GEOTHERMAL FIELD MANAGEMENT
Terjemahan Chapter 13, dari Buku:
Geothermal Reservoir Engineering (2nd Edition)
Malcolm A. Grant dan Paul F. Bixley
Tugas Teknik Panas Bumi Lanjut
Andis Faza Fauzana (071001700016)
I.
Latar Belakang
Setelah lapangan geothermal dikembangkan dan produksi telah
dimulai, manajemen produksi dan operasi injeksi untuk menjaga power plant
pada kapasitas penuh menjadi prioritas utama. Hal ini melibatkan
multidisiplin ilmu seperti produksi, geokimia, teknik reservoir dan simulasi
untuk menyatukan data produksi dan injeksi yang diukur dipermukaan
dengan informasi sumur di bawah permukaan. Untuk memahami proses yang
terjadi di reservoir, terkadang melibatkan geosains dari waktu ke waktu untuk
melakukan survey microgravity dan ground deformation. Selain itu, akan
dilakukan juga pemantauan korosi subsurface dan kerusakan casing. Semua
informasi ini harus disatukan menjadi satu model yang dapat digunakan untuk
memprediksi kapasitas produksi dan injeksi di masa depan dan untuk
mengidentifikasi area yang perlu perbaikan untuk menjaga production plant
pada kapasitas penuh. Hal ini dapat dilakukan dengan pembersihan sumur
secara berkala untuk menghilangkan scale calcit atau memindahkan sumur
injeksi untuk menghindari “return fluids” diantara sumur produksi dan
injeksi.
Beberapa data yang akan sering tersedia diantaranya adalah wellhead
pressure (WHP), valve settings, aliran uap dan brine, aliran total (massa dan
entalpi) dari separator, aliran injeksi dan suhu sumur dsb. Data lainnya dari
pemantauan reservoir yang utama berupa tekanan sumur dan data lain yang
sesekali tersedia seperti laju aliran massa (mass flow), entalpi dan data
kimiawi sumur.
Pada sumur produksi, jika WHP dan entalpi konstan, aliran massa
berubah sebagai respon terhadap perubahan tekanan reservoir. Biasanya ini
berupa penurunan (decline) yang awalnya cepat dan kemudian rata
(flattening) seiring berjalannya waktu. Adanya analisa decline (curve-fitting)
dari sejarah data yang lalu sering kali menghasilkan prediksi jangka pendek
terbaik dari kinerja sumur (well performance) dan memberikan prediksi yang
dapat dibandingkan dengan kinerja aktul misalnya pada Palinpinon (lihat Bab
12). Perubahan pada trend decline mengindikasikan beberapa perubahan
disumur yang mungkin memerlukan analisa lebih lanjut. Model sumur yang
terperinci biasanya memberikan hasil prediksi yang lebih baik dan memiliki
kemampuan eksplisit untuk memodelkan pengaruh dari perubahan tertentu
seperti pengendapan atau pendinginan (cooling) dari feed zone.
Perubahan entalpi menunjukkaan perubahan pada fluida injeksi.
Kemungkinan aka nada kenaikan entalpi karena perluasan kondisi dua fasa
atau penurunan entalpi karena cooling effect dari reinjeksi kembali atau
influx air di reservoir. Perubahan ini akan dirsertai dengan perubahan kimiawi
fluida produksi yang pada kenyataannya perubahan dalam kimia fluida akan
menjadi tanda untuk perubahan sifat fisik fluida. Terkadang, perubahan
entalpi bersama dengan perubahan aliran massa (mass flow) menunjukkan
tersumbatnya satu zona di dalam sumur.
II.
Decline and Lumped Parameter Models
Bagian ini akan membahas model atau trend-fitting dari kinerja sumur
(well performance) untuk membuat model sederhana untuk memprediksi
kinerja masa depan. Metode ini memiliki model fisik yang dianggap sebagai
“black box” yang secara statistic cocok dengan trend. Analisa trend semacam
ini memberikan proyeksi terbaik untuk ekstrapolasi jangka pendek asalkan
kondisinya tidak berubah. Namun, model ini tidak dapat diandalkan sebagai
model reservoir jangka panjang karena proses reservoir skala besar tidak
tercermin dalam proses fitting.
II.1 Exponential Decline
Bentuk yang dianggap paling umum dari decline adalan exponential
decline, dimana aliran berkurang dengan persentase konstan pertahun.
Exponential decline muncul dari model yang sederhana, sumur yang
berproduksi dari sumber yang tetap. Misalkan, sebuah kotak dengan koefisien
penyimpanan SM dan sumur berproduksi dengan well head pressure (WHP)
konstan sehingga aliran sebanding dengan perbedaan tekanan antara reservoir
dan operasi. Konservasi massa dan aliran sumur adalah:
Persamaan 13.1
Persamaan 13.2
Dimana menjadi:
Persamaan 13.3
Dimana a=SM/β adalah decline rate. Jika penurunan ini berlanjut
untuk waktu yang lama, total kumulatif produksi adalah Wo/a. Plotting aliran
sumur terhadap waktu dengan aliran pada skala logaritmik, akan
menghasilkan garis lurus. Jika ada sekelompok sumur identik (n), tiap aliran
mengikuti persamaan 13.2 menjadi :
Persamaan 13.4
Dan untuk masing-masing sumur menjadi:
Persamaan 13.5
Artinya, decline rate meningkat secara proporsional dengan jumlah
sumur. Total kumulatif produksi semua sumur tidak berubah pada Wo/a.
Jika ada satu atau sekelompok sumur yang beroperasi pada keadaan
konstan, sumur-sumur tersebut menunjukkan penurunan laju alir secara
exponential. Hal ini hanya terjadi jika jumlah sumur dan kondisi operasi tetap
dan tidak berubah. Jika jumlah sumur meningkat (missal kebocoran dari
reservoir meningkat), decline rate meningkat. Ini ditunjukkan pada Gambar
13.1 dimana decline rate sumur di Geysers meningkat pesat selama periode
1980-an. Gambar 12.b menunjukkan penggunaan exponential decline untuk
menetapkan trend produkti untuk menentukan perubahan produksi karena
injeksi.
Gambar 13.1
Peningkatan Decline di Geyser Sumur LF6. Sumber : Barker et al., 1991.
II.2 Bentuk Lain Decline
Ada berbagai kurva decline yang digunakan dalam teknik reservoir
perminyakan, harmonic decline kadang-kadang digunakan dalam panas bumi
(lihat, misalnya, Enedy, 1991):
Persamaan 13.6
Plotting W-1 terhadap waktu menghasilkan plot linier. Demikian pula
untuk sumur yang mengalir dengan tekanan konstan dalam akuifer yang tak
terbatas, plotting W-1 terhadap waktu pada skala logaritma akan
menghasilkan plot linier.
II.3 Lumped Parameter Models
Lumped parameter model merupakan metode yang baik untuk fitting
sejarah tekanan. Metode ini secara rutin sering digunakan di Islandia untuk
pemodelan tekanan rendah dalam sistim low-temperature. (Axelsson,
1989,1991; Axelsson et al., 2005a,b). Pemodelan Hamar, sistim kecil suhu
rendah (low temperature) menunjukkan kekuatan dan kelemahan pemodelan
tersebut. Ada dua model lumped parameter yang digunakan, yaitu model
terbuka dan tertutup. Gambar 13.2a menunjukkan kecocokan. Data
dicocokan hingga tahun 1993 dan kemudian diprediksikan dan dibandingkan
dengan
tekanan
yang
sebenarnya.
Gambar
13.2b
menunjukkan
proyeksi/prediksi selama 200 tahun dimana garis atas adalah model terbuka
dan garis bawah model tertutup.
Masing-masing model memberikan kecocokan dan proyeksi yang
baik selama 10 tahun atau lebih, namun ada perbedaan yang ditandai pada
periode waktu yang lebih lama. Koefisien penyimpanan reservoir (reservoir
storage) SV adalah 7x103 m3/bar, dan ini mengontrol respon jangka pendek.
Untuk waktu jangka panjang, dikendalikan oleh asumsi recharge (isi ulang)
dan perbedaannya disebabkan oleh ketidakpastian yang tidak terselesaikan
oleh lumped model parameter dengan sejarah singkat kalibrasi 6 tahun.
Catatan yang lebih panjang dibutuhkan untuk perkiraan parameter ini.
Pengamatan serupa dibuat dari awal pemodelan lumped parameter Wairakei,
dimana semua model memberikan kecocokan yang sangat baik dengan
konsep dasar yang berbeda (lihat Bab 12 dan Grant et al., 1982a).
Pemodelan lumped-parameter dalam bentuk ini sangat baik untuk
memperkirakan data yang fit, yaitu sejarah aliran-tekanan. Hal ini sudah
diterapkan pada beberapa lapangan dengan temperature yang tinggia
(Vallejos-Ruiz, 2005; lihat Bab 12), dan itu biasanya akan memberikan
perkiraan tekanan jangka pendek yang bagus. Keterbatasannya adalah tidak
dapat melakukan hal yang lebih kompleks seperti memprediksi perubahan
suhu dan tidak dapat digunakan untuk proses reservoir yang mengontrol
perilaku jangka panjang dan membutuhkan simulasi yang mewakili semua
proses fisik yang ada. Pemodelan lumped-parameter juga telah digunakan
untuk mengidentifikasi proporsi dari fluida re-injeksi dalam aliran produksi
(Itoi et al., 2003), dan Horne dan Szucs (2007) menggunakan regresi
nonparametric untuk mencapai hasil yang sama.
III. Deviation from Trend
Trend decline yang sudah diketahui selanjutnya dicocokan terhadap
trend ini untuk mengetahui adanya deviasi. Jika terdapat deviasi maka
terdapat suatu proses baru yang mempengaruhi sumur atau reservoir yang
mungkin memerlukan intervensi. Perubahan yang signifikan untuk sumur
produksi dapat berupa:
a. Penurunan aliran masa yang dipercepat
b. Penurunan tekanan reservoir yang dipercepat
c. Penurunan atau kenaikan tekanan discharge
d. Penurunan atau tekanan entalpi
e. Performa yang tidak stabil
Untuk sumur injeksi, perubahan yang signifikan dapat berupa:
1. Penurunan laju alir (saat tekanan konstan)
2. Meningkatnya tekanan statis
Gambar 13.2
(a) Hamar Pressure History Match 1982-1993; Prediction 1994-2001. (b) Hamar
Prediction for 200 years
Biasanya hal pertama yang dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah
mengambil sampel kimia fluida dari sumur produksi dan injeksi, downhole
survey untuk mengecek lubang bore dan kondisi casing serta reservoir
(permeabilitas, tekanan dan suhu). Urutan survey dapat berupa sinker bar,
PTS shut, PTS flowing, Calliper log dan downhole solid sample atau
downhole camera.
III.1 Deposisi
Well Performance sering dipengaruhi oleh deposisi mineral, baik di
dalam lubang bor atau di formasi dekat sumur. Deposisi biasanya berupa
kalsit (dengan sebagian kecil dari silika), meskipun silika kadang-kadang
terbentuk dalam entalpi tinggi pada sumur (di mana fraksi air <5%), dan
mineral yang lebih eksotis seperti itu karena sulfida dapat dibentuk dalam
sumur yang menghasilkan cairan asam. Deposisi memiliki efek karakteristik
pada aliran sumur. Bahan padat pertama disimpan di sekitar bagian dalam
casing atau liner, dan kemudian bahan tambahan diendapkan lapisan awal
dan diameter lubang bor semakin berkurang hingga berhenti produksi.
Tingkat penurunan dipercepat seiring waktu. Jadi, penting untuk
memperhatikan tanda-tanda awal karena deposisi. Ketika sebuah sumur
(produksi atau injeksi) menunjukkan penurunan tak terduga dalam laju aliran
dan tidak ada alasan yang jelas seperti perubahan signifikan dalam tekanan
reservoir atau kualitas fluida sumur produksi, deposisi biasanya penyebab
pertama untuk diselidiki.
III.2 Perubahan Entalpi
Perubahan entalpi akan mengakibatkan perubahan performa dari
sumur produksi. Secara umum, meningkatnya entalpi menyebabkan total
mass flowrate untuk menurun dan tekanan discharge maksimum meningkat.
Pada kondisi WHP (wellhead pressure) konstan, Kenaikan entalpi
mengindikasikan pemanasan pada formasi karena zona 2 fasa telah terbentuk
direservoir atau terdapat drawdown yang besar disekitar sumur. Ketika
terdapat zona 2 fasa direservoir, sumur produksi memiliki entalpi yang
bervariasi terhadap waktu dan sejarah entalpi harus di monitor untuk
perubahan abnormal pada trend. Penurunan entalpi pada liquid-fed reservoir
mengindikasikan penurunan temperature air feed pada sumur feed zone. Hal
ini menyebabkan performa sumur sebagai kolom fluida pada lubang bor
menjadi padat dan total mass flow dan separated steam flow menurun. Ini
bisa disebabkan oleh return injeksi atau masuknya fluida dangkal.
IV.
Tracer Testing
Tracer Test sering digunakan untuk menguji aliran balik dari sumur
injeksi ke sumur produksi. Secara kualitatif, interpretasinya : tracer yang
kembali besar dan cepat mengindikasikan kemungkinan efek thermal.
IV.1 Normalisasi Data
Tracer concentration c(t) diukur dalam sumur yang diobservasi.
Untuk membandingkan antara tes yang berbeda dengan laju alir yang berbeda
dan jumlah tracer yang diinjeksikan, data dapat dinormalisasi dengan
mengubah konsentrasi menjadi distribus waktu (return times):
Dimana M adalah jumlah tracer yang diinjeksikan dan W adalah
aliran dari sumur observasi sehingga c(t)W adalah jumlah recovered tracer
per satuan waktu. E(t) memiliki satuan 1/waktu dan hanya sebagian kecil dari
recovered tracer yang ditemukan pada sumur yang diobservasi per satuan
waktu interval. Integral dari E(t) atas seluruh pengembalian yaitu, area
dibawah kurva E(t) adalah fraksi dari recovered tracer. Hal ini adalah dalam
konsentrasi c(t), jika sumur atau tracer yang berbeda sedang dibandingkan,
maka harus dinormalisasi dalam bentuk E(t).
IV.2 Travel Times and Percent Recovery
Interpretasi paling dasar adalah dengan mengkategorikan konsentrasi
dari return tracer ke masing-masing sumur yang dipantau dan travel time
(waktu perjalanan). Diskusi berikut mengasumsikan bahwa tidak ada tracer
yang digunakan kembali berarti, bahwa satu-satunya tracer yang diinjeksikan
adalah satu pada waktu nol. Missal tracer yang diinjeksikan M. total
recovered tracer pada sumur yang dipantau ke-I dengan waktu kumulatif t
adalah integral dari recovered tracer:
Persamaan 13.7
Total recovery tracer adalah recovery setelah waktu yang lama mi(∞)
yang biasanya melibatkan ekstrapolasi dari kurva (recovery curve), karena
biasanya di akhir pengamatan konsentrasi tidak nol dan jelas ada recovery
yang akan datang. Akan lebih mudah menyesuaikan recovery curve kedalam
bentuk exponential decline. Jika aliran ke sumur injeksi adalah WI, jumlah
ini aliran yang dipulihkan pada monitor adalah mi(∞) / M WI. kemudian, jika
aliran monitor sumur adalah Wi, sebagian kecil dari alirannya yang
dikembalikan injeksi adalah mi(∞) / M WI / Wi. Waktu perjalanan biasanya
dianggap sebagai waktu pertama kedatangan atau waktu konsentrasi puncak.
Waktu tinggal rata-rata, atau "pertama momen sementara ”(Shook, 2005),
adalah:
Persamaan 13.8
Gambar 13.3 menggambarkan tracer test pada Wairakei. Gambar
13.3a menunjukkan konsentrasi (total flow). Nilainya sudah dinormalisasi
menggunakan metode Bixlet and colleagues (1995). Gambar 13.3b
menunjukkan E(t). Relatif kontribusi dari berbagai sumur berubah antara dua
metode tampilan data karena laju aliran sumur yang berbeda. Gambar 13.3a
membandingkan konsentrasi tracer di sumur yang berbeda, sementara
Gambar 13.3b membandingkan aliran tracer yang diperoleh dari masingmasing sumur. Mengintegrasikan area di bawah kurva pada Gambar 13.3b
memberikan untuk WK28:
Gambar 13.3 (a) Scaled Concentration, (b) Age Distribution
V.
Penggabungan Dalam Simulasi (Ribeira Grande)
Pemodelan lapangan ini dijelaskan oleh Ponte dan rekannya (2009a,
b, 2010) dan Pham dan rekan (2010), dan sejarah lapangan dijelaskan oleh
Kaplan dan rekan (2007). Lapangan ini terletak di pulau Sa˜o Miguel di
Azores. Ada dua proyek terpisah: Pico Vermelho di utara (sumur PV) dan
Ribeira Grande di selatan (sumur CL). Reservoir relative sempit, menjadi
outflow dari upflow ke selatan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.5,
dan di utara outflow hanya setebal beberapa ratus meter. Gambar 13.6a
menunjukkan peta lapangan dan kotak grid simulasi. Perkembangan pertama
hanya sebuah Turbin noncondensing 3 MW di Pico Vermelho, mulai
diproduksi pada tahun 1981. Produksi dibatasi oleh kerusakan sumur dan
masalah scale. Pabrik Ribeira Grande Fase A 5 MW dipasang pada 19931994, dan Tahap B 9 MW di tahun 1997. Pada tahun 2006, 10 MW power
plant Pico Vermelho menggantikan noncondensing turbin.
Model simulasi ini menggunakan dual porosity, dual permeability
permeabilitas ganda opsi TETRAD. Setelah dilakukan tracer test, ada return
yang signifikan dari sumur PV-5 dan PV-6, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 13.6b. Matching yang baik ditunjukkan pada Gambar 13.7. Hasil
simulasi keadaan saat ini dengan Pico Vermelho 10 MW ekspansi, model
memprediksi adanya pendinginan yang signifikan karena return injeksi dari
PV-5 dan PV-6, dan direkomendasikan untuk memindahkan sumur injeksi ke
timur. Jika pendinginan (cooling effect) dapat ditangani, cooling effect terjadi
hanya sebatas pada bagian utara lapangan (Pico Vermelho) dan tidak ada
cooling effect yang signifikan di selatan (Ribeira Grande).
VI.
Surface Effects
Berbagai fitur merespons secara berbeda terhadap perubahan tekanan
perubahan pada reservoir. Fitur tinggi-klorida, water-fed adalah yang paling
sederhana untuk dijelaskan, karena mereka terhubung ke reservoir dengan
tekanan hidrostatik. Jika reservoir dalam perubahan tekanan, aliran fitur-fitur
ini akan merespons sesuai. Jika tekanan dalam menurun, spring flow juga
menurun. Ohaaki ngawha (pool), mata air utama di lapangan Ohaaki,
menunjukkan respons terhadap produksi dari dekat sumur panas bumi
(Glover et al., 1996, 2000; Hunt & Bromley, 2000). Gambar 13.8
menunjukkan sejarah fitur selama initial discharge dari reservoir dalam di
Ohaaki. Aliran kolam (pool) menurun ketika sumur discharge dan kembali
normal ketika discharge berhenti. Dengan discharge kontinyu, water-level
ngawha jatuh di bawah overflow. Gambar 13.9 menunjukkan sejarah
discharge dari lapangan Larderello jika tekanan reservoir menurun, demikian
juga surface discharge.
Dalam reservoir yang didominasi cairan, ketika tekanan menurun
karena produksi, ada perubahan karakteristik pattern. Water-fed mongering
karena penurunan tekanan reservoir. Peningkatan boiling dapat menghasilkan
peningkatan fluks uap ke permukaan. Selain itu, drainase dari air lapisan
dangkal dapat membuka lebih banyak saluran untuk aliran uap. Drainase air
ini adalah faktor terpenting yang memodifikasi fluks uap. Celah atas di
keadaan alami hampir seluruhnya ditempati oleh air, seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.3a. Drainase air membuat celah lebih permeable dari pada
steam, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3b, steam upflow dapat
meningkat beberapa kali lipat dan keluarnya uap bisa muncul di tempat yang
semula tidak ada. Gambar 11.5 menunjukkan sejarah pembuangan panas di
Karapiti, area tanah beruap, di Wairakei. Yang diamati meningkatkan heat
fluks ke permukaan memberikan batasan signifikan pada struktur dangkal
dari model simulasi.
VII. Subsidence
Eksploitasi panas bumi telah menyebabkan penurunan permukaan di
sebagian besar lapangan. Perubahan subsurface tekanan dan suhu
menyebabkan kontraksi (atau ekspansi) batu, dan menyebabkan perubahan
ketinggian permukaan. Penurunan tekanan fluida menyebabkan kontraksi
batuan reservoir, Jika sifat elastis batu cukup serupa di seluruh dan di atas
reservoir, kontraksi kira-kira proporsional untuk perubahan tekanan (atau
suhu). Gambar 13.10 menunjukkan subsidensi selama periode 20 tahun di
Mak-Ban
Gambar 13.11 menunjukkan hubungan antara tingkat maksimum
subsidensi dan penurunan tekanan rata-rata dalam sejumlah lapangan. Ada
dua outlier, Wairakei dan Ohaaki, yang memiliki pola luas subsidensi mirip
dengan lapangan lain, tetapi ditumpangkan pada area subsidensi yang lebih
besar.
VIII. Injection Management
Prinsip umum perencanaan injeksi adalah sumur injeksi harus "Sejauh
mungkin" dari sumur produksi dan jika di dalam reservoir, sedalam mungkin.
Dalam beberapa kasus, di lapangan yang liquid dominated dengan suhu yang
relatif rendah, injektor telah diletakkan dekat untuk memberikan dukungan
tekanan, dan mengakibatkan degradasi termal. Ini dilakukan di East Mesa,
sebuah sedimen reservoir dimana permeabilitas primer relatif isotropic
dibandingkan dengan lapangan yang di gunung berapi fraktur (Bodvarsson
& Stefansson,1988). Demikian pula, injeksi infield terbatas di Palinpinon
telah digunakan pemeliharaan tekanan (lihat Bab 12.6). Ringkasan dari
pengalaman injeksi diberikan oleh Stefa´nsson (1997) dan Sanyal dan rekan
(1995), dan keduanya mengamati bahwa ada kesulitan umum dalam
mendesain tata letak reinjeksi-produksi, tetapi kendala ini biasanya tidak
melumpuhkan proses pengembangan.