Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Induksi Mutasi dan Keragaman Somaklonal untuk Meningkatkan Ketahanan Penyakit Blas Daun pada Padi Fatmawati

2016, Buletin Plasma Nutfah

Induksi Mutasi dan Keragaman Somaklonal untuk Meningkatkan Ketahanan Penyakit Blas Daun pada Padi Fatmawati Endang. G. Lestari*, Iswari S. Dewi, Rosa Yunita, dan Deden Sukmadjaja Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975; Faks. (0251) 8338820; *E-mail: egati_l@yahoo.com Diajukan: 20 Juli 2010; Diterima: 15 November 2010 ABSTRACT In Vitro Culture Application in the form of Somaclonal Variation Combined with Mutagen Introduction for Plant Improvement. Fatmawati is a new type of rice potentially to be developed. The development of this new type of rice in various places of West Java, Central Java and Lampung is often hampered by the blast disease causing the empty grain resulted in the harvest failure. Hence, from January to December 2007. The Indonesia Research Institute for rice in cooperation with Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development conducted research aimed at improving the quality of Fatmawati type of rice through somaclonal variation by mutative induction. In this research, the calli were treated with 1-50 gy gamma ray prior to its regeneration. The shoots produced by this regeneration were then acclimatized in the green house until the production stage. All 342 somaclone lines were sub-sequently tested on its endurance against leaf blast disease using three races of blast isolate namely 001, 033, and 173. The research yielded 21 somaclone lines which were absolutely tolerant to blast disease. These new somaclones were then planted in the green house for further morphological and agronomical observation. Keywords: Fatmawati variant, somaclonal variation. leaf blast evaluation, ABSTRAK Fatmawati merupakan varietas padi tipe baru yang mempunyai potensi hasil tinggi. Pengembangan varietas tersebut di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Lampung masih mengalami masalah berupa bulir hampa tinggi dan serangan penyakit blas yang menyebabkan kegagalan panen. Penelitian pemuliaan untuk memperbaiki sifat unggul pada varietas Fatmawati telah dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Padi bekerjasama dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian melalui keragaman somaklonal menggunakan induksi mutasi. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Desember 2007. Bahan tanaman yang digunakan adalah kalus yang diberi perlakuan irradiasi dengan sinar gamma dosis 1-50 Gy kemudian diregenerasikan pada media MS + BA 1 mg/l +IAA 0,8 mg/l. Tunas yang dihasilkan kemudian diaklimatisasi di rumah kaca 96 sampai menghasilkan benih. Sebanyak 342 galur somaklon diuji ketahanannya terhadap penyakit blas daun menggunakan ras isolat 001, 033, dan 173. Hasil penelitian menghasilkan 21 galur somaklon yang sama sekali tidak terserang penyakit blas. Galur somaklon tahan tersebut selanjutnya ditanam di rumah kaca untuk diamati keragaman morfologi dan agronominya. Kata kunci: Padi varietas Fatmawati, blas daun, somaklonal. PENDAHULUAN Pembentukan varietas unggul padi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah penurunan hasil dan kegagalan panen yang disebabkan adanya cekaman biotik maupun abiotik seperti serangan hama wereng coklat, tungro, penggerek batang dan hama penyakit penting lainnya yang menimbulkan kerugian hasil. Salah satu cekaman biotik yang menyebabkan penurunan produksi padi ialah penyakit blas. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea, Sacc (Pyricularia oryzae Cavara) (Roosman et al., 1990). Penyakit ini dibedakan berdasarkan organ tanaman yang terserang, apabila terjadi infeksi pada daun menyebabkan blas daun dan apabila infeksi pada malai menyebabkan blas leher (Syam dan Hermanto, 1995). Blas leher dinilai lebih berbahaya karena dapat menyebabkan kehampaan biji. Tingkat kehilangan hasil akibat serangan penyakit blas di daerah endemik mencapai 11-50% (Baker et al., 1997). Di Indonesia, luas serangan penyakit blas mencapai 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi (Badan Pusat Pengelolaan Statistik, 2004). Pengembangan padi varietas Fatmawati di beberapa sentra penanaman padi mengalami hambatan karena tidak tahan terhadap penyakit blas. Di beberapa daerah seperti Lampung, Kalimantan, Riau, dan DI Yogyakarta serangan penyakit blas menyeBuletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 babkan gagal panen. Hasil monitoring perkembangan penyakit blas yang dilakukan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut telah meluas dari padi gogo ke padi sawah, sehingga varietas IR64 telah terserang penyakit blas (Orbach et al., 2000). Utami et al. (2006) telah melakukan penelitian untuk mendapatkan galur tahan penyakit blas menggunakan sumber gen dari salah satu spesies padi liar Oryza rufipogon (No. IRG#105491), dari hasil penelitian tersebut diharapkan diperoleh padi sawah yang tahan penyakit blas. Penelitian untuk perbaikan tanaman padi Fatmawati masih terus dilakukan antara lain melalui persilangan dan pemupukan. Teknik kultur jaringan melalui keragaman somaklonal diharapkan dapat menghasilkan tanaman yang lebih baik karakternya. Melalui keragaman somaklonal telah diperoleh beberapa varietas yang lebih baik kualitasnya antara lain tahan penyakit, kekeringan, dan produksi lebih tinggi (Altman, 2003). Adanya keragaman genetik yang luas di dalam plasma nutfah memberikan peluang yang besar untuk perbaikan genotipe tanaman (Sumarno, 2002). Maluszynki et al. (l995) menyatakan bahwa mutasi yang dikombinasikan dengan kultur in vitro efektif untuk membantu pemuliaan pada tanaman yang diperbanyak melalui benih maupun yang diperbanyak secara vegetatif. Mutasi dapat terjadi pada kromosom pada umumnya menyebabkan pecahnya benang kromosom disebut dengan translokasi, inversi, duplikasi, dan defisiensi. Sedangkan mutasi pada tingkat DNA menyebabkan perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Berbagai sifat dapat berubah akibat variasi somaklonal tetapi diharapkan karakter unggul seperti rasa dan kualitas yang ada tetap menyerupai tanaman induknya (Ishak et al., l996). Dengan variasi somaklonal dimungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa karakter tertentu dan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dipunyai tanaman induknya (Ahloowalia dan Maluszynki, 2001). Tujuan penelitian adalah mendapatkan tanaman yang tahan penyakit blas daun serta karakter morfologi dan agronomi yang lebih baik dibandingkan dengan induknya. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kelti Biologi Sel dan Jaringan dan rumah kaca Kelti Biokimia dari Januari-Desember 2007. Bahan tanaman yang digunakan ialah tanaman padi hasil induksi mutasi menggunakan sinar gamma pada varietas Fatmawati. Kalus diradiasi dengan dosis 10, 20, 30, 40, dan 50 Gy kemudian diregenerasikan menghasilkan tunas. Planlet yang dihasilkan diaklimatisasi di rumah kaca dan dipelihara sampai menghasilkan benih. Benih yang diperoleh kemudian disemai untuk diuji ketahanannya terhadap penyakit blas daun. Rancangan percobaan yang digunakan untuk uji blas daun ialah rancangan acak lengkap dengan 15 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas satu tanaman pada somaklon yang diuji. Pelaksanaan percobaan dilakukan menurut metode Utami (1998). Sebelum digunakan cendawan blas tersebut harus direaktivasi, ketiga isolat diuji, yaitu 001, 033, dan 173 yang diambil dari stok penyimpanan isolat murni, ditumbuhkan pada media PDA. Isolat murni ini direaktivasi/diaktifkan terlebih dahulu pada kultivar padi Kencana Bali yang telah diketahui sangat peka (skor 9) terhadap setiap ras cendawan blas. Selanjutnya dibuat inokulum. Isolat murni dari ketiga ras uji ditumbuhkan pada media sporulasi, yaitu media OMA selama 10 hari, kemudian dilakukan penggosokan untuk mencuci koloni cendawan dilakukan pada permukaan OMA dengan menggunakan kuas steril. Pencucian pertama ini dilakukan menggunakan air steril yang diberi streptomycin 0,02 g/l. Koloni dibiarkan tumbuh 2 hari. Penggosokan kedua dilakukan kembali dengan menggunakan air steril ditambah Tween 20 untuk mencuci koloni cendawan. Hasil pencucian kedua kembali disaring dan suspensi yang dihasilkan akan digunakan sebagai inokulum. Kerapatan konidia yang akan digunakan sebagai inokulum adalah 3 x 105 konidia/ml. Benih ditanam dalam larikan pada bak plastik dengan jarak tanam 2 cm x 2 cm dalam baris dan antarbaris. Tiap bak plastik terdiri atas 15 galur somaklon. Bibit berumur 18 hari diinokulasi. Inokulasi dilakukan dengan menyemprotkan inokulum 50 ml/bak. Tanaman yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi selama 48 jam di ruang lembab (moist chamber) yang kelembabannya dipertahankan di 97 atas 90%. Kelembaban ruangan dipertahankan dengan cara mengalirkan air yang dipompa pada dinding ruang lembab. Tanaman kemudian dipindahkan ke rumah kaca yang dindingnya dilapisi kain dan kelembaban yang tetap dipertahankan di atas 90%. Kelembaban di rumah kaca dipertahankan dengan cara menyemprotkan air melalui spinkler embun. Pengamatan gejala penyakit dilakukan satu minggu setelah tanaman keluar dari ruang lembab. Tingkat serangan blas dinilai menggunakan Standar Evaluation for Blast Disease dari IRRI (1996). Pengamatan dilakukan pada jumlah daun terserang dan besar bercak pada setiap daun terserang. Kriteria tingkat serangan blas daun padi sebagai berikut: Skor Gejala 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tidak ada bercak Bercak sebesar ujung daun Bercak lebih besar dari ujung jarum Bercak nekrotik, abu-abu bundar, sedikit memanjang ±1-2 mm tepi coklat Bercak khas blas (belah ketupat), luas daun terserang <2% Bercak khas blas, luas daun terserang 2-10% Bercak khas blas, luas daun terserang 11-25% Bercak khas blas, luas daun terserang 26-50% Bercak khas blas, luas daun terserang 51-75%, beberapa daun mulai mati Semua daun mati Tanaman yang tidak diserang penyakit blas selanjutnya ditanam di ember plastik untuk diamati karakter morfologi dan produksi gabahnya. Peubah yang diamati pada tanaman di rumah kaca ialah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai produktif, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah isi serta jumlah gabah hampa tiap malai. HASIL DAN PEMBAHASAN Banyaknya tanaman hasil induksi mutasi pada kalus dengan irradiasi sinar gamma ±500 nomor, yang berasal dari berbagai perlakuan irradiasi. 98 Planlet yang dihasilkan tumbuh menjadi tanaman yang normal di rumah kaca. Nomor-nomor yang diperoleh merupakan sumber keragaman sebagai bahan seleksi untuk uji blas daun. Uji ketahanan penyakit blas daun terhadap tanaman hasil keragaman somaklonal tersebut dilakukan pada bulan Januari ketika curah hujan sangat tinggi. Dalam kondisi lembab tersebut, spora jamur berkembang optimum sehingga tingkat serangan menjadi tinggi. Kelembaban merupakan faktor yang sangat penting untuk timbulnya gejala penyakit blas daun maupun blas leher (Hadiatmi et al., 2004). Galur somaklon yang diinokulasi untuk uji penyakit sebanyak 334 nomor yang berasal dari kalus tanpa radiasi 30 nomor, radiasi dosis 10 Gy 30 nomor, radiasi dosis 20 Gy 82 nomor, radiasi dosis 30 Gy 100 nomor, radiasi dosis 40 Gy 62 nomor, dan radiasi dosis 50 Gy 32 nomor. Nomor galur yang diuji dipilih yang jumlah gabah per malainya ≥200 butir dan kualitas gabah baik, yaitu menghasilkan bulir bernas. Pengamatan terhadap gejala serangan blas daun menunjukkan bahwa pada hari ke-7 setelah inokulasi galur somaklon yang tidak tahan penyakit tampak layu dan menunjukkan gejala terserang penyakit dengan intensitas serangan berkisar antara 10-100% dengan skor 9 (Gambar 1). Sebaliknya tanaman yang toleran penyakit tampak masih segar. Daun yang terserang penyakit blas menunjukkan skala antara 1-9 (1 = intensitas serangan 5%, 3 = 510%, 5 = 1-25%, 7 = 26-50%, dan 9 = ≥50-100%). Hasil skoring menunjukkan adanya variasi intensitas serangan pada masing-masing isolat dan dosis radiasi (Tabel 1). Hasil skoring menghasilkan 21 galur somaklon yang dianggap tahan terhadap serangan blas daun, karena tidak menunjukkan adanya gejala serangan pada semua ulangan pada ketiga ras yang diuji. Ke-21 nomor tersebut berasal dari tanaman asal tanpa radiasi dan radiasi 10-50 Gy. Dari kalus yang tidak diradiasi juga diperoleh tanaman yang tahan penyakit. Hal ini dapat terjadi karena mutasi dapat terbentuk pada kalus yang telah disubkultur atau karena penggunaan zat pengatur tumbuh 2.4-D pada saat induksi kalus. Terbentuknya keragaman somaklonal tanpa pemberian radiasi juga diperoleh pada penelitian Widoretno et al. (2003). Keragaman genetik yang Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 A B C D Gambar 1. A = bibit umur 18 hari siap uji ketahanan penyakit blas daun, B = tanaman yang tidak tahan penyakit blas tampak layu, C = tanaman yang tahan penyakit, D = perbedaan antara tanaman tahan dan tidak tahan. Tabel 1. Intensitas serangan dari masing-masing isolat pada galur somaklon yang diuji. Dosis radiasi (Gy) pada galur somaklon 0 10 20 30 40 50 Tanaman kontrol Fatmawati Asahan Kencana Bali Rataan intensitas serangan (%) Ras 001 Ras 033 Ras 173 0 0,21 4,93 2,42 11,52 15,79 0 0 0,29 0,64 2,70 2,02 1,35 1,0 3,64 2,35 0,54 0,30 31,42 74,71 83 1,37 1,37 29,52 1,99 48,27 76,86 Fatmawati = tanaman induk, Asahan = kontrol tahan, Kencana Bali = kontrol rentan. terjadi dapat berasal dari eksplan atau karena pengaruh lingkungan (Wattimena, 1992). Keragaman pada eksplan disebabkan karena adanya sel bermutasi maupun polisomik dari jaringan tertentu. Hasil penelitian Mehta dan Angra (2000) mendapatkan tanaman gandum yang tahan penyakit Bipolaris sorokiniana menggunakan teknik variasi somaklonal. Peningkatkan keragaman genetik menggunakan mutagen fisik dan kimia untuk mendapatkan tanaman yang tahan penyakit layu pada pisang ambon hijau, ambon kuning, dan pisang raja bulu serta tanaman abaka telah dilakukan oleh Lestari et al. (2006), Purwati et al. (2007), Damayanti (2002), dan Sukmadjaja et al. (2001). Varian atau mutan yang resisten terhadap penyakit dapat diidentifikasi atau diseleksi menggunakan media seleksi di dalam kultur in vitro menggunakan agen seleksi maupun uji ketahanan di rumah kaca menggunakan isolat. Rataan intensitas serangan penyakit pada padi Fatmawati yang diinokulasi dengan isolat 001 ialah Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 31,42% lebih rendah dibandingkan dengan varietas Asahan sebagai kontrol tahan yang mencapai 74,71%. Pada inokulasi menggunakan ras 173, intensitas serangan varietas Fatmawati 1,99% sedangkan varietas Asahan mencapai 48,27%. Hal ini menunjukkan bahwa Fatmawati termasuk varietas yang lebih toleran terhadap blas daun dibandingkan dengan kontrol tahan (varietas Asahan). Namun dipilih adalah yang sangat tahan dengan intensitas serangan 0 pada ketiga ras isolat yang diuji. Tanaman tersebut diperoleh dari galur somaklon asal kalus, baik tanpa perlakuan irradiasi maupun perlakuan irradiasi 10-50 Gy (Tabel 2). Ketiga ras isolat yang digunakan selalu ada di lapang, baik pada padi gogo maupun padi sawah, sehingga galur somaklon yang tahan terhadap ketiga ras tersebut diharapkan juga tahan pada saat ditanam di lapang. Perlakuan irradiasi dan kalus sebagai eksplan terbukti dapat menghasilkan tanaman yang tahan blas daun. Diharapkan galur-galur harapan tersebut juga tahan blas leher. 99 Tanaman yang tahan penyakit paling banyak berasal dari perlakuan irradiasi 30 Gy, yaitu enam galur somaklon dan terendah dari perlakuan irradiasi dosis 20 Gy, yaitu dua galur somaklon (Tabel 2). Sebanyak 21 nomor galur somaklon yang sangat tahan ditanam di rumah kaca untuk diamati pertumbuhan dan karakter agronominya untuk memilih galur somaklon yang mempunyai ciri padi tipe baru. Pengamatan morfologi pada 21 galur somaklon tersebut menunjukkan keragaman pada tinggi tanaman, jumlah malai, insersi malai, dan panjang malai. Keragaman juga diperoleh pada jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa. Insersi malai pada 21 galur somaklon disajikan pada Tabel 3. Varietas Fatmawati memiliki gabah hampa yang tinggi, yaitu ≥25%. Pada tanaman generasi kedua diamati insersi malai dari masing-masing galur somaklon. Insersi malai merupakan ciri yang dapat digunakan untuk melihat kehampaan pada gabah. Untuk membedakan insersi dari masingmasing malai digunakan tanda (-) apabila leher malai tenggelam atau leher malai tidak muncul, tanda (0) apabila leher malai berada di bagian pangkal, dan tanda (+) apabila panjang leher malai lebih dari 1 cm. Apabila leher malai (-) maka bulir yang dihasilkan hampa dan sebaliknya apabila (0) atau (+) maka malai akan menghasilkan bulir, yang paling baik ialah leher malai (+). Galur somaklon generasi kedua menghasilkan beberapa galur yang insersinya (+), antara lain pada tanaman nomor 95,131, 143, 176, 212, 219, 221, 227, 246, dan 283. Beberapa galur somaklon dengan insersi malai positif, yaitu No. 95, 143, dan 221 menghasilkan gabah hampa yang rendah dibandingkan dengan galur somaklon lainnya. Galur somaklon No. 131 dan Tabel 2. Jumlah galur somaklon dan asal tanaman yang tahan blas daun. Dosis radiasi (Gy) Jumlah galur somaklon dan nomor tanaman 0 10 20 30 40 50 4 (12, 8, 86, 90) 3 (95, 96, 100) 2 (105, 130) 6 (143, 163,171,174,176,199) 4 (212, 219, 221, 227) 2 (246,252) Tabel 3. Insersi malai pada 21 galur somaklon. No. galur somaklon 81 86 90 12 95 96 100 105 131 143 163 171 174 176 199 212 219 221 227 246 253 100 Insersi malai ke- Perlakuan radiasi (Gy) 0 0 0 20 10 10 20 20 20 30 30 30 30 30 30 40 40 40 40 40 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 + + + + + + + + + + + + + 0 + + + + + + 0 0 + + + + 0 0 + + + + 0 + 0 + + + + + + 0 0 0 + + 0 0 0 + + 0 0 0 + 0 + + + + + + 0 0 0 0 0 0 0 0 + + 0 0 0 + 0 0 + + + + 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 + 0 0 + 0 + 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 * 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 * 0 0 0 0 0 0 * 0 0 0 0 - 0 - 0 0 * 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 11 0 0 * 0 0 * Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 Tabel 4. Pertumbuhan galur somaklon yang toleran penyakit blas daun. Galur somaklon 12 81 86 90 95 96 100 105 131 143 163 171 174 176 199 212 219 221 227 246 253 Tinggi tanaman Jumlah malai Gabah isi Gabah hampa 116,3±52,18 117±18,12 120±17,5 113,3±12,2 117±11,2 115±9,74 121±10,7 119,6±8,6 119±6,1 116,3±13,4 118±22,6 120±25,4 1 21±26,1 120,3±27,9 114±42,1 124±43,6 117±51 120±50,2 119±53,8 118±64 120±66,5 11±2 11±1,7 9,3±1,1 11,6±2,5 9,3±1,1 10±1 11,3±2,3 10,3±1,5 9,3±1,1 8,6±0,5 9,3±1,1 10,6±1,5 10,6±1,1 9±2,6 11±1,7 8,3±1,1 10,6±1,1 9,3±1,5 11±2,6 8,6±2,5 10,3±1,1 283,1±5,5 316,5±61,7 335,2±25,8 234,6±44,9 262,8±62,0 285,5±46,4 325,8±48,8 230±54,0 320,8±69,4 329,2±62,3 223,3±94,3 258,8±25,3 315,7±35,8 232,3±79,6 277,3±10,5 269,5±72,6 281,1±38 287,1±18,3 210,7±116,4 220±78,86 303,6±38,8 89±58,6 86,3±47 112,6±35,2 74,4±36,8 58,8±19,1 120,7±28,3 99,5±54,2 65,1±23,4 63,2±31 81,3±26,4 156,6±88 83,6±30 141,5±72,8 115,1±58,1 67,7±28,2 117,6±63,2 117,2±70,6 75,6±19,1 135,8±112,3 164,3±103,7 126,3±61,7 199 menghasilkan gabah hampa yang rendah dibandingkan dengan galur lain yang insersi malainya negatif atau (0). Diharapkan galur-galur tersebut telah mengalami perubahan genetik sehingga menghasilkan gabah isi lebih banyak. Pengamatan pada tinggi tanaman, jumlah malai produktif, gabah isi, dan gabah hampa menunjukkan bahwa pada umumnya tinggi tanaman galur somaklon tidak berbeda, berkisar antara 114-124 cm (Tabel 4). Jumlah malai produktif yang dihasilkan tanaman tanpa irradiasi berkisar antara 9,3-11 buah, dan pada galur somaklon asal radiasi 10-50 Gy berkisar antara 8,3-11,3. Produksi gabah isi yang dihasilkan dari 21 nomor tersebut paling rendah 223 dan paling tinggi 333 bulir/malai. Gabah hampa yang dihasilkan paling rendah sebanyak 65,1 pada galur somaklon No. 199 dan paling banyak 164,3 buah pada galur somaklon No. 246. Hasil pengamatan pada morfologi tanaman dan produksi gabah dari 21 galur somaklon yang diuji diperoleh beberapa nomor tanaman yang berpotensi lebih baik dibandingkan dengan tanaman induknya. Galur somaklon yang berpotensi untuk dikembangkan akan ditanam kembali sampai generasi Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 ke-8 dan diseleksi yang mempunyai karakter lebih unggul. KESIMPULAN Induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma dosis 30-50 Gy pada kalus padi varietas Fatmawati dapat meningkatkan keragaman somaklonal. Uji ketahanan penyakit blas dengan 3 ras isolat, yaitu 001, 033, dan 173 diperoleh 21 galur somaklon yang sangat tahan. Pertumbuhan morfologi dan produksi gabah dari 21 galur somaklon menunjukkan variasi jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai serta insersi malai. Dari peubah jumlah gabah isi dan gabah hampa dihasilkan galur somaklon yang berproduksi tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang telah memberikan dana penelitian dalam Program Riset Insentif tahun 2007 sehingga penelitian dapat dilaksanakan. 101 DAFTAR PUSTAKA Altman, A. 2003. From plant tissue culture to biotechnology science revolution. Abiotic stress tolerance and forestry. ln vitro Cell Dev. Biol. Plant. 39:79-84. Ahloowalia, B.S. and M. Maluszynski. 2001. lnduced mutation-A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118:167-173. Badan Pusat Pengelolaan Statistik. 2004. Luas serangan patogen blas. http//www.deptan.go.id [3 Agustus 2004]. Baker, B., P. Zambryski, B. Stackawicz, and S.P. DineshKumar. 1997. Signaling plant-microbe interaction. J. Science 276:726-733. Damayanti, F. 2002. Seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium pada tanaman abaka (Musa textilis Nee.). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 47 hlm. Hadiatmi, T.S. Silitonga, S.A. Rais, dan S.G. Budiarti. 2004. Evaluasi ketahanan plasma nutfah padi terhadap penyakit hawar daun dan blas, dan plasma nutfah jagung terhadap penyakit bulai. Kumpulan makalah seminar hasil penelitian BB-Biogen. Ishak, B.J., B. Putri, and S. Ismiyati. 1996. The effects of gamma irradiation on explant into plant regeneration of banana (Musa spp.) Var. Ambon Kuning. Proceeding Seminar on Application of lsotopes and Radiation, 1995/1996. p. 59-64. Lestari, E.G., I. Mariska, I. Roostika, dan M. Kosmiatin. 2006. Induksi mutasi dan seleksi in vitro menggunakan asam fusarat untuk ketahanan penyakit layu pada pisang ambon hijau. Berita Biologi 8(1):27-35. Maluszynski, M., B.S. Ahloowalia, and B. Sigurbjornson. 1995. Application of in vivo and in vitro mutation techniques for crop improvement. Euphytica 85:303315. Mehta, Y.R. and D.C. Angra. 2000. Somaclonal variation for disease resistance in wheat and production of dihaploids through wheat x maize hybrids. Gen. Mol. Biol. 23(3):617-622. 102 Orbach, M.J., L. Farrall, J.A. Sweigard, F.G. Chumley, and Valent. 2000. A telomeric avirulence gene determines efficacy for the rice blast resistance gene. Pita. Plant Cell 12:2019-2032. Roosman, A.Y., R.J. Howard, and B. Valent. 1990. Pyricularia grisea, the correct name for the rice blast disease fungus. Mycologia 82:509-512. Syam, M. dan Hermanto. 1995. Teknologi produksi padi mendukung swasembada beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 62 hlm. Purwati, D., U. Setyo-Budi, dan Sudarsono. 2007. Penggunaan asam fusarat dalam seleksi in vitro untuk resistensi abaka terhadap Fusarium oxysporum f. sp. Cubense. J. Litri 13(2):64-72. Sukmadjaja, D., I. Mariska, E.G. Lestari, dan M. Kosmiatin. 2001. Seleksi silang tunas abaka dengan asam fusarat atau filtrat F. oxysporum dan regenerasinya membentuk planlet. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 26-27 Desember. Sumarno. 2002. Menuju sistem pengelolaan plasma nutfah tanaman nasional secara adil dan bermanfaat. Prosiding Konggres IV dan Simposium Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia. PERIPI. Komisariat Daerah Istimewa Yogyakarta dan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Utami, D.W., I. Haranida, H. Aswidinnoor, and S. Moeljopawiro. 2006. Inheritance of blast resistace (Pyricularia grisea Sacc) on interspecific crossing between IR64 and Oryza rufipogon, Sacc. Hayati 13(3):107-172. Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Inatitut Pertanian Bogor. 308 hlm. Widoretno, W., R. Megia, dan Sudarsono. 2003. Reaksi embrio somatik kedelai terhadap polietilen glikol dan penggunaannya untuk seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan. Hayati 10(40):134-139. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010