Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpi
e-mail:jkpi.puslitbangkan@gmail.com
JURNALKEBIJAKANPERIKANANINDONESIA
Volume 8 Nomor 2 Nopember 2016
p-ISSN: 1979-6366
e-ISSN: 2502-6550
Nomor Akreditasi: 626/AU2/P2MI-LIPI/03/2015
STATUS PEMANFAATAN DAN UPAYA PELESTARIAN IKAN ENDEMIK AIR TAWAR
DI PULAU SUMATERA
THE UTILIZATION STATUS AND CONSERVATION EFFORT OF
ENDEMIC FRESHWATER FISHES IN SUMATRA ISLAND
Eko Prianto*, Reni Puspasari, Dian Oktaviani dan Aisyah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Gedung Balitbang KP II, Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara-14430, Indonesia
Teregistrasi I tanggal: 15 April 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal: 07 Desember 2016;
Disetujui terbit tanggal: 09 Desember 2016
ABSTRAK
Ikan endemik Pulau Sumatera tersebar di beberapa wilayah dengan tipe habitat yang berbedabeda. Saat ini beberapa jenis ikan endemik terancam punah akibat degradasi lingkungan, hilang
atau berubahnya habitat dan eksploitasi yang berlebihan. Tujuan penulisan untuk mengetahui
status sumberdaya ikan endemik Pulau Sumatera dan upaya pelestariannya. Metodologi
pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan studi literatur yang dianalisis secara deskriptif.
Hasil sintesis menunjukkan, jumlah jenis ikan endemik di Pulau Sumatera mengalami peningkatan
disebabkan adanya penemuan jenis ikan baru selama 20 tahun terakhir. Komposisi jenis ikan
endemik Sumatera sebanyak 66 jenis yang terdiri dari 13 famili dan didominasi oleh famili
Cyprinidae sebanyak 21 jenis dan famili Osphronemidae sebanyak 16 jenis. Status pemanfaatan
ikan endemik Pulau Sumatera terdiri dari genting (critically endangered) sebanyak 5 jenis, rawan
(vulnerable) sebanyak 7 jenis, bahaya (endangered) sebanyak 1 jenis, kurang data (data deficient)
sebanyak 1 jenis dan belum dievaluasi (not evaluated) sebanyak 52 jenis. Untuk menjaga
kelestarian sumberdaya ikan endemik di Pulau Sumatera diperlukan pelestarian secara in-situ
dan ex-situ. Upaya pelestarian secara in-situ diantaranya melalui: a) suaka perikanan, b) rehabilitasi
lingkungan dan modifikasi habitat, c) pengendalian ikan introduksi, d) menyusun regulasi
penangkapan ikan sedangkan ex-situ yaitu melalui domestikasi. Sebagai rekomendasi
kedepannya perlu upaya perlindungan melalui: i) penyusunan regulasi tentang perlindungan habitat
ikan endemik dan upaya konservasi jenis ikan: dan ii) pengembangan hatchery untuk domestikasi
dan re-stocking.
Kata Kunci: Status; ikan endemik; Pulau Sumatera
ABSTRACT
Freshwater endemic fish of Sumatra island are distributed and inhabitedt in various habitat.
The sustainability of this fish are under threat due to environmental degradation, habitat modification
and loss, also over exploitation. Desk study in order to understand the conservation state and effort
of this freshwater endemic fishes in Sumatra Island was conducted by collecting secondary data
and literature review then analyzed descriptively. There is an increment number of freshwater
endemic fish with several new species are recorded during the last two decades. The endemic
fishes recorded in Sumatera Island are 66 species from 13 different families. Cyprinidae is the
most dominant family consisting of 21 species followed by Osphronemidae consisting of 16 species.
The conservation state of this freshwater endemic fish is divided into five categories; critically
endangered (5 species), vulnerable (7 species), endangered (1 species), data deficient (1 species)
and not yet evaluated (52 species). To date, the conservation management of endemic fishes in
Indonesia, specially in Sumatra Island is still limited. Therefore, management effort, such as in-situ
and ex-situ conservation should be proposed in the near future. In-situ fish conservation are: a) fish
sanctuary or conservation, b) environmental rehabilitation and habitat modification, c) introduction
___________________
Korespondensi penulis:
e-mail: ekobpppu@gmail.com/eko_pesisir@yahoo.com
Tlp. (021) 6602044, Fax. (021) 6612137
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
111
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016: 111-122
of fish controlling, d) arrangement of fishing regulation. Ex-situ fish conservation can be carried out
through domestication program. it is also recommendated that the preservation of the are endemic
fishes can be done through: i) arrangement of endemic fishes habitat regulation and conservation
and ii) support for hatchery development, domestication and re-stocking programs.
Keywords: Endemic fishes; Sumatera Island, Status
PENDAHULUAN
Secara geografis daerah penyebaran ikan air tawar
di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu: Paparan
Sunda, daerah Wallacea, dan Paparan Sahul. Kottelat
& Whitten, (1996) memperkirakan jumlah spesies ikan
air tawar di Indonesia sekitar -+1.300 spesies, yang
merupakan jumlah tertinggi di Benua Asia. Lebih jauh
dikatakan bahwa biodiversitas spesies ikan air tawar
Indonesia nomor dua terkaya di dunia setelah Brazil
yang kekayaan spesiesnya mencapai + 3.000
spesies.
Para ahli memperkirakan masih ada sekitar ratusan
spesies ikan di wilayah Indonesia yang belum
ditemukan dan dideskripsikan (Wargasasmita, 2002).
Kottelat et al. (1993) menyatakan bahwa Pulau
Kalimantan memiliki lebih dari 394 jenis ikan dan
sebanyak 149 jenis merupakan ikan endemik (38%),
Pulau Sumatera memiliki 272 jenis dengan 30 jenis
yang endemik (11%) dan Pulau Jawa berjumlah 132
jenis dengan 12 jenis yang endemik (9%).
Ikan endemik adalah jenis ikan tertentu yang
hanya memiliki sebaran geografis alami terbatas dan/
atau karakteristik ekosistem tertentu sedangkan ikan
asli adalah ikan dan/atau sumber daya ikan lainnya
yang berasal dari alam Indonesia yang dikenali dan/
atau diketahui berasal dari alam darat Indonesia dan
berasal atau hidup di daerah tertentu dan/atau berbeda
ekosistemnya di wilayah perairan Indonesia
(Direktorat Kawasan Konservasi Jenis Ikan, 2015).
Ikan-ikan endemik di Pulau Sumatera tersebar di
beberapa wilayah dan mendiami tipe habitat yang
berbeda-beda. Namun, keberadaannya saat ini telah
mengalami penurunan akibat degradasi lingkungan,
hilang atau berubahnya habitat, introduksi ikan asing
dan eksploitasi yang berlebihan (Muchlisin et al.,
2013). Degradasi lingkungan yang mengancam
kelestarian sumberdaya ikan disebabkan oleh alih
fungsi lahan, eksploitasi berlebihan, persaingan
penggunaan air, pembuangan limbah dari aktivitas
perindustrian, pemukiman, pertanian dan perkebunan;
hilangnya habitat ikan karena pembendungan dan
pelurusan sungai (Moyle & Leidy, 1992) serta
perubahan iklim (Engelman et al., 2008).Selain itu,
eksploitasi sumberdaya ikan dengan menggunakan
alat tangkap yang merusak dan berlebihan tanpa
memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan telah
menyebabkan penurunan sumberdaya bahkan
beberapa tempat terjadi kelangkaan sumberdaya ikan
(Utomo et al., 2008).
Berbagai informasi diperlukan dalam upaya
konservasi biodiversitas, termasuk manfaat bagi
manusia, distribusi, status, kecenderungan ancaman
gangguan, dan hubungan ekologis. Penentuan
kawasan lindung tidak akan tepat sasaran bila tidak
disertai pengetahuan yang baik tentang distribusi jenis
yang memungkinkan penentuan prioritas kawasan
konservasi (McNeely et al., 1990; Kerr, 1996 dalam
Wargasasmita, 2002). Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui status pemanfaatan sumberdaya ikan
endemik Pulau Sumatera dan upaya pelestariannya
yang berguna sebagai dasar dalam pengelolaan ikan
endemik.
KERAGAMAN JENIS IKAN ENDEMIK PULAU
SUMATERA
Pulau-pulau kecil dan pegunungan biasanya
mempunyai keanekaragaman jenis yang rendah,
tetapi mem punyai endemisitas yang tinggi
(Groombridge, 1992). Data yang disajikan oleh
Wargasasmita (2002) menunjukkan bahwa jenis ikan
air tawar yang menghuni ekosistem air tawar Sumatera
berjumlah 546 jenis dengan 16,8% digolongkan
sebagai ikan endemik Sumatera. Jenis ikan endemik
Sumatera paling banyak berasal dari suku Cyprinidae
yaitu 21 jenis. Masing-masing suku memiliki tingkat
endemisitas yang berbeda (Gambar 1). Tingkat
endemisitas tertinggi dari suku Belontiidae (42,3%),
sedangkan yang terendah dari suku Siluridae (3,8%).
Zakaria-Ismail (1994) juga menyatakan bahwa suku
Belontiidae mempunyai tingkat endemisitas paling
tinggi di Sumatera termasuk Kalimantan dan Jawa.
Seiring perkembangan dan penemuan jenis ikan
baru, hasil analisa data dari Lumbantobing. (2014),
Wargasasmita. (2002), http://fishbase.org (2015), Hui.
(1999), Kottelat et al. (1993), Kottelat. (1991),
Conservation Breeding Specialist Group (2003),
diperoleh jenis ikan endemik di Pulau Sumatera
sebanyak 66 jenis dari 13 suku (Gambar 2) Jenis ikan
endemik paling banyak ditemukan pada suku
Cyprinidae berjumlah 21 jenis yang diik uti
Osphronemidae berjumlah 16 jenis. Jumlah suku yang
memiliki jenis ikan endemik lebih banyak dari pada
data yang disampaikan oleh Wargasasmita. (2002)
112
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
sebanyak 1 suku. Jenis-jenis ikan endemik di Pulau
Sumatera dan sebarannya dapat dilihat pada
Lampiran 1.
SEBARAN IKAN ENDEMIK PULAU SUMATERA
Cakupan wilayah Sumatera di dalam tulisan ini
meliputi Pulau Sumatera beserta pulau-pulau kecil di
sekitanya. Data yang ada menunjukkan bahwa
sebaran jenis ikan air tawar endemik ditemukan di
seluruh wilayah Sumatera, baik itu tersebar hanya pada
pulau ataupun perairan tertentu saja (Wargasasmita,
2002; Kottelat et al., 1993; Lumbantobing, 2014; http:/
/fishbase.org 2015). Provinsi yang memiliki jenis ikan
endemik terbanyak adalah Sumatera Utara dengan
jumlah 19 jenis (Tabel 1).
Gambar 1.Tingkat endemisitas ikan air tawar Sumatera per suku. (sumber: Wargasasmita, 2002).
Figure 1. Endemicity of fresh water fishes in Sumatra by family. (source: Wargasasmita, 2002).
Catatan/Annotation: *Lumbantobing (2014), Wargasasmita (2002), http://fishbase.org (2015), Hui (1999),
Kottelat et al. (1993), Kottelat, (1991), CBSG, (2003).
Gambar 2.Suku-suku yang memiliki jenis ikan air tawar endemik di Sumatera.
Figure 2. The families are having endemic freshwater species in Sumatera.
113
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016: 111-122
Tabel 1.
Table 1.
No/
Number
1.
Jumlah jenis ikan endemik per provinsi di Sumatera
The number of endemic freshwater fishes in Sumatra by province
Provinsi/
Province
Jumlah Jenis
Ikan Endemik/
Amount of
Endemic Fishes
7*
2.
Nangroe Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
3.
Sumatera Barat
10*
4.
5.
Riau
Kepulauan Riau
6*
6*
6.
7.
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
13*
6*
8.
9.
10
19*
1
3*
6*
Jenis Ikan Endemik Lokal/
Species of Local Endemic
Distibusi/
Distribution
Poropuntius tawarensis*
Rasbora tawarensis*
Neolissochilus thienemanni*
Rasbora tobana**
Mystacoleucus
padangensis**
Rasbora maninjau***
Danau Laut
Tawar
Danau Toba
Betta miniopinna*
B. spilotogena*
Pulau Bintan
Betta burdigala*
B. chloropharynx*
Encheloclaris tapeinopterus*
Pulau Bangka
Danau
Singkarak
Danau
Maninjau
Catatan/Annotation: * Wargasasmita (2002); ** Kottelat et al. (1993); ***Lumbantobing (2014)
Habitat ketiga belas jenis ikan air tawar endemik
Sumatera yang terancam punah adalah Danau Laut
Tawar (2 jenis), Danau Toba (2 jenis), Pulau Bintan (3
jenis), Pulau Nias (1 jenis), Sibolga (1 jenis) dan Pulau
Bangka (4 jenis) (Wargasasmita, 2002; Kottelat et
al., 1993 & Kottelat, 1991, Conservation Breeding
Specialist Group, 2003). Di Danau Laut Tawar Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam ditemukan dua jenisikan
endemik antara lain ikan depik (Rasbora tawarensis)
dan kawan (Poropuntius tawarensis) (Muchlisin, 2013).
Hingga saat ini upaya pelestarian dan domestikasi
ikan endemik di Danau Laut Tawar terus diupayakan
agar keberadaannya tetap lestari. Selanjutnya di
Danau Toba terdapat ikan ihan/batak (Neolissochilus
thienemanni), yang saat ini dialam jarang ditemukan
lagi. Rasbora tobana. Ikan batak mempunyai nilai
tersendiri di masyarakat disekitar Danau Toba dan
biasanya digunakan untuk upacara adat atau
pernikahan, ikan batak dimasukkan sebagai
persyaratan dalam upacara tersebut.
Selain jenis ikan ekonomis penting tersebut,
keberadaan ikan endemik di Pulau Sumatera juga
berfungsi sebagai sumber plasma nutfah. Beberapa
jenis ikan yang dilaporkan merupakan ikan endemik
adalah jenis tempalo seperti Beta miniopinna, B.
spilotogena dan Parosphomenus bintan yang
ditemukan di Kepulauan Riau serta Betta burdigala,
B. chloropharynx, B. schalleri dan Parosphomenus
deissneri di Bangka-Belitung (Wargasasmita, 2002;
Conservation Breeding Specialist Group, 2003). Selain
itu, di perairan rawa Tasik Serkap Propinsi Riau
ditemukan ikan merah (Pectenocypris nigra) sebagai
jenis ikan baru dan endemic (Prianto et al., 2014;
Wibowo, Ahnelt & Kartamihardja, 2016). Menurut
Kottelat et al. (2006) bahwa di Pulau Sumatera
ditemukan jenis ikan terkecil di dunia (Paedocypris
progenetica) yang hidup di perairan rawa Pematang
Lumut Provinsi Jambi dan berstatus endemik.
STATUS STOK IKAN ENDEMIK SUMATERA
Keberadaan spesies endemik pada suatu
ekosistem tentunya akan menjadi pusat perhatian
bagi masyarakat dan peneliti terhadap ekosistem
tersebut. Akan tetapi, ancaman terhadap eksistensi
dari spesies endemik akan lebih besar dibandingkan
dengan spesies yang non endemik. Hal ini
dikarenakan populasinya sangat terbatas secara biogeografis. Apalagi ditambah dengan proses degradasi
habitat yang menjadi tempat tinggalnya. Saat ini,
tingkat ancaman kepunahan yang diklasifikasikan
oleh IUCN menjadi dasar pengelompokkan status
populasi suatu spesies. Status dari suatu spesies
114
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
yang beresiko kepunahan (extinction risk) dapat
ditentukan setelah dilakukan evaluasi berdasarkan
pada data yang valid (adequate data). Tingkat resiko
kepunahan terdiri dari lima tingkatan dengan kategori
terancam (threatened category) terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu rentan/rawan (vulnerable, VU), bahaya
(endangered, EN), dan genting/kritis (critically
endangered, CR) (Gambar 3).
Gambar 3.Struktur kategori IUCN red list (IUCN, 2016).
Figure 3. The category structure of IUCN red list (IUCN, 2016).
Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa status
populasi jenis ikan endemik Sumatera berada pada
tingkat rentan hingga genting (Wargasasmita, 2002).
Sementara itu, Lumbantobing (2014) menyatakan
bahwa beberapa jenis lainnya berstatus not evaluated
(belum dievaluasi). Gambaran status dari beberapa
ikan endemik Sumatera berdasarkan kategori resiko
kepunahan, sebagai berikut:
Pembangunan resort dan lapangan golf yang intens
dilakukan banyak mengkonversi lahan rawa sehingga
habitatnya semakin sempit. Penyebab kritisnya status
ikan Parosphomenus deissneri, karena di Pulau
Bangka maraknya penambangan timah illegal yang
menyebabkan meningkatnya pencemaran dan
sedimentasi (Prianto & Husnah, 2009).
b. Dalam Bahaya (endangered)
a. Genting/kritis (critically endangered)
Genting (critically endangered) merupakan status
konservasi yang diberikan kepada spesies yang
menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat.
Kelompok ikan yang termasuk kategori kritis (critically
endangered) di Pulau Sumatera adalah ikan beta yaitu
Betta miniopinna, B. spilotogena dan Parosphomenus
bintan yang ditemukan di Pulau Bintan Propinsi
Kepulauan Riau (W argasasmita, 2002) serta
Parosphomenus deissneri di Pulau Bangka dan Betta
rubra di Sumatera Utara (Conservation Breeding
Specialist Group, 2003).
Penyebab kritisnya status ikan Betta miniopinna,
B. spilotogena dan Parosphomenus bintan di Pulau
Bintan karena alih fungsi lahan rawa untuk
pengembangan pariwisata seperti pengembangan
lapangan golf, resort dan sebagainya serta
pem bukaan hutan untuk perkebunan karet.
Kelompok dalam bahaya (endangered) berarti
spesies yang tidak termasuk kedalam kategori kritis
dan menghadapi resiko kepunahan di alam sangat
tinggi dalam waktu dekat. Kelompok ikan endemik
yang termasuk kedalam kategori endangered adalah
Rasbora reticulata yang ditemukan di Pulau Nias
Provinsi Sumatera Utara (Conservation Breeding
Specialist Group, 2003). Penyebab langkanya jenis
ikan ini akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan dan
pertanian.
c. Rentan/rawan (vulnerable)
Kelompok rawan (vulnerable) berarti kondisi rentan
(VU) merupakan batas awal dari status konservasi
atas flora dan fauna yang dinyatakan berada dalam
ambang kepunahan. Kelompok ikan yang termasuk
ke dalam kategori rawan (vulnerable) adalah ikan beta
(Betta burdigala, B. schalleri dan B. chloropharynx)
115
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016:111-122
yang ditemukan di Pulau Bangka, ikan batak
(Neolissochilus thienemanni) dan Rasbora tobana
(Danau Toba, Sumatera Utara), Poropuntius
tawarensis dan Rasbora tawarensis (Danau Laut
Tawar, Aceh) (Wargasasmita, 2002; Kottelat et al.,
1993; Kottelat, 1991).
Jenis-jenis ikan yang termasuk kategori rawan
merupakan jenis yang mendiami habitat terbatas
(danau) atau terisolasi pada pulau terpencil (seperti
Bangka) dengan tekanan ekologi yang tinggi. Ikanikan yang mendiami perairan terbatas tersebut tidak
mampu melakukan migrasi ke perairan lain. Ikan Betta
burdigala, B. chloropharynx dan B. schalleri
merupakan kelompok ikan yang mendiami perairan
rawa asam di Pulau Bangka. Sejak beberapa tahun
terakhir keberadaan rawa dan sungai terancam akibat
maraknya penambangan timah illegal. Akibat dari
penambangan timah tersebut perairan rawa dan
sungai tercemar bahan polutan, kekeruhan meningkat
dan tingginya sedimentasi (Prianto & Husnah, 2009).
d. Kurang data (data deficient)
Suatu jenis dinyatakan dalam kondisi kekurangan
data apabila diketahui adanya ketidakcukupan
informasi yang secara langsung maupun tidak
langsung diperlukan untuk menjadi dasar pendugaan
atas kriteria risiko kepunahan berdasarkan distribusi
dan/atau status populasinya. Taksonomi dari flora dan
fauna yang telah terindentifikasi tidak selalu cukup
untuk memberikan informasi mengenai keberadaan
term asuk peta penyebarannya, sehingga
menyebabkan keraguan atas keberadaan flora dan
fauna tersebut. Jenis ikan yang termasuk ke dalam
kategori tersebut adalah Osteochilus serokan di
Sungai Lembang Aceh Selatan (Jenkins, Kullander &
Tan, 2009).
e. Belum dievaluasi (not evaluated)
Suatu kondisi yang menyatakan apabila jenis yang
diidentifikasikan status konservasinya belum
dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria-kriteria
menurut pedoman IUCN Red List. Dalam kasus ini,
bisa saja suatu jenis ikan sebenarnya sudah
diambang kepunahan namun karena kekurangan data
status jenis ikan tersebut belum termasuk kedalam
daftar yang harus dilindungi menurut IUCN. Dari 66
jenis ikan endemik di Pulau Sumatera sebanyak 52
jenis ikan termasuk kategori belum dievaluasi.
UPAYA PELESTARIAN IKAN ENDEMIK
Pengelolaan ikan-ikan endemik di Pulau Sumatera
masih sedikit dilakukan. Sebagian besar jenis ikan
endemik tidak dikelola dengan baik sehingga
keberadaannya saat ini dialam terancam punah dan
mulai langka bahkan ikan ihan/batak (Neolissochilus
thienemanni) sudah sangat sulit ditemukan lagi
dialam. Namun demikian, beberapa jenis ikan yang
telah diupayakan untuk dikelola dengan baik seperti
ikan depik (Rasbora tawarensis) dan kawan
(Poropuntius tawarensis) di Danau Laut Tawar
tepatnya di Teluk One-one dan Kampung Mengaya
(Kutarga et al., 2008).
W alaupun banyak ikan-ikan endemik yang
terancam punah, namun upaya perlindungan dan
pelestarian belum ada hingga saat ini. Produk hukum
dan peraturan perundang-undangan seperti peraturan
daerah mengenai pengelolaan ikan-ikan endemik
diseluruh propinsi dan kabupaten di Pulau Sumatera
belum ada. Status ikan endemik di beberapa daerah
oleh pemerintah daerah masih belum dianggap penting
sehingga keberadaannya terabaikan. Predikat sebagai
jenis ikan non ekonom is dan ketidaktahuan
pemerintah daerah karena kekurangan data dan
informasi diduga menjadi alasan pemerintah daerah
enggan melakukan upaya-upaya untuk menjaga
kelestariannya.
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan
endemik Sumatera terutama yang terancam punah
dapat melalui beberapa upaya. Upaya yang dilakukan
sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang
menyebabkan penurunan populasi spesies tersebut
di alam. Upaya yang dilakukan secara in-situ dan exsitu.
1. In-situ
Upaya untuk melestarikan jenis ikan endemik
secara in-situ adalah melakukan suatu upaya
pelestarian (konservasi) pada habitat alami spesies
tersebut. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai berikut, yaitu:
a. Suaka perikanan
Pembentukan suaka perikanan ditujukan untuk
melindungi habitat ikan endemik, agar terhindar dari
upaya penangkapan tehadap jenis tersebut. Suaka
perikanan bisa ditetapkan di kawasan yang berfungsi
sebagai tempat berlindung/berkembangbiak.
Pembentukan suaka perikanan ditujukan agar ikanikan tersebut mampu berkembangbiak secara alami.
Pembentukan suaka perikanan biasanya ditujukan
untuk jenis ikan yang mengalami eksploitasi
berlebihan seperti ikan depik (Rasbora tawarensis) di
Danau Laut Tawar dan ikan batak (Neolissochilus
thienemanni) di Danau Toba.
116
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
Pengembangan suaka perikanan di Danau Laut
Tawar telah tercantum dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Tengah Tahun
2008-2028.Dimana kawasan suaka perikanan seluas+
1,5% dari total luas kawasan, diperuntukkan bagi
pelestarian ikan langka dan khas daerah tersebut,
yakni ikan depik (Rasbora tawarensis). Kawasan
suaka perikanan tersebut dialokasikan di Teluk Oneone dan Kampung Mengaya yang berada di tepi Danau
Laut Tawar (Kutarga et al., 2008) sedangkan ikan
batak (Neolissochilus thienemanni) di Sungai Asahan
(Barus et al., 2014).
b. Rehabilitasi lingkungan dan modifikasi habitat
Rehabilitasi lingkungan dan modifikasi habitat
dilakukan pada habitat ikan endemik yang sudah
mengalami penurunan kualitas akibat pencemaran,
pembukaan lahan dan penggunaan alat tangkap tidak
ramah lingkungan. Opsi rehabilitasi habitat dapat
dilakukan untuk melestarikan ikan Betta miniopinna,
B. spilotogena, B. burdigala, B. chloropharynx, B.
rubra, B. schalleri, Poropuntius tawarensis, Rasbora
tawarensis, R. reticulata, R. tobana, Parosphomenus
bintan dan P. deissneri. Modifikasi habitat untuk
memperbaiki laju rekruitmen, pertumbuhan, jalur
ruaya/migrasi atau tempat perlindungan ikan endemik.
Beberapa contoh rehabilitasi habitat yang sudah
dilakukan seperti pembuatan aliran air baru
(penyodetan) pada aliran sungai sebagai tempat
pemijahan ikan untuk meletakkan telur-telur ikan depik
(Nasution, 2015). Selain itu, rehabilitasi habitat harus
dilakukan di Pulau Bangka dan Pulau Bintan. Di Pulau
Bangka, rehabilitasi perlu dilakukan pada rawa-rawa
dan sungai yang tercemar akibat penambangan timah.
Usaha yang dapat dilakukan melalui i) pembuatan
kolam penampungan tailing agar tidak langsung
dibuang ke sungai atau rawa dan ii) penanaman
vegetasi air sebagai tempat perlindungan
ikan.Sedangkan di Pulau Bintan, perlu mengurangi
alih fungsi lahan untuk pengembangan pariwisata dan
lapangan golf. Selain itu, menjaga kelestarian rawa
asam dan anak-anak sungai yang ada sebagai habitat
ikan Betta miniopinna dan Betta spilotogena.
c. Pengendalian ikan introduksi
Pengendalian ikan introduksi merupakan salah
satu opsi yang dapat dilakukan sebagai upaya
pelestarian ikan endemik. Upaya pengendalian
introduksi ikan asing dilakukan di lokasi yang telah
mengalami perubahan struktur komunitas ikan dari
kondisi alaminya, karena masuknya jenis invasif yang
menggeser jenis ikan asli perairan tersebut.
Pengendalian ikan introduksi dapat diterapkan di
Danau Laut Tawar untuk mengendalikan dominasi ikan
nila (Oreochromis niloticus) yang menggeser ikan
depik (Rasbora tawarensis). Saat ini upaya
pengendalian introduksi ikan asing juga perlu
dilakukan di Danau Toba dimana terjadi invasi dari
jenis ikan kaca-kaca (Parambassis siamensis) sejak
tahun 2014 (Kartamihardja et al., 2015).
d. Menyusun regulasi penangkapan ikan
Over fishing atau lebih tangkap disebabkan karena
adanya pemanfaatan yang berlebihan terhadap
sumberdaya ikan tertentu dilakukan masyarakat.
Dampak yang ditimbulkan dari over fishing tersebut
adalah kelangkaan atau menurunnya stok
sumberdaya ikan dialam. Jika eksploitasi dilakukan
pada ikan endemik maka dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kelangkaan atau punahnya jenis ikan
tersebut. Untuk melindunginya perlu menyusun
regulasi penangkapan ikan. Over fishing telah terjadi
pada beberapa jenis ikan seperti ikan batak
(Neolissochilus thienemanni) dan ikan depik (Rasbora
tawarensis).
Menurut Direktorat KKJI (2015) untuk mengatasi
lebih tangkap dapat dilakukan melalui: i) pembatasan
jumlah tangkapan berdasarkan jumlah stok dialam
dan kemampuan regenerasinya; ii) pengaturan waktu
tangkap untuk menghindari tertangkapnya jenis ikan
yang sedang dalam musim pemijahan; iii) pembatasan
ukuran ikan yang tertangkap agar memberikan
peluang setiap individu dapat melakukan regenerasi
(memperpanjang keturunannya); iv) pengaturan
dan pengawasan alat tangkap yang digunakan supaya
tidak merusak populasi maupun habitat ikan tertentu;
dan v) penerapan sistem zonasi sehingga dapat
menjamin pelestarian ikan.
2. Ex-situ
Upaya untuk melestarikan jenis ikan endemik
secara ex-situ adalah melakukan suatu upaya
pelestarian (konservasi) di luat habitat alami spesies
tersebut. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan
adalah domestikasi. Domestikasi dilakukan untuk
melestarikan dan meningkatkan stok ikan yang
hampir punah (Yulfiperius, 2006). Domestikasi ikan
endemik yang telah dilakukan saat ini mengarah pada
kegiatan budidaya dan konservasi. Benih yang
dihasilkan dari kegiatan budidaya dapat ditebarkan
kembali di habitat aslinya (re-stocking) sehingga
eksistensinya masih tetap terjaga (Nur, 2011).
Domestikasi ikan alam memerlukan teknologi
untuk mengadaptasi ikan tersebut di tempat terbatas
dan terkontrol, sehingga mampu menghasilkan
117
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016: 111-122
generasi yang mampu bertahan dan tumbuh seperti
kondisi alaminya. Oleh karena itu, kegiatan
domestikasi diharapkan tidak merubah karakteristik
fenotip dan genotipnya. Domestikasi perlu dilakukan
terutama pada jenis ikan yang masuk kategori rentan
seperti Neolissochilus thienemanni. Upaya
domestikasi batak/ihan (Neolissochilus thienemanni)
pernah dilakukan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor,
namun upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Saat ini BPPBAT baru berhasil memijahkan ikan
semah (Tor soro) yang secara fisik penampilannya
mirip dengan ikan batak.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesmpulan
Ikan endemik di Pulau Sumatera memiliki jumlah
jenis yang sangat tinggi (66 jenis) tersebar di berbagai
pulau dan perairan, sebanyak 13 jenis (20%) mulai
terancam punah. Pengelolaan dan upaya pelestarian
terhadap ikan endemik masih sangat minim sekali
sehingga keberadaannya di alam sering terabaikan.
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan tersebut
di Pulau Sumatera diperlukan pengelolaan secara insitu dan ex-situ. Pengelolaan secara in-situ
diantaranya a) suaka perikanan, b) rehabilitasi
lingkungan dan modifikasi habitat, c) pengendalian
ikan introduksi, d) menyusun regulasi penangkapan
ikan sedangkan ex-situ yaitu melalui domestikasi.
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan
Konservasi Sumberdaya Ikan tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, T. A., Wahyuningsih, H., Ginting, E. M &
Simanjuntak, C.P.H. (2014). Ecobiological Review
of Neolissochilus Sumatranus (Ikan Batak) (Weber
and de Beaufort, 1916) In Asahan River, North
Sumatera. Proceeding: The First International
Seminar on Trends in Science and Science
Education, p. 39-45.
Conservation Breeding Specialist Group. (2003).
Conservation Assesment and Management Plan
for Sumatran Threatened Species. Final Report.
IUCN, SCC, Conservation Breeding Specialist
Apple Valley, MN, USA. 117 p.
Direktorat Kawasan Konservasi Jenis Ikan. (2015).
Pedoman Umum Restoking Jenis Ikan Terancam
Punah. Direktorat Kawasan Konservasi Jenis Ikan,
67 hal.
Engelman, R., Pauly, D., Zeller, D., Prinn, R.G.,
Pinnegar, Z.K., & Polunin, N.V.C. (2008).
Introduction: Climate, people, ûsheries and aquatic
ecosystems, (p.1-15) in N.V.C. Polunin (ed.)
Aquatic Ecosystems: Trends and Global
Prospects. Cambridge University Press, New York.
Rekomendasi
Untuk menjaga kelestarian ikan-ikan endemik yang
terancam punah perlu dilakukan beberapa upaya
perlindungan melalui:
· Bagi daerah yang memiliki ikan endemik terancam
punah, pemerintah daerah perlu menyusunregulasi
tentang perlindungan habitat ikan endemik dan
upaya konservasi jenis ikan tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar pengelolaan sumberdaya ikan
endemik memiliki aspek legalitas yang kuat
sehingga kelestariannya dapat dijaga dengan baik.
· Untuk menunjang kegiatan domestikasi dan restocking, beberapa daerah yang memiliki ikan
endemik terancam punah, seharusnya daerah
tersebut perlu mengembangkan hatchery-hatchery
yang juga membudidayakan ikan-ikan endemik
terancam punah.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian
dengan Judul “Kebijakan Peningkatan Produksi dan
Konservasi Sumberdaya Ikan di Perairan Umum
Daratan Paparan Sunda” yang berasal dari DIPA
Groombridge, B. (1992). Global Biodiversity: Status
of the Earth’s Living Resources. A Report compiled
by WCMC in collaboration with The Natural History
Museum, London, IUCN, UNEP, WWF, and WRI.
ChaPman & Hall, London.
Hui, T.H. (1999). Rasbora vulcanus, a new species of
cyprinid fish from central Sumatra.J. South Asian
Nat. Hist, 4(2), 111-116.
http://fishbase.org (2015). Diunduh tanggal 10 Maret
2015.
IUCN (2001). The 2000 IUCN Red List of Threatened
Species. http: //www’ redlist. org/info sources
qualitv.html, 5 I 8101.
Jenk ins, A., Kullander, F.F. & Tan, H.H.
(2009).Osteochilus serokan. The IUCN Red List
of Threatened Species 2009: e.T169509A6640239.
http://dx .doi.org/10.2305/IUCN.UK.20092.RLTS.T169509A6640239.en
118
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
Kartamihardja, E. S., Hedianto, D. A., & Umar, C.
(2015). Strategi Pemulihan Sumber Daya Ikan Bilih
(Mystacoleucus padangensis) Dan Pengendalian
Ikan Kaca (Parambassis siamensis) Di Danau
Toba, Sumatera Utara, J. Kebijak. Perik.Ind. 7(2),
63-69.
Kottelat, M., Britz, R., Hui, T. H., & Witte, K. E. (2006).
Paedocypris, a new genus of Southeast Asian
cyprinid fish with a remarkable sexual dimorphism,
comprises the world’s smallest vertebrate.
Proceeding Biology Science, 273 (1589), 895-899.
Kottelat, M., Whitten, J.A., Wirjoamodjo, S., &
Kartikasari, A. N. (1996). Fishes of West Indonesia
and Sulawesi. Periplus Edition Limited. Jakarta.
Kottelat, M., & Whitten, T. (1996). Freshwater
Biodiversity in Asia, with Special Reference to
Fish. World Bank Technical Paper No. 343 break.
87 p.
Kottelat, M., Whiten, A.J., Kartikasari, S.N., &
Wirjoatmodjo, S. (1993). Freshwater Fishes of
Western Indonesia and Sulawesi. Periplus
Editions (HK) Ltd. In Collaboration with the
Envinmental Management Development in
Indonesia (EMDI) Project Minstry of State for
Population and Environment, Republic of
Indonesia. 291 p.
Kottelat, M. (1991). Notes on the taxonomy of some
Sundaic and Indochinese species of Rasbora, with
description of four new species (Pisces:
Cyprinidae). Ichthyol. Explor. Freshwat, 2(2), 177191.
Kutarga, Z. W., Nasution, Z., Tarigan, R., &
Sirojuzilam. (2008). Kajian penataan ruang
kawasan Danau laut Tawar dalam rangka
pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah.
W ahana Hijau, Jurnal Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah, 3(3), 106-115.
Lumbantobing, D. (2014). Four new species of Rasbora
of the Sumatrana group (Teleostei: Cyprinidae)
from northern Sumatra, Indonesia. Zootaxa, 3764
(1), 001–025.
McNeely, J.A., Miller, K.R., Reid, W.V., Mittermeier,
R.A., & Werner, T.B. (1990). Conserving the llorld’s
Biolo gical Diversity. IUCN, WRI, C.I., WWF-US,
the W orld Bank. Gland, Switzerland, and
Washington, D.C.
Muchlisin, Z.A., Thomy, Z., Fadli, N., Sarong, M.A.,
& Siti-Azizah, M.N. (2013). DNA Barcoding of
Freshwater Fishes from Lake Laut Tawar, Aceh
Province, Indonesia. Acta Ichthyologica et
Piscatoria, 43(1), 21–29.
Moyle, P.B., & Leidy, R.A. (1992). Loss of Biodiversity
in Aquatic Ecosystem: Evidence from fish faunas.
In Fledler. P. L and S. K. Jains (eds). Conservation
Biology: The Theory and Practice of Nature
Conservation, Preservation and management.
Chapman and Hall, New York.
Nasution, S. H. (2015). Permasalahan dan Peluang
Perbaikan Sistem Pengelolaan dan Konservasi
Danau Laut Tawar. IPB Press.
Nur, B. (2011). Studi Domestikasi Dan Pemijahan Ikan
Pelangi Kurumoi (Melanotaenia parva) Sebagai
Tahap Awal Upaya Konservasi Ex-Situ. Prosiding
Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya IkanIII,
KSI 22(1-9).
Prianto, E., Sulaiman, P. S., Puspasari, R., & Zulfia,
N. (2014). Ikan Merah, Spesies Baru Kandiat Ikan
Hias. TROBOSAqua Edisi 24 Tahun II. Hal 26-27.
Prianto, E., Kartamihardja, E. S., Umar, C.,
Puspasari, R., Oktaviani, D., Sulaeman, P. S.,
Kasim, K., Zulfia, N., Rachmawati, P., Fahmi, Z.,
& Budi, E.K. (2013). Kebijakan Peningkatan
Produksi Dan Konservasi Sumberdaya Ikan Di
Perairan Umum Daratan Paparan Sunda. Laporan
Teknis. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan
dan Konservasi Sumberdaya Ikan. 109 hal.
Prianto, E., & Husnah. (2009). Penambangan Timah
Inkonvensional: Dampaknya Terhadap Kerusakan
Biodiversitas Perairan Umum di Pulau Bangka.
Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia VI.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Hal 271278.
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan
Konservasi Sumberdaya Ikan. (2013). Pengelolaan
Sumber Daya Ikan Bilih Berbasis Ko-Manajemen
Di Danau Toba Provinsi Sumatera Utara.Petunjuk
Teknis. 49 hal.
Suwelo, I. S. (2005).Spesies Ikan Langka Dan
Terancam Punah Perlu Dilindungi Undang-Undang.
Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, 12 (2), 153-160.
Utomo, A.D., Kaban, S., & Hartoto, D.I. (2008).
Correlation of water level fluctuation to physicochem ical features of Lubuk Lampam
floodplain.fisheries ecology and management of
119
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016: 111-122
Lubuk Lampam floodplain Musi River, South
Sumatera. Research Institute for Inland Waters
Fisheries. p. 8-15.
Wargasasmita, S. (2002). Ikan Air Tawar Endemik
Sumatra yang Terancam Punah (The freshwater
fishses of endemic of Sumatra that threatened
species). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 2(2): 41-49.
Wibowo, A., Ahnelt, A., & Kartamihardja, E. S. (2016).
Pectenocypris nigra, a new danionine species
(Teleostei: Cyprinidae: Danioninae) from Sumatra
(Indonesia). Acta Biologica Turcica, 29(4),137-142.
Yulfiperius.
(2006).
Domestikasi
dan
Pengembangbiakan Dalam Upaya Pelestarian Ikan
Lalawak (Barbode sp). Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Disertasi. 157 hal.
Zakaria-Ismail, M. (1994). Zoogeography and
biodiversity of the freshwater fishes of Southeast
Asia. Hydrobiologia, 285: 41 -48.
120
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Lampiran 1. Jenis, sebaran dan status ikan endemik di Pulau Sumatera
Appendix 1. Species, distribution and endemic fish state in Sumatera Island
Status Pemanfaatan dan Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar di Pulau Sumatera (Prianto, E., et al)
121
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.2 Nopember 2016: 111-122
122
Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Sumber/source: 1 Lumbantobing (2014), 2 Wargasasmita (2002),3http://fishbase.org (2015), 4 Hui (1999), 5 Kottelat
et al., 1993,6 Kottelat, 1991, 7 CBSG, 2003, 8 Suwelo, 2005, 9 Wibowo, Ahnelt & Kartamihardja
(2016).