Biaya distribusi barang konsumsi di Indonesia masih mencapai 30% dari harga penjualan suatu baran... more Biaya distribusi barang konsumsi di Indonesia masih mencapai 30% dari harga penjualan suatu barang produksi. Tingginya persentase harga ini dikarenakan produsen masih mengalami hambatan dalam transportasi distribusi barang sampai ke tempat konsumen di setiap daerah. Saat ini, distribusi barang masih didominasi dengan angkutan truk yang mencapai 90% dari total distribusi barang dalam negeri. Harga barang semakin lama semakin mengalami kenaikan karena biaya transportasi darat yang juga semakin tinggi, biaya BBM yang semakin tinggi, jalanan rusak menyebabkan kemacetan dan berimbas terhadap borosnya penggunaan BBM pada angkutan barang.
Menurut BPS pada tahun 2013 sampai bulan November, Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjan... more Menurut BPS pada tahun 2013 sampai bulan November, Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjang sejarah yaitu sebesar US$ 5,65 milyar atau sekitar 67 trilyun. Data impor Januari hingga November itu empat besarnya semua dari oil and gas related, Adapun jumlah impor dengan nilai tertinggi adalah kendaraan bermotor, yang berikutnya minyak mentah, lalu solar untuk industri dan bahan bakar diesel lainnya (Other Diesel Fuel), dan impor terbesar kelima adalah smartphone. Dibawah ini adalah kutipan dari artikel yang diambil dari merdeka dot com ditulis oleh Ahmad Baiquni mengenai kondisi defisit neraca perdagangan di Indonesia.
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is succes... more Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Depkes RI tela... more Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Depkes RI telah menggariskan bahwa RS umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Salah satu indikator pelayanan rumah sakit adalah Bed Occupancy Rate (BOR), merupakan suatu angka yang menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Biaya distribusi barang konsumsi di Indonesia masih mencapai 30% dari harga penjualan suatu baran... more Biaya distribusi barang konsumsi di Indonesia masih mencapai 30% dari harga penjualan suatu barang produksi. Tingginya persentase harga ini dikarenakan produsen masih mengalami hambatan dalam transportasi distribusi barang sampai ke tempat konsumen di setiap daerah. Saat ini, distribusi barang masih didominasi dengan angkutan truk yang mencapai 90% dari total distribusi barang dalam negeri. Harga barang semakin lama semakin mengalami kenaikan karena biaya transportasi darat yang juga semakin tinggi, biaya BBM yang semakin tinggi, jalanan rusak menyebabkan kemacetan dan berimbas terhadap borosnya penggunaan BBM pada angkutan barang.
Menurut BPS pada tahun 2013 sampai bulan November, Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjan... more Menurut BPS pada tahun 2013 sampai bulan November, Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjang sejarah yaitu sebesar US$ 5,65 milyar atau sekitar 67 trilyun. Data impor Januari hingga November itu empat besarnya semua dari oil and gas related, Adapun jumlah impor dengan nilai tertinggi adalah kendaraan bermotor, yang berikutnya minyak mentah, lalu solar untuk industri dan bahan bakar diesel lainnya (Other Diesel Fuel), dan impor terbesar kelima adalah smartphone. Dibawah ini adalah kutipan dari artikel yang diambil dari merdeka dot com ditulis oleh Ahmad Baiquni mengenai kondisi defisit neraca perdagangan di Indonesia.
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is succes... more Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Depkes RI tela... more Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Depkes RI telah menggariskan bahwa RS umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Salah satu indikator pelayanan rumah sakit adalah Bed Occupancy Rate (BOR), merupakan suatu angka yang menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Uploads
Papers by firii jb
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment