Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Kartu skor berimbang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced scorecard, BSC) adalah suatu metode untuk pengukuran dan penilaian kinerja suatu perusahaan dengan mengukur empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak hanya berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.

Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan David P. Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak diperkenalkannya konsep aslinya, BSC telah menjadi lahan subur untuk pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan.

Balanced Scorecard membantu organisasi untuk menghadapi dua masalah fundamental: mengukur performa organisasi secara efektif dan mengimplementasikan strategi dengan sukses. Secara tradisional, pengukuran terhadap bisnis berkisar pada aspek finansial, yang kemudian banyak mendatangkan kritik. Ukuran finansial tidaklah konsisten dengan lingkungan bisnis saat ini, punya daya prediktif yang lemah, mengakibatkan munculnya silo fungsional, menghambat cara berpikir jangka panjang, dan tidak lantas bisa relevan bagi kebanyakan level organisasi. Mengimplementasikan strategi secara efektif menjadi permasalahan tersendiri. Setidaknya terdapat empat pembatas implementasi strategi di organisasi: pembatas visi, pembatas orang, pembatas sumberdaya, dan pembatas manajemen.

Balanced Scorecard memberi organisasi elemen yang dibutuhkan untuk berpindah dari paradigma ‘melulu finansial’ menuju model baru yang mana hasil Scorecard menjadi titik awal untuk me-review, mempertanyakan, dan belajar tentang strategi yang dipunya. Balanced Scorecard akan menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran koheren dalam empat perspektif yang berimbang. Kita akan dengan cepat bisa dapatkan informasi untuk dipertimbangkan lebih dari sekadar ukuran finansial.

Konsep keseimbangan Balanced Scorecard

[sunting | sunting sumber]

Konsep keseimbangan dalam Balanced Scorecard terkait pada tiga area berikut:

  1. Keseimbangan antara indikator keberhasilan finansial dan non finansial. Balanced Scorecard sendiri awalnya dibuat untuk mengatasi kekuranghandalan ukuran performa finansial dengan menyeimbangkannya dengan pemicu lain untuk performa yang mengacu ke masa depan. Ini adalah masih terus menjadi prinsip dari sistem Balanced Scorecard ini.
  2. Keseimbangan antara konstituen internal dan eksternal dari organisasi. Shareholder dan pelanggan merepresentasikan konstituen eksternal dalam Balanced Scorecard, sementara karyawan dan proses internal merepresentasikan konstituen internal. Balanced Scorecard berusaha menyeimbangkan kebutuhan kedua grup yang tak jarang menjadi kontradiktif satu sama lain untuk bisa secara efektif mengimplementasikan strategi.
  3. Keseimbangan antara indikator performa lag dan lead. Indikator lag secara umum merepresentasikan performa masa lalu. Contohnya semisal saja kepuasan pelanggan atau revenue. Meskipun ukuran tersebut pada umumnya cukup obyektif dan bisa diakses dengan mudah, namun mereka semua punya daya prediktif yang lemah. Sementara itu indikator lead adalah pemicu performa yang membawa pada pencapaian indikator lag. Indikator ini biasanya berbentuk ukuran atas proses dan aktivitas. Pengiriman tepat waktu, semisal, bisa merepresentasikan indikator lead untuk ukuran lag kepuasan pelanggan. Suatu scorecard harus berisi campuran/paduan antara indikator lag dan lead. Indikator lag yang tanpa disertai oleh ukuran lead tidak akan mengkomunikasikan bagaimana target akan diraih. Sebaliknya, indikator lead tanpa ukuran lag akan menghasilkan perkembangan jangka pendek namun tidak tampak bagaimana perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan benefit bagi pelanggan dan juga shareholder.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Cobbold, I. and Lawrie, G. (2002a). “The Development of the Balanced Scorecard as a Strategic Management Tool”. Diarsipkan 2007-02-21 di Wayback Machine. Performance Measurement Association 2002
  • Cobbold, I and Lawrie, G (2002b). “Classification of Balanced Scorecards based on their effectiveness as strategic control or management control tools”. Diarsipkan 2007-02-13 di Wayback Machine. Performance Measurement Association 2002.
  • Kaplan R S and Norton D P (1992) "The balanced scorecard: measures that drive performance", Harvard Business Review Jan – Feb pp71–80.
  • Kaplan R S and Norton D P (1993) "Putting the Balanced Scorecard to Work", Harvard Business Review Sep – Oct pp2–16.
  • Kaplan R S and Norton D P (1996) "Using the balanced scorecard as a strategic management system", Harvard Business Review Jan – Feb pp75–85.
  • Kaplan R S and Norton D P (1996) “Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action” Harvard Business School Press
  • Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2004). Measuring the strategic readiness of intangible assets. Harvard Business Review, 82(2): 52-63.
  • Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2004). Strategy maps: Converting intangible assets into tangible outcomes. Boston: Harvard Business School Press.
  • Kurtzman J (1997) "Is your company off course? Now you can find out why", Fortune Feb 17 pp128– 30
  • Niven, Paul R. (2006) "Balanced Scorecard. Step-by-step. Maximizing Performance and Maintaining Results".
  • Per Nikolaj Bukh & Teemu Malmi "Re-Examining the Cause-and-Effect Principle of the Balanced Scorecard" Diarsipkan 2012-02-20 di Wayback Machine.
  • Norreklit H. (2000), The balance on the balanced scorecard - a critical analysis of some of its assumptions, Management Accounting Research, 11, pp. 65–88.
  • Papalexandris, A., Ioannou, G. and Prastacos, G.P. (2004) Implementing the Balanced Scorecard in Greece: a software firm’s experience. Long Range Planning, 37(4), 347-362.
  • Papalexandris, A., Ioannou, G., Prastacos, G.P. and Soderquist, K.E. (2005) An integrated methodology for putting the Balanced Scorecard into action. European Management Journal, 23(2), 214-227.
  • Voelper S., Leibold M., Eckhoff R., Davenport T. (2006), The tyranny of the Balanced Scorecard in the innovation economy, Journal of Intellectual Capital, Vol. 7, n° 1, pp. 43–60.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]