1
IRONI PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL (UN)
A. Pendahuluan
Hingga saat ini, Ujian Nasional (UN) masih dipakai untuk mengevaluasi standar
pendidikan dasar dan menengah. Kehadiran UN ini tentunya bukan tanpa sebab. Untuk
mengetahui pencapaian dan kualitas pendidikan Indonesia merupakan alasan-alasan yang
paling mendasar, mengapa diselenggarakannya UN.
Di sisi lainnya, UN pun merupakan suatu jawaban akan tuntutan dan kebutuhan zaman,
terutama sekali akan generasi-generasi bangsa yang cerdas. UN diyakini dapat menjadi satu
strategi dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, karena secara langsung
maupun tidak, UN dapat mendorong dan motivasi peserta didik untik lebih giat serta semangat
dalam belajar.
UN dari waktu ke waktu mengalami perubahan, baik dari nama maupun substansi. Hal ini
pun tidak terlepas dari konteks kehidupan (masyarakat) yang sangat dinamis. Pendidikan
diharapkan dapat beradaptasi dengan konteks sosial masyarakat, sosial budaya, sosial
ekonomi, dan lain-lain, agar dapat menjawabi kebutuhan dan tuntutan mereka masing-masing.
Namun tak dapat dipungkiri, bahwa UN juga memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.
UN pun telah menorehkan banyak kisah pilu dalam raut wajah pendidikan bangsa. Tak perlu
jauh-jauh, lihat saja kasus-kasus yang terjadi dalam penyelenggaran UN berbasis komputer
(UNBK) pada tahun 2017 yang mana banyak diwarnai beragam polemik, dari tataran teknis
hingga psikis.
Lantaran apa yang harus kita lakukan??? UN pantas dihapus atau memang masih layak
dipertahankan???
B. Konsep dan Landasan
Dengan membaca frasa ujian nasiona (UN) ini, kita tentunya langsung tau, bahwa
sesungguhnya UN ini merupakan ujian atau test yang diselenggarakan serta dilaksanakan
secara nasional. Di sini pemerintah akan bekerjasama dengan berbagai unsur-unsur terkait,
seperti Pemerintah Daerah (Pemda), dll unutk menyelenggarakan UN.
Untuk landasan-landasan yang mendasari penyelenggaraan UN dapat dilihat di bawah ini:
a) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
pasal 57 ayat 1
“Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.”
Pasal 58 ayat 2
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1
2
“Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan
oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik
untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.”
b) Peraturan Mendikbud Nomor 5 tahun 2015 tetang Kriteria Kelulusan Peserta Didik,
Penyelenggaraan
Ujian
Nasional,
dan
Penyelenggaraan
Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTS atau yang Sederajat dan
SMA/MA/SMK atau yang Sederajat
1) Pasal 2 ayat 2
“Yang menentukan kelulusan peserta didik adalah satuan pendidikan”
2) Pasal 21 ayat 1
“Hasil UN digunakan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan
c. pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.”
c) Landasan Pendukung Lainnya
Berikut ini disediakan beberapa landasan pendukung penyelenggaraan evaluasi
pendidikan, khususnya terkait Ujian Nasional (UN). Namun pada intinya, kedua
landasan di atas yang menjadi acuan utama ketika berbicara terkait UN.
1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4496); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5410); sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara 45 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5670
tanggal 6 Maret 2015);
2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);
3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
2
3
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar;
7) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2015
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional dan
Penilian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan melalui Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs,atau yang
Sederajat dan SMA/MA/SMAK atau yang sederajat;
8) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilian Hasil Belajar oleh Satuan
Pendidikan;
9) Surat
Edaran
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan Nomor:
0075/SDAR/BSNP/XII/2016 tanggal 23 Desember 2016 Tentang Kisi-Kisi
Soal Ujian Nasional Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Tahun 2016/2017;
10) Surat Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor
0271/SKEP/BSNP/I/2017 Tentang Kisi-Kisi Ujian Sekolah Berstandar
Nasional Tahun Pelajaran 2016/2017;
11) Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0043/P/BSNP/I/2017
tanggal 23 Januari 2017 Tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan
Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2016/2017;
12) Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 08/D/HK/2017 Tentang Prosedur
Operasional Standar Ujian Sekolah Berstandar Nasional Pada Pendidikan
Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017.
C. Sejarah
Sebagaiman yang telah disentil di atas, bahwa UN beberpa kali bermetamoforsis. Tercatat
beberapa kali terjadi perubahan-perubahan terhadap UN itu sendiri. Samuddin (2013)
mengulas beberapa kali pergantian format Ujian Nasional, yaitu sebagai berikut:
1) Pada tahun 1945-1971 sistem ujian dinamakan sebagai Ujian Negara. Hampir berlaku untuk
semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, yang berada pada satu
kebijakan pemerintah pusat;
2) Pada tahun 1972-1979 Ujian Negara di tiadakan, lalu dirubah menjadi Ujian Sekolah.
Sehingga sekolah yang menyelenggarakan ujian sendiri, sedangkan pemerintah pusat
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
3
4
hanya membuat kebijakan-kebijakan umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan
oleh pihak sekolah;
3) Pada tahun 1980-2000, untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu
pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajat Tahap Akhir Nasional
(EBTANAS). Dalam EBTANAS ini, dikembangkan perangkat ujian paralale untuk setiap
mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan yang menyelenggarakan dan monitoring soal
dilaksanakan oleh daerah masing-masing;
4) Pada tahun 2001-2004 EBTANAS diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS). Hal
yang menonjol dalam peralihan dari EBTANAS menjadi UNAS adalah dalam penentuan
kelulusan siswa, yaitu ketika masih menganut sistem Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai
2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan dalam kelulusan UNAS
ditentukan oleh mata pelajaran secara individual;
5) Pada tahun 2005-2009 terjadi perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan
(SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP- LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB) sehingga
nilai
kelulusan ada target minimal;
6) Pada tahun 2010-Sekarang, UNAS diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Namun sejak
tahun 2014 UN dalam proses pelaksnaanya, UN dikategorikan menjadi dua, yaitu UNBK
(UN Bebasis Komputer) dan UNPK (Ujian Nasional Pensil Kertas). Dan untutahun 2017
ini UN untuk jenjang SMA mengalami perubahan pada jumlah mata pelajaran yang
diujikan dalam UN (bisa dilihat pada bagian berikutnya).
D. Polemik Sistem Evaluasi Hasil Belajar, antara UN dan USBN
Di tahun 2017 ini, penyelenggaraan evaluasi belajar sedikit berlainan dari tahun-tahun
sebelumnya. Tahun ini, selain ujian nasional (UN), pemerintah juga menyelenggarakan ujian
sekolah berstandar nasional (USBN). Dari namanya, langsung diketahui, bahwa USBN ini
merupakan suatu sistem juga sebagai metode evaluasi pendidikan tingkat nasional. Hal ini
merupakan suatu terobosan dari pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud).
Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) merupakan dua
metode yang dipakai pemerintah untuk untuk mengukur capaian kompetensi peserta didik atau
mengevaluasi hasil belajar peserta didik secara nasional dengan mengacu pada standar
kompetensi yang ada.
Jika memosisikan diri sebagai orang awam, pasti dalam benak kita akan terbesit sebuah
pertanyaan, apakah perbedaaan antara kedua jenis ujian tersebut? Mengapa perlu adanya
USBN, padahal sudah ada UN? Jika melihat lebih dalam terkait kedua bentuk evaluasi ini, ada
beberpa hal yang perlu dikaji secara mendalam, terutama terkait keefektifan penerapan dua
jenis ujian ini.
Namun sebelum menjawab pertanyaan, apakah kedua jenis/metode ujian ini efektif atau
tidak, marilah kita melihat persamaan dan perbedaanya. Secara umum, persamaan dari kedua
metode ini, yakni sama-sama merupakan suatu evaluasi hasil belajar yang di dalamnya ada
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
4
5
pengukuran terhadap kompetensi peserta didik dengan mengacu pada standar-standar
pendidikan nasional yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Kemudian, terkait perbedaan antara UN dan USBN, dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Mata pelajaran yang diujikan
Dalam UN hanya terdapat beberapa mata pelajaran tertentu yang dimasukkan
dalam daftar mata pelajaran ujian nasional maka pada USBN semua mata pelajaran
masuk dalam daftar mata pelajaran untuk ujian USBN (kecuali mata pelajaran yang
sudah diujikan dalam UN). Hal ini tentunya turut menjawab berbagai kegelisahan
masyarakat selama ini, terutama kalangan guru, yang merasa UN ini justru membuat
mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN kan tidak mendapat perhatian yang baik
dari peserta didik. Malah ada trend yang berkembanga di dunia pendidikan dasar dan
mengengah kita, bahwa orang lebih memilih mempelajarai mata pelajaran yang diUN-kan daripada mata pelajaran lainnya yang hanya diujikan dalam Ujian Sekolah
(US). Dengan memasukan mata pelajaran lain yang selama ini tidak diujikan dalam
UN diharapkan dapat mendobrak semangat peserta didik untuk giat dalam
memepelajarai setiap mata pelajaran yang ia dapat di sekolah. Untuk mengetahui mata
pelajaran yang diujikan setiap jenjang dan setiap jenis ujian, dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
JENJANG
SMP
SMA
SMK
UN
Matematika
Bahasa Indonsia
Bahasa Inggris
IPA
Matematika
Bahasa Indonsia
Bahasa Inggris
Mapel pilihan sesuai jurusan
(1 mapel)
Matematika
Bahasa Indonsia
Bahasa Inggris
Teori Kejuruan
USBN
Pendidikan Agama
PPKN
IPS
Pendidikan Agama
PPKN
Sejarah Umum
3 Mapel sesuai
program studi siswa
Pendidikan Agama
PPKN
Keterampilan
Komputer
Diolah dari:
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/ini-mata-pelajaran-yang-diujikandalam-un-dan-usbn-2017
Dari tabel di atas, kita juga melihat bahwa, pada tahun 2017 ini, pemerintah juga
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
5
6
melakukan terobosan baru terhadap mata pelajaran yang masuk dalam ujian nasional.
Sebelumnya, pada UN tingkat SMA terdapat enam mata pelajaran (mapel) yang
diujikan, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan tiga mata pelajaran
sesuai jurusan. Untuk jurusan IPA, ditambah mapel Fisika, Kimia, dan Biologi; untuk
jurusan IPS, ditambah mapel Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi; dan untuk jurusan
Bahasa, ditambah mapel Sastra Indonesia, Antropologi, dan Bahasa Asing. Namun,
pada UN 2017 untuk tingkat SMA, hanya ada empat mapel yang diujikan, yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan satu mapel pilihan sesuai jurusan.
Peserta didik diberi kebebsan untuk memilih mapel dalam jurusannya sesuai dengan
minat
dan
kemampuannya.
Kemudian, untuk USBN, ketiga mapel yang ada dalam tiap jurusan
(IPA/IPS/Bahasa) tersebut tetap menjadi mapel yang diujikan. Ada enam mapel yang
diujikan dalam USBN tingkat SMA. Selain tiga mapel berdasarkan jurusan, USBN
juga akan menguji siswa untuk mapel Pendidikan Agama, PPKN, dan Sejarah. Lalu,
untuk UN tingkat SMK pada tahun 2017 juga tetap menguji empat mapel, yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Teori Kejuruan. Dan mapel yang
akan diujikan dalam USBN tingkat SMK adalah Pendidikan Agama, PPKN, dan
Keterampilan
Komputer.
Sedangkan untuk mapel UN tingkat SMP pada tahun 2017 tidak berbeda dengan
tahun sebelumnya. UN tingkat SMP akan menguji mapel Matematika, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA. Kemudian mapel yang akan diujikan dalam
USBN tingkat SMP adalah Pendidikan Agama, PPKN, dan IPS.
2) Jenis Soal
Terkait jenis soal, USBN dan UN pun memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Jika pada UN hanya ada soal pilihan ganda, maka pada USBN akan ditambahkan soalsoal berupa uraian atau esai. Hal ini tentunya sangat membantu siswa untuk dapat
berpikir dan bernalar kritis. Dengan demikian, seoarang peserta didik tidak hanya
diminta untuk mementukan pilihan atas jawaban-jawaban yang sudah ada, tetapi
mereka juga dituntut untuk berargumentasi atas jawaban-jawaban yang telah mereka
berikan.
3) Pembuat Soal
Jika pada UN, yang membuat soal hanya dari pusat, maka dalam USBN tidak
terjadi lagi demikian. Pada USBN, pemerintah pusat hanya menyusun beberapa soal
saja, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk jenjang
SMA/SMK, dan pemerintah kota/kabupaten untuk jenjang SMP. Namun yang perlu
diingat, bahwa baik soal UN maupun USBN, yang berhak menentukan kisi-kisi, yakni
dari Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Hal ini hendak menunjukan,
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
6
7
bahwa perbedaanya hanya terletak pada siapa pembuat soal ujian.
Untuk USBN tahun 2017, sebanyak 20 % - 25 % butir soal disiapkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kecuali untuk mata pelajaran pendidikan
agama dan budi pekerti disiapkan oleh Kementerian Agama. Sedangkan sisanya,
yakni 75 % - 80 % butir soal disiapkan oleh MGMP, dibawah koordinasi dinas
pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Khusus untuk untuk mata pelajaran
pendidikan agama dan budi pekerti, penyusunan 75 % - 80 % butir soal, dilakukan
oleh MGMP atau para guru mata pelajaran yang relevan di bawah koordinasi Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi sesuai kewenangannya (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timir, 2017: 12).
4) Ruang lingkup
Perbedaan pertama UN dan UASBN adalah ruang lingkup pelaksanaannya, jika
UN dilaksanakan secara nasional (sentralisasi) maka USBN berlaku sesuai dengan
ketetapan daerah masing-masing (desentralisasi) namun tetap berpatokan pada standar
ujian nasional. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan asas desentralisasi pendidikan
yang sejak lama kita terapkan di Indonesia.
5) Tingkat kesulitan
Terkaut tingkat kesulitan soal, dala USBN ini antara suatu daerah dengan daerah
lainnya memiliki perbedaan, namun tetap tidak boleh berada di bawah standar
nasional yang tekah dibuat. Hal ini terjadi karena tingkat kemampuan peserta didik di
suatu daerah dengan daerah lain berbeda. Lagi- lagi hal ini sangat sesuai dengan asas
desentralisasi pendidikan yang ada di Indonesia.
Dari uraian terkait perbedaan dan persamaan antara UN dan USBN di atas, dapat kita
simpulkan, bahwa penyelenggaraan UN dan USBN memiliki persamaan sebagai sistem
dan/atau metode untuk mengukur capaian peserta didik berdasarkan standar nasional yang
sudah ada. Nah, yang masih menjadi pertanyaan mengapa kedua jenis ujian ini tidak disatukan
menjadi satu saja??? Toh, sama-sama merupakan sistem evaluasi secara nasional dengan
menggunakan standar nasional yang sama juga. Kemudian, terkait perbedaannya, sebenarnya
USBN masih kita nilai lebih unggul dari UN. Hal ini terutama terkait pembuat soal dan ruang
lingkupnya. Ketika pada UN masih sangat sentralistis yang ditandai dengan penyusunan soal
yang semuanya dilakukan oleh pusat (kementrian dan lembaga terkait), maka tidak demikian
pada USBN. Penyelenggaraan USBN tahun 2017 ini memiliki spirit desentralisasi yang sangat
tinggi. Masing-masing daerah melalui forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
diberi kewenangan untuk membuat soal sesuai dengan porsinya.
Jika ditelaah lebih jauh, USBN pun masih memiliki keunggulan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan UN. Jika di UN hanya menyediakan soal pilihan ganda, maka pada
USBN dipadukan antara soal pilihan ganda dengan soal uraian yang mana sangat membantu
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
7
8
peserta didik untuk berpikir dan bernalar kritis. Hal yang serupa apabila kita tinjau dari mata
pelajaran yang diujikan. Sehingga sampai pada titik ini, UN terbilang cacat dan juga cenderung
mubazir. Aplagi jika ditinjau dari segi kefektifannya sebagai suatu sistem evaluasi pendidikan
nasional. Pernyataan ini semakin diperkuat apabila kita membandingkan realitas
penyelenggaraan UN selama ini yang menuai beragam masalah.
E. Ironi Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN)
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa UN sebagai suatu sistem dan/atau metode evaluasi
pendidikan nasional masih cacat dan cenderung mubazir. Berikut ini akan diruaikan secraa
umum berbagai masalah dalam penyelenggaraan UN:
1. Kecurangan
Kecurangan menjadi salah satu perilaku yang sering terjadi setiap kali pelaksanaan UN.
Walaupun pemerintah sudah berupaya untuk meminimalisir kecurangan tersebut, namun
belum dapat menuntaskan persoalan ini. Kasus di SMK 3 Kota Padang pada penyelenggaran
UNBK tahun 2017 kemarin hendaknya menjadi salah satu contoh yang perlu kita lihat
bersama, dimana ada guru sekolah tersebut yang kedapatan membocorkan soal kepada
murid lainnya, dan ketika murid itu hendak melaporkan, guru tersebutu bertindak intimidatif
dan berujung meninggalnya siswa tersebut setelah meminum racun (Yusuf Asyari, 2017: 12).
Kasus terkait kecurangan dalam penyelenggaraan UN bukan baru terjadi di tahun
ini, tetapi juga tahun sebelum-sebelumnya. Ada beberapa kasus kecurangan yang sempat
dirangkum Okezone dalam Iradhatie Wurinanda (2016), yaitu sebagai berikut:
a) UN Tahun 2016
Di Jombang, Peserta UN 2016 mendapat pesan berantai mengenai tawaran kunci
jawaban ujian nasional. Pesan tersebut beredar beberapa jam sebelum ujian dimulai.
Untuk bisa mendapatkan kunci jawaban tersebut, siswa dipatok harga Rp1,5 juta untuk
seluruh mata pelajaran. Tak berhenti di situ, kecurangan juga ditemukan di
Deliserdang, Sumatera Utara. Perwakilan berbagai sekolah di Medan dan Deliserdang
membeli kunci jawaban UN seharga Rp8 juta untuk semua mata pelajaran pada UN
2016. Oknum yang terlibat dalam penyebaran kunci jawaban UN di Sumut menyebut
kunci jawaban dengan kode "vitamin". Oleh sekolah, kunci jawaban UN tersebut
disebar ke siswa agar mereka meraih nilai tinggi dalam UN 2016. Bentuk kecurangan
lain adalah pada pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Siswa di
Yogyakarta melakukan aksi curang pada UN 2016 dengan memotret dan menyebarkan
soal ujian yang sedang dikerjakannya ke chatroom line. Anggota chatroom tersebut
kemudian bersama-sama menyelesaikan soal. Kasus tersebut terkuak setelah salah
seorang siswa yang juga menjadi anggota di grup Line tersebut melapor ke
Ombudsman.
b) UN Tahun 2015
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
8
9
Kasus terbesar dalam pelaksanaan UN 2015 adalah bocornya naskah soal di
internet. Dari hasil verifikasi kala itu, ada 30 buklet dari 11.730 total buklet soal UN
yang telah diunggah secara ilegal. Kejadian tersebut lantas membuat Kementerian
Pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) bertindak, yakni dengan berkoordinasi
dengan Menkominfo untuk memblokir tautan Google yang berisi naskah soal UN itu.
Koordinasi via telefon juga dilakukan dengan Google Inc dalam upaya pemblokiran.
c) UN Tahun 2014
Peredaran bocoran soal dan kunci jawaban sempat terjadi di Karanganyar pada UN
2014. Pelaku yang sebagian besar pengangguran melakukan tipu daya agar calon
korbannya tertarik untuk membeli. Mayoritas pelaku memilih beroperasi di lingkungan
sekolah. Ironisnya, salah satu pelaku berstatus guru. Ketika menjalankan aksinya, para
pelaku selalu menggunakan telefon seluler untuk berkomunikasi satu sama lain.
Komunikasi dengan korban juga selalu menggunakan handphone.
d) UN Tahun 2013
Di Surabaya, UN 2013 sempat ternoda dengan beredarnya kunci jawaban
menjelang ujian. Kunci jawaban itu beredar pagi sebelum ujian berlangsung. Bahkan,
ada juga kunci jawaban yang beredar semalam sebelum ujian dilaksanakan. Selama
menempuh UN, bocoran yang paling laku adalah matematika. Selain berupa kunci
jawaban per nomor, bocoran juga berbentuk soal UN yang sudah ditandai jawabannya.
Jenis ini biasanya beredar satu malam sebelum ujian berlangsung.
Masih terkait kekurangan dalam penyelenggaraan UN, Setya Hartanto (2015)
melalui risetnya terhadap 20 sampel dari Kepala Sekolah SMP se-Provinsi Jawa Tengah,
menunjukan, bahwa sebanyak 20% responden mengetahui kecurangan pelaksanaan UN di
sekolah-sekolah baik mengetahui secara langsung dan tidak langsung melalui media massa.
2. Ajang Politisasi Pendidikan
UN pun terkadang menjadi ajang politisasi. Hal yang paling nyata ketika kita meneropong
pelaksanaan UN di daerah. Bukan tidak mungkin, jika Pemerintah Daerah (Pemda), dengan
dalih menyukseskan UN dan agar daerahnya masuk dalam kategori daerah yang memiliki
kualitas pendidikan yang baik, berlomba-lomba menghalalkan berbagai cara hal tersebut.
Dalam diskusi ini juga didapati informasi dari beberapa peserta yang mana mengalami dan
melihat langsung tindakan terkutuk ini, dimana Pemda melalui dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga (PPO/Disdikpora) mengeluarkan surat edaran kepada masing-masing kepala
sekolah agar membantu peserta didik saat mengerjakan ujian. Hal ini tentunya bertujuan,
agar hasil UN di daerahnya baik, sehingga membuat pemerintah pusat dan publik mengakui
serta mengapresiasi daerah tersebut.
Persoalan terkait politisasi pendidikan yang kemudian berujuang pada munculnya
kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan UN pun sempat disuarakan oleh Prof.
Muhadjir Efendy, Mendikbud RI. Beliau mengatakan, bahwa kecurangan pada UN juga
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
9
10
diakibatkan oleh dorongan birokrasi, yang mana pemerintah daerah menjadikan UN sebagai
patokan dalam berprestasi. Sehingga praktik kecurangan terjadi secara massif dan
melibatkan
sejumlah
orang
di
sekolah
(https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/27/173850805/mendikbud-ungkappenyebab-kecurangan-dalam-un).
3. Pemborosan
Tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan UN ini membutuhkan dana yang tidak
sedikit. Pada bagian sebelumnya tadi telah banyak diulas terkait perbedaan dan persamaan
antara USBN dan UN. Singkatnya perlu dipertanyakan: jika hari ini telah ada USBN yang
mana juga mengevaluasi kualitas peserta didik, mengapa harus ada UN (UNBK/UNPK)
lagi??? Padahal jelas, bahwa UN dan USBN sama-sama merupakan suatu evaluasi
pendidikan secara nasional dengan menggunakan standar-standar nasional pula.
Kalau kita tinjau dari segi ekonomis, hal ini termasuk suatau pemborosan. Padahal sangat
mungkin apabila dana yang ada itu dapat dialokasikan untuk program pembangunan
pendidikan, terutama terkait pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Sholihin Abdurahman (2017), dalam artikelnya yang berjudul “Ujian Nasional dan
Efektifitas Anggaran” mengatakan, menilai bahwa penyelenggaraan UN hanya buangbuang anggrana saja. Beliau yang juga merupakan Kepala Sekolah di salah satu SMP Negeri
di Sulawesi Barat ini mengatakan, bahwa pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi secara
mendalam kembali terkait penyelenggaran UN yang nyatanya banyak menuai maslah ini.
Beliau juga menegaskan, bahwa anggaran penyelenggaran UN yang sangat fantastis setiap
tahunnya ini, ada bainya dialokasikan untuk agenda pembangunan pendidikan lainnya,
terutama peningkatan kualitas pendidikan. Adapun anggaran penyelenggaran UN pada
beberapa tahun belakangan ini, yaitu: Rp 600 miliar (tahun 2012), Rp644 miliar (tahun
2013), Rp 545 miliar (tahun 2014), Rp 560 miliar (tahun 2015), dan Rp 540 miliar (tahun
2016). Pembiayaan ini meliputi biaya cetak, pengiriman, pengawasan dan lain-lain.
Sedangkan untuk penyelenggaraan UN tahun 2017, pemerintah menyiapkan anggaran
sebesar Rp 491 miliar dalam tahun angagran 2017 (Abe, 2016: 2). Anggaran tersebut lebih
kecil dari tahun sebelumnya karena untuk UN tahun 2017 ini telah dibatasi jumlah mata
pelajaran yang diujikan dalam UN. Yang sebelumnya berjumlah enam mata pelajaran, kini
hanya empat mata pelajaran yang diujikan dalam UN (bida dilihat pada uraian sebelumnya).
4. Hanya Menguji Aspek Kognitif
Tidak bisa dipungkiri, bahwa UN itu sebenarnya hanya menguji aspek kognitif dan
mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik peserta didik saja. Hal ini tentunya sangat
bertentangan dengan esensi pendidikan itu sendiri dan seolah-olah ada pendangkalan serta
pengkerdilan terhadap makna pendidikan itu sendiri.
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1
11
5. Belum Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Walaupun tujuan mulia dari UN ini untuk meningkatkan kualitas peserta didik, namun hari
ini masih kita rasakan, bahwa kualitas pendidikan kita masih jauh dari yang ideal. Sehingga
bisa kita katakan UN ini masih belum berhasil memperbaiki kualitas pendidikan secara
masif. Hal ini masih berkaitan dengan aspek yang diuji di UN ini yang masih berkutat pada
aspek kognitif.
Pernyataan terkait UN belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan pun sempat
disuarakan oleh Muhadjir Effendy, Mendikbud RI ketika mengemukakan delapan alasan
pemoratoriuman UN, namun pada akhirnya tidak diterima oleh presiden dan wakil presiden
RI. Beliau mengatakan, bahwa hasil UN hingga saat ini belum dapat menjadi instrumen
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Beliau juga menegaskan, bahwa bentuk UN
kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh (Nabilla Tashandra,
2016: 1).
6. Gangguan Psikis
Bukan suatu hal yang baru lagi, jika ganguan psikis bukan menjadi hal yang asing dalam
pelaksanaan UN. Stress masal di antara kalangan guru, orangtua, terutama peserta didik
merupakan contoh yang paling nyata. Hal ini pun bisa membuat mereka dapat menghalalkan
berbagai cara agar dapat memperoleh nilai terbaik pada UN walau UN bukan lagi penentu
kelulusan.
F. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari ulasan di atas, maka dapat kita simpulakan bahwa penyelenggaraan UN masih
menyimpan banyak potret buram. Oleh karena itu perlu ada evaluasi secara kompherensif dan
diikuti dengan pembaharuan berdasarkan evaluasi tersebut. Paling ekstrim, yaitu dengan
menghapuskan UN!!! Mengingat di tahun 2017 ini juga sudah mulai diberlakukan USBN,
maka ini tentunya memperkuat argumentasi bahwa UN layaknya dihapus saja, agar efisien
dan efektif serta tidak terkesan mubazir. Toh, masih ada USBN yang semua kisi-kisi soalnya
ditetapkan oleh BSNP sehingga tidak mungkin apabila pendidikan kita semakin sulit
distandarisasi dan peserta didik pada satuan pendidikan semakin dijauhkan dari standar
nasional yang sudah ada. Justru USBN ini dianggap sangat ideal sebagai sistem dan/atau
metode evaluasi belajar peserta didik secara nasional dengan berbagai dasar pertimbangan
pada uraian di atas. Sedangkan mata pelajaran-mata pelajaran yang dahulunya di-UN-kan
akan diujikan semuanya di USBN. Dengan demikian, maka secara nasional hanya ada satu
evaluasi, yakni USBN.
Untuk dipertimbangkan lebih lanjut juga, evaluasi terhadap kualitas peserta didik,
selain diuji secara objektif melalui USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) dengan
pembaharuan-pembaharuan di atas, pihak atau lembaga pengguna (users) pun
mempersiapakan evaluasi terhadap peserta didik berdasarkan standar-standar yang dipakai
pihak/pengguna itu. Misalnya, jika seorang pelajar SMA yang sudah berada pada kelas XII,
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1
12
maka dia wajib mengikuti USBN, setelah itu jika dia mau melanjutkan ke perguruan tinggi,
maka berikan kewenangan kepada perguruan tinggi untuk menguji kualitas itu dengan
standar-standar di perguruan tinggi tersebut. Begitu pula jika dia hendak ingin bekerja di
perusahan swasta/pemerintah.
Yogyakarta, 25 April 2017
BEM KM UNY, Koordintaor Isu Dikdasmen aliasni Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia (BEM SI)
Mengetahui,
Ketua BEM KM UNY
Kepala Departemen Karispol
Yohanes Bosco D. R. Mawar
Thifli Habibi Nur Salim Nava
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1
13
DAFTAR REFERENSI
Abe. 2016. UN Berganti USBN, Biaya Pelaksanaan Capai Rp1 Triliun. Diakses dari:
http://www.harianterbit.com/hanteriptek/read/2016/12/02/73791/0/22/UN-BergantiUSBN-Biaya-Pelaksanaan-Capai-Rp1-Triliun. Diakses pada: 28 April 2017.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. 2017. Pedoman Teknis Pelaksanaan USBN, UN dan US
2017. Diakses dari: http://www.mardiyas.com/2017/02/domnis-final-pelaksanaan-usbn-undan-us.html. Diakses pada: 28 April 2017.
Iradhatie Wurinanda. 2016. Beragam Kecurangan UN Terulang Setiap Tahun. Diakses dari:
http://news.okezone.com/read/2016/04/09/65/1358480/beragam-kecurangan-un-terulangsetiap-tahun. Diakses pada: 28 April 2017.
Nabilla Tashandra. 2016. Delapan Alasan UN Perlu Dihapuskan Sementara. Diakses dari:
http://nasional.kompas.com/read/2016/12/01/23274951/delapan.alasan.un.perlu.dihapuska
n.sementara. Diakses pada: 28 April 2017.
Setya Hartanto. 2015. Ujian Nasional (UN), Masih Perlukah? Diaskes dari:
http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/340/ujian-nasional-un-masih-perlukah. Diakses
pada: 28 April 2017.
Sholihin Abdurahman. 2017. Ujian Nasional dan Efektivitas Anggaran. Diakses dari:
http://radarsulbar.fajar.co.id/2017/04/05/ujian-nasional-dan-efektivitas-anggaran/. Diakses
pada: 28 April 2017.
Yusuf Asyari. 2017. Usai Bongkar Kecurangan USBN, Siswi SMK Tewas Minum Racun. Diakses
dari: http://www.jawapos.com/read/2017/04/13/123124/usai-bongkar-kecurangan-usbnsiswi-smk-tewas-minum-racun. Diakses pada: 28 April 2017.
Samuddin. 2013. Pengaruh Pelaksanaan Ujian Nasional Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas
XII
di
Sekolah
SMA
Yaspih
Rajeg-Tangerang.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact
=8&ved=0CBwQFjAAahUKEwjZnOLKoavIAhUDxI4KHYpIBF4&url=http%3A%2F%2
Frepository.uinjkt.ac.id. Diakses pada: 28 April 2017.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/ini-mata-pelajaran-yang-diujikandalam-un-dan-usbn-2017
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/27/173850805/mendikbud-ungkappenyebab-kecurangan-dalam-un
Peraturan Perundang-Undangan dan Dokumen Pendukung:
1.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301)
2.
Peraturan Mendikbud Nomor 5 tahun 2015 tetang Kriteria Kelulusan Peserta Didik,
Penyelenggaraan
Ujian
Nasional,
dan
Penyelenggaraan
Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTS atau yang Sederajat dan
SMA/MA/SMK atau yang Sederajat.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional Pendidikan
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1
14
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara 45 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5670 tanggal 6 Maret 2015);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2015 tentang
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional dan Penilian Hasil
Belajar oleh Satuan Pendidikan melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan
Kesetaraan pada SMP/MTs,atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMAK atau yang
sederajat;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penilaian
Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan;
Surat
Edaran
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan Nomor:
0075/SDAR/BSNP/XII/2016 tanggal 23 Desember 2016 Tentang Kisi-Kisi Soal Ujian
Nasional Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2016/2017;
Surat
Keputusan
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan
Nomor
0271/SKEP/BSNP/I/2017 Tentang Kisi-Kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun
Pelajaran 2016/2017;
Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0043/P/BSNP/I/2017 tanggal 23
Januari 2017 Tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun
Pelajaran 2016/2017;
Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 08/D/HK/2017
Tentang Prosedur
Operasional Standar Ujian Sekolah Berstandar Nasional Pada Pendidikan Dasar
dan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017.
Departemen Kajian Riset dan Politik BEM KM UNY 2017
1