Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun

Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement

The small industrial sector is one alternative form to support economic growth in long-term development in Indonesia. Development of an industry must be supported by cooperation between industries in an effort to increase the volume of production. This research was conducted in Ketawang Village, Dolopo Subdistrict, Madiun Regency. Devotional activities are carried out with research-based aimed at increasing the volume of tempeh chips production in Ketawang, Madiun regency. The method used in this devotion is the ABCD method which consists of inculturation, discovery, design, define, and reflection activities.  Data is collected through interview methods, observations and documentation. The results of the analysis obtained from the results of the study said that the taste variant on the product has a significant influence on the increase in production volume and economic growth in small industries, which can help the economy in Ketawang because of the main constraints of the lack of ...

Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Enhancement of Tempe Chip’s Product Innovation "Cipta Rasa" in Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya1, Renaldin Shadruddin2, Diyan Putri Ayu3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo 3 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo  husna@iainponorogo.ac.id 12 Article history: Submitted: 16 Feb 2022 Approved : 1 Apr 2022 Published: 13 Apr 2022 Abstract: The small industrial sector is one alternative form to support economic growth in long-term development in Indonesia. Development of an industry must be supported by cooperation between industries in an effort to increase the volume of production. This research was conducted in Ketawang Village, Dolopo Subdistrict, Madiun Regency. Devotional activities are carried out with research-based aimed at increasing the volume of tempeh chips production in Ketawang, Madiun regency. The method used in this devotion is the ABCD method which consists of inculturation, discovery, design, define, and reflection activities. Data is collected through interview methods, observations and documentation. The results of the analysis obtained from the results of the study said that the taste variant on the product has a significant influence on the increase in production volume and economic growth in small industries, which can help the economy in Ketawang because of the main constraints of the lack of income of these chips, namely due to the lack of production volume. Keywords: enhancement; tempeh chips; marketing mix; products. Abstrak: Sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk alternatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. Perkembangan suatu industri harus didukung dengan kerjasama antar industri dalam upaya meningkatkan volume produksi. Pengabdian dilakukan di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Kegiatan pengabdian dilakukan dengan berbasis penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan volume produksi keripik tempe di Ketawang, Kabupaten Madiun. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah metode ABCD yang terdiri dari kegiatan inkulturasi, discovery, design, define, dan reflection. Data dikumpulkan melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya inovasi varian rasa dan pengemasan pada produk dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan volume produksi dan pertumbuhan ekonomi pada industri kecil, sehingga dapat membantu perekonomian di Ketawang dari kurangnya pendapatan keripik tempe ini, yaitu kurangnya inovasi pada produk. Kata kunci: bauran pemasaran; keripik tempe; peningkatan; produk. P-ISSN 2715-7997 E-ISSN 2716-0750 © 2022 The Author(s). Published by LP2M INSURI Ponorogo. This is an open access article under the CC BY-SA 4.0 license. doi: https://doi.org/10.37680/amalee.v3i1.1290 97 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Pendahuluan Inovasi produk merupakan upaya pelaku usaha dalam memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan produk usahanya (Cooper, 2005). Inovasi juga dapat dipahami sebagai suatu kegiatan pengembangan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu produk usaha (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19, 2002). Inovasi produk bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk, memenuhi kebutuhan konsumen dan pelanggan, menciptakan pangsa pasar baru, mengembangkan, mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan, mengganti produk dan layanan, serta meningkatkan efisiensi produk (Cooper, 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka melakukan inovasi produk adalah mutlak dibutuhkan dalam peningkatan profitabilitas dan penjualan suatu usaha. Inovasi tidak hanya dilakukan dalam produk Inovasi tidak terlepas dari semua bidang olahan produk makanan, seperti produk olahan keripik berbahan dasar tempe dan terasi. Produk keripik tempe sudah banyak tersebar di beberapa daerah yang disebabkan karena adanya media sosial, sehingga orang-orang mudah mengikuti cara pembuatannya. Hal tersebut belum tentu menjamin keberhasilan seseorang dalam memproduksinya karena setiap penjual mempunyai racikan khusus yang merupakan ciri khas dari produknya. Tidak hanya sekadar membuat keripik tempe saja tetapi pemilik juga membuat olahan tempe dari awal pembuatan tempe hingga bisa dikelola menjadi keripik yang lebih digemari oleh masyarakat. Peluang pasar makanan kering semakin terbuka prospeknya, karena makanan kering keripik tempe ini sederhana dan mengandung banyak serat yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pembuatan keripik tempe sendiri memerlukan penambahan tepung dan ragi untuk mempermudah perekatan antar bahan, sehingga bisa membentuk cita rasa keripik. Semenjak adanya Covid-19 sangat berpengaruh terhadap pelaku UMKM yang disebabkan menurunnya volume produksi keripik tempe yang awalnya memproduksi hingga 7 kilogram tempe dalam sekali produksi namun semenjak adanya Covid-19 produksi tempenya menurun sehingga hanya memproduksi 5-6 kilogram dalam sekali produksi, dan penjualannya juga menjadi terbatas (Gunawan, 2021). Berdasarkan Pasal 1 Ayat 9 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, upaya dalam meningkatkan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah dengan melaksanakan kegiatan pengabdian berbasis masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan Kuliah Pengabdian Masyarakat Daring Dari Rumah (KPM DDR) sebagai alternatif kegiatan KPM selama masa pandemi. Pengabdian yang dilakukan dapat dilaksanakan pada setiap lini kehidupan masyarakat yang dapat dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut. Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan metode Asset-Based Community Development (ABCD). Pengabdian dengan menggunakan pendekatan tersebut adalah mengidentifikasi aset yang dimiliki oleh komunitas masyarakat tertentu, kemudian dikembangkan dalam program kerja yang secara bersama-sama melibatkan masyarakat sendiri dalam menentukannya, sehingga dalam jangka panjang program kerja tersebut dapat 98 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 dilaksanakan secara berkelanjutan dan sesuai dengan tujuan kegiatan pengabdian (Andriani et al., 2021). Beberapa studi terkait pengembangan dan inovasi produk keripik tempe telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Keripik Pisang “Kuporai” di Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur” menyatakan bahwa Sektor UMKM ternyata memiliki peranan yang penting dalam perekonomian di Indonesia tepatnya di Luwu Timur. Pengembangan produk makanan ringan yang mulai meningkat, sehingga permintaan makanan ringan mulai diminati. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya produk-produk makanan ringan atau instan yang bervariasi dan beragam kandungan suplemennya serta banyak dicari oleh konsumen (Amriani, 2018). Produk yang diawetkan menjadi keripik adalah salah satu cara pengawetan agar mampu bertahan lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan melakukan versifikasi produk berupa pengolahan produk pertanian, yaitu buah pisang menjadi keripik pisang (Putri et al., 2012). Pada usaha keripik tempe jika mengalami diversifikasi atau mengalami penurunan pendapatan dari penjualan, maka pemilik produksi keripik tempe masih bisa mendapatkan keuntungan lainnya dari retur pengembalian produk dengan diolah lagi menjadi keripik tempe yang menguntungkan. Penelitian berbasis strategi juga pernah dilaksanakan untuk meningkatkan varian rasa produk keripik tempe di Kota Malang dan dampaknya adalah meningkatnya penjualan dan keuntungan produk keripik tempa tersebut (Maulana, 2020). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di lapangan, bahwa di Desa Ketawang Kabupaten Madiun terdapat usaha keripik tempe milik Bapak Gunawan. Berdasarkan kegiatan inkulturasi dan identifikasi aset komunitas, maka produk keripik tempe ini masih memerlukan inovasi baik dari sisi produk dan pemasaran untuk mempertahankan mutu produk. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Pada usaha keripik tempe ini memiliki mutu yang baik dengan spesifikasi mulai dari produksi dari bahan bakunya sendiri berupa kedelai pilihan yang baik, lalu diolah menjadi tempe dengan tambahan ragi kualitas baik, sehingga menghasilkan tempe dengan kualitas baik, dan kemudian tempe diolah menjadi keripik tempe dengan mutu yang baik pula (Ariani, 2015). Berdasarkan permasalahan di atas dan dilihat dari pengabdian dan penelitian yang sudah ada, maka studi ini membahas mengenai peningkatan inovasi produk dengan penambahan rasa dalam produk keripik sebagai upaya peningkatan upaya volume penjualan. Selain itu dilakukan juga inovasi pengemasan produk keripik tempe. Adanya kegiatan inovasi produk ini diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan dan produksi keripik tempe pada usaha yang dimiliki oleh Bapak Gunawan di Desa Ketawang, Kabupaten Madiun. 99 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Metode Pengabdian masyarakat ini menggunakan pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development), yaitu sebuah pendekatan dalam pengabdian kepada masyarakat dengan melihat serta mengetahui kekuatan dan aset yang ada untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya (Andriani et al., 2021). Pendekatan ini menekankan pada inventarisasi aset yang berada dalam masyarakat yang dipandang dapat membantu pada kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pelatihan ini menggunakan pendekatan ABCD yang mengutamakan pemanfaatan aset dan potensi yang ada disekitar dan dimiliki oleh komunitas masyarakat. Kelompok masyarakat yang dibahas dalam artikel ini yaitu sebuah usaha keripik tempe “Cipta Rasa” yang dikelola oleh Bapak Gunawan. Usaha ini termasuk kedalam usaha home industry. Sebagaimana dijelaskan bahwa pendekatan ABCD menggunakan appreciative inquiry guna menggali potensi yang dimiliki dan memaksimalkan sebuah usaha untuk meningkatkan daya saing toko atau usaha. Adapun tahapan appreciative inquiry tersebut diantaranya; 1) mempelajari dan mengatur skenario (Define). Pada tahap ini memanfaatkan waktu untuk mengenal orang-orang dan tempat di mana perubahan akan dilakukan. Artinya, tim melakukan inkulturasi dengan lingkungan masyarakat yang ada. Sebelum melakukan pemberdayaan, hal yang harus dilakukan adalah pembekalan terhadap fasilitator yang akan terjun mendampingi pemilik usaha; 2) Discovery (menemukan masa lampau). Pada tahap ini merupakan sebuah proses yang mendalam untuk mencari hal positif yang ada dalam masyarakat, misalnya pernah mencapai hal terbaik, dan hal yang pernah dialami pada waktu lalu (Achmad et al., 2020). Upaya mempelajari dan mengatur skenario (Define) dalam penelitian ini dilakukan survei ke tempat usaha yang ada di Desa Ketawang. Dengan demikian hal tersebut membantu dalam menemukan lokasi yang cocok untuk dikembangkan. Menemukan masa lampau (Discovery) pada usaha keripik tempe ini mengalami discovery dan mencapai hal terbaik pada saat harihari besar seperti hari raya idul fitri karena banyak konsumen yang memesan keripik tempe untuk oleh-oleh mudik. Pada saat itulah proses produksi meningkat sehingga mengalami kenaikan pendapatan dan keuntungan. Dalam metode ABCD memiliki lima tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan pengabdian masyarakat yaitu (Andriani et al., 2021): 1. Inkulturasi (perkenalan) berupa pemahaman kepada kelompok mengenai maksud dan tujuan kegiatan dilakukan dan membangun kepercayaan kelompok untuk melakukan pengembangan. Tahap ini dilakukan pada minggu pertama. 2. Discovery (mengetahui aset dan mengetahui peluang) berupa pemberian informasiinformasi dari kelompok yang menjadi sasaran utama kegiatan seperti keberhasilan dan kegagalan yang pernah dilakukan, hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh kelompok, dan kelebihan yang dimiliki kelompok. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan kegiatan pemetaan aset. 100 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 3. Design (mengetahui aset dan mengidentifikasi peluang) berupa identifikasi aset dan peluang untuk membentuk program kerja yang akan dilaksanakan dari informasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Tahap ini dilakukan pada minggu kedua kegiatan. 4. Define (mendukung keterlaksanaan program kerja) berupa pelaksanaan program kerja dengan kerjasama orang-orang dalam kelompok untuk mewujudkan tujuan kegiatan. Tahap ini dilakukan pada minggu ketiga kegiatan. 5. Reflection (refleksi) berupa kegiatan monitoring dan evaluasi dari program kerja yang telah terlaksana dalam pencapaian tujuan kegiatan. Tahap ini dilakukan pada minggu keempat atau minggu terakhir kegiatan. Hasil dan Pembahasan Tahapan ABCD yang dilaksanakan dalam pengabdian ini adalah dengan mengambil langkah awal dengan melakukan survei terlebih dahulu, dimulai dengan kegiatan inkulturasi hingga reflection. Berdasarkan pelaksanaan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, maka kegiatan diawali dengan pemetaan wilayah terlebih dahulu. Desa Ketawang adalah desa di Kecamatan Dolopo, Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Desa ini secara formal dibagi ke dalam tiga dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Jeblog, dan Dusun Pingkuk, yang masing-masing dipimpin oleh seorang kepala dusun. Namun secara historical cultural, masyarakat biasa membagi wilayahnya kedalam beberapa wilayah, yaitu Dusun krajan yang terdiri dari wilayah etan kali, kulon kali, ratan lor, ratan tengah, ratan kidul, ndadapan; Dusun Jeblog yaitu Jeblog Lor dan Jeblog Kidul dan Dusun Pingkuk. Desa Ketawang terkenal dengan home industrynya yaitu kerupuk yang dikenal dengan nama Kerupuk Ketawang. Selain itu Desa Ketawang juga merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Madiun (Ketawang, Dolopo, Madiun - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, n.d.). Adapun untuk mengetahui wilayah pengabdian, maka dilakukan mapping wilayah untuk mengetahui lokasi secara pasti yang akan dijadikan tempat pengabdian. Pemetaan dilakukan dengan cara menggambar secara manual peta jalan dan bangunan yang ada di sentra produksi keripik tempe seperti pada gambar 1. Sedangkan tahapan dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini tergambar seperti pada gambar 2. 101 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Gambar 1. Peta Desa Ketawang Inkulturasi Perkenalan kepada pihak umkm mengenai maksud dan tujuan yang akan dilakukan. Discovery Mengidentifik asi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi usaha keripik tempe. Design Define Membuat perencanaan program kerja berdasarkan data yang dimiliki komunitas. Mengadakan kegiatan pelatihan pembuatan desain pengemasan yang dilakukan di rumah Bapak Gunawan. Refleksi Evaluasi dan Monitoring atas kegiatan yang telah dilaksanakan Gambar 2. Tahapan Metode Asset-Based Community Development Hasil dari pelaksanaan pengabdian Development (ABCD) adalah sebagai berikut: dengan metode Asset-Based Community Inkulturasi Kegiatan inkulturasi adalah untuk memperkenalkan diri kepada komunitas masyarakat Desa Ketawang tentang tujuan dan maksud dari pelaksanaan pengabdian, sekaligus mencoba mengenali segala aktivitas masyarakat Desa Ketawang dengan melibatkan diri dalam segala aktivitas di sentra produksi keripik tempe. Usaha keripik “Cipta Rasa” milik Bapak Gunawan ini merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Usaha ini termasuk ke dalam kategori home industry. Usaha ini beralamat di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Usaha ini sudah berdiri sekitar 20 tahun. Usaha ini merupakan usaha turun temurun dari keluarganya. Alasan Bapak Gunawan memilih usaha ini karena dirasa lebih mudah untuk dikerjakan dan tidak memerlukan kekuatan atau tenaga yang besar dalam pembuatannya. Hal tersebut yang membuat Bapak Gunawan tetap bertahan hingga saat ini. Usaha ini merupakan solusi untuk 102 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 mengatasi ekonominya. Usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini juga merupakan aset individual yang dimiliki oleh perorangan dan bukan termasuk ke dalam aset desa. Namun, usaha ini menjadi suatu kebanggaan desa atau dapat dikatakan sebagai produk khas unggulan Desa Ketawang. Discovery Kegiatan discovery adalah mengungkap segala aset yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh komunitas. Pengidentifikasian faktor internal dan eksternal yang menjadi pertimbangan dalam kegiatan ini adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Putong, 2003). Kinerja usaha dapat diukur oleh gabungan dari faktor-faktor eksternal dan internal dalam sebuah organisasi. Kedua faktor tersebut digabungkan dalam sebuah analisis SWOT, di mana faktor internal mewakili Strengths, dan Weaknesses, sedangkan faktor eksternal mewakili Opportunities, dan Threats (Sandra & Purwanto, 2015). Tabel 1. Faktor Eksternal dan Faktor Internal Usaha Keripik Tempe Bapak Gunawan Faktor Internal Faktor Eksternal Strengh Weakness Opportunities Threat 1. Mengaplikasikan penjualan atau strategi yang baik. 1. Tidak adanya karyawan tetap. 2. Alat yang digunakan masih manual. 3. Kurangnya teknologi. 1. Mampu bersaing di pangsa pasar lokal. 2. Bertambahnya konsumen dalam penjualan 1. Adanya produk serupa yang menjual dengan harga yang relatif murah 2. Produk yang tidak berkembang. 2. Pemilik yang sudah berpengalaman dalam bidang tersebut. 3. Kualitas produk yang baik. Design Kegiatan design adalah mengetahui aset dan mengidentifikasi peluang yang ada pada suatu komunitas, dalam hal ini adalah usaha keripik tempe milik Bapak Gunawan. Design dilaksanakan dengan menyusun program kerja berdasarkan identifikasi pada tahapan discovery. Berdasarkan pertimbangan hasil analisis faktor internal dan eksternal, program kerja disusun berdasarkan aset yang dimiliki dijelaskan pada tabel 2. 103 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Tabel 2. Program Kerja Pengabdian Mayarakat No. Aset Atau Potensi yang dimiliki 1. Usaha Keripik Tempe Permasalahan yang dihadapi 1. Sedikitnya produksi keripik tempe yang dihasilkan 2. Kurang ada inovasi dalam produksi dan pemasaran Rencana program kegiatan sementara Rencana pihak yang akan dilibatkan 1. Meningkatkan produksi keripik tempe 2. Membuat inovasi varian rasa produk keripik tempe 3. Membuat inovasi pengemasan produk keripik tempe 1. Pemilik usaha keripik tempe 2. Karyawan 3. Pemangku kebijakan Berdasarkan tabel di atas, aset yang dipilih berdasarkan aset yang dimiliki oleh Desa Ketawang salah satunya adalah aset usaha keripik tempe, karena ini merupakan aset yang berharga untuk dikembangkan sebagai upaya mendorong keberlangsungan aktivitas ekonomi masyarakat. Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka yang memungkinkan untuk dikerjakan adalah melakukan inovasi produk berupa pemberian merek dan pengemasan ulang produk keripik tempe milik Bapak Gunawan. Define Program kerja yang telah ditentukan tidak akan berjalan baik jika tidak didukung oleh pihak pemilik usaha dan pihak yang terkait dengan usaha tersebut. Pelaksanaan pengabdian di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun diawali dengan melakukan observasi dengan meneliti aset-aset UMKM yang dimiliki desa yang berupa usaha produksi keripik tempe dan produksi kerupuk terasi. Dari data yang diperoleh dan berbagai pertimbangan, maka peneliti memutuskan skala prioritas yang merupakan aset utama yang dimiliki Desa Ketawang adalah usaha keripik tempe. Kegiatan dilakukan dengan mengadakan sosialisasi guna meningkatkan produksi keripik tempe, karena produksi tempe yang kian hari kian menurun karena adanya kendala dalam penjualan yang disebabkan oleh Virus Covid-19. Gambaran kegiatan sosialisasi yang dilakukan terdiri dari empat tahap, yaitu kegiatan observasi, kegiatan inti, sosialisasi, dan kegiatan evaluasi pasca kegiatan. Pada bab ini akan dideskripsikan kegiatan inti dalam usaha keripik tempe, yakni sosialisasi peningkatan hasil produksi usaha keripik tempe yang berada di Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. 104 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 1. Tahapan Observasi Kegiatan Observasi dilakukan pada hari Sabtu, 10 Juli 2021. Dari hasil observasi diperoleh gambaran informasi mengenai proses pembuatan keripik tempe, penjualan produk, kendala dalam produksi bahan baku (tempe) dan ruang lingkup penjualan. Informasi ini didapatkan melalui teknik wawancara langsung kepada narasumber atau pelaku usaha. Di tahap ini mencoba menemukan permasalahan yang sedang dialami oleh Bapak Gunawan tentang turunnya produksi keripik disebabkan oleh pandemi Covid-19. 2. Tahap Sosialisasi Adapun hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian selama ini dapat dilihat dari penilaian beberapa komponen berikut; a. Ketersediaan narasumber mengikuti kegiatan sosialisasi Sebelum pelaksanaan kegiatan peserta pengabdian meminta izin kepada pemilik usaha untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan usaha yang dimiliki,. kemudian peserta Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) menjelaskan tujuan diadakannya kegiatan sosialisasi. Alasan pemilihan target sosialisasi bertujuan memberikan manfaat dan bagi pemilik usaha dan juga suatu ilmu atau skill bagi peserta KPM. Pemilik akhirnya menyetujui diadakannya kegiatan, Dengan demikian, keberhasilan ketersediaan narasumber dapat dinilai sangat baik. b. Tercapainya target atau materi sosialisasi yang disampaikan Tujuan kegiatan sosialisasi ini memberikan pemahaman kepada pemilik usaha mengenai pengembangan produk (inovasi produk), tujuan pengembangan produk, dan ide mengenai pengembangan produk pada usaha Keripik Tempe “Keripik Cipta”. Semua materi yang direncanakan (Peramalan dan manajemen risiko) telah tersampaikan dengan baik kepada pemilik usaha, sehingga dapat dinilai ketercapaian target materi sangat baik. c. Kemampuan menyerap materi yang disampaikan Penyampaian materi kepada pemilik usaha dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan ketersediaan pemilik menerima sosialisasi dari peserta pengabdian. Waktu pelaksanaan sosialisasi yang tidak terlalu lama memungkinkan narasumber dapat menerima dan menguasai materi yang disampaikan dengan baik. Pelaksanaan praktik atau realisasi ide pengembangan produk dilakukan setelah kegiatan sosialisasi selesai dengan tujuan untuk meyakinkan narasumber akan kemungkinan keberhasilan. Secara umum sosialisasi ini dilaksanakan untuk menambah pengetahuan narasumber dan memberikan ide pengembangan produk terhadap narasumber, sehingga pemilik usaha bisa meningkatkan produksinya. d. Tanggapan pelaku usaha terhadap informasi yang disampaikan. Evaluasi pemahaman narasumber terhadap materi yang disampaikan, dilakukan dengan cara melakukan wawancara terkait materi yang disampaikan, dibutuhkan beberapa kali sosialisasi guna pendengar benar-benar mengerti dengan ide yang dimaksudkan. Dari hasil evaluasi 105 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu terhadap pelaksanaan evaluasi diketahui bahwa narasumber dapat menerima materi dengan cukup baik dengan hasil yang sempurna. Sosialisasi dalam beberapa hari ini berjalan baik, sehingga kegiatan dilanjutkan dengan evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Keripik Cipta”. Gambar 3. Sosialisasi Inovasi Produk e. Tahapan realisasi ide Pada tahapan ini realisasi ide yang dilakukan oleh peserta pengabdian memperoleh tanggapan positif dari pemilik usaha guna meningkatkan pemasaran produk melalui inovasi yang disarankan. Pada awal kegiatan masyarakat belum mengetahui adanya produk baru dari usaha ini karena belum dipasarkan secara besar-besaran. Namun seiring berjalannya waktu produk dengan inovasi ini sudah mulai dikenal oleh konsumen. Ide direalisasikan dengan mengikuti kegiatan produksi keripik tempe,. Sejauh ini kegiatan pengabdian membantu dalam proses pengemasan pasca penggorengan, kerana dalam kegiatan pembuatan produk diperlukan skill khusus. Adapaun kegiatannya dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Bahan Tempe Sebelum Digoreng Gambar di atas merupakan adonan yang sudah dibuat oleh pemilik usaha, adonan tersebut dibentuk yang selanjutnya melewati proses penggorengan. Keripik tempe yang sudah digoreng dapat di lihat pada gambar 5. 106 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 Gambar 5. Proses Pengemasan Keripik Tempe Tempe yang telah digoreng kemudian ditiriskan dan masuk dalam kegiatan pengemasan. Kegiatan program kerja mulai dilaksanakan pada tahap ini, di mana label dibuat dengan menggunakan kertas dan diberi merek, kemudian produk diberi varian rasa, seperti rasa balado, sapi panggang, dan lain-lain. Gambar 6. Proses Pengemasan Keripik Tempe Setelah produk keripik tempe dikemas dan diberi label, maka bungkus tersebut direkatkan dengan sealer untuk mempertahankan kualitas produk, kemudian produk siap dipasarkan. Pemasaran produk keripik tempe ini dilakukan kepda pelanggan yang memang sudah menjadi pelanggan setia Bapak Gunawan, sehingga ini menjadi kekuatan bagi usaha Bapak Gunawan untuk terus melakukan produksi. Gambar 7. Produk Keripik Tempe Setelah Adanya Inovasi Produk 107 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Refleksi Kegiatan evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah usaha tersebut sudah melakukan kegiatan pengembangan produk maupun inovasi yang telah ditetapkan dalam program kerja, yaitu bertujuan untuk meningkatkan volume produksi. Kegiatan evaluasi ini dilakukan dengan wawancara terstruktur. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2021 tepatnya jam 09:00 WIB. Dari hasil evaluasi terhadap usaha keripik tempe “Cipta Rasa” ini dapat disimpulkan bahwa usaha keripik tempe ini belum pernah melakukan kegiatan sesuai materi. Usaha ini sebenarnya usaha yang diwariskan atau turun temurun. Oleh sebab itu, usaha ini cenderung tidak melakukan inovasi apapun karena memang dari awal merupakan produk paten. Dengan menilik hasil evaluasi ini, peserta pengabdian melihat peluang untuk memberikan ide pengembangan produk. Evaluasi selanjutnya adalah melihat tanggapan dari narasumber setelah menerima sosialisasi dan praktik realisasi produk yang telah dilaksanakan oleh peserta pengabdian. Dari hasil evaluasi ini narasumber memberikan tanggapan yang cukup baik, narasumber menerima materi sosialisasi dengan baik dan menerima ide pengembangan produk dari peserta pengabdian. Setelah dilakukannya praktik, narasumber menjadi yakin bahwa ide tersebut dapat diterapkan pada usaha keripik “Cipta Rasa”. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa narasumber merasa puas terhadap pelayanan selama kegiatan berlangsung, dari mulai wawancara awal sebagai bagian dari kegiatan penjajakan tempat pengabdian, sosialisasi, dan praktik realisasi ide. Narasumber merasa cukup puas dengan pelayanan kegiatan seperti kesesuaian waktu, kesesuaian materi yang disampaikan, cara penyampaian peserta pengabdian, kesempatan untuk melakukan diskusi bersama dengan narasumber, interaksi antara peserta pengabdian dengan narasumber, dan sistematika penyampaian ide gagasan. Dari hasil keseluruhan wawancara evaluasi yang dilakukan diketahui bahwa narasumber merasa cukup puas terhadap pelayanan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta pengabdian. Tanggapan narasumber secara langsung, narasumber puas dengan kegiatan yang diberikan oleh peserta pengabdian karena memberikan manfaat yang besar, seperti meningkatkan pemahaman mengenai pengembangan produk dan mendapat ide gagasan pengembangan produk yang memungkinkan diterapkan pada usaha beliau, sehingga mampu memberikan manfaat dari tujuan ide yang tercapai. Berdasarkan keempat komponen di atas, maka pelaksanaan kegiatan pengabdian yang berjudul “Peningkatan Strategi Bauran Produk Pada Keripik Tempe “Cipta Rasa” dapat dikatakan berhasil dan dinilai baik. 108 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan dapat diketahui bahwa salah satu yang mempengaruhi adalah adanya wabah Covid-19. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kemudian menghambat produksi memaksa pemilik untuk mencari cara mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, dengan kegiatan sosialisasi mengenalkan inovasi tentang pemasaran online produk untuk mempertahankan kestabilan penjualan produk. Penurunan produksi produk ini menyebabkan menurunnya pendapatan pemilik usaha. Melihat kondisi saat ini menjadi suatu pertimbangan untuk tetap mempertahankan jumlah volume produksi. Dengan demikian, diadakan sosialisasi dengan pemilik usaha untuk merencanakan inovasi mempertahankan kestabilan produksi produk. Adapun masalah yang sering dihadapi oleh para pengusaha yaitu tidak bisa memprediksi produk yang akan terjual karena belum adanya peramalan dan perencanaan produksi yang optimal, sehingga perlu dilakukan peramalan permintaan dengan menggunakan Metode Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Smoothing dan membuat perencanaan produksi yang aktual, dengan menggunakan Metode Level Method, Chase Strategy dan Compromise (Sucipto et al., 2020). Inovasi adalah memulai atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Kebanyakan peneliti sepakat atas definisi inovasi yang mencakup hasil produk dan proses baru. Inovasi yang tinggi baik itu inovasi proses maupun inovasi produk akan meningkatkan kemampuan perusahaan menciptakan produk yang berkualitas (Hartini, 2012). Adapun fokus utama inovasi adalah penciptaan gagasan baru, yang diimplementasikan ke dalam produk dan proses baru. Adapun tujuan utama proses inovasi adalah memberikan dan menyalurkan nilai pelanggan yang lebih baik. Inovasi dapat dipandang dengan pendekatan strukturalis dan pendekatan proses. Komitmen pemilik usaha menerima sosialisasi mengenai inovasi produk ini dan menerima dengan baik ide yang diutarakan oleh peserta pengabdian. Hal ini ditunjukkan dengan persetujuan pengadaan acara sosialisasi oleh pemilik usaha. Pemilik usaha juga bersedia untuk melakukan peninjauan ulang ide yang diajukan sebelum benar-benar direalisasikan oleh pemilik usaha. Secara spesifik faktor pendukung dalam pengembangan usaha ini adalah kesediaan keterlibatan pemilik usaha dan karyawan keripik tempe “Cipta Rasa” dalam kegiatan pengabdian, adanya dukungan dari pemangku kebijakan dan masyarakat setempat dalam pelaksanaan pengabdian, dan kelengkapan alat untuk produksi tempe. Sedangkan faktor penghambat produksi usaha ini adalah fleksibilitas waktu dari obyek sasaran pengabdian masih kurang, sehingga program kerja kurang efektif, serta adanya pemberlakuan PPKM di desa tersebut yang menyebabkan sulitnya melakukan kegiatan. 109 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu Simpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1) kegiatan pengabdian dapat meningkatkan pemahaman mengenai pengembangan produk pemilik usaha keripik tempe serta menambah wawasan baru bagi para pengabdi yang melalui kegiatan penyampaian materi dan terjun langsung ke lapangan/praktik, dalam rangka pengembangan produk yang dimiliki; 2) tercapainya target pemahaman pemilik usaha (Bapak Gunawan) terhadap pengembangan inovasi produk dan pengabdi melakukannya secara langsung dan disaksikan juga oleh pemilik usaha, sehingga pemilik dapat mengamati secara langsung bagaimana ide gagasan pengembangan produk ini berjalan; 3) Pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan dikatakan berhasil hal ini dapat dilihat dari pemahaman narasumber terhadap materi sosialisasi, kepuasan narasumber terhadap pelayanan peserta pengabdian, dan pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa sentra bisnis olahan makanan di Desa Ketawang, Kabupaten Madiun ini memiliki potensi yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut, seperti peningkatan bauran pemasaran, inovasi produk, promosi, lokasi, dan harga pada produk itu sendiri. Selanjutnya masih diperlukan kegiatan-kegiatan pengabdian atau program pemerintah yang dapat mendukung ekspansi usaha menjadi lebih maju, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang. Referensi Achmad, R., Een, R., Silviana, S., & dkk. (2020). Pendampingan dan Sosialisasi pada Usaha Toko Kelontong dengan Metode ABCD (Asset Based Community Development) Sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Literasi Usaha Toko Kelontong. Jurnal Abdidas, 01(06), 579 – 591. http://abdidas.org/index.php/abdidas Amriani. (2018). Analisis Strategi Pengembangan Usaha Keripik Pisang “Kuporai” Di Desa Tarengge Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur. Universitas Muhammadiyah Makassar. Andriani, S., Nisful, L., Nurul, F., & dkk. (2021). Pendekatan ABCD Untuk Meningkatkan Literasi Di Madrasah. Buletin Abdi Masyarakat, 01(02). Ariani, S. C. (2015). Analisis Implementasi Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Keripik Kentang Umkm Albaeta Di Kabupaten Banjarnegara. Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Cooper, R. G. (2005). Product Innovation. Basic books. Hartini, S. (2012). Peran Inovasi: Pengembangan Kualitas Produk dan Kinerja Bisnis. J Manaj Dan Kewirausahaan, 14(1), 83–90. https://doi.org/10.9744/jmk.14.1.83-90 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, (2002). Ketawang, Dolopo, Madiun - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.). Retrieved February 14, 2022, from https://id.wikipedia.org/wiki/Ketawang,_Dolopo,_Madiun 110 Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 3 No. 1 (2022) 97-111 Maulana, A. (2020). Analisis Strategi Usaha Ukm Keripik Tempe Pada Sentra Industri Tempe Sanan Kota Malang. In Published online. Universitas Muhammadiyah Malang. Putong, I. (2003). Teknik Pemanfaatan Analisis Swot Tanpa Skala Industri (A-Swot-Tsi. Jurnal Ekonomi & Bisnis, Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara, 2, 8. Putri, D. D., Mulyani, A., & Satriani, R. (2012). Strategi Pemasaran Keripik Pisang Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Di Kecamatan Cilongok. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 08(02). Sandra, A., & Purwanto, E. (2015). Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Kecil Dan Menengah Di Jakarta . Business Management Journal, 11(01). 111 Peningkatan Inovasi Produk Keripik Tempe "Cipta Rasa" di Ketawang Madiun Husna Ni’matul Ulya, Renaldin Shadruddin, & Diyan Putri Ayu This page is intentionally left blank 112