Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Desa di Indonesia

jenis pembagian administratif tingkat empat di Indonesia

Berdasar pada UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Desa tidak identik dengan pemerintah desa dan kepala desa. Desa mengandung pemerintahan dan sekaligus mengandung masyarakat sehingga membentuk kesatuan (entitas) hukum atau kesatuan organik. Desa tidak direduksi sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada dalam wilayah kabupaten/kota.

Perayaan di desa di kaki Gunung Arjuno (litografi tahun 1872 oleh Abraham Salm (pelukis))

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai pemerintahan lokal, desa merupakan organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Paling “kecil” berarti bahwa wilayah maupun tugas-tugas pemerintahan yang diemban desa mampunyai cakupan atau ukuran terkecil dibanding dengan organisasi pemerintahan kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian zona administratif di bawah kecamatan dalam pemerintahan kabupaten atau kota madya, yang dipimpin oleh kepala desa atau peratin. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit permukiman kecil yang beragam penyebutannya ada yang disebut kampung, pekon, tiuh, dusun, padukuhan dan udik untuk di wilayah Banten, Jawa Barat, Papua Barat, Papua, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Yogyakarta atau Banjar (Bali) atau Jorong (Sumatera Barat), Lembang (Toraja), dan juga Lampung. Kepala desa dapat disebut dengan nama lain misalnya kepala kampung, peratin, kakon atau petinggi dan sebagainya di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, Lampung dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara[1][2].

Sejak diberlakukannya otonomi daerah istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan nagari, di Aceh dengan gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan kampung, di Kabupaten Tana Toraja & Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan disebut dengan lembang, di Lampung disebut dengan pekon dan di DI Yogyakarta, istilah desa disebut dengan padukuhan. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan pemerintah terhadap asal-usul dan adat istiadat setempat. Berdasarkan peraturan Undang-Undang No. 6 tahun 2014, desa ialah paduan masyarakat hukum yang mempunyai batas kawasan yang berhak untuk mengelola dan menjalankan kegiatan pemerintahan, kebutuhan masyarakat domestik menurut gagasan masyarakat, kebebasan asal-usul dan kebebasan tradisional yang disegani dalam struktur pemerintahan Indonesia[3].

Pemerintahan Desa

sunting

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Kepala Desa

sunting

kepala desa/desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat. Kepala desa memang memperoleh banyak penugasan dari pemerintah, tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala desa adalah pemimpin masyarakat. Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan melayani warga masyarakat.

UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Dalam rangka self governing community Kepala Desa (Kades) sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan dan pengawasan tetapi tidak memerintah. Sedangkan dalam rangka local self government Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Calon Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota. Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Perangkat Desa

sunting

Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.


Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perangkat Desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Masa jabatan perangkat Desa sampai usia genap 60 (enam puluh) tahun dan tidak tertutup kemungkinan diberhentikan lebih cepat karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan.

Badan Permusyawaratan Desa

sunting

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan keterwakilan perempuan yang pengisiannya dilakukan secara demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. . Pimpinan dan Anggota BPD dilarang merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Wali kota, di mana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Wali kota.

Musyawarah Desa

sunting

Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Des).

Peraturan Desa

sunting

Jenis peraturan di Desa terdiri atas:

  • Peraturan Desa,
  • peraturan bersama Kepala Desa, dan
  • peraturan Kepala Desa.

⇒ Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
⇒ Peraturan bersama Kepala Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa yang bersifat mengatur.
⇒ Peraturan kepala Desa ditetapkan Kepala Desa dan bersifat mengatur.

Keuangan Desa

sunting

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pendapatan Desa bersumber dari:

  1. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
  2. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  3. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
  4. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
  5. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
  6. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
  7. lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Aset Desa

sunting

Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa. Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa.

Kerja Sama Desa

sunting

Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.

Kerja sama antar-Desa meliputi:
a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
c. bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa. Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa, yang dimusyawarahkan dalam musyawarah Desa.

Peraturan tentang Desa

sunting

Undang-Undang

sunting
Nomor Tahun Tentang Ket Status
6 2014 Desa P PP 47 2015. P2 PP 11 2019 Berlaku

Peraturan Pemerintah

sunting
Nomor Tahun Tentang Ket Status
43 2014 Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa P PP 47 2015. P2 PP 11 2019 Berlaku
60 2014 Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara P PP 22 2015, P2 PP 8 2016 Berlaku
22 2015 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara PP 60 2014 Berlaku
47 2015 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa PP 43 2014 Berlaku
8 2016 Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara PP 60 2014 Berlaku
11 2019 Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa PP 43 2014 Berlaku
11 2021 Badan Usaha Milik Desa - Berlaku

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting