Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

TUGAS GANESA

TUGAS GANESA BONITA INTAN SUSIMAH 073001300019 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI 2014 Cekungan (bahasa Inggris: basin) adalah suatu daerah yang luas yang terjadi dari batuan sedimen dan karena konfigurasinya diperkirakan merupakan tempat tampungan minyak. Jumlah Cekungan di Indonesia[sunting | sunting sumber] Indonesia memiliki 60 cekungan. Di antaranya 22 cekungan telah dieksplorasi secara ekstensif, dan 14 cekungan produktif menghasilkan minyak dan gas bumi. Batuan sumber yang terdapat di cekungan-cekungan Indonesia pada umumnya adalah jenis lakustrin, fluvio-deltaik, marina, dan pra-tersier. Nama Cekungan di Indonesia[sunting | sunting sumber] Beberapa di antaranya yang produktif: Cekungan Arjuna Cekungan Barito Cekungan Bintuni Cekungan Bula Cekungan Jatibarang Cekungan Kutei Cekungan Laut Jawa sebelah Timur Cekungan Natuna Barat Cekungan Salawati Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Utara Cekungan Sunda Cekungan Tarakan Di Asia bagian tenggara, Indonesia dikaruniai sumber daya alam melimpah. Sumber daya minyak dan gas yang diperkirakan mencapai 87,22 milliar barel dan 594,43 TSCF tersebar di Indonesia, menjadikan Indonesia tujuan Investasi yang menarik pada sektor minyak dan gas bumi. Dinamika Industri Minyak dan Gas Bumi yang sudah berlangsung sejak lama, menjadikan Indonesia lebih matang dalam mengembangkan kontrak dan kebijakan yang ada untuk mendukung investasi. Dukungan peraturan, insentif dan penghormatan terhadap kontrak yang ada adalah usaha pemerintah Indonesia untuk menjamin keberlangsungan Investasi di Indonesia. peluang investasi pengembangan industri migas di Indonesia, baik di bidang hulu maupun hilir di masa mendatang masih sangat menjanjikan. Secara geologi, Indonesia masih mempunyai potensi ketersediaan hidrokarbon yang cukup besar. Rencana pemerintah dalam mempertahankan produksi minyak bumi pada tingkat 1 juta barel per hari, tentu akan memberikan peluang investasi yang besar di sektor hulu migas. Potensi sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar, terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen (basin) yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Dari 60 cekungan tersebut, 38 cekungan sudah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sisanya sama sekali belum dilakukan eksplorasi. Dari cekungan yang telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, 9 cekungan belum diproduksi walaupun telah diketemukan kandungan hidrokarbon, sedangkan 15 cekungan sisanya belum diketemukan kandungan hidrokarbon. Kondisi di atas menunjukkan bahwa peluang kegiatan eksplorasi di Indonesia masih terbuka lebar, terutama dari 22 cekungan yang belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam (deep sea) terutama di Indonesia bagian Timur. Lokasi dan Status Cekungan Sedimen     Status Cekungan / Basin Indonesia Barat Indonesia Timur Sudah Beroperasi Sumatera Utara Seram   Sumatera Tengah Salawati   Sumatera Selatan Bintuni   Sunda Bone   Bagian Utara Jawa Barat     Bagian Utara jawa Timur     Laut Bagian Utara Jawa Timur     Natuna Barat     Tarakan     Kutai     Barito    Sub Total 11 4       Sudah Dibor Belum Produksi Sibolga Banggai   Natuna Timur Sula   Bengkulu Blak   Pati Timor  Sub Total  4  4       Sudah Dibor Biliton Akimegah - Sahul   Jawa Selatan Buton - Sawu   Melawai Manui - Spermonde   Asem-asem Makasar Selatan - Waipoga     Missol - Lairing     Palung Aru  Sub Total  4  11 Belum Dieksplorasi Pambuang Lombok Bali - Sula Selatan   Ketungau Flores - Buru     Gorontalo - Buru Barat     Salabangka - Halmahera Utara     Weber Barat - Halmahera Timur     Halmahera Selatan - Halmahera Selatan     Weber - Obi Utara     Waropen - Obi Selatan     Tiukang Besi - Seram Selatan     Tanimbar - Jayapura   Sub Total  2  20   Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Produksi Rasio C/P Minyak Bumi 87,22 miliar barel 7,76 miliar barel 346 juta barel 22 Gas Bumi 594,43 TSCF 157,14 TSCF 2,90 TSCF 54 CBM 453 TSCF         Dari 60 cekungan sedimen yang berpotensi mengandung hidrokarbon, 22 cekungan sedimen sama sekali belum pernah dilakukan kegiatan pengeboran eksplorasi. Ditinjau dari rasio penemuan cadangan, Indonesia termasuk wilayah yang cukup menjanjikan dibanding negara-negara di Asia Tenggara, yaitu mencapai rata-rata sekitar 30%. Faktor keberhasilan (Success Ratio) dari kegiatan eksplorasi, termasuk deliniasi rata-rata mencapai 38%, sedangkan keberhasilan untuk sumur taruhan (wild cat) rata-rata lebih tinggi dari 10%. Sebagian besar lokasi cekungan yang menarik untuk pengembangan blok baru tersebut terletak di kawasan Timur Indonesia dan berlokasi di offshore. Diantara lokasi cekungan sedimen tersebut adalah di sekitar pulau Sulawesi Offshore, Nusa Tenggara Offshore, Halmahera dan Maluku, serta Papua Offshore. Disamping rasio penemuan yang kompetitif, biaya penemuan (Finding ) Cost untuk cekungan di kawasan yang sebagian besar berlokasi di offshore, juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Asia Tenggara. Dengan rata-rata biaya penemuan migas yang rendah, berdampak pada resiko investasi terutama untuk modal awal yang besar pada lokasi offshore. Dengan kondisi-kondisi diatas, Indonesia bisa dibilang sebagai wilayah yang sangat menjanjikan bagi investasi migas. Sampai dengan akhir tahun 2010 status Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berjumlah 246 KKKS. Produksi Minyak Bumi Produksi minyak bumi dan kondensat pada tahun 2010 mencapai 346,38 ribu barrel dengan produksi harian sebesar 944,9 ribu bph, mengalami penurunan sebesar 3.900 bph dibandingkan produksi minyak bumi dan kondensat tahun 2009 sebesar 948,8 ribu bph. Penurunan produksi tersebut disebabkan antara lain karena mundurnya jadwal produksi awal beberapa KKKS, penurunan produksi alamiah, dan permasalahan teknis operasional. Produksi Gas Bumi Produksi gas bumi pada tahun 2010 sebesar 9.336 MMSCFD , mengalami kenaikan sebesar 1.034 MMSCFD dari 8.302 MMSCFD pada tahun 2009. Kenaikan produksi tersebut antara lain karena mulai berproduksinya beberapa lapangan gas baru dan optimalisasi produks. Kondisi Pasar Minyak Bumi Dalam 10 tahun terakhir, konsumsi BBM domestik menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 4,8% per tahun. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan konsumsi BBM akan terus mengalami kenaikan. Sektor transportasi masih merupakan pengguna terbanyak BBM domestik yaitu lebih dari 46%, disusul oleh sektor rumah tangga, pembangkit listrik dan sektor industri. Penyebaran permintaan akan BBM domestic mengikuti pola penyebaran penduduk dan kegiatan ekonominya, wilayah Jawa-Bali masih mendominasi yaitu sekitar 62%, Sumatera (20%) dan sisanya diserap oleh pasar Indonesia Tengah dan Timur. Penyediaan BBM dalam negeri sebagian besar masih diperoleh dari kilang dalam negeri yaitu sekitar 67 %, sedangkan 33 % sisanya diperoleh dari pasar impor. Kapasitas kilang dalam negeri saat ini 1,157 juta barel per hari dengan produksi BBM mencapai 40,42 juta kiloliter atau meningkat sebesar 1,07% dari 39,99 juta kiloliter pada tahun sebelumnya. Perkembangan permintaan Gas Bumi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan industry dan pembangkit listrik. Pada tahun 2020 diperkirakan permintaan gas akan mencapai 10,7 TCF (skenario rendah) atau 12 TCF (skenario tinggi). Dari sisi pasokan, cadangan gas Indonesia diperkirakan masih cukup untuk 50 tahun ke depan apabila dilihat dari rasio cadangan terhadap produksi (Reserve to Production ). Sebagian cadangan gas Indonesia terletak di luar Pulau Jawa, yaitu di Natuna (51,46 TCF), Kalimantan Timur (18,33 TCF), Sumatera Selatan (17,90 TCF), dan Papua (24,32 TCF). Untuk memudahkan pelayanan Investasi, Ditjen Migas telah membuka ”Investment Center” atau Pelayanan Investasi Terpadu di gedung Plaza Migas Lt. 1, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B-5 Jakarta Selatan. Di ruang pelayanan investasi ini telah disediakan pelayanan perizinan baik untuk hulu, hilir maupun penunjang. Juga disediakan formulir dan persyaratan yang harus dipenuhi. (SF) Genesa batubara Indonesia Endapan batubara terbentuk dari 2 tahap pembentukan, yaitu pembentukan gambut dan pembentukan batubara. Dalam pembentukannya, batubara akan melalui beberapa tahap dari bahan asalnya terbentuk. Proses tersebut meliputi, pembentukan gambut (peatification) dan pembentukan batubara (coalification). Proses penggambutan mencakup proses mikrobial, perubahan kimia (biochemical coalification), geochemical coalification dan humifikasi. Proses pembatubaraan merupakan perkembangan gambut menjadi lignit, sub bituminous dan bituminous coal, hingga antrasit dan meta-antrasit.  Batubara dapat digunakan sebagai alat ukur untuk diagenesa sedimen dengan melihat perubahan temperatur. Reaksi yang terjadi dapat meliputi perubahan struktur kimia ataupun fisik. Proses pembatubaran terutama dikontrol oleh temperatur, tekanan, dan waktu. Tekanan makin tinggi maka proses pembatubaraan makin cepat, terutama di daerah patahan, terlipat, dan sebagainya. Tipe cekungan pembawa batubara utama di Indonesia adalah intermontana basin Paleogen, foreland basin, dan delta basin Neogen. Pada cekungan muka daratan (foreland basin) terjadi pengendapan yang cepat pada zaman Tersier dalam lingkungan laut yang setengah tertutup dan diikuti oleh perlipatan lemah sampai sedang pada akhir Tersier. Umur cekungan batubara Indonesia merupakan batubara Tersier yang dibedakan oleh kondisi transgresi dan regresi. Umur batubara Indonesia tertua adalah batubara Paleogen, yaitu 68 jt tahun hingga 23 jt tahun. Batubara Neogen yang terbentuk setelah regresi berumur 23 jt tahun hingga 1 jt tahun lalu. Di Indonesia, cekungan pembawa batubara terdiri dari beberapa cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia.  Secara umum, pembentukan batubara di Indonesia dibagi menjadi daerah Indonesia barat dan Indonesia timur. Pembentukan batubara di Indonesia barat, pengendapan sedimen terjadi secara sempurna sebelum terjadinya transgresi pada akhir Paleogen. Di Indonesia Timur, pengisian sedimen tidak terjadi sempurna hingga transgresi terjadi. Akibatnya, sedimentasi yang terjadi berupa platform karbonatan. Siklus regresi mulai terjadi pada miosen tengah, dengan sedimentasi berubah dari laut dalam, laut dangkal, paludal, delta hingga continental. Pengendapan pada masa Neogen terjadi secara luas dan di bagian back deep. Regresi dihipotesiskan terjadi karena adanya proses orogenesa dan adanya sedimentasi yang lebih cepat dibandingkan penurunan basin sehingga garis pantai bergerak. Berdasarkan hipotesis kedua ini, terbentuk adanya delta. Proses sedimentasi terhenti memasuki masa Kuarter pada Pleistosen, dengan dicirikan adanya endapan tuff.  Hal inilah yang menjadi dasar pembagian batubara ekonomis yang ada di Indonesia. Batubara di Indonesia disebutkan sebagai endapan batubara Eosen dan endapan batubara Miosen. Endapan batubara Eosen merupakan bagian dari endapan Paleogen dan terbentuk di sepanjang tepian Paparan Sunda, di sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Batubara Eosen dicirikan sebagai batubara yang ketebalan bervariasi dan banyak lapisan; berkadar sulfur dan abu tinggi; penyebaran terbatas; pengendapan bersamaan dengan aktivitas tektonik; berkaitan dengan busur vulkanik dan hampir seluruhnya autochton. Cekungan Paleogen di Indonesia terdiri dari intermontana basin dan continental margin. Endapan Paleogen penting di Indonesia antara lain adalah di Ombilin (Sumatera Barat), Bayah (Jawa Barat), Pasir (Kalimantan bagian Tenggara), Pulau Sebuku (Kalimantan Tengah), Melawi (Kalimantan Barat).  Endapan Miosen merupakan endapan batubara yang terjadi setelah fase regresi. Endapan ini memiliki ciri endapan batubara yang relatif tebal secara lokal dengan kadar abu dan sulfur rendah. Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai. Cekungan utama batubara Eosen antara lain adalah Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Endapan batubara miosen banyak terjadi pada cekungan foreland/backdeep dan delta.  Kondisi regresi dicirikan oleh mundurnya laut yang lambat dan pendangkalan lingkungan pengendapan dari laut dalam ke laut dangkal, rawa – rawa, delta hingga daratan. Penutupan dari proses sedimentasi pada kala ini terjadi pada Pleistosen oleh pengendapan tuff. Sebagai contoh adalah Cekungan Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah. Kedua cekungan ini terjadi setelah fase regresif dengan pengendapan dari laut dalam hingga ke laut dangkal dan lingkungan delta yang ditutupi oleh endapan rawa – rawa. Endapan batubara yang dihasilkan merupakan endapan batubara khas formasi regresif. Karakteristik batubara Eosen umumnya sangat masif, berwarna hitam, kilap gelas, jenis batubara bituminous – subbituminous, dan kadar kalori tinggi. Batubara Eosen sering tersingkap baik berupa lapisan dan membentuk seam batubara. Batubara Miosen sebagian besar berupa lignit, sangat lunak, kadar air tinggi, kadar debu rendah, dan kadar kalori rendah. Batubara Miosen umumnya menunjukkan bentuk lapisan yang kurang baik dalam singkapan. Hal ini terjadi karena kadar air dalam batubara tinggi, tekanan kompaksi rendah serta lapisan lempung sering kali ada dalam lapisan batubara tersebut.