingga mampu
memberikan manfaat dari tujuan ide yang tercapai. Berdasarkan keempat komponen di atas,
maka pelaksanaan kegiatan pengabdian yang berjudul “Peningkatan Strategi Bauran Produk
Pada Keripik Tempe “Cipta Rasa” dapat dikatakan berhasil dan dinilai baik.
108
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan dapat diketahui bahwa salah satu yang
mempengaruhi adalah adanya wabah Covid-19. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) yang kemudian menghambat produksi memaksa pemilik untuk mencari
cara mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, dengan kegiatan sosialisasi mengenalkan
inovasi tentang pemasaran online produk untuk mempertahankan kestabilan penjualan produk.
Penurunan produksi produk ini menyebabkan menurunnya pendapatan pemilik usaha.
Melihat kondisi saat ini menjadi suatu pertimbangan untuk tetap mempertahankan jumlah
volume produksi. Dengan demikian, diadakan sosialisasi dengan pemilik usaha untuk
merencanakan inovasi mempertahankan kestabilan produksi produk. Adapun masalah yang
sering dihadapi oleh para pengusaha yaitu tidak bisa memprediksi produk yang akan terjual
karena belum adanya peramalan dan perencanaan produksi yang optimal, sehingga perlu
dilakukan peramalan permintaan dengan menggunakan Metode Moving Average, Weighted
Moving Average dan Exponential Smoothing dan membuat perencanaan produksi yang aktual,
dengan menggunakan Metode Level Method, Chase Strategy dan Compromise (Sucipto et al.,
2020).
Inovasi adalah memulai atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Kebanyakan peneliti
sepakat atas definisi inovasi yang mencakup hasil produk dan proses baru. Inovasi yang tinggi
baik itu inovasi proses maupun inovasi produk akan meningkatkan kemampuan perusahaan
menciptakan produk yang berkualitas (Hartini, 2012). Adapun fokus utama inovasi adalah
penciptaan gagasan baru, yang diimplementasikan ke dalam produk dan proses baru. Adapun
tujuan utama proses inovasi adalah memberikan dan menyalurkan nilai pelanggan yang lebih
baik. Inovasi dapat dipandang dengan pendekatan strukturalis dan pendekatan proses.
Komitmen pemilik usaha menerima sosialisasi mengenai inovasi produk ini dan
menerima dengan baik ide yang diutarakan oleh peserta pengabdian. Hal ini ditunjukkan
dengan persetujuan pengadaan acara sosialisasi oleh pemilik usaha. Pemilik usaha juga
bersedia untuk melakukan peninjauan ulang ide yang diajukan sebelum benar-benar
direalisasikan oleh pemilik usaha. Secara spesifik faktor pendukung dalam pengembangan
usaha ini adalah kesediaan keterlibatan pemilik usaha dan karyawan keripik tempe “Cipta
Rasa” dalam kegiatan pengabdian, adanya dukungan dari pemangku kebijakan dan
masyarakat setempat dalam pelaksanaan pengabdian, dan kelengkapan alat untuk produksi
tempe. Sedangkan faktor penghambat produksi usaha ini adalah fleksibilitas waktu dari obyek
sasaran pengabdian masih kurang, sehingga program kerja kurang efektif, serta adanya
pemberlakuan PPKM di desa tersebut yang menyebabkan sulitnya melakukan kegiatan.
109
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
Simpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan antara
lain: 1) kegiatan pengabdian dapat meningkatkan pemahaman mengenai pengembangan
produk pemilik usaha keripik tempe serta menambah wawasan baru bagi para pengabdi yang
melalui kegiatan penyampaian materi dan terjun langsung ke lapangan/praktik, dalam rangka
pengembangan produk yang dimiliki; 2) tercapainya target pemahaman pemilik usaha (Bapak
Gunawan) terhadap pengembangan inovasi produk dan pengabdi melakukannya secara
langsung dan disaksikan juga oleh pemilik usaha, sehingga pemilik dapat mengamati secara
langsung bagaimana ide gagasan pengembangan produk ini berjalan; 3) Pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan dikatakan berhasil hal ini dapat dilihat dari pemahaman narasumber
terhadap materi sosialisasi, kepuasan narasumber terhadap pelayanan peserta pengabdian, dan
pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa sentra bisnis olahan makanan di Desa
Ketawang, Kabupaten Madiun ini memiliki potensi yang masih memerlukan pengembangan
lebih lanjut, seperti peningkatan bauran pemasaran, inovasi produk, promosi, lokasi, dan
harga pada produk itu sendiri. Selanjutnya masih diperlukan kegiatan-kegiatan pengabdian
atau program pemerintah yang dapat mendukung ekspansi usaha menjadi lebih maju,
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang.
Referensi
Achmad, R., Een, R., Silviana, S., & dkk. (2020). Pendampingan dan Sosialisasi pada Usaha
Toko Kelontong dengan Metode ABCD (Asset Based Community Development)
Sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Literasi Usaha Toko
Kelontong. Jurnal Abdidas, 01(06), 579 – 591. http://abdidas.org/index.php/abdidas
Amriani. (2018). Analisis Strategi Pengembangan Usaha Keripik Pisang “Kuporai” Di Desa
Tarengge Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur. Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Andriani, S., Nisful, L., Nurul, F., & dkk. (2021). Pendekatan ABCD Untuk Meningkatkan
Literasi Di Madrasah. Buletin Abdi Masyarakat, 01(02).
Ariani, S. C. (2015). Analisis Implementasi Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Keripik
Kentang Umkm Albaeta Di Kabupaten Banjarnegara. Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Cooper, R. G. (2005). Product Innovation. Basic books.
Hartini, S. (2012). Peran Inovasi: Pengembangan Kualitas Produk dan Kinerja Bisnis. J
Manaj Dan Kewirausahaan, 14(1), 83–90. https://doi.org/10.9744/jmk.14.1.83-90
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, (2002).
Ketawang, Dolopo, Madiun - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.).
Retrieved
February
14,
2022,
from
https://id.wikipedia.org/wiki/Ketawang,_Dolopo,_Madiun
110
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022)
97-111
Maulana, A. (2020). Analisis Strategi Usaha Ukm Keripik Tempe Pada Sentra Industri Tempe
Sanan Kota Malang. In Published online. Universitas Muhammadiyah Malang.
Putong, I. (2003). Teknik Pemanfaatan Analisis Swot Tanpa Skala Industri (A-Swot-Tsi.
Jurnal Ekonomi & Bisnis, Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara, 2, 8.
Putri, D. D., Mulyani, A., & Satriani, R. (2012). Strategi Pemasaran Keripik Pisang Dalam
Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Di Kecamatan Cilongok. Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian Dan Agribisnis, 08(02).
Sandra, A., & Purwanto, E. (2015). Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap
Kinerja Usaha Kecil Dan Menengah Di Jakarta . Business Management Journal, 11(01).
111
Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun
Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu
This page is intentionally left blank
112