Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

ABSTRAK Dilakukannya pembuatan makalah ini guna untuk mengetahui hal-hal dari statistika masyarakat nelayan (punggawa-sari) yaitu seperti mengetahui pendapatan daerah pesisir (nelayan), bagaimana karakteristik kehidupan mereka , dan juga untuk mengetahui betapa berharganya sumber daya alam yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian selama ini bahwa, Sumber daya alam Indonesia merupakan aset bangsa yang sangat berharga untuk dikembangkan melalui kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan jasa lingkungan. Indonesia sendiri merupakan negara beriklim tropis, yang dikenal dengan pusat keanekaragaman hayati, maka dari itu potensi sumber daya alam di negara ini sangat besar. Meski begitu saat ini sudah terlihat kecenderungan peningkatan intensitas eksploitasi yang mulai mengancam kelestarian sumber daya alam tersebut. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama yang tinggal di wilayah pesisir dan memiliki kebudayaan khas terkait ketergantungan mereka pada pemanfaatan sumber daya dan lingkungan pesisir. Kenyataannya pembangunan kelautan dan perikanan selalu di posisikan sebagai sektor yang di sudutkan dalam pembangunan ekonomi nasional dan di pecah program pemberdayaan masyarakat nelayan di wilayah pesisir belum lah tergarap secara proposional, Karena karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir sebagian besar pada umumnya bermata pencaharian di sektor kelautan seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Dari segi tingkat pendidikan masyarakat pesisir sebagian besar masih rendah.

ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk mengetahui realitas eksitensi masyarakat seperti kemiskinan, kesenajangan, dan lain-lain yang terjadi pada budaya maritim hingga perkembangannya saat ini. Makalah ini disusun berdasarkan sumber jurnal ilmiah dan berbagai hasil kjian penilitian. Masalah kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi pada masyarakat maritim merupan masalah yang bersifat multi dimensi. Secara umum, kemiskinan masyarakat maritim disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur. Selain itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakt miskin semakin lemah dan pada kondisi yang sama, kebijakan pemerintah selama ini kurang adil kepada masyarakat pesisir.

Abstrak Sebagai warga Negara maritim dengan wilayah perairan yang luas dan sumber daya laut yang melimpah, Indonesia, Negara dengan etnis dan kekhasan yang beragam, berpeluang menjadi bangsa yang besar. sumber daya alam dan manusianya merupakan modal dasar untuk membangun bangsa sejajar dengan Negara lain di dunia. Indonesia pernah juga dikenal sebagai Negara maritim yang jaya. Negera yang berpengaruh kuat ke Negara tetangga. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika etnis maritim yang dikenal sebagai "penjaga laut" harus hidup dalam keterbelakangan, kemerosotan, kesulitan social dan ekonomi, dan bahkan penurunan social dan budaya. Dukungan dan bantuan keduanya dari pemerintah dan rakyat dengan komitmen untuk kemajuan ini etnis maritim sangat dibutuhkan.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan. Makalah ini disusun berdasarkan jurnal ilmiah. Berbagai hasil kajian penelitian selama ini tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan telah mengungkapkan bahwa sebagian besar mereka tergolong nelayan buruh atau nelayan-nelayan kecil yang hidup dalam kubangan. Kemampuan mereka memenuhi kehidupan dasar minimal kehidupan sehari-hari sangat terbatas. Yang dapat disimpulkan adalah kemiskinan struktural masyarakat pesisir di berbagai pulau di Provinsi Sulawesi Selatan menjadi ciri khas yang menonjol dibandingkan dengan masyarakat pedalaman yang memiliki posisi tawar lebih baik. Masyarakat pesisir di berbagai pulau di provinsi ini, khususnya masyarakat sawi (buruh nelayan) memiliki sumber pendapatan yang sangat rendah, keselamatan kerja yang rendah, jaminan kesehatan yang rendah, terisolasi, tidak berdaya, akses terbatas ke berbagai daerah, dan latar belakang pendidikan yang rendah. Kemiskinan pada komunitas nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumber daya yang bersangkutan. Kata Kunci: Kemiskinan, pendapatan, dan nelayan tradisional.

Sebuah video wawancara aktor Hollywood Harrison Ford dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tiga tahun lalu sempat ramai beredar. Suasana percakapan yang begitu emosional saat sang aktor "Indiana Jones" dengan wajah berang membahas Taman Nasional Tesso Nilo di Riau yang rusak parah. Video wawancara yang jadi bagian film dokumenter Years of Living Dangerously itu sempat menampilkan tayangan video deforestasi yang menampilkan gundulnya hutan-hutan di Sumatera akibat perambahan. Apa yang menjadi keresahan Harrison Ford sangat beralasan. Persoalan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pembalakan liar, kebakaran hutan serta eksploitasi hutan secara tidak lestari untuk pengembangan pemukiman atau industri terus saja berlangsung di Indonesia. Deforestasi sudah dan sedang berlangsung di hutan Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri, seperti dikutip dalam Statistik Kementerian LH&K Tahun 2015 memberi pengertian bahwa deforestasi merupakan perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan. Organisasi Pangan Dunia PBB, FAO (Food Association Organization) memberi pengertian bahwa deforestasi sebagai penebangan tutupan hutan dan konvensi lahan secara permanen untuk berbagai manfaat lainnya. Masalah deforestasi ini menjadi perhatian dunia karena Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis yang besar. Secara global, Indonesia menempati posisi kelima terkait dengan negara-negara dengan kehilangan tutupan pohon terbesar. Sejak 2001 hingga 2014, Global Forest Watch mencatat Indonesia telah kehilangan 18,91 juta Ha hutan. Pada periode yang sama, Rusia, yang menempati posisi teratas, kehilangan 42,13 juta ha hutan, disusul oleh Brasil yang kehilangan 38,77 juta Ha. Kunjungi website saya di samlaga.com