Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Pengurutan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
*drew (bicara | kontrib)
k +en:
lanjutan terjemahan
Baris 4: Baris 4:


==Sekuensing DNA==
==Sekuensing DNA==
Sekuensing DNA adalah proses penentuan urutan [[nukleotida]] pada suatu fragmen [[DNA]]. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger[http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=870828&query_hl=11]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA ''in vitro''yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Sekuensing DNA adalah proses penentuan urutan [[nukleotida]] pada suatu fragmen [[DNA]]. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger[http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=870828&query_hl=11]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA ''in vitro'' yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.


===Kegunaan sekuensing DNA===
===Kegunaan sekuensing DNA===
Baris 11: Baris 11:
===Metode Sanger===
===Metode Sanger===


[[Image:Sequencing.jpg|thumb|right|Sebagian gel sekuensing yang telah dilabel radioaktif.]]Pada metode sekuensing terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut ''primer'' yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. ''Primer'' tersebut diperpanjang menggunakan [[DNA polimerase]], enzim yang me[[replikasi]] DNA. Bersama dengan ''primer'' dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa [[deoksinukleotida]] (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (''terminator'' rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya '''di-'''deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan [[elektroforesis gel poliakrilamida]], atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.
[[Image:Sequencing.jpg|thumb|right|Part of a radioactively labelled sequencing gel]]In chain terminator sequencing (Sanger sequencing), extension is initiated at a specific site on the template DNA by using a short oligonucleotide 'primer' complementary to the template at that region. The oligonucleotide primer is extended using a [[DNA polymerase]], an enzyme that replicates DNA. Included with the primer and DNA polymerase are the four deoxynucleotide bases (DNA building blocks), along with a low concentration of a chain terminating nucleotide (most commonly a '''di-'''deoxynucleotide). Limited incorporation of the chain terminating nucleotide by the DNA polymerase results in a series of related DNA fragments that are terminated only at positions where that particular nucleotide is used. The fragments are then size-separated by electrophoresis in a slab polyacrylamide gel, or more commonly now, in a narrow glass tube (capillary) filled with a viscous polymer.


====Metode Sanger asli====
====Metode Sanger asli====

Revisi per 7 Januari 2006 01.50

Untuk "sekuensing" dalam musik elektronik, lihat artikel sekuenser musik.

Dalam genetika dan biokimia, sekuensing berarti penentuan struktur primer (atau sekuens primer) rantai biopolimer tak bercabang. Sekuensing menghasilkan penggambaran linear simbolik yang disebut sekuens yang meringkas sebagian besar struktur tingkat atom atas molekul yang di-sekuensing.

Sekuensing DNA

Sekuensing DNA adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger[1]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.

Kegunaan sekuensing DNA

Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan 'murni' mengenai mengapa dan bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis. Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA, merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak barang dan jasa berguna.

Metode Sanger

Sebagian gel sekuensing yang telah dilabel radioaktif.

Pada metode sekuensing terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.

Metode Sanger asli

There are two sub-types of chain-termination sequencing. In the original method, the nucleotide order of a particular DNA template can be inferred by performing four parallel extension reactions using one of the four chain-terminating bases in each reaction. The DNA fragments are detected by labelling the primer with radioactive phosphorous prior to performing the sequencing reaction. The four reactions would then be run out in four adjacent lanes on a slab polyacrylamide gel.
A development of this method used four different fluorescent dye-labelled primers. This has the advantage of avoiding the need for radioactivity; increasing safety and speed, and also that the four reactions can be combined and run in a single gel lane, if they can be distinguished. This approach is known as 'dye primer sequencing'.

Sekuensing dye terminator

View of the start of an example dye-terminator read (click to expand)

An alternative to the labelling the primer is to label the terminators instead, commonly called 'dye terminator sequencing'. The major advantage of this approach is the complete sequencing set can be performed in a single reaction, rather than the four needed with the labeled-primer approach. This is accomplished by labelling each of the dideoxynucleotide chain-terminators with a separate fluorescent dye, which fluoresces at a different wavelength. This method is easier and quicker than the dye primer approach, but may produce more uneven data peaks (different heights), due to a template dependent difference in the incorporation of the large dye chain-terminators. This problem has been significantly reduced with the introduction of new enzymes and dyes that minimize incorporation variability.
This method now used for the vast majority of sequencing reactions as it is both simpler and cheaper. The major reason for this is that the primers do not have to be separately labelled (which can be a significant expense for a single-use custom primer), although this less of a concern with frequently used 'universal' primers.

Automatisasi dan penyiapan sampel

Modern automated DNA sequencing instruments are able to sequence as many as 384 fluoresecently labelled samples in a batch (run) and perform as many as 24 runs a day. These perform only the size separation and peak reading; the actual sequencing reaction(s), cleanup and resuspension in a suitable buffer must be performed separately.

To produce detectable labelled products from the template DNA, 'cycle sequencing' is most commonly performed. This approach uses repeated (25 - 40) rounds of primer annealing, DNA polymerase extension and disassociation (melting) of the template DNA strands. The major advantages of cycle sequencing is the more efficient use of the expensive sequencing reagent (BigDye) and the ability to sequence templates with strong secondary structures such as hairpins or GC-rich regions. The different stages of cycle sequencing are performed by altering the temperature of the reaction using a PCR thermal cycler. This relies on the fact that complementary DNA will anneal at a lower temperatures and disassociate at higher temperatures. An important part of making this possible is the use of DNA polymerase from a thermophillic organism, which is not rapidly denatured at the high (>95°C) temperatures involved.

Metode Maxam-Gilbert

Pada waktu yang kira-kira hampir bersamaan dengan dikenalkannya metode sekuensing Sanger, Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sekuensing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning pembentukan DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.

Sekuensing DNA skala besar

Metode sekuensing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA sekaligus. Contohnya, mesin sekuensing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap sekuensing [3]. Keterbatasan ini disebabkan oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel.

Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk sekuensing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk sekuensing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan.

Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi rantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek sekuensing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu. Lihat pula Proyek Genom Manusia.

Sekuensing RNA

RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Karena RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA. Namun demikian, kadang kala sekuensing RNA diperlukan. Khususnya, pada eukaryot molekul RNA tidak selalu sebanding dengan DNA cetakannya karena pemotongan intron setelah proses transkripsi. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas.

Sekuensing protein

Metode untuk sekuensing protein meliputi:

Jika gen penyandi suatu protein dapat diidentifikasi, saat ini jauh lebih mudah melakukan sekuensing DNA dari gen tersebut dan menentukan sekuens proteinnya dari sana. Sebaliknya, penentuan sebagian sekuens asam amino suatu protein (biasanya dari salah satu ujung rantai proteinnya) dengan menggunakan salah satu metode di atas dapat memungkinkan identifikasi klon pembawa gen tersebut.

Sekuensing polisakarida

Walaupun polisakarida juga merupakan biopolimer (yang termasuk dalam karbohidrat), tidaklah lazim untuk melakukan 'sekuensing' polisakarida, karena beberapa alasan. Walaupun banyak polisakarida yang berstruktur rantai lurus, banyak pula yang berstruktur bercabang. Terdapat banyak sekali jenis monomer polisakarida (monosakarida tunggal) yang dapat menyusun polisakarida dengan banyak macam cara ikatan kimia pula. Selain itu, alasan teoretis utama ketidaklaziman sekuensing polisakarida adalah bahwa masing-masing polimer lain yang disebutkan di atas secara umum dibentuk oleh satu jenis enzim berdasarkan 'cetakan' tertentu, sedangkan satu penggabungan monomer pada polisakarida dapat dibentuk oleh berbagai jenis enzim. Sering kali pembentukan ikatan polimer polisakarida tidaklah spesifik; bergantung pada enzim yang beraksi, satu dari beberapa jenis monomer dapat digabungkan. Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya sekelompok molekul yang mirip satu sama lain.

Lihat pula

Pranala luar