Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Kota Pinang berdiri pada sekitar tahun 1540 (sebagai Kerajaan Pinang Awan) di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara. Kesultanan ini menjadi protektorat Hindia Belanda pada tahun 1864, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara Indonesia pada tahun 1946.
Kesultanan Kota Pinang کسلطانن کوتا ڤينڠ ᯄ᯦ᯩᯚᯞᯮ᯲ᯖᯉᯉ᯲ ᯄ᯦ᯬᯖ ᯇᯪᯉ^ | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
ca.1540–1946 | |||||||||
Ibu kota | Kota Pinang | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu, Mandailing | ||||||||
Agama | Islam | ||||||||
Pemerintahan | Monarki Kesultanan | ||||||||
Sultan | |||||||||
• ca. 1540 - ca. 1590 | Batara Guru Pinayungan Gelar Batara Sinomba | ||||||||
• ca. 1590 - 1618 | Sultan Sinomba Mangkuto Alam Gelar Marhum Mangkat di Jambu | ||||||||
• ca. 1630 | Maharaja Awan Gelar Marhum Mangkat di Tasik | ||||||||
• | Sultan Kohar | ||||||||
• | Yang di-Pertuan Gelar Marhum Mangkat di Hadundung | ||||||||
• | Sultan Tua | ||||||||
• | Sultan Muda | ||||||||
• | Sultan Bungsu Gelar Marhum Mangkat di Pulau Biramata | ||||||||
• | Sultan Mustafa I Gelar Yang di-Pertuan Besar Kota Pinang | ||||||||
• | Sultan Ismail Gelar Yang di-Pertuan Sakti | ||||||||
• 1905-1946 | Sultan Mustafa II Gelar Yang di-Pertuan Ma'mur Perkasa Alamsyah | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | ca.1540 | ||||||||
1946 | |||||||||
| |||||||||
Sekarang bagian dari | Indonesia | ||||||||
Sejarah
suntingKesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Kesultanan ini didirikan oleh Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Syaifuddin yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung.[1]
Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara Kerajaan Aceh, maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, Sultan Iskandar Muda. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di Kesultanan Asahan, Pannai, dan Bilah.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatra Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatra Timur yang didukung oleh kamu komunis dengan menggerakan para buruh, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatra Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.[2]
Sebagian besar keluarga kesultanan di Sumatra Timur di tangkap, diasingkan bahkan hingga dibunuh, beberapa keluarga kesultanan Asahan berhasil melarikan diri dan mengungsi ke Belanda, tetapi sebagian lainnya dibunuh termasuk sultan Kesultanan Bilah
Daftar Sultan
sunting- Sultan Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti
- Sultan Mangkuto Alam
- Sultan Syahir Alam
- Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
- Tuanku Sultan Irvan Bahran Ma’moer Perkasa Alamsyah I
Lihat pula
suntingReferensi
suntingPranala luar
sunting- (Indonesia) Istana Kerajaan Kota Pinang di MelayuOnline.com Diarsipkan 2014-08-10 di Wayback Machine.