Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi Konten Guru Biologi SMP melalui Analisis Rekaman Video Pembelajaran

2020

Kegiatan refleksi diri dapat membantu dan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran. Selain itu, masukan yang diperoleh oleh guru selama melakukan refleksi diri dapat meningkatkan pengetahuan pedagogi konten guru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan rekaman video sebagai alat efektif praktik reflektif untuk guru. Subjek penelitian terdiri dari empat guru biologi yang telah terlibat dalam kegiatan lesson study di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Indonesia. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kesamaan materi pembelajaran yang didokumentasikan pada kegiatan open lesson , yaitu pada materi sistem pernapasan manusia. Pada penelitian ini, subjek penelitian terlibat dalam dua kegiatan. Pertama, para peserta sebagai subjek penelitian melakukan analisis refleksi diri dari video pembelajaran mereka sendiri. Kedua, para peserta melakukan analisis refleksi diri menggunakan video pembelajaran dari guru lain. Data dianalisis dengan kategorisasi jawaba...

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Volume 8, Nomor 1, halaman 10-26, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi p-ISSN: 2338-4379 e-ISSN: 2615-840X REFLEKSI DIRI DAN PENGETAHUAN PEDAGOGI KONTEN GURU BIOLOGI SMP MELALUI ANALISIS REKAMAN VIDEO PEMBELAJARAN Ikmanda Nugraha1*, Ari Widodo2, Riandi2 1Program 2Program Studi Pendidikan IPA FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia Studi Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia *Corresponding Author: ikmandanugraha@upi.edu DOI: 10.24815/jpsi.v8i1.15317 Received: 2 Januari 2020 Revised: 5 Maret 2020 Accepted: 10 Maret 2020 Abstrak. Kegiatan refleksi diri dapat membantu dan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran. Selain itu, masukan yang diperoleh oleh guru selama melakukan refleksi diri dapat meningkatkan pengetahuan pedagogi konten guru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan rekaman video sebagai alat efektif praktik reflektif untuk guru. Subjek penelitian terdiri dari empat guru biologi yang telah terlibat dalam kegiatan lesson study di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Indonesia. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kesamaan materi pembelajaran yang didokumentasikan pada kegiatan open lesson, yaitu pada materi sistem pernapasan manusia. Pada penelitian ini, subjek penelitian terlibat dalam dua kegiatan. Pertama, para peserta sebagai subjek penelitian melakukan analisis refleksi diri dari video pembelajaran mereka sendiri. Kedua, para peserta melakukan analisis refleksi diri menggunakan video pembelajaran dari guru lain. Data dianalisis dengan kategorisasi jawaban refleksi diri kemudian diikuti dengan kegiatan wawancara. Hasil wawancara kemudian ditranskrip untuk klarifikasi dengan hasil jawaban refleksi diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melakukan analisis diri dengan menggunakan rekaman video menjadikan para guru menyadari kelebihan dan kekurangan sesi pembelajaran yang mereka lakukan dan memberikan ide-ide baru untuk perbaikan di masa mendatang. Kata Kunci: Refleksi Guru Biologi, Analisis Video, Sistem Respirasi Manusia Self-reflection facilitates teachers to reflect on their teaching and elaborate feedback for the improvement of their classroom practices. In addition, the feedbacks during self-reflection can improve the teacher's pedagogical content knowledge. The purpose of this study was to examine Abstract. the use of video-recording as an effective tool of reflective practice for teachers. The participants of the study consist of four biology teachers who have been enrolling Lesson Study program in Sumedang, West Java, Indonesia. The participants were chosen based on the similarity of the teaching material that was documented during their open lesson session, which is human respiration system. In this study the participants involved in two activities. First, the participants conduct self-reflection analysis of their own teaching video. Second, the participants conduct selfreflection analysis using another teacher’s teaching video. Data were analyzed by categorizing selfreflection answers and then followed by interview activities. The results of the interview are then 10| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 transcribed for clarification with the results of self-reflection answers. The results of the study indicated that conducting self-analysis by using video recording made the teachers realizing the strengths and weaknesses of their teaching session and let them have new ideas for improving their teaching in the future. Keywords: Biology Teacher Reflection, Video Analysis, Human Respiration System PENDAHULUAN Faktor-faktor yang berpengaruh kegiatan pembelajaran di dalam kelas seperti karakteristik materi pelajaran, pengetahuan awal siswa dan interaksi sosial yang terjadi di dalam kelas sangat penting untuk diperhatikan (Madeira, 2010). Telah menjadi fakta yang diterima umum bahwa apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas sangat berpengaruh terhadap hasil pencapaian belajar siswa. Dengan kata lain, pengetahuan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas memiliki hubungan yang erat dengan seberapa baik dan seberapa banyak siswa belajar (Marzano, 2012). Pada pembelajaran sains, kemunduran minat siswa dalam mempelajari sains sangat berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam menyampaikan materi. Guru cenderung fokus pada isi materi pelajaran dan sedikit memperhatikan faktor pedagogis (Schultze & Nilsson, 2018). Guru menggunakan berbagai pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Pengetahuan seorang guru merupakan sesuatu yang sangat kompleks karena pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh sejarah hidup, latar belakang pengalaman, emosi dan tujuan (Gess-Newsome, 2012). Guru dengan pengetahuan yang terdiferensiasi dan terintegrasi akan memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan guru yang memiliki pengetahuan terbatas dan terpecah, dalam hal merencanakan dan membuat suatu kegiatan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman yang mendalam dan terintegrasi (Magnusson, dkk., 1999). Sebagai konsekuensi dari tuntutan dan rumitnya profesi guru, guru memiliki sedikit waktu untuk mengembangkan profesionalismenya dan juga memiliki kemampuan yang terbatas untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang rutin dilakukannya (Otienoh, 2011). Program-program pengembangan profesi guru terus digalakan dan diteliti untuk dapat membantu guru meningkatkan kualitas pembelajaran, namun penelitian menunjukkan bahwa banyak guru yang enggan untuk mengikuti program tersebut karena berbagai alasan meskipun mereka menyadari manfaat yang besar dari kegiatan tersebut (Hwang, dkk., 2018). Strategi pedagogis yang baru, misalnya penggunaan teknologi dalam kegiatan pembelajaran, terkadang jarang sekali digunakan, sehingga guru cenderung untuk menggunakan strategi yang itu-itu saja. Kondisi tersebut dapat menjadikan guru bersifat konservatif dan sulit untuk menggunakan strategi yang lainnya. Misalnya, banyak guru yang menganggap bahwa inkuri atau konstruktivisme merupakan metode yang efektif dalam pembelajaran sains, tetapi guru-guru tersebut kembali menggunakan cara-cara lama (Madeira, 2010; Hwang dkk., 2018). Banyak literatur mengenai pengembangan profesional telah difokuskan pada praktek reflektif (Schön, 1987). Praktek tersebut merupakan sarana yang memungkinkan pertumbuhan atau pengembangan pengetahuan guru. Banyak penelitian yang menungkap kebermanfaatan dari praktek refleksi yang dilakukan guru. Guru dapat Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |11 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 menemukan kelebihan dan kekurangan serta memberikan orientasi untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya (Philipsen, dkk., 2019; Singh, dkk., 2019; Stenberg, dkk., 2016; Sulzer & Dunn, 2019). Perspektif teoritis tentang pertumbuhan pengetahuan guru selama praktek profesional, dimana refleksi terjadi dalam konteks kegiatan kelas untuk mengkonstruksi pengetahuan (Schön, 1987). Sebagai contoh, jika ada sesuatu menarik perhatian guru selama kelas (misalnya, miskonsepsi pada siswa), guru dapat mengenali momen ini sebagai sesuatu yang penting dan segera merenungkan perubahan yang mungkin untuk kelas berikutnya atau kegiatan pembelajaran berikutnya. Kegiatan refleksi ini merupakan refleksi langsung. Guru membuat suatu strategi yang baru berdasarkan hasil refleksinya sekaligus merupakan suatu tindakan baru dalam pengembangan pengetahuan profesionalnya. Selanjutnya, Schön (1983) memandang bahwa guru yang reflektif merupakan seorang ahli yang dapat melakukan suatu tindakan dengan baik. Guru yang reflektif bertindak dalam kehidupan kesehariannya dengan menampilkan pengetahuan yang dimilikinya, yang dikenal dengan ‘knowing-in-action’, yaitu perbuatan yang dilakukan dengan tidak disadari dan terjadi secara spontan. Schön memandang hal tersebut sebagai bagian paling sederhana dari parktek reflektif. Sebagai tambahan ‘reflection-in-action’ dirasakan terjadi ketika seorang guru langsung melakukan penyesuaian terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Komponen yang lebih jauh mengenai tindakan reflektif, yaitu ‘reflection-on-action’ yang melibatkan proses berpikir atau memikirkan suatu peristiwa setelah peristiwa itu terjadi. Kedua bentuk komponen praktek reflektif tersebut sangat dibutuhkan dalam konteks kegiatan pembelajaran. Guru yang reflektif cenderung menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan interaksi yang terjadi di dalam kelas dan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi baik yang diharapkan maupun yang tidak berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukannya (Larrivee, 2006). Guru tersebut melakukan pemikiran yang mendalam terhadap setiap kegiatan yang dilakukannya di dalam kelas dengan tujuan untuk perbaikan dan kemajuan. Guru yang tidak reflektif sering mengalami kegagalan dalam mengenali masalah, memiliki sedikit keinginan untuk maju, dan tidak tertarik untuk mencapai potensi professional yang lebih tinggi. Beberapa literatur pendidikan guru memunculkan beberapa fitur umum yang menonjol dari refleksi yang dipandang sebagai bentuk kognisi (Schon, 1987). Hatton & Smith (1995) mendefinisikan tiga karakteristik refleksi, yaitu: (a) refleksi kritis, yang mencakup berpikir tentang tindakan seseorang dalam hubungan dengan orang lain, (b) refleksi dialogis, yang memerlukan berpikir tentang tindakan sebagai narasi, dan (c) refleksi deskriptif, yang mencakup berpikir tentang tindakan dan memberikan alasan untuk tindakan. Lebih lanjut Larrivee (2006) mengelompokan refleksi menjadi tiga tingkatan, yaitu: (a) refleksi permukaan, (b) refleksi pedagogis, dan (c) refleksi kritis. Konsep refleksi diri merupakan konsep refleksi dialogis, personal dan terjadi di dalam diri seseorang (Valli, 1997). Refleksi diri berfokus pada bagaimana seorang guru mengkaji keyakinan dan nilai, harapan dan asumsi, pengaruh keluarga dan kondisi budaya yang berpengaruh terhadap siswa dan belajarnya (Larrivee, 2006). Menurut Richards (1992) terdapat macam-macam cara yang dilakukan guru untuk melakukan refleksi diri, diantaranya: (1) membuat catatan pengalaman, (2) laporan diri, (3) autobiografi, (4) jurnal, (5) buku harian dan (6) merekam kegitan pembelajaran. Penelitian telah mengungkap bahwa berbagai teknik reflektif tersebut dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas (Göker, 2016; Dieker & Monda-Amaya, 1995; Helyer, 2015; Tiarina & Rozimela, 2017). Melalui proses refleksi, guru berpikir tentang praktik kelas mereka dan mempertanyakan mengapa ada beberapa pelajaran yang sukses dan mengapa ada beberapa yang tidak. Namun, ada beberapa masalah yang terkait dengan refleksi. Banyak guru tidak mencerminkan 12| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 sebagai bagian dari rutinitas biasa mereka karena tidak memiliki waktu atau kesempatan untuk mengembangkan keterampilan ini (Otienoh, 2011). Penelitian ini berusaha untuk mengungkap praktek reflektif dari dari guru SMP yang sebelumnya telah terlibat dalam kegiatan lesson study (LS) di kabupatan Sumedang. Selain itu, penelitian ini juga ingin menggali hubungan antara kegiatan tersebut dengan perkembangan pengetahuan guru yang dikenal dengan pengetahuan pedagogi konten atau pedagogical content knowledge (PCK) (Shulman, 1986). PCK sendiri merupakan bentuk pengetahuan unik seorang guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. PCK merupakan pengetahuan yang mengakar dari suatu keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru bukan hanya sekedar untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, dan siswa mempelajarinya hanya dengan menyerap informasi yang guru berikan (Loughran, dkk., 2012). PCK guru akan terus berkembang dalam diri seorang guru seiring dengan waktu dan pengalaman; tentang bagaimana mengajarkan suatu materi pelajaran dengan cara tertentu dalam membantu siswa untuk mempelajarinya. Meskipun demikian, PCK bukan merupakan suatu bentuk tunggal yang sama untuk setiap guru pada mata pelajaran yang sama (Loughran, dkk., 2012). Untuk mengkaji PCK, para peneliti dan pendidik telah mengembangkan berbagai macam metode dan teknik, misalnya dengan ujian tertulis, peta konsep, observasi, wawancara dan evaluasi multi-metode. Metode dan teknik tersebut digunakan untuk macam-macam tujuan misalnya untuk evaluasi guru, pengembangan staff dan program (Baxter & Lederman, 1999). Penelitian telah mengungkap bahwa teknik intervensi dengan berbagai prosedur dapat meningkatkan PCK dan kualitas pembelajaran (BayramJacobs, dkk., 2019; Evens, dkk., 2015; Gess-Newsome, dkk., 2019; Gokkurt, dkk., 2017; Nind, 2019; Stasinakis & Athanasiou, 2016). Materi sistem pernafasan pada manusia dipilih karena merupakan materi pelajaran yang memiliki konsep-konsep penting untuk siswa pahami berkaitan dengan fungsi, struktur serta kelainan organ yang dimilikinya. Kemudian, konsep-konsep dalam materi sistem pernafasan juga merupakan konsep-konsep yang umumnya terdapat miskonsepsi baik pada guru maupun pada siswa (Tekkaya, 2002). Selain itu, terdapat pula konsep-konsep pada materi sistem pernafasan manusia yang dianggap sulit oleh siswa untuk dipelajari. Oleh karena itu, konsep-konsep tersebut juga merupakan suatu tantangan bagi guru untuk mengajarkannya. Secara umum penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Apakah guru biologi SMP menyadari kelebihan dan kelemahan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya setelah melakukan refleksi diri menggunakan rekaman video pembelajaran yang dilakukan diri sendiri? (2) Adakah ideide baru yang dimiliki guru biologi SMP setelah melakukan refleksi diri menggunakan rekaman video pembelajaran yang dilakukan diri sendiri? dan (3) Bagaimanakah kontribusi kegiatan refleksi menggunakan rekaman video pembelajaran diri sendiri dan orang lain terhadap pengembangan PCK guru biologi SMP? METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif (Frankael, dkk., 2012; Creswell, 2012). Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks (Creswell, 1998). Subjek penelitian pada penelitian ini adalah empat guru mata pelajaran biologi SMP yang terlibat dalam kegiatan LS yang dilakukan oleh FPMIPA UPI di Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |13 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Guru-guru tersebut dipilih sebagai subjek penelitian karena kegiatan pembelajaran materi sistem pernafasan dari masing-masing guru telah didokumentasikan dalam bentuk rekaman video oleh tim dokumentasi LS FPMIPA UPI. Rekaman video pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah rekaman video pada materi sistem pernafasan berasal dari dokumentasi kegiatan LS di Kabupaten Sumedang. Terdapat empat rekaman video pembelajaran pada materi sistem pernafasan. Hal tersebut terjadi karena pada periode tersebut semua materi IPA dilibatkan pada semua kegiatan LS dan penentuan materi yang akan direkam disesuaikan dengan jadwal pembelajaran di sekolah sehingga kegiatan pembelajaran yang direkam terdiri dari berbagai topik. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk dan sumber data meliputi isian guru pada instrumen CoRe (Loughran, dkk., 2012), catatan refleksi diri, catatan tanggapan mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh guru lain, wawancara terstruktur dan rekaman video pembelajaran. Salah satu bentuk kelebihan dari pendekatan studi kasus dalam penelitian ini adalah banyaknya sumber data dapat digunakan untuk penunjang dalam penelitian studi kasus (Merriam, 1998). Penelitian dilakukan dengan menghubungi masing-masing guru yang videonya terpilih untuk meminta perijinan dan kesediannya untuk terlibat dalam penelitian ini. Setelah semua guru setuju untuk terlibat dalam penelitian, peneliti mengunjungi masingmasing sekolah dimana guru tersebut bertugas dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini. Tahapan penelitian dimulai dengan memberikan isian CoRe untuk masingmasing guru. Setelah guru mengisi isian CoRe, guru melakukan refleksi diri dengan menyaksikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut. Selama melakukan refleksi diri, guru dipandu dengan pertanyaan pengarah refleksi diri. Setelah itu, guru kembali diminta untuk mengisi isian CoRe. Berdasarkan isian CoRe 1, catatan refleksi diri dan isian CoRe 2, kemudian dilakukan wawancara pada masing-masing guru dengan tujuan untuk mengungkap PCK guru berdasarkan sumber-sumber informasi yang terkumpul tadi. Tahapan selanjutnya adalah dengan melibatkan guru pada kegiatan video coaching. Guru diberikan rekaman video pembelajaran guru lain yang tersimpan dalam sebuah flasdisk yang telah dilengkapi dengan perangkat lunak video analyzer. Guru kemudian melakukan analisis video dengan memberikan cacatan berupa tanggapan terhadap materi yang dimuat dalam paket video coaching. Di akhir kegiatan, guru kembali diberikan instrumen CoRe. Berdasarkan catatan tanggapan terhadap rekaman pembelajaran guru lain dan isian CoRe 3, kemudian dilakukan wawancara pada masingmasing guru dengan tujuan untuk mengungkap PCK guru berdasarkan sumber-sumber informasi yang terkumpul tadi. Data dianalisis dengan kategorisasi jawaban refleksi diri kemudian diikuti dengan kegiatan wawancara. Hasil wawancara kemudian ditranskrip untuk klarifikasi dengan hasil jawaban refleksi diri. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelebihan dan Kelemahaman Pembelajaran yang Diungkap melalui Refleksi Diri Refleksi diri untuk seorang guru merupakan sebuah konsep refleksi dialogis, personal dan terjadi di dalam diri seseorang (Valli, 1997). Pada prakteknya, refleksi diri berfokus pada bagaimana seorang guru mengkaji keyakinan dan nilai, harapan dan 14| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 asumsi, pengaruh keluarga dan kondisi budaya yang berpengaruh terhadap siswa dan cara belajarnya (Larrivee, 2006). Menurut Richards (1992) terdapat berbagai cara yang dilakukan guru untuk melakukan refleksi diri, diantaranya: (1) membuat catatan pengalaman, (2) laporan diri, (3) autobiografi, (4) jurnal, (5) buku harian, dan (6) merekam kegiatan pembelajaran. Pada penelitian ini guru melakukan kegiatan refleksi diri dengan menyaksikan kembali rekaman video pembelajaran yang telah dilakukannya. Dengan melakukan kegiatan refleksi diri menggunakan rekaman video pembelajaran yang dilakukan oleh diri sendiri, guru-guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat menyadari kelebihan dan kelemahan dirinya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Menyadari kelebihan dan kelemahan diri sendiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran merupakan suatu faktor yang penting dalam usaha guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya (Simon & Campbell, 2012). Lebih lanjut menurut Pellegrino & Gerber (2012), melakukan kegiatan refleksi diri yang dilakukan dengan baik dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkan kegiatan pembelajarannya berdasarkan pada proses yang dialami sendiri. Proses yang dialami sendiri ini merupakan hal mendasar bagi seorang guru untuk dapat menyadari kondisi diri sebelum melakukan eksplorasi yang lebih jauh terhadap dirinya. Dalam mengungkapkan kelebihan dan kelemahan, guru-guru yang terlibat dalam penelitian ini memiliki perbedaan aspek-aspek yang diungkapnya. Perbedaan aspekaspek tersebut didasarkan pada fokus perhatian dan ketertarikan guru pada saat melakukan kegiatan refleksi diri. Secara umum kelebihan dan kelemahan yang telah diungkapkan masing-masing guru terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Kelebihan dan kelemahan yang diungkap guru setelah melakukan refleksi diri Guru 1. A Kelebihan Kegiatan praktikum dibimbing 1. dengan baik karena media peraganya dibatasi oleh guru dan siswa 2. mengikuti arahan proses kegiatan praktikum. 3. 4. 5. Guru 1. B Bagian apersepsi dan motivasi karena 1. pada kegiatan tersebut siswa dituntut untuk fokus terhadap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. 2. Kelemahan Guru memberikan pertanyaan tidak terfokus pada salah satu siswa. Guru tidak memperhatikan posisi dan kondisi duduk siswa pada saat memberikan penjelasan. Guru hanya memberikan reward setelah presentasi siswa saja. Guru tidak menegur siswa yang tidak memperhatikan dan siswa yang kurang konsentrasi. Siswa kurang tereskplor kompetensinya sehingga banyak diam dan tidak aktif. Pada saat praktek bermain peran, guru tidak tegas menjelaskan mekanisme bermain peran sehingga siswa tidak memahami apa yang harus mereka lakukan atau perankan Setelah kegiatan bermain peran, Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |15 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Guru 1. C Media yang digunakan merupakan 1. media sederhana yang berasal dari lokal material dan dapat dibuat siswa 2. sendiri. 3. Guru 1. D Guru melakukan klarifikasi terhadap 1. jawaban siswa dengan tujuan untuk meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat. Siswa bekerja dengan baik pada saat demonstrasi, sehingga kegiatan pembelajaran berhasil. 2. siswa tidak diberikan tanggung jawab atau tugas untuk berdiskusi sehingga tidak ada interaksi antar siswa. Media yang digunakan tidak cukup untuk seluruh siswa. Materi banyak yang tidak tersampaikan karena waktu. Siswa terlihat tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru kurang memotivasi siswa dalam bekerja kelompok dan melakukan praktek dengan alat peraga. Hasil refleksi diri yang dilakukan guru-guru tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang menjadi fokus perhatian guru umumnya pada teknis kegiatan pembelajaran, perilaku siswa, media dan dinamika kegiatan pembelajaran. Guru-guru belum melakukan refleksi secara menyeluruh dan mendalam pada hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru sebagai pengajar, dan hal-hal pendukung lainya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran, misalnya dengan merefleksikan baik tidaknya suatu metode pembelajaran ataupun merefleksikan konsep-konsep esensial (penting) dari materi pelajaran yang dilakukannya. Menurut Larrivee (2006) jenis refleksi diri yang guru-guru lakukan tersebut termasuk ke dalam jenis refleksi permukaan (superficial reflection). Refleksi jenis ini merupakan refleksi yang masih berfokus pada metode-metode atau strategi-strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fokus perhatiannya pada teknis yang berkaitan dengan cara-cara bagaimana membuat siswa diam dan dapat diatur dengan baik, bukan pada pertimbangan nilai-nilai penting dari tujuan pembelajaran yang telah dibuat. Refleksi diri yang dilakukan oleh Guru A, Guru B, dan Guru C termasuk ke dalam jenis refleksi permukaan karena hal-hal yang menjadi fokus perhatian merupakan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan teknis kegiatan pembelajaran. Hal yang berbeda dilakukan oleh guru D, guru D melakukan refleksi dengan tidak lagi terlalu berfokus pada teknis kegiatan pembelajaran tetapi memberikan penekanan pada klarifikasi atau pelurusan jawaban dan konsep-konsep penting yang harus siswa pahami dari kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Guru D menjelaskan “metode yang digunakan waktu itu berhasil, saya selalu melakukan klarifikasi untuk memastikan jawaban siswa benar dan sesuai dengan konsep untuk sistem pernapasan, baik untuk jawaban LKS dan jawaban lisan, meskipun siswa terlihat canggung karena bukan siswa saya, mereka tidak kenal saya sebelumnya, tetapi secara umum siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik”. Jenis refleksi diri yang guru D lakukan termasuk ke dalam jenis refleksi pedagogis (pedagogical reflection) karena pada tingkatan ini, guru mempertimbangkan tujuan 16| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 pendidikan, teori yang mendasari pendekatan yang dilakukan, dan hubungan antara pensip-prinsip teoritis dengan dengan praktek di lapangan (Larrivee, 2006). Guru yang melakukan refleksi pedagogis akan berusaha untuk memahami dasar teoritis dari praktek kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dan terus berusaha untuk mengembangkan konsistensi mengenai apa yang dinyatakan dalam teori dengan kenyataan yang terjadi di dalam kelas. Guru D sudah jauh merefleksikan hal-hal yang lebih esensial (penting) dalam pembelajaran yaitu untuk memastikan siswa memperoleh pemahaman atau konsep-konsep yang benar mengenai sistem pernapasan manusia pada saat dan setelah mempelajarinya. Seluruh guru dalam penelitian ini merupakan guru-guru yang berpengalaman dalam melakukan refleksi kegiatan pembelajaran. Pengalaman tersebut mereka peroleh dari kegiatan LS yang mereka ikuti selama ini. Program LS merupakan program yang dilakukan atas kerjasama Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang dengan Universitas Pendidikan Indonesia. Tujuan dari program LS adalah untuk membentuk komunitas belajar guru (Hendrayana, dkk. 2006). Dalam kegiatan LS guru-guru memiliki kesempatan untuk merencanakan, mengobservasi dan merefleksikan kegiatan pembelajaran. Refleksi yang dilakukan dalam LS menggunakan teknik “siswa sebagai cermin”. Teknik tersebut dilakukan dengan asumsi untuk mengurangi dampak psikologis yang guru alami ketika memperoleh masukan atau kritik secara langsung. Dengan menggunakan siswa sebagai cermin, pendapat dan kritik tidak secara langsung ditujukan kepada guru tetapi disampaikan dengan memperhatikan respon-respon ataupun ekspresi siswa. Ketika guru-guru dalam penelitian ini dihadapkan untuk melakukan refleksi diri menggunakan rekaman video pembelajaran yang telah mereka lakukan, guru-guru memiliki kebebasan untuk merefleksikan hal-hal apa saja berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang telah mereka lakukan. Selama melakukan refleksi, guru-guru umumnya menggunakan teknik yang telah mereka kenal dalam kegiatan LS sebelumnya yaitu dengan menggunakan siswa sebagai cermin. Sehingga temuan-temuan yang dimunculkan umumnya berkaitan dengan perilaku atau sikap siswa dan hal-hal teknis lainnya. Guru-guru belum mampu untuk melakukan refleksi secara lebih mendalam pada hal-hal yang bersifat pedagogis karena selama kegiatan LS berlangsung belum ada bentuk kajian khusus yang guru-guru peroleh mengenai bagaimana sebaiknya refleksi dilakukan dan komponen-komponen apa yang harus dikaji dalam refleksi tersebut. Selain itu, umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan open-class dalam LS selama ini masih merupakan suatu kegiatan yang belum berhasil secara teknis, sehingga selama melakukan refleksi hal-hal yang guru-guru munculkan juga masih hal-hal yang bersifat teknis. Guru-guru umumnya sangat sulit untuk melakukan refleksi yang mendalam dikarenakan guru-guru memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai komponenkomponen apa saja yang harus direfleksikan dan bagaimana sebenarnya proses refleksi itu sendiri dilakukan (Otienoh, 2011). Guru-guru berpikir bahwa kegiatan refleksi semata-mata merupakan kegiatan untuk mengingat kembali atau melakukan flash back terhadap kegiatan yang sudah dilakukan. Sebagai hasilnya, guru-guru terus saja melakukan refleksi permukaan yang bersifat deskriptif dan sulit sekali untuk bergerak maju sehingga dapat melakukan refleksi yang lebih kristis dan mendalam. Lebih lanjut, menurut Otienoh (2011) guru-guru umumnya masih memerlukan banyak bantuan dari Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |17 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 pihak yang lebih ahli dalam melakukan refleksi secara lebih mendalam dan berkenaan dengan hal-hal yang esensial (penting) dalam pengembangan kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Selain itu, ada beberapa masalah lagi yang terkait dengan refleksi karena banyak guru tidak melakukan kegiatan refleksi ini sebagai bagian dari rutinitas pekerjaan mereka, karena tidak memiliki waktu atau kesempatan untuk mengembangkan keterampilan refleksi ini. Meskipun demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa kegiatan reflektif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas (Göker, 2016; Dieker & Monda-Amaya, 1995; Helyer, 2015; Tiarina & Rozimela, 2017) Ide-Ide Baru Guru Setelah Melakukan Refleksi Diri Pada penelitian ini, selain diungkap mengenai kelebihan dan kelemahan yang guru-guru ungkapkan setelah melakukan refleksi diri, diungkap pula mengani ide-ide baru yang guru-guru miliki berdasarkan hasil refleksinya. Ide-ide baru ini merupakan ideide yang guru-guru pikirkan sebagai bentuk usaha perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukanya ataupun merupakan bentuk inovasi yang akan dicoba untuk diimplentasikan dalam kegiatan pembelajaran yang akan mereka lakukan di masa yang akan datang. Secara umum Ide-ide baru yang telah diungkapkan masingmasing guru terangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Ide-ide baru yang diungkap guru setelah melakukan kegiatan refleksi diri Kondisi pemicu kemunculan ide-ide baru Guru 1. A 2. 3. Guru 1. B Dalam rekaman video materi organorgan penyusun sistem pernapasan hanya diceramahkan dan materi mengenai kelainan dan penyakit tidak dipersiapkan dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam rekaman video tidak akan pernah dilakukan kembali karena tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum Guru A teringat dengan pembelajaran yang berhasil oleh guru lain dengan menggunakan percobaan menggunakan air kapur. Dalam rekaman video guru menyadari dirinya sangat dominan memberikan penjelasan dengan metode ceramah dan kegiatan bermain peran pun “tidak berhasil” atau tidak sesuai dengan rencana yang telah guru buat karena siswa tidak paham dengan peran yang harus mereka perankan. 18| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Ide-ide baru 1. 2. 3. 1. Untuk mempelajari organ-organ penyusun sistem pernapasan akan dibelajarkan dengan menggunakan bantuan torso. Untuk membuktikan adanya karbondioksida akan dilakukan dengan percobaan menggunakan air kapur. Materi penyakit dan kelainan yang akan dipelajari yang bersifat umum saja untuk siswa. Kegiatan pembelajaran seperti yang dilakukan di dalam video akan diperbaiki dengan mengubah metode ceramah dan tanya jawab yang dominan dilakukan guru dengan metode diskusi, kemudian untuk pelaksanaan bermain peran akan dilakukan dengan sebelumnya memberikan dan membagi tugas dan penjelasan bermain peran yang dapat dengan mudah untuk dipahami siswa. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Guru 1. C 2. Dalam rekaman video guru menyadari 1. bahwa kegiatan pembelajaran tidak menggunakan waktu dengan efektif sehingga beberapa materi tidak 2. tersampaikan Beberapa siswa tampak tidak tidak aktif 3. terlibat selama kegiatan pembelajran berlangsung 4. Guru 1. D 2. Guru memiliki keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya dalam video merupakan sebuah pembelajaran yang berhasil karena sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Menggunakan video atau animasi untuk inovasi jika fasilitas di sekolah memadai. 1. Melakukan analisis materi disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Menghemat materi ajar supaya anak tertarik dengan materi yang diajarkan. Menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak Mengelola kelas dengan kondusif Menggunakan media video atau animasi untuk memberikan penjelasan proses-proses dalam sistem pernapasan menjadi lebih jelas dan kongkrit sehingga kegiatan pembelajaran lebih interaktif dan menarik Ide-ide baru yang guru A dan guru D miliki merupakan ide-ide yang tidak baru dalam kegiatan pembelajaran karena sudah umum dilakukan dalam kegiatan pembelajaran untuk mempelajari materi sistem pernapasan pada manusia. Meskipun tidak baru tetapi ide-ide tersebut merupakan ide-ide yang berbeda dengan kegiatan pembelajaran yang selama ini mereka lakukan. Ide-ide yang guru A dan guru D miliki bersifat kongkrit dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran mereka di sekolah. Guru A menyatakan bahwa idenya muncul setelah menyaksikan kegiatan pembelajaran yang dirinya lakukan dalam video ternyata tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum ataupun silabus. Ide untuk menggunakan air kapur dalam membuktikan adanya karbondioksida dalam hembusan nafas guru A peroleh dari pengalaman dan mengobservasi kegiatan pembelajaran yang guru lain lakukan pada saat mengikuti kegiatan MGMP. Ide-ide yang dimiliki guru B dan C merupakan ide-ide perbaikan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sama di masa yang akan datang. Guru B memiliki ide atau rencana yang kongkrit untuk perbaikan kegiatan pembelajaran bermain peran yaitu dengan membuat dan mempersiapkan petunjuk dan penjelasan yang lebih mudah dimengerti siswa dalam melakukan bermain peran. Ide-ide yang dimiliki guru C belum kongkrit dalam rencana perbaikannya, misalnya untuk ide memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter anak tidak dinyatakan mengenai metode seperti apa yang sesuai dengan karakteristik anak tersebut. Ide-ide yang guru miliki tersebut merupakan hasil dari suatu tindakan reflektif yang dikenal dengan reflection-on-action (Schön, 1983). Tindakan ini merupakan refleksi yang melibatkan proses berpikir atau memikirkan suatu peristiwa setelah peristiwa itu terjadi. Reflection-on-action memiliki peran yang sangat besar untuk pengembangan kemampuan guru dalam hal perencanaan kegiatan pembelajaran (Simon & Campbell, 2012). Melalui reflection-on-action, guru dapat menggunakan pengalaman mengajarnya Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |19 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 selama ini sebagai bahan referensi untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran sebagai bagian dari rutinitas pekerjaan profesionalnya. Pada penelitian ini, tidak dilakukan tindak lanjut atau penelurusan terhadap implementasi ide-ide baru tersebut pada kegiatan pembelajaran sistem pernapasan dari masing-masing guru. Meskipun demikian, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa melakukan kegiatan refleksi dengan menyaksikan video pembelajaran yang telah dilakukan oleh diri sendiri dapat memberikan dampak pada rencana kegiatan pembelajaran yang akan guru lakukan di masa yang akan datang, perasaan guru, dan menyadari kekurangan untuk perbaikan meskipun baru hanya terungkap melalui ide-ide saja. Semua guru dalam penelitian ini menyatakan bahwa dengan melakukan kegiatan refleksi kegiatan pembelajaran yang dilakukan diri sendiri mereka menjadi semakin peduli terhadap perhatian siswa, perilaku siswa bahkan dinamika sebenarnya yang terjadi di dalam kelas. Adapun bagaimana masing-masing guru mengungkapkan pendapatnya mengenai kegiatan refleksinya dapat dilihat dari testomoni-testimoni guru sebagai berikut. “Dengan melakukan refleksi, saya dapat mempelajari dalam mengevaluasi pembelajaran yang kurang efektif kemudian berpikir ke depan supaya pembelajaran lebih ditingkatkan dalam mengeksplor kemampuan siswa, kesiapan guru dalam materi yang akan diajarkan, dan media yang harus digunakan (GURU A)” “Saya dapat mengetahui kelemahan-kelemahan saya dalam memberikan pembelajaran, dengan mengubah kelemahan-kelemahan tersebut dengan strategi yang baru yang mudah-mudahan dapat meningkatkan pembelajaran selanjutnya (GURU B)” “Yang dapat dipelajari dari refleksi yaitu dari kelemahan pada kegiatan pembelajaran, pada waktu kegiatan pembelajaran itu, sehingga dengan kelemahan itu dapat dilakukan perbaikan (GURU C)” “Sangat membantu, sebagai bahan referensi dan refleksi diri untuk meningkatkan KBM dalam materi yang sama (GURU D)” Kegiatan Refleksi Menggunakan Rekaman Video Terhadap PCK Guru Secara umum setelah melakukan kegiatan refleksi diri menggunakan video kegiatan pembelajaran yang dilakukan diri sendiri, tidak ada perubahan yang berarti pada isian CoRe guru. Pada isian CoRe setelah refleksi, guru-guru memberikan penjelasan yang lebih rinci pada masing-masing pertanyaan yang ditanyakan, tetapi rincian jawaban tersebut bukan merupakan informasi yang menunjukkan perubahan ide, hanya berupa kalimat-kalimat penjelas saja. Hal ini terjadi karena kegiatan pembelajaran dalam rekaman video merupakan kegiatan pembelajaran “khusus” yang berbeda dengan kegiatan pembelajaran yang sehari-hari mereka lakukan, sedangkan pada saat mengisi instrumen CoRe guru-guru menggunakan pengalaman mengajar mereka sehari-hari. Guru B, guru C dan guru D mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan dalam video merupakan kegiatan pembelajaran yang pada proses perancaannya direncanakan bersama guru lain dan juga dikonsultasikan dengan dosen-dosen 20| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 pembimbing program LS. Hanya rekaman video guru A yang merupakan kegiatan pembelajaran yang semua ide dan prosesnya dilakukan sendiri. Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan guru-guru setelah melakukan refleksi diri menggunakan rekaman video pembelajaran diri sendiri. Setelah guru-guru menganalisis video pembelajaran guru lain yang disusun berupa video coaching terjadi beberapa perubahan pada jawaban guru pada instrumen CoRe. Perubahan yang paling terlihat jelas adalah pada perubahan jawaban pada pertanyaan yang ketujuh, yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan alur atau urutan kegiatan pembelajaran yang akan guru lakukan. Semua guru dalam penelitian ini memiliki pendapat bahwa pelatihan dengan video coaching dapat memberikan banyak manfaat untuk mereka. Video coaching telah memberikan banyak pengetahuan mengenai berbagai alternatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran pada materi sistem pernapasan. Selain itu, video coaching juga dapat memberikan gambaran kegiatan yang kongkrit untuk guru, karena guru secara langsung dapat melihat proses pembelajaran yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir. Hal ini senada dengan peneltian sebelumnya yang mengungkap bahwa teknik intervensi dengan berbagai prosedur dapat meningkatkan PCK dan kualitas pembelajaran (Bayram-Jacobs, dkk., 2019; Evens, dkk., 2015; Gess-Newsome dkk., 2019; Ozdemir, dkk., 2017; Nind, 2019; Stasinakis & Athanasiou, 2016). Adapun pendapat-pendapat guru tersebut dapat terlihat dari testimoni berikut ini. “Kegiatan yang dilakukan di SMP telah memberikan banyak masukan bagi saya untuk perbaikan dan masukan ke depan, dengan video terlihat proses yang guru lakukan secara nyata (Guru A)” “Video ini memberikan banyak alternatif untuk pembelajaran sistem pernapasan pada manusia (Guru B)” “Saya belajar cara-cara menyampaikan materi yang dicontohkan dalam video (Guru C)” “Jika melihat video di SMP lima, saya merasa banyak kekurangan, sehingga kita untuk mengisi kekurangan itu. Saya mendapat banyak masukan, misalnya dalam penyampaian tujuan, kan ada yang ditulis, ada yang dibacakan, ada yang bertanya dulu mengenai pengetahuan anak baru kita sampaikan tujuan pelajaran, dalam prakteknya kita bisa menerapkan tujuan tersebut, karena ternyata tujuan itu tidak harus kita tulis saja, nih misalnya tujuan hari ini adalah ini, kita bisa gali dulu dari pengetahuan anak” Penjelasan mengenai perubahan yang terjadi pada isian jawaban CoRe disebabkan karena guru-guru telah mempelajari sesuatu dari kegiatan video coaching. Teori belajar sosial Bandura (1971) dapat menjelaskan belajarnya guru-guru tersebut. Teori belajar sosial Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Orang belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku tersebut. “Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan yaitu dari mengamati orang lain. Kemudian hasilnya berfungsi sebagai panduan untuk bertindak.”. Seluruh guru dalam penelitian ini menjelaskan bahwa mereka dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dipahami ketika apa yang mereka pelajari itu dipraktekan atau Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |21 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 dicontohkan, misalnya ketika mempelajari mengenai suatu mengajar, mereka akan sangat mengalami kesulitan dan kebosanan jika metode mengajar tersebut dipelajari dengan hanya diceramahkan atau dipresentasikan. Guru-guru mengharapkan praktek langsung dari ahli atau penyuluh yang memberikan materi kepada mereka. Materi yang dimuat dalam video coaching merupakan materi yang kongkrit dan dapat terlihat parkateknya, sehingga dengan materi yang terdapat dalam video coaching tersebut guruguru dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai praktek yang seharusnya dilakukan oleh mereka. Selain itu, penjelasan yang dapat menjelaskan proses belajar guru-guru tersebut adalah konsep self-efficacy. Menurut Schunk (2012) self-efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai apa yang mampu dia lakukan dan berbeda dengan kondisi seseorang mengetahui apa yang harus dilakukan. Pada self-efficacy, seseorang mengases kemampuan dan kapasitasnya sebelum orang tersebut melakukan tindakan. Dengan melakukan refleksi diri, guru-guru pada penelitian ini telah menyadari self-efficacy mereka. Mereka menyadari mereka memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan kegiatan pembelajaran atau dengan kata lain mereka menyadari kapasitas kemampuan mengajar mereka. Ketika seseorang menyadari self-efficacy dirinya, orang tersebut terbuka pada berbagai masukan. Orang tersebut akan mengases masukan tersebut kemudian memilih masukan mana yang mampu dia eksekusi. Dengan kata lain, kegiatan refleksi diri yang telah guru-guru lakukan berpengaruh terhadap selfefficacy mereka sehingga guru memiliki keterbukaan untuk menerima ide-ide baru misalnya ide-ide baru yang terdapat dalam materi video coaching. Self-efficacy seorang guru adalah keyakinan seorang guru terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menyusun dan melakukan kegiatan pembelajaran secara sukses pada suatu materi pelajaran tertentu dan pada konteks tertentu (Tschannen-Moran, dkk., 1998). Self-efficacy ini dihasilkan dari interaksi antara analisis tugas-tugas mengajar pada konteks tertentu dengan analisis kemampuan mengajar secara personal. Bandura (1997) menjelaskan empat sumber-sumber terbentuknya self-efficacy guru yaitu: mastery experience, vicarious experience, social persuasion, dan physiological states. Diantara empat sumber informasi tersebut, Bandura menyatakan bahwa mastery experience merupakan sumber yang paling berpengaruh. Perasaan berhasil dalam mengajar meningkat ketika seseorang memperoleh prestasi dalam sejarah dirinya mengajar, khususnya pada saat kesuksesan masa lalu tersebut diperoleh dengan upaya dan kemampuan individu itu sendiri. Peluang untuk mengamati keberhasilan model (rekan atau mentor) mungkin menjadi sumber vicarious experience yang dapat mendukung penilaian self-efficacy. Social persuasion mengacu pada pembicaraan khusus yang bersifat positif tentang keberhasilan kinerja mengajar yang berasal dari pengawas, kolega, mentor, atau siswa. Terakhir, physiological states (reaksi afektif) terhadap tugas mengajar juga menambah informasi self-efficacy, tergantung pada bagaimana semangat itu ditafsirkan. Keempat sumber informasi tersebut akan diproses secara kognitif, informasi itu akan dipilih, dibobot, dan diintegrasikan ke dalam self-efficacy seseorang. Proses pemilihan, pembobotan dan pengintegrasikan untuk masing-masing orang berbeda, sehingga akhirnya juga akan menghasilkan tindakan yang berbeda pula. 22| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 KESIMPULAN Kegiatan refleksi diri menggunakan rekaman video yang dilakukan diri sendiri dan orang lain mampu menjadikan guru menyadari kelebihan dan kelemahan yang dilakukannya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Bentuk kelemahan dan kelebihan tersebut umumnya masih bersifat teknis kegiatan pembelajaran berupa kelemahan dan kelebihan dalam pengelolaan kelas dan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku siswa. Oleh karena itu, jenis refleksi yang umum guru-guru lakukan tersebut termasuk kepada jenis refleksi permukaan atau refleksi deksriptif. Refleksi jenis ini merupakan refleksi yang masih berfokus pada metode-metode dan strategi-strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fokus perhatiannya pada teknis yang berkaitan dengan cara-cara bagaimana membuat siswa diam dan dapat diatur dengan baik, dan bukan pada pertimbangan nilai-nilai penting dari tujuan pembelajaran yang telah dibuat. Meskipun guru-guru belum melakukan refleksi pada hal-hal yang lebih esensial berkaitan dengan profesi pengajar, tetapi hasil refleksi tersebut telah memberikan banyak manfaat sebagai cerminan untuk melakukan perbaikan pembelajaran di masa yang akan datang. Selain itu, guru–guru juga mengungkapkan ide-ide baru yang berbeda untuk mengajarkan materi pelajaran tersebut di masa yang akan datang. Misalnya dengan melakukan perubahan dan perbaikan pada metode mengajar, pendekatan terhadap siswa, maupun media pembelajarannya. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari pengembangan PCK guru. Dengan penelitian ini, terlihat bahwa dengan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh diri sendiri, dapat memacu guru untuk semakin menyadari kelebihan dan kelemahan yang dilakukannya, sehingga harapan ke depan dapat mengembangkan PCK masing-masing guru, sehingga akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan mereka lakukan. DAFTAR PUSTAKA Bandura, A. 1971. Social learning theory. New York: Morristown. Bandura, A. 1997. Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman. Bayram‐Jacobs, D., Henze, I., Evagorou, M., Shwartz, Y., Aschim, E.L., Alcaraz‐Dominguez, S., Barajas, M., & Dagan, E. 2019. Science teachers' pedagogical content knowledge development during enactment of socioscientific curriculum materials. Journal of Research in Science Teaching, 56(9):1207-1233. Creswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publications. Creswell, J. W. 2012. Educational Research Planning, Conducting, And Evaluating Quantitative and Qualitative Research Fourth Edition. Boston: Pearson Education. Göker, S.D. 2016. Use of Reflective Journals in Development of Teachers’ Leadership and Teaching Skills. Universal Journal of Educational Research, 4(12A):63–70. Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |23 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Dieker, L.A. & Monda-Amaya, L.E. 1995. Reflective teaching: A process for analyzing journals of preservice educators. Teacher Education and Special Education,18(4): 240–252. Evens, M., Elen, J., & Depaepe, F. 2015. Developing Pedagogical Content Knowledge: Lessons Learned from Intervention Studies. Education Research International, 1 :1– 23. Fraenkel, J.R., Wallen, N.E., & Hyun, H.H. 2012. How to design and evaluate research in education. New York: McGraw-Hill Humanities/Social Sciences/Languages. Gess-Newsome, J. 2012. Pedagogical Content Knowledge: An Introduction and Orientation. dalam Gess-Newsome, J. & Lederman, N.G., Examining PCK: The construct and its implications for science education. Boston: Kluwer Academic Press:3-20. Gess-Newsome, J., Taylor, J.A., Carlson, J., Gardner, A.L., Wilson, C.D., & Stuhlsatz, M.A. 2019. Teacher pedagogical content knowledge, practice, and student achievement. International Journal of Science Education, 41(7):944-963. Hendrayana, S., Suryadi, D., Karim, M.A., Sukirman, Ariswan, Sutopo, & Supriatna, A. 2006. Lesson study: suatu strategi untuk meningkatkan keprofesionalan pendidik (pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press. Ozdemir, B.G., Sahin, O., Basibuyuk, K., Erdem, E., & Soylu, Y. 2017. Development of pedagogical content knowledge of classroom teachers on the numbers in terms of two components. International Journal of Research in Education and Science, 3(2):409-423. Hatton, N. & Smith, D. 1995. Reflection in teacher education: Towards definition and implementation. Teaching and Teacher Education, 11(1):33–49. Helyer, R. 2015. Learning through reflection: the critical role of reflection in work-based learning (WBL). Journal of Work-Applied Management, 7(1):15–27. Hwang, M.Y., Hong, J.C., & Hao, Y.W. 2018. The value of CK, PK, and PCK in professional development programs predicted by the progressive beliefs of elementary school teachers. European Journal of Teacher Education, 41(4):448–462. Larrivee, B. 2006. An educator's guide to teacher reflection. Wadsworth Publishing Company. Loughran, J., Berryn, A., & Mulhall, P. 2012. Understanding and Developing Science Teachers’ Pedagogical Content Knowledge 2nd Edition. Rotterdam: Sense Publishers. Magnusson, S., Krajcik, J., & Borko, H. 1999. Nature, sources, and development of PCK for science teaching dalam J. Gess-Newsome & NG Lederman. Examining PCK: The construct and its implications for science education, 95-120. 24| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Marzano, R.J. 2012. Becoming a Reflective Teacher. (Online), (http://pages.solutiontree.com/rs/solutiontree/images/32mwp_BART_chapter.pdf., diakses 10 Februari 2014). Madeira, M.C.A. 2010. The Development of Pedagogical Content Knowledge in Science Teachers: New Opportunities Through Technology-Mediated Reflection and PeerExchange. Disertasi, University of Toronto. (Online), (https://tspace.library. utoronto.ca/bitstream/1807/26422/1/Madeira-Cheryl-Ann_201011_PhD_thesis. pdf., diakses 10 Februari 2018). Merriam, S.B. 1998. Qualitative Research and Case Study Applications in Education. Revised and Expanded from "Case Study Research in Education.". San Francisco :Jossey-Bass Publishers. Nind, M. 2019. A new application for the concept of pedagogical content knowledge: teaching advanced social science research methods. Oxford Review of Education, 117. Otienoh, R.O. 2011. Teachers’ lack of deeper analytical reflections: who is to blame? Reflective Practice: International and Multidisciplinary Perspectives, 12(6):733-747. Pellegrino, M.A. & Gerber, B.L. 2012. Teacher Reflection through Video-Recording Analysis. (Online), http://www.gaera.org/ger/v9n1_2012/No1_FALL_12_ Pelligrino_ Gerber. pdf., diakses 10 Februari 2017). Philipsen, B., Tondeur, J., McKenney, S., & Zhu, C. 2019. Supporting teacher reflection during online professional development: a logic modelling approach. Technology, pedagogy and education, 28(2):237-253 Richards, J.C. 1992. Towards Reflective Teaching. (Online), (https://www.tttjournal. co.uk/ uploads/File/back_articles/Towards_Reflective_Teaching.pdf., diakses 10 Februari 2014). Schön, D. 1983. The Reflective Practitioner. New York: Basic Books. Schön, D. 1987. Educating The Reflective Practitioner. San Francisco: Jossey-Bass. Schultze, F. & Nilsson, P. 2018. Coteaching with senior students–a way to refine teachers’ PCK for teaching chemical bonding in upper secondary school. International Journal of Science Education, 40(6):688–706. Schunk, D.H. 2012. Learning Theories: An Educational Perspective 6th Edition. Boston: Pearson Education, Inc. Simon, S. & Campbell, S. 2012. Teacher Learning and Professional Development in Science Education. dalam Fraser, B. J., Tobin, K. G., dan McRobbie, C. J. Second International Handbook of Science Education Volume 1. New York: Springer Science+Business Media:307-322. Nugraha dkk.: Refleksi Diri dan Pengetahuan Pedagogi..... |25 Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020 Shulman, L.S. 1986. Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational researcher, 15(2):4-14. Singh, P., Rowan, L., & Allen, J. 2019. Reflection, research and teacher education. AsiaPacific Journal of Teacher Education, 47(5):455–459. Stasinakis, P.K. & Athanasiou, K. 2016. Investigating greek biology teachers’ attitudes towards evolution teaching with respect to their pedagogical content knowledge: Suggestions for their professional development. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 12(6):1605–1617. Stenberg, K., Rajala, A., & Hilppo, J. 2016. Fostering theory–practice reflection in teaching practicums. Asia-Pacific Journal of Teacher Education, 44(5):470–485. Sulzer, M.A. & Dunn, M.B. 2019. Disrupting the neoliberal discourse of teacher reflection through dialogical-phenomenological texts. Reflective Practice, 20(5):604–618. Tschannen-Moran, M., Hoy, A.W., & Hoy, W.K. 1998. Teacher efficacy: Its meaning and measure. Review of educational research, 68(2):202-248. Tekkaya, C. 2002. Misconceptions as barrier to understanding biology. Hacettepe Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi, 23(23):259-266. Tiarina, Y. & Rozimela, Y. 2017. Reflection on action: the use of reflective journal plus video recording. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), 10:228–234. Valli, L. 1997. Listening to other voices: A description of teacher reflection in the United States. Peabody Journal of Education, 72(1):67-88. 26| JPSI Vol. 8, No. 1, hlm. 10-26, 2020