Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Monday, February 10, 2025

Pemurnian


Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, politik lah yang sering menegaskan identitas. 

Dengan teori pascamodern, identitas itu dianggap mitos. Ia tidak pasti, seperti pandangan klasik atau rekonstruksi sosial, yang disangkakan gagasan modern. 

Dalam keseharian, kita tinggal menyesuaikan dengan apa yang dianggap normal. Siapa yang punya otoritas? Mengapa dalam kegiatan resmi kita tidak memakai pakaian adat?


 

Thursday, February 06, 2025

Klinik, Uang, dan Bahagia

Semalam kami menunggu di klinik. Di sela itu, saya meminta Zumi membaca halaman 115 di The 15 minute Philosophernya Ann Rooney, Does Money Make You Happy? Saya pun menimpali What is your anwer? Dengan mantap ia menukas "Yes, money does."

Dengan Rp 5000 ia bisa beli kudapan di warung tetangga bersama dengan Akmal dan Kiki. Saya bisa melihat kebahagiaan mereka kala berjalan ke kedai. 

Namun, diam-diam kemarin saya melihat mereka juga gembira kala melakukan peregangan sebelum bermain bola plastik di sebelah rumah. 

Jadi, ada banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk bahagia.

 

Tuesday, February 04, 2025

Karnaval dan Kekuasaan

Apa imajinasi orang Madura tentang kekuasaan? Dua raja dan ratu ini menggambarkan tradisi Jawa, India, dan Cina dalam sebuah perarakan yang sering muncul dalam cerita dan media. Inilah yang mereka tampilkan di kegiatan akhir tahun madrasah kampung kami.

Apakah ini semacam kerinduan pada sistem kerajaan? Apakah demokrasi belum mengakar dalam kesadaran mereka? 

Pada praktiknya, bupati itu raja kecil. Ia akan disambut bagai penguasa yang perlu digelarkan karpet merah. Padahal, untuk biaya acara ini cukup besar. Jadi, kurangi ongkos upacara agar warga bisa memandang kekuasaan secara rasional.

 

Sunday, February 02, 2025

Alpukat

Mereka berjualan di kampus di hari seusai pameran Jawa Timur. Buah-buahan asal Tiris berukuran besar berasa mantap dan segar. Kemarin, kami menikmatinya begitu saja, tanpa es dan susu coklat. 

Apa yang berasal Tuhan sudah cukup. Kaum Stoa mendorong hidup secara alamiah. Pelan tapi pasti, selera itu adalah pelaziman.

 

Tahun Baru Cina

Pakcik Yusup Abdullah Yeap dan keluarga senantiasa mengajar kami membesarkan anak pertama dengan nilai-nilai. 

Biyya dulu memakai cheongsam di hari tahun baru Cina. Jiran depan dan kanan kami adalah keluarga Tionghoa dan sebelah kiri Melayu. Kami hidup harmoni. Namun, politisi sering mengusik ketenteraman yang terdiri dari pelbagai "kaum". 

Padahal, depan, kiri, dan kanan itu diuji bukan karena "terberi", tapi bukti. Selagi baik, kita adalah manusia yang setara.

 

Mainan dan Makna


 Dulu, kita tak mudah dapat mainan dan memilih berenang di sungai atau menggocek bola plastik. Untuk mendapatkan mobil-mobilan, kita bisa mengubaisuai bekas bungkus rokok dan membuat ban dari sandal yang dibuang.

Kini, mainan pabrikan mudah ditemui di warung, dan lapak belanja daring. Namun, kala lihat anak-anak kampung memancing di sawah, masa kecil berpendaran. Apa yang alamiah adalah berkah.

Duh, Raja Pop? Dulu, secara latah saya mengenalkan diri sebagai Ahmad Jackson ketika ditanya Pak Akib di acara Pramuka. Lagu-lagunya dikenal oleh remaja yang sekolah ke kota. Black or White menguncang selera musik warga, tanpa saya tahu makna terdalam dari nyanyian ini. 

Kini, Dua kata ini bisa ditukar dgn lema apa saja untuk menegaskan identitas usah menutup hakikat bahwa kita adalah manusia yang sama dan setara. Budayalah yang menciptakan tanda, apakah kelas, keyakinan, dan kedudukan. Dalam sunyi, jati diri hadir.

Dalam kerumunan, setiap orang bersolek. Aneh, ia perlu pengesahan dari liyan. Padahal, apa pun yang kita lakukan acuannya adalah rasa nyaman. Menyiksa diri agar tampil sesuai keinginan khalayak adalah celaru. Pelik, kita sering menggelorakan kesejajaran seraya menyebut pesan simbolik ihram haji, tetapi pulang kita merayakan kebedaan.

Thursday, January 30, 2025

Filsafat itu Asyik

Sambil menikmati musik Wagner, "Der Ring des Nibelingen," saya mengingat kembali apa yang dibahas dengan dua mahasiswa Ma'had Aly kemarin di rumah. Terjemahan ini adalah anggitan dari semangat kelas terjemahan teks Inggris, yang digelar di kampus setiap pekan sekali. 

Kami berharap buku Akbar Ali tentang hermeneutika wahyu yang didaras oleh gelombang ketiga  juga diterbitkan. Memahami bermula dari kepekaan linguistik dan kesadaran teoretis. Dari sini, kepahaman melahirkan ketindakan. 

Dari satu buku di atas, saya membaca kembali buku tentang Nietzsche untuk pemula. Salah satunya adalah coretan Gareth Southwell bertajuk A Beginner's To Nietzsche's Beyond Good and Evil. 

Saya pun berjanji untuk berbagi proses kreatif pilihan buku dan penerjemahan dengan mahasiswa. Ia bukan sekadar suka-suka, tetapi renungan bahwa apa yang selama ini dianggap berbahaya, ternyata bermakna. Biarlah Ustaz Firanda yang mengutip Imam Syafi'i bahwa orang yang belajar filsafat akan digampar ama sendal dan pelepah kurma memahami perkataan ini dengan kehilangan konteks. Filsafat itu asyik!

 

Pemurnian

Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, po...