Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Polusi Udara Akibat Kebakaran Hutan Lahan Provinsi Riau 2019

2022, Khofifah Putri Agustin

“Polusi Udara Akibat Kebakaran Hutan Lahan Provinsi Riau 2019” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Lingkungan Dosen Pengampu : Dr. Samadi, M.Si Disusun Oleh : Khofifah Putri Agustin 1402620068 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA TAHUN 2022 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 2 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 1.1 Latar Belakang 3 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Tujuan 3 BAB II 4 PEMBAHASAN 4 2.1 Pengertian Hutan 4 2.2 Pengertian Lahan 4 2.3 Pengertian Kebakaran Hutan 4 2.4 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan Riau 2019 5 2.5 Polusi Udara Pada Kebakaran Hutan Riau 6 2.6 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Polusi Udara Riau 6 BAB III 8 PENUTUP 8 3.1 Kesimpulan 9 Daftar Pustaka 9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan telah menjadi masalah tahunan yang serius di Provinsi Riau, terutama pada musim kemarau. Kebakaran hutan lahan ini terus bertambah. Kebakaran tersebut memicu munculnya kabut asap dan hampir merata menyelimuti bumi Lancang Kuning itu. Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Jim Gafur mengatakan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau sejak 1 Januari hingga 9 September 2019 sebanyak total 6.464 hektare. Daerah titik api yaitu berada di Desa Tasik Serai, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis, di Jalan Parit Tugu, Kelurahan Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai. Lahan gambut yang terbakar berisi tanaman sawit, nanas dan semak belukar. Kedalaman gambut mencapai 2 meter membuat petugas lapangan cukup sulit unuk memadamkan api. Kebakaran yang terjadi membuat dampak bagi lingkungan dimana salah satunya adalah pencemaran udara, Pemerintah Provinsi Riau menetapkan status darurat pencemaran udara karena kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan sangat mengkhawatirkan. Dalam beberapa hari, status udara di berbagai wilayah Riau, berada pada level berbahaya untuk kesehatan. Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan dimana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis serta nilai lingkungan. Tidak hanya itu, hal yang sering menjadi masalah bagi masyarakat sekitar sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan adalah efek asap yang timbul. Asap kebarakan hutan merupakan salah satu penyumban gpolusi udara yang krusial bagi masyarakat yang berada di wilayah sekitar kebakaran terjadi. Hal ini dapat sangat berdampak pada kesehatan masyarakat, seperti timbulnya penyakit ISPA atau penyakit pernapasan lainnya. Masalah ini yang kemudian juga ikut dirasakan oleh negara tetangga sebagai pihak yang juga terkena dampak kebakaran hutan dan lahan. Isu kebakaran hutan dan lahan sangat penting untuk ditanggulangi dan dicarikan solusi sehingga dapat meminimalisir intensitas kejadian dan dampaknya. Tanggung jawab ini tidak hanya menjadi beban pemerintah sendiri, tapi juga swasta, masyarakat, serta individu sangat dibutuhkan pula perannya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja faktor penyebab kebakaran hutan di Riau ? 2. Apa dampak polusi udara pasca kebakaran hutan Riau ? 3. Apa saja upaya pemerintah dalam mengatasi masalah polusi udara ? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor penyebab kebakaran hutan di Riau Untuk mengetahui polusi udara pasca kebakaran hutan Riau Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi masalah polusi udara BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Dalam diktat mata kuliah Silvika oleh Wiratmo Soekotjo, dosen Fakulutas Kehutanan IPB tahun 1976, definisi hutan adalah lahan yang ditumbuhi pohon-pohonan atau vegetasi kayu-kayuan, baik sejenis maupun campuran yang mampu menciptakan iklim mikro di lingkungan sekitarnya. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41/1999 mengatur hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2.2 Pengertian Lahan Lahan adalah permukaan bumi yang berupa tanah, batuan, mineral dan kandungan cairan yang terkandung didalamnya yang memiliki fungsi tersendiri yang dapat dimanfaatkan manusia. Kesesuain lahan dalam permukaan bumi berfungsi beraneka ragam seluruh penjuru bumi, sebagai sumber daya alami, dengan adanya campur tangan manusia mempengaruhi dinamika tersebut secara luas dan waktu tertentu, baik secara menetap maupun secara berpindah – pindah. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989.) 2.3 Pengertian Kebakaran Hutan Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan dan keduanya bisa terjadi baik disengaja maupun tanpa sengaja (Hatta, 2008). Kebakaran hutan ialah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya atau mendatangkan bencana. Kebakaran dapat terjadi karena pembakaran yang tidak dikendalikan, karena proses spontan alami, atau karena kesengajaan. Proses alami sebagai contohnya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering yang mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau percikan api (Notohadinegoro, 2006). Kebakaran yang terjadinya akibat kesengajaan manusia dikarenakan oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang, perkebunan (PIR), Hutan Tanaman Industri (HTI), penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan sebagainya (Hatta, 2008). Menurut Darwiati dan Tuheteru (2010) di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan hampir 99% diakibatkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun tidak (unsur kelalaian). Diantara angka persentase tersebut, kegiatan konversi lahan menyumbang 34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14%, proyek transmigrasi 8%; sedangkan hanya 1% yang disebabkan oleh alam. Faktor lain yang menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan lahan sehingga menjadi pemicu kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara dan gambut. 2.4 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan Riau 2019 Kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, di tanah mineral dan gambut (Saharjo, 1997; Page et al., 2002; Syaufina 2008). Kebakaran yang terjadi di lahan gambut lebih sulit diatasi karena api dapat menyebar melalui biomassa di atas tanah dan di lapisan gambut di bawah permukaan (Sumantri 2007). Proses membara di lahan gambut ini sulit diketahui penyebarannya secara visual (Rein et al., 2008). Kondisi gambut kering akibat pembukaan lahan dan kanal / parit dapat menyebabkan lahan gambut mudah terbakar, terutama di musim kemarau yang panjang (Jaenicke et al. 2010). Terkait hal ini, Provinsi Riau menjadi salah satu daerah yang perlu mendapat perhatian khusus karena memiliki luas lahan gambut 3,867,413 ha atau 43,61% dari total luas (Kementerian Pertanian, 2011). Ketersediaan data / informasi tentang tingkat kerentanan dan potensi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau menjadi penting. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu metode yang dapat memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam memantau dan memahami terjadinya kebakaran hutan, apakah insiden tersebut telah terjadi atau prediksi kebakaran di masa depan. Pemodelan spasial kebakaran hutan dan lahan telah menjadi topik studi oleh banyak peneliti, menggunakan berbagai pendekatan dan pertimbangan, termasuk faktor lingkungan (biofisik), sosial ekonomi, dan kebijakan. Jaya et al. (2007) memodelkan kebakaran dengan menggunakan variasi dalam pola iklim lokal (curah hujan), vegetasi (tutupan lahan, kepadatan biomassa, dan kelembaban), penggunaan lahan dan beberapa faktor terkait seperti jarak dari sungai, jalan dan pemukiman. Saito et al. (2002) menilai keterkaitan antara hotspot dan aksesibilitas jalan / sungai sebagai faktor penting dalam pemetaan peta risiko kebakaran di Jambi, Sumatra. Terjadinya kebakaran hutan dan lahan dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia. Faktor alami yang sering memicu kebakaran hutan n dan lahan adalah kondisi iklim yang ekstrem, seperti musim kemarau yang berkepanjangan karena fenomena El Nino. Berdasarkan penelitian Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran hun dan lahan di Indonesia diduga lebih disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia daripada faktor alam. Pada tahun 2019, Karhutla Riau diyakini terjadi akibat kesengajaan/faktor manusia. Hal ini di tegaskan oleh Kementerian Kehutanan yang meyakini adanya oknum tertentu yang membuat terjadinya kebakaran hutan di Riau seluas 10 ribu hektar lebih. Meskipun begitu faktor alam juga mempengaruhi kebakaran dimana cuaca panas dan angin kencang membuat karhutla di Riau makin meluas dan sulit dikendalikan. 2.5 Polusi Udara Yang Diakibatkan Kebakaran Hutan Riau Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau berdampak buruk pada kualitas udara. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang terpantau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sabtu 14 September menunjukkan kualitas udara terburuk terjadi di wilayah Pekanbaru, Riau. Rekapitulasi Data P3E Sumatera KLHK dan Dinas LHK Provinsi Riau mencatat ISPU ( Indeks Standar Pencemar Udara ) tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rohan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113. Pada Jumat 13 September lalu, kualitas udara di wilayah Riau pada kondisi sangat tidak sehat hingga berbahaya. Kualitas udara yang diukur dengan ISPU memiliki kategori baik (0-0), sedang (51-100), tidak sehat (101-199), sangat tidak sehat (200-299), dan berbahaya (lebih dari 300). Kabut asap pekat imbas kebakaran hutan dan lahan menyelimuti langit Riau. Jarak pandang di Kabupaten Pelalawan paling parah hanya tembus 400 meter.BMKG Pekanbaru, Sabtu (21/9/2018) merilis hotspot atau titik panas di Riau. Pada level confidence 50 persen, di Riau terdeteksi ada 198 hotspot.Namun jumlah ini pada level 70 persen, jumlah hotspot yang diperkirakan ada titik api menjadi 129 lokasi. Titik panas ini ada di Bengkalis 13! Meranti 1, Kuansing 2, Pelalawan 18, Rohol 38, Inhil 47, Inhu 10. Kondisi asap pekat ini sudah membuat masyarakat banyak yang jatuh sakit. Sejumlah posko kesehatan yang dikelola masyarakat ramai dikunjungi untuk berobat. Anak-anak banyak mengungsi bersama orang tuanya di posko kesehatan di DPW PKS Riau, di Jl Soekarno-Hatta, Pekanbaru. Langit Riau diselimuti asap yang membuat tampak cahaya matahari menjadi menguning. Udara di Kota Pekanbaru masuk kategori level berbahaya. Itu dikarenakan kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Riau serta kiriman dari daerah lain. Staf Analisa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, Sanya Gautami mengatakan, buruknya kualitas udara di Riau tidak lepas dari kiriman asap Provinsi Jambi. Sebab, kebakaran lahan di Jambi juga sangat parah. Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Provinsi Riau semakin pekat. Tak hanya jarak pandang yang terbatas, bahkan kualitas udara di sana sudah masuk pada level berbahaya. Kondisi itu memaksa sejumlah warga Riau mengungsi. 2.6 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Polusi Udara Riau - Mengerahkan 50 Helikopter Pemerintah mengerahkan 50 helikopter dari berbagai kementerian dan lembaga, TNI, Polri, dan swasta untuk melakukan water bombing guna memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Provinsi Riau. - Hujan Buatan Pemerintah memanfaatkan peluang hujan buatan, akan tetapi hujan buatan dapat dilakuan dengan syarat kadar air di wilayah tersebut mencapai 75 persen. Bila ditaburi garam, maka awan akan menurunkan hujan. Pemerintah juga membentuk Pasukan Pemadam Reaksi Cepat (PPRC). Pasukan itu bertujuan dibekali pesawat bermuatan garam untuk ditaburkan ketika kadar air telah mencapai angka yang ditentukan. Pemerintah menyiapkan pesawat udara di tempat-tempat kritis dimuati garam, ada laporan bahwa awan itu sudah cukup kuat kemudian dijadikan hujan, pesawat naik langsung tabur garam. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, di tanah mineral dan gambut . Kebakaran yang terjadi di lahan gambut lebih sulit diatasi karena api dapat menyebar melalui biomassa di atas tanah dan di lapisan gambut di bawah permukaan . Proses membara di lahan gambut ini sulit diketahui penyebarannya secara visual . Ketersediaan data / informasi tentang tingkat kerentanan dan potensi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau menjadi penting. Sistem Informasi Geografis adalah salah satu metode yang dapat memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam memantau dan memahami terjadinya kebakaran hutan, apakah insiden tersebut telah terjadi atau prediksi kebakaran di masa depan. Pemodelan spasial kebakaran hutan dan lahan telah menjadi topik studi oleh banyak peneliti, menggunakan berbagai pendekatan dan pertimbangan, termasuk faktor lingkungan , sosial ekonomi, dan kebijakan. Terjadinya kebakaran hutan dan lahan dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia. Faktor alami yang sering memicu kebakaran hutan n dan lahan adalah kondisi iklim yang ekstrem, seperti musim kemarau yang berkepanjangan karena fenomena El Nino. Berdasarkan penelitian Saharjo dan Husaeni , kebakaran hun dan lahan di Indonesia diduga lebih disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia daripada faktor alam. DAFTAR PUSTAKA https://www.forestdigest.com/detail/1124/apa-itu-hutan http://repository.uin-suska.ac.id/2594/3/BAB%20II.pdf https://www.kompasiana.com/affonwidiagna4324/5da1cc0c097f3616ba3b3d83/penyebab-kebakaran-riau https://bappeda.bengkuluprov.go.id/?p=1095 https://regional.kompas.com/read/2019/07/29/16061861/cuaca-panas-dan-angin-kencang-jadi-penyebab-kebakaran-lahan-di-riau-meluas https://regional.kompas.com/read/2019/09/09/19101291/kebakaran-hutan-dan-lahan-kian-meluas-kabut-asap-merata-di-riau?page=all