Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Basuki Abdullah

pelukis asal Indonesia

Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (ejaan lama: Basoeki Abdullah; 25 Januari 1915 – 5 November 1993)[1][2] adalah salah seorang pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai pelukis Istana Merdeka, Jakarta,[3] dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, di samping menjadi barang koleksi di penjuru dunia.

Basuki Abdullah
LahirMohammad Basoeki Abdullah
(1915-01-27)27 Januari 1915
Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal5 November 1993(1993-11-05) (umur 78)
Jakarta, Indonesia
Pendidikan
Organisasi
Dikenal atasmaestro pelukis realis dan naturalis
Suami/istriJosephine
Maria Michel
Somwang Noi
Nataya Nareerat
AnakSaraswati
Cecillia Sidhawati
Orang tua* Abdullah Suriosubroto.
Kerabat

Biografi

sunting

Masa muda

sunting

Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.[1]

Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan MULO Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di PTAkademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA). Setelah dari Den Haag, Belanda, Basoeki Abdullah juga mengikuti studi banding di sejumlah sekolah seni rupa di Paris dan Roma.[1]

Basuki Abdullah awalnya merupakan pemeluk Islam, namun kemudian berpindah menjadi pemeluk agama Katolik dan memilih nama Fransiskus Xaverius sebagai nama baptisnya.[1]

Aktivitas

sunting

Pada masa Pemerintahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra ini Basuki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basuki Abdullah juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang) bersama-sama Affandi, S. Sudjojono, Otto Djaya dan Basuki Resobowo.[4]

Pada masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948 bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana di mana diadakan sayembara melukis, Basuki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.[4]

Sejak itu pula dunia mulai mengenal Basuki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia. Selama di negeri Belanda Basuki Abdullah sering kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia dan Prancis di mana banyak bermukim para pelukis dengan reputasi dunia.

Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, termasuk yang menampilkan keindahan tubuhnya, dan juga potret tokoh - tokoh terkemuka. Berbagai citra keindahan yang romantis itu diungkapkan dengan teknis realis yang kuat. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, dia pun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.[5]

Basuki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basuki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun 1974 Basuki Abdullah menetap di Jakarta.

Kematian

sunting

Pada tanggal 5 November 1993, Basuki Abdullah ditemukan tewas di kediamannya di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Ia dibunuh oleh perampok yang menyantroni rumahnya. Perampokan tersebut didalangi oleh Wahyudi, mantan tukang kebunnya.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Joko, Madsono; Susanto, Mikke. "Biografi". museumbasoekiabdullah.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-13. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  2. ^ a b Firdausi, Fadrik Aziz (2018-11-05). "Tragedi Berdarah Basoeki Abdullah". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-13. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  3. ^ Tokoh Indonesia. "Melukis 300 Potret Diri". tokoh. Diakses tanggal 2019-02-28. 
  4. ^ a b Madsono, Joko; Susanto, Mikke. "Biografi halaman 2". museumbasoekiabdullah.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-13. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  5. ^ "Artis : Basuki Abdullah". galeri-nasional. Diakses tanggal 2019-02-28. 

Pranala luar

sunting