Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
PROGRAM DESAIN Sinergi Untuk Mengabdi Maluku Tenggara Barat “Pendidikan & Pertanian” WELCOMING ALUMNI LPDP 2017 2 Padamu Negeri… Kami Berjanji… Padamu Negeri... Kami Berbakti… Padamu Negeri... Kami Mengabdi… Bagimu Negeri… Jiwa Raga Kami… Kusbini, dalam Padamu Negeri 3 DAFTAR ISI Behind The Scene…………………………………..……………………………….. 6 A. Tinjauan Sektor Pendidikan Dan Pertanian Di Maluku Tenggara Barat …..…… 6 B. Tantangan Dan Potensi Pengembangan Pendidikan Di Maluku Tenggara Barat.. 8 C. Tantangan Dan Potensi Pengembangan Pertanian Di Maluku Tenggara Barat… 11 Karya Alumni Untuk Indonesia…………………………………………………….. 18 A. Desain program terhadap masalah pendidikan di maluku tenggara barat ……… 18 B. Desain program terhadap masalah pertanian di maluku tenggara barat………… 20 Gagasan Alumni Untuk Indonesia…………………………………………………. 27 A. Metode pelaksanaan program desain pendidikan ……………………………… 27 B. Metode pelaksanaan program desain pertanian………………………………… 33 End of Story …………………………………………………………………...……. 46 Daftar Referensi ………………………………………………………………...….. 47 Biografi Penulis …………………………………………………………………….. 50 4 MARS LPDP Di bawah kepakan sayap sang Garuda Yang berlandaskan kepada Pancasila Integritas mengabdi, profesional melayani Bersama LPDP membangun negri Langkahkan kaki dengan pasti tanpa ragu Harumkan nama tanah air Indonesia Merah semangatmu, putih hatimu Pemimpin yang dinanti bumi pertiwi Hai, bumi dengarkan cita kami Ksatria cendekia siap berkarya Beragam peran, satu tujuan Bersinergi membangun Indonesia Berkeadilan berdemokrasi Menjadi bangsa yang trus berinovasi Melahirkan pemimpin masa depan Raih Indonesia gemilang Majulah..., Semangatlah..., Jaya... 5 Behind The Scene “Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.” Anies Baswedan, Indonesia Mengajar A. TINJAUAN SEKTOR PENDIDIKAN DAN PERTANIAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Pendidikan di Maluku Tenggara Barat Permasalahan krusial yang ada di wilayah Maluku Tenggara Barat dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek, yaitu pendidikan, pertanian, serta perumahan dan energi. Di bidang pendidikan, masalah yang dihadapi di kabupaten ini adalah Gambar 1. Kunjungan Tim Mini Riset ke MTB masih rendahnya tingkat kesadaran pendidikan, khususnya untuk wanita, ditunjukkan dengan presentasi perkawinan wanita di usia kurang dari 17 tahun (6,58%). Selain itu, tingkat kesadaran untuk melanjutkan pendidikan setelah SD juga masih rendah, terbukti dengan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat di tingkat SLTP dan SMA. Hal ini dikarenakan juga kurangnya jumlah sekolah menengah di Kab. Maluku Tenggara Barat. Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki total 122 sekolah dasar, 63 SMP, dan 25 SMA yang tersebar di seluruh kecamatan (Dinas Pendidikan MTB, 2016). Selain itu, isu pendidikan yang diangkat sebagai masalah utama adalah rendahnya mutu dan kualitas guru yang tercermin pada rendahnya peringkat nilai UKG Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pada UKG tahun 2016, nilai UKG Kabupaten Maluku Tenggara Barat menempati peringkat ke-32 dari 33 provinsi yang ada (MTB dalam 6 angka, 2015). Berdasarkan data dari Neraca Pendidikan Daerah, dijelaskan bahwa kompetensi guru Kabupaten Maluku Tenggara Barat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kompetensi guru per jenjang 2015 sebesar 45,10 dari nilai nasional sebesar 56,90 (Neraca Pendidikan Daerah, 2015). Uji Kompetensi Guru (UKG) dijadikan sebagai tolak ukur atau barometer dalam pencapaian guru mengenai kompetensi yang ada pada guru tersebut. Nilai UKG inilah yang nantinya dijadikan sebagai pijakan pemerintah dalam pengambilan kebijakan mengenai pelatihan guru dan sebagainya. Pertanian di Maluku Tenggara Barat Maluku Tenggara Barat (MTB) merupakan salah satu kabupaten di provinsi maluku yang mempunyai potensi untuk pengembangan kawasan pertanian. Sebagian besar masyarakat Maluku Tenggara Barat (MTB) mengusahakan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Gambar 2. Seorang warga sedang menggemburkan lahan kering Jagung seperti dan budidaya Padi, Umbi-umbian yang merupakan makanan pokok. Untuk meningkatkan kebutuhan pangan, masyarakat MTB mengembangkan lahan kering untuk budidaya pertanian. Lahan kering merupakan lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya pertanian di mana sumber pengairannya tergantung pada air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap dalam jangka waktu tertentu (Noeralam, 2002). Salah satu masalah yang dihadapi pertanian lahan kering adalah ketersediaan air yang sangat terbatas di mana kebutuhan air hanya tersedia pada saat musim hujan. Air merupakan kebutuhan dasar tanaman yang menentukan keberhasilan produktivitas tanaman. Sekitar 80% penyusun tubuh tanaman adalah air. Air berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, transpirasi dan lain-lain. Air juga berfungsi sebagai pelarut unsur hara, menjaga kelembaban tanah, menurunkan suhu tanah serta menjaga kondisi iklim mikro 7 tanaman menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penting dilakukan pengelolaan air untuk pertumbuhan dan produksi tanaman khususnya air hujan pada pertanian lahan kering agar tidak hilang begitu saja melalui run off dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman dan dapat di simpan untuk pengairan pada musim kemarau. B. TANTANGAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Maluku Tenggara Barat merupakan salah satu kabupaten di wilayah Maluku. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten MTB (2015), kabupaten ini berada pada ranking ke-10 dari 11 kabupaten di Maluku. IPM ini mengukur kemampuan pembangunan suatu daerah berdasarkan indikator angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per kapita riil. Dua dari empat komponen ini, dua di antaranya berkaitan langsung dengan permasalahan pendidikan. Oleh karena itu, design program pembagunan daerah ini akan berfokus pada masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ujung tombak pencetak profesional sudah seharusnya meningkatkan mutunya sehingga menghasilkan lulusan yang siap untuk bersaing. Data IPM (2015) menyebutkan bahwa rata-rata lama sekolah hanya mencapai 8,98 sedangkan harapan lama sekolah mencapai 11,82. Faktor krusial yang mempengaruhi standard mutu pendidikan adalah peningkatan kualitas guru (Lyna, 2017). Hal ini didukung oleh Mulyasa (2009:5) yang menyampaikan bahwa “... upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa guru yang profesional dan berkualitas”. Berdasarkan hasil Mini Riset yang dilaksanakan pada tanggal 8-13 Desember 2017 di ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, terdapat kendala utama dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru. Kendala tersebut meliputi rendahnya transparansi dan kurang optimalnya penyaluran tunjangan untuk tenaga pendidik, forum untuk tenaga pendidik seperti MKKS, KKG dan MGMP tidak berjalan secara optimal, diklat sebagai sarana peningkatan mutu dan kualitas guru tidak dapat dimaksimalkan, belum sesuainya pelaksanaan 8 kebijakan dengan aturan yang berlaku dan belum berjalannya program untuk guru berkompetisi serta berkarya seperti lomba guru dan kepala sekolah berprestasi. Informasi berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan ahli yang berasal dari akademisi dan praktisi, didapatkan bahwa mengaktifkan dan memperkuat fungsi kelembagaan, di antaranya KKG, MGMP, MKKS, MGBK, secara berkelanjutan dapat dijadikan sebagai solusi mendasar yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) dari program ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Tabel 1. Analisis SWOT forum kelembagaan di sekolah Strength Opportunity 1. MGMP adalah organisasi non-struktural yang 1. Dapat mengoptimalkan keberadaannya dibentuk berdasarkan pedoman support dari dana BOS Dirjen Dikdasmen yang beredar sejak tahun berdasarkan 1991 dan dicetak ulang pada tahun 1993. kebijakan BOS tahun 2016 Walaupun secara non-yuridis, informasi keberadaan MGMP telah ada sejak tahun 1970-an. 2. Mempunyai latar belakang dan visi yang sama untuk meningkatkan profesionalitas guru. 3. Forum ini dapat dijadikan sebagai wadah untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam bidang pendidikan yang mempunyai visi yang sama. 4. Jumlah peserta lebih terbatas sehingga lebih efektif. Weaknesses Threats 1. Kurangnya monitoring dan evaluasi sehingga 1. Letak program penguatan melalui geografis yang tersebar. MGMP/KKG/MKKS/MKBK tidak berjalan 2. Dibutuhkan sumber daya secara berkelanjutan manusia yang mempunyai dedikasi dan integritas yang tinggi. 9 Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dilihat bahwa peningkatan keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk sekolah (KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan. Akan tetapi, program penguatan budaya dan kinerja pemangku kepentingan di lingkungan sekolah tidak dapat berjalan tanpa adanya kolaborasi dan sinergisitas dengan masyarakat. Data dari Dinas Pendidikan MTB (2016) menyebutkan bahwa persentase tertinggi tingkat pendidikan masyarakat Maluku Tenggara Barat adalah lulusan SD yang mencapai angka 34,1%. Kemudian disusul oleh lulusan SLTP sebanyak 21,01% dan tidak sekolah atau tidak tamat SD sebesar 14,87% (MTB dalam angka, 2015). Berdasarkan angka persentase murni (APM) yang digunakan untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pada jenjang pendidikan SD hanya 56,8% penduduk yang berusia 7 -12 tahun yang bersekolah di SD, SMP mencapai 84% penduduk yang berusia 13-15 tahun yang bersekolah di SMP dan pada jenjang SMA hingga 79,4% penduduk yang berusia 16-18 tahun (Neraca Pendidikan Daerah MTB, 2015). Diagram 1 Rata-Rata, Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah Mata Pelajaran UN 100 80 92.5 90 100 58.84 60 64.5 49.27 44.06 47.32 Nilai Tertinggi 40 20 Rata-Rata 14 14 15 15 Nilai Terendah 0 Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika IPA Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten MTB Angka partisipasi ini tergolong tinggi, namun ternyata tidak diimbangi dengan kompetensi yang cukup dari siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil nilai Ujian Nasional. Rata-rata Nilai UN lulusan SMP/MTs Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah 49,88 yang berati lulusan SMP/MTs hanya mencapai 49,88% dari 100% kompetensi yang seharusnya dimiki pada umumnya, khususnya pada mata 10 pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA. Rata-rata, nilai tertinggi dan nilai terendah mata pelajaran UN ditunjukkan oleh Diagram 1. Selain itu, hasil studi menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga memberikan pengaruh positif yang sangat signifikan dalam meningkatkan kemandirian anak dalam belajar (Adicondro dan Purnamasari, 2011). Ditambah lagi, secara, idealnya pembentukan belajar siswa juga sangat berpengaruh dari lingkunga kehidupan keluarga di masyarakat atau keluarga. Sehingga, selain mencanangkan peningkatan keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk sekolah (KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan, dibutuhkan partisipasi dan program dalam tatanan masyarakat yang dapat memberikan andil yang cukup besar. Jam Belajar Masyarakat (JBM) merupakan salah satu rancangan program yang dapat diterapkan di masyarakat MTB pada waktu-waktu tertentu untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya peningkatan kualitas belajar siswa. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat menjadi wadah awal pengasuhan anak yang lebih baik, karena adanya sistem regular yang berkelanjutan dalam keluarga. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam bidang pendidikan sebagai berikut. 1) Bagaimana mengaktifkan dan memperkuat forum kelembagaan untuk sekolah (KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan? 2) Bagaimana cara meningkatkan budaya belajar masyarakat dan prestasi siswa di MTB melalui program Jam Belajar Masyarakat (JBM)? C. TANTANGAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Air merupakan salah satu kebutuhan dasar tanaman untuk meningkatkan keberhasilan produktivitas tanaman dan mengurangi resiko gagal panen. Air berfungsi untuk menurunkan suhu tanah, meningkatkan kelembaban, mendorong gerakan panas lebih merata sehingga Gambar 3. Lahan kering di MTB 11 memberikan kondisi iklim yang lebih nyaman bagi pertumbuhan tanaman. Potensi pasokan atau ketersediaan air di suatu wilayah dapat diperkirakan dari besarnya curah hujan. mm/bulan 350 300 250 200 150 100 50 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agu Sep Okt Nov Des Diagram 2. Curah hujan yang terjadi di daerah Saumlaki periode 1984-2013 Sumber: Stasiun Hujan/Meteorologi Saumlaki (2014) Dari data tersebut diketahui bahwa menurut klasifikasi Oldman menunjukkan 5 bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan) yakni bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dengan Agustus-Oktober sebagai bulan terkering; Juni sebagai bulan lembab (curah hujan 100-200 mm/bulan); dan bulan basah (curah hujan >200 mm/bulan) terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret, April, Mei. Total curah hujan di Saumlaki adalah 1928 mm/tahun. Adapun suhu udara rata-rata tahunan adalah 27,30C; kelembaban nisbi udara sebesar 81%; kecepatan angin rerata 6 knot, dan evapotranspirasi potensial yang dihitung dengan metode Penman adalah sebesar 1491 mm/tahun. 12 curah hujan Defisit mm/bulan 350 ETP Surplus ETA KAT 300 250 200 150 100 50 0 -50 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agu Sep Okt Nov Des -100 Diagram 3. Neraca air lahan MTB Timur di kecamatan Tanimbar Selatan, Wertamrian, Kormomolin, Nirunmas, Tanimbar Utara, Yaru, dan Molu Maru Sumber: Blue print pembangunan pertanian MTB 2014 Berdasarkan Diagram 3 diketahui bahwa surplus air di MTB Timur hanya terjadi selama 3 bulan yakni Februari, Maret, April dengan nilai di bawah 50 mm/bulan. Defisit air menunjukkan angka yang lebih besar antara 14 – 150 mm/bulan yang terjadi selama 5 bulan (Juli-November). Defisit air ini terjadi karena evapotranspirasi (ETP) melebihi evapotranspirasi aktual (ETA) akibat dari curah hujan yang rendah. Data perubahan kanduangan air tanah (dKAT) menunjukkan bahwa kandungan air tanah optimal bagi tumbuhnya tanaman hanya berlangsung selama 6 bulan (Desember-Mei), surplus kandungan air tanah terjadi selama 3 bulan yakni Desember, Januari, dan Februari sedangkan 3 bulan lainnya mengalami defisit kandungan air tanah. Berdasarkan data ini diketahui bahwa MTB Timur hanya memiliki surplus air yang berasal dari air hujan sebesar 76 mm/tahun (Februari-Juni). Sedangkan defisit hujan mencapai 539 mm/tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa terdapat peluang untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau melalui pemanfaatan surplus air hujan yang mungkin masuk ke sungai, ditampung di kolam/embung, atau sumur. Meski demikian, karena nilai defisit air lebih lebih tinggi daripada surplus air sehingga pada 13 puncak musim kemarau petani diprediksi tetap akan mengalami kekeringan sumber air. Terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab buruknya ketahanan pangan khususnya ketersediaan padi lokal di Maluku Tenggara Barat. Pertama, aksesabilitas terhadap teknologi pertanian tepat guna untuk budidaya di tingkat petani seperti teknik pemupukan, jarak tanam, bibit berkualitas, manajemen gulma dan pengelolaan tanah atau irigasi yang terbatas dan terkatagori rendah. Ali dan Fitria (2014) menyebutkan bahwa saat ini petani padi gogo sulit mendapatkan varietas unggul bermutu sehingga hasilnya tidak optimal, rerata petani masih menggunakan teknologi konvensional dalam budidaya padi gogo seperti dalam hal jarak tanam dan penggunaan benih. Kedua, pola pembagian lahan untuk penanaman yang belum terdistribusi dengan baik. Padi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan namun luas tanam padi lebih kecil dibandingkan palawija dengan perbadingan luas 1:4,6 antara pagi dan palawija. Hal ini didukung oleh fakta bahwa sebanyak 88,45% petani padi tidak menjual padinya atau menanam hanya untuk konsumsi keluarga; 10,81% petani menjual sebagian padinya; dan hanya 0,74% petani yang menjual seluruh hasil panen padinya. Mayoritas petani adalah petani kecil dengan kepemilikan lahan sempit dan tidak fokus terhadap satu komoditas. Adam (No Date) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sebanyak 63% penduduk Maluku Tenggara Barat masih mengalami kesulitan aksesibilitas beras baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ketiga, permasalahan sosial budaya dalam upaya pengelolaan lahan oleh kelompok tani yang cenderung bersama-sama bekerja bukan bekerja sama. Hal ini tergambar dari kelompok tani yang tidak sama sekali melakukan transfer terknologi antar petani karena budaya masyakarat yang membutuhkan pembuktian untuk mau mengadopsi budaya pertanian baru. Keempat, permasalahan ketersediaan lahan hutan. Hal ini disatu sisi merupakan potensi dalam upaya pengembangan pertanian namun disisi lain merupakan masalah karena ketersediaan lahan hutan menyebabkan upaya petani untuk mengolah lahan menjadi rendah dan cenderung lebih tertarik melakukan deforentasi untuk mengingkatkan prosuktivitas sesaat. 14 Rumusan Masalah Berdasarkan beberapa identifikasi permasalahan tersebut maka dirumuskan permasalahan yang diteliti meliputi: 1. Aktivitas pertanian apa yang dikembangkan di Maluku Tenggara Barat? 2. Siapa pihak yang terkait dalam upaya pengembngan pertanian di Maluku Tenggara Barat? 3. Bagaimana proses pengembangan pertanian yang dilakukan di Maluku Tenggara Barat? 4. Kapan aktivitas pertanian dan pengembangan pertanian dilakukan di Maluku Tenggara Barat? 5. Mengapa aktivitas pertanian tertentu dikembangkan di Maluku Tenggara Barat? 6. Di mana aktivitas pertanian dikembangkan di Maluku Tenggara Barat? 7. Indentifikasi permaslahan pertanian di Maluku Tenggara Barat? 8. Bagaimana Solusi dan Prototipe pengembangan pertanian di wilayah Maluku Tenggara Barat? Berikut beberapa hasil identifikasi masalah terkait untuk rumusan masalah awal dari hasil tinjauan lapangan. Tabel 2. Identifikasi masalah pertanian di MTB No. 1 Narasumber Deskripsi Masalah Kepala Bidang Rendahnya manajemen Sumber Tanamanan Pangan Daya Alam dan Sumber Daya Prioritas Feasibility Sedang Manusia bidang pertanian 2 Sekertaris Dinas Keterbatasan sumber air, Pertanian perubahan budaya makan beras, Sedang kebutuhan alsintan 3 Kepala Dinas Ladang berpindah, disfungsi Pertanian anggaran desa, ketersediaan Tinggi infrastruktur dan teknologi 15 4 Ketua Kelompok Ladang berpindah, rendahnya Tani Dalam Lese teknologi sederhana tepat guna Tinggi dan alsintan 5 Kasi Pembibitan dan Harga komuditas prioritas Pembenihan dan program pemerintah yang Perkebunan rendah, budaya petani yang Tinggi cenderung tidak efisien 6 7 Anggota Kelompok Ladang berpindah, pembukaan Tani / Mantan lahan, kompetensi penyuluh dan Kepala Desa bantuan pemerintah yang minim Petani Lokal Nirun Wawasan petani tradisonal Mas tentang alsintan, pembakaran Tinggi Sedang hutan dan alih fungsi lahan 8 Petani Lokal Ketersediaan pupuk, Wertambrian transportasi yang murah, Tinggi alsintan yang tepat guna, dampingan dari pihak ketiga (non pemerintah) dan alur bantuan yang dipersingkat ke petani 9 Koordinator Tingkat pendidikan penyuluh Penyuluh pertanian yang rendah, Kecamatan kurangnya pelatihan kompetensi Wertambrian penyuluh, ketersediaan Tinggi anggaran 10 Kepala Divisi Minat pertanian dan data blue Perencanaan print pengembangan pertanian Rendah Pertanian Dinas 16 Pertanian 11 Kepala Balai Bibit Manajemen sumber air dan dan Benih hara, ladang berpindah dan Rendah sumber daya manusia untuk pembibitan 12 Petani Tradisional Daya dukung lingkungan yang Sedang rendah, pembakaran hutan untuk pertanian dan kurangnya perhatian pemerintah pusat Sumber: Data Primer Permasalahan Akhir Permasalahan utama pertanian di MTB adalah ladang berpindah yang disebabkan oleh sangat minimnya sumber air di musim kemarau dan terbatasnya kemampuan manajemen hara sehingga produktivitas pertanian tidak optimal. Ladang berpindah ini didukung oleh ketersediaan lahan yang melimpah sehingga masyarakat petani cenderung lebih mudah alih fungsi daripada membuat sistem pertanian lahan menetap. Visi yang ingin dicapai “Terwujudnya pertanian terintegrasi yang produktif dan berkesinambungan menuju Maluku Tenggara Barat berketahanan pangan dan menjadi sentral pangan di Indonesia timur” 17 KARYA ALUMNI UNTUK INDONESIA “Pangan merupakan soal mati-hidunya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka ‘malapetaka’ Oleh karena itu erlu usaha secara besar-besaran, radikal dan revolusioner.” Soekarno A. DESAIN PROGRAM TERHADAP MASALAH PENDIDIKAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Design program untuk peningkatan kualitas guru dapat dilaksanakan dan diawali melalui dua program yaitu optimalisasi Forum Sekolah dan Jam Belajar Masyarakat. 1. Program untuk Peningkatan Budaya Sekolah melalui Forum Sekolah. Dalam mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas guru melalui program Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawah Kepala Kerja Sekolah (MKKS), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, dan sejenisnya baik pelatihan maupun mentoring dengan dinas pendidikan. Untuk meningkatkan kompetensi guru tidak hanya dalam bentuk pelatihan, namun adanya program guru dan murid berprestasi. Dari masing-masing sekolah bisa mengirimkan wakil dan karyanya yang berupa reward dalam bentuk pertukaran guru ke luar daerah. Design program yang ditawarkan dalam meningkatkan kualitas atau kompetensi guru yaitu pada tahapan awal ini dapat dilaksanakan melalui: 1. Optimalisasi forum sekolah, MKKS, MGMP, dengan bimbingan dari Dinas Pendidikan. Sebagai tahapan awal, penguatan kelembagaan yang diikuti oleh pendampingan dan pelatihan secara intensif oleh Instrukstur Nasional dapat dilaksanakan. Dalam penguatan ini, terdapat program-program inovasi yang dapat dilaksanakan sebagai berikut. i. Teacher Exchange sebagai reward dari keaktifan forum sekolah dan dukungan dari pihak eksternal untuk meningkatkan kualitas guru. ii. Bekerja sama dengan Indonesia Mengajar (IM) untuk membentuk Tanibar Mengajar, SM3T untuk memunculkan guru-guru yang inovatif dalam pembelajaran. 18 iii. Memberikan pelatihan kepada guru terkait dalam proses kegiatan belajar mengajar, pelatihan IT dan menghadiri seminar-seminar yang tujuannya adalah meningkatkan kompetensi guru baik dalam bidang model pembelajaran atau perangkat pembelajaran. Beberapa cara dan upaya yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas yaitu guru harus difokuskan pada pemahaman tentang mata pelajaran, sertifikasi ulang, penilaian berkala dan pelatihan keterampilan pedagogis. 2. Lomba rutin tahunan berupa guru berprestasi dan siswa berprestasi dengan reward berupa studi banding ke sekolah-sekolah di daerah Jawa seperti “Visiting Teacher”. 2. Optimalisasi budaya belajar di masyarakat melalui Jam Belajar Masyarakat. 3. Optimalisasi budaya belajar masyarakat merupakan bagian penting yang mana pendidikan keluarga dan masyarakat berkontribusi penting dalam membentuk pola kepribadian dan berprestasi dari siswa. 2. Peningkatan Budaya Belajar Masyarakat melalui Jam Belajar masyarakat (JBM) Jam Belajar Masyarakat atau (JBM) merupakan salah satu program pendukung belajar atau fasilitas ruang belajar siswa di dalam masyarakat (khususnya keluarga) yang diharapkan dapat membantu sekolah untuk meningkatkan kompetensi belajar siswa, juga membina komunikasi eksternal antara orang tua (masyarakat), sekolah dan juga siswa. Tabel 3. Analisis SWOT tentang JBM Strengths 1. Motivasi Weaknesses yang dimiliki masyarakat tinggi 2. Dukungan dari masyarakat, agama 1. Waktu pelaksanaan program ini kemungkinan dapat mengganggu tokoh rutinitas masyarakat dan adat juga tinggi 19 Opportunities 1. 2. Peningkatan jam belajar Threats 1. Keterbatasan kemampuan mandiri anak. pedagogik yang dimiliki orang tua Mendukung anak untuk terhadap anak. belajar mandiri lebih aktif. 2. Budaya nonton tv yang masih menjadi kebiasaan anak. 3. Orang tua asuh “Mama Papa Piara” sibuk B. DESAIN PROGRAM TERHADAP MASALAH PERTANIAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menanggulangi ladang berpindah adalah pertanian terintegrasi melalui sebuah skema pertanian terpadu antara pertanian dan peternakan dengan konsep pembagian lahan dan pergiliran tanam. Permasalahan utama di Maluku Tenggara Barat adalah minimnya ketersediaan air di musim kemarau dan tekstur tanah yang bercadas dengan lapisan tanah atas (top soil) hanya berkisar antara 20-30 cm. Hal ini menyebabkan rendahnya hara tanah dan proses mixing dengan pengolahan menjadi terbatas. Disisi lain bahan untuk pembuatan kompos terbatas pada dedaunan kering sehingga selama ini kompos hanya diolah menjadi pupuk organik cair yang diketahui memiliki kandungan hara pendukung rendah. Pertanian terintegrasi memadukan konsep pertanian dan perternakan menjadi satu kawasan strategis. Beberapa keuntungan pertanian terintegrasi adalah upaya mengurangi lahan berpindah karena pengolahan pertanian terintegrasi memanfaatkan pergiliran penanaman dan sumber kompos atau pupuk organik dari sisa feses area peternakan. Hal ini akan berdampak jangka panjang terhadap ketersediaan hara tanah sehingga meminimalisir pembukaan lahan baru. Adapun permasalah air diatasi dengan inovasi pemanenan air hujan. Kebanyakan teknik pengumpulan air umumnya menggunakan sumber air besar seperti sungai dan groundwater seperti sumur atau sistem irigasi. Kelemahan teknik groundwater adalah butuh investasi besar dan teknologi tinggi terutama dalam proses 20 mengetahui titik-titik sumber mata air. Keuntungan teknik pemanenan air hujan dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan tidak memerlukan teknologi tinggi. Kelemahannya panen air hujan ini sangat tergantung kepada kemampuan (tipe) tanah untuk menyimpan runoff dan besarnya curah hujan itu sendiri. Faktorfaktor yang mempengaruhi infiltrasi (aliran air ke dalam tanah) dan runoff menurut Soemarno (2010) antara lain: 1. Tipe tanah dan tekstur tanah, ukuran partikel tanah menentukan pori tanah. Proses infiltrasi air lebih mudah melewati pori yang ukurannya besar, pada tanah berpasir kapasitas infiltrasi lebih tinggi dibandingkan infiltrasi melalui pori halus seperti tanah liat. Tanah yang baik untuk zona penampungan air hujan adalah yang memiliki laju infiltrasi rendah. Tabel 4. Laju infiltrasi air pada berbagai jenis tanah Tipe tanah Laju infiltrasi Pasir < 30 mm/jam Lempung berpasir 20 – 30 mm/jam Lempung 10 – 20 mm/jam Lempung liat 5 – 10 mm/jam Tanah liat 1 – 5 mm/jam Sumber: Brouwer, et.al. 1986 dalam Soemarno, 2010) 2. Struktur tanah. Tanah dengan retakan besar akan memiliki laju infiltrasi yang tinggi. 3. Zona tangkapan dan daerah pengolahan. Idealnya zona tangkapan air hujan harus mampu mengubah sebanyak mungkin air hujan menjadi runoff, artinya tanah yang dipilih sebaiknya yang memiliki infiltrasi yang rendah. Tanah berpasir tidak sesuai untuk daerah tangkapan air karena hanya sedikit menghasilkan runoff. 4. Kerak/sealing. Adanya kerak permukaan di lokasi zona tangkapan sangat menguntungkan untuk memanen air hujan karena dapat menurunkan laju infiltrasi. Tanah liat umumnya mudah membentuk kerak permukaan, sedangkan tanah berpasir lebih sulit. 21 5. Vegetasi. Adanya vegetasi penutup muka lahan yang rapat dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan, mereduksi terbentuknya kerak di permukaan tanah, dan meningkatkan laju infiltrasi. Sistem perakaran dan bahan organik tanah mampu meningkatkan porositas tanah dan dengan demikian memperbaki kapasitas infiltrasi tanah. Pada lahan yang agak miring, runoff dapat diperlambat dengan adanya vegetasi. 6. Panjang lereng. Lahan yang miring menghasilkan runoff yang lebih banyak namun dengan meningkatnya panjang lereng volume runoff ternyata menurun. Waktu yang dibutuhkan oleh setetes air hujan untuk mencapai lahan budidaya pada lereng yang panjang akan semakin lama sehingga infiltrasi dan evaporasinya juga lama. Padahal evaporasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan runoff di daerah iklim kering. 7. Efisiensi. Air runoff di zona tangkapan sebagian akan meresap ke dalam tanah dan menguap sehingga tidak seluruhnya dapat digunakan untuk tanaman. Penggunaan air panen oleh tanaman disebut faktor efisiensi. Misalnya nilai efisiensi 0,75 berarti bahwa hanya 75% air panen hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan sisanya 25% hilang terserap oleh tanah atau menguap. Konsekuensinya bagi sistem pemanenan air bahwa semakin besar lahan budidaya maka semakin luas zona tangkapan air yang harus dibuat. Selain itu, terdapat beberapa prinsip untuk keberhasilan panen air hujan, yakni: 1. Curah hujan berkisar antara 200-750 mm/tahun (semi arid) atau 200-300 mm/tahun (arid) juga dapat dilakukan. 2. Kemiringan lahan tidak lebih dari 5%, lahan dengan kemiringan lebih dari 5% menyebabkan distribusi runoff tidak merata, erosi tanah intensif sehingga biaya panen hujan menjadi lebih mahal. 3. Tanah di zona budidaya harus cukup tebal sehingga memiliki kapasitas penyimpanan air cukup besar dan harus dikelola kesuburannya. Pengelolaan kesuburan tanah dapat dilakukan melalui penggemburan tanah yang berada di zona top soil dengan pembajakan menggunakan traktor, pembersihan gulma, dan pemupukan dasar untuk menambah unsur hara tanah. 22 4. Kondisi tanah yang ideal sebagai daerah tangkapan air hujan adalah tanah yang berbatu dan zona olahan dengan solum (kedalaman tanah) yang dalam dalam dan subur. Tanah berpasir tidak cocok untuk zona tangkapan air hujan. 5. Teknik panen hujan perlu disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Untuk tanaman semusim diperlukan distribusi air yang merata ke seluruh area lahan. Sedangkan untuk tanaman tahunan, daerah tangkapan dapat dikonsentrasikan di titik-titik tertentu. Irigasi permukaan sistem ini memiliki petak basin yang rata dan di batasi oleh tanggul kecil di sekelilingnya. Kemudian, air bergerak dari pintu pemasukkan air ke ujung basin oleh energi potensial genangan air itu sendiri. Air yang masuk di tahan di kolam dengan kedalaman dan selama waktu yang dikehendaki. Irigasi sistem basin cocok untuk tanah dengan laju infiltrasi tanah sedang sampai rendah (50 mm/jam). Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan kecil berkisar 0 – 5%. Apabila lahan terlalu miring maka perlu dilakukan perataan lahan atau lahan dibuat teras. Adapun prosedur desain irigasi sistem basin sebagai berikut: 1. Menentukan layout petak a. Lokasi sumber air (embung) berada pada posisi memumgkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi. b. Bentuk lahan biasanya mengikuti topografi. c. Ukuran lahan ditentukan berdasarkan kapasitas infiltrasi dan debit air. 2. Menentukan kebutuhan air irigasi Kebutuhan air untuk padi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Penyiapan lahan Perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan dapat dilakukan menggunakan metode Van de Goor dan Zijlsha � = � � /(� � −1) Di mana: IR = kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari) M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan lahan sawa yang sudah di jenuhkan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: = � +� 23 Keterangan: Eo = evaporasi air terbuka yang diambil P = Perkolasi (mm/hari) = Keterangan: . T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari) S = Kebutuhan air untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan air 50 mm. b. Penggunaan konsumtif Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan konsumtif dihitung dengan persamaan berikut: � Keterangan: � = �. � = Koefisien tanaman � = Evapotranspirasi potensial (penanaman modifikasi) (mm/hari). c. Analisis kebutuhan air irigasi Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Di mana: = � +�+� − � NFR = netto field water requirement, kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari) ETc = Evaporasi tanaman P = Perkolasi WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari) Re = Curah hujan efektif (mm/hari) 24 d. Kebutuhan pengambilan air pada sumber: Di mana: = � 8,64 DR = Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha) 1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha. Potensi Hambatan Implementasi 1. Faktor Budaya Karakter masyarakat yang keras dalam bertutur kata tidak serta merta menunjukkan sikap dan karakter asli dari masyarakat sehingga budaya masyarakat lokal tidak merupakan penghambat dalam implementasi gagasan. Budaya masyarakat yang memerlukan percontohan pertanian modern untuk mau menerapkan adalah salah satu penghambat kecil, sehingga diperlukan percontohan dengan hasil yang baik untuk mau ditiru masyarakat. 2. Faktor Lingkungan Karakteristik lingkungan terbatas pada ketersediaan sumber air dan dan hara tanah serta lapisan top soil (tanah permukaan) yang terbatas antara 10-20 cm menyebabkan faktor lingkungan menjadi penghambat yang signifikan dalam upaya pengembangan pertanian terintegrasi. Oleh karena itu, diperlukan rencana strategis nasional dalam pembangunan waduk atau bendungan di wilayah Maluku Tenggara Barat untuk mensuplai air dan manajemen pengelolaan tanah untuk meningkatkan hara tanah. 3. Faktor Finansial Modal pertanian oleh masyarakat petani tergolong cukup baik karena harga komunitas hasil panen cukup tinggi. Petani terbiasa bermodal dalam membuka lahan baru sehingga kebutuhan at cost pertanian menjadi tinggi di awal. Dengan konsep pertanian terintegrasi maka modal petani dapat dikurangi dari sisi pembukaan lahan baru. 4. Faktor Sustainability Sangat mungkin untuk berkembang berkelanjutan karena dampak positif dari pertanian terintegrasi adalah adanya pengembangan model pertanian lahan menetap dan produktivitas pertanian yang tidak hanya terpusat pada pertanian 25 ladang namun merambah ke peternakan. Hasil petani secara finansial juga akan meningkat karena adanya tambahan pemasukan dari sektor peternakan. Keterbukaan petani terhadap budaya baru dan pengembangan pertanian terintegrasi yang tepat sasaran sangat mungkin untuk dilaksanakan secara berkelanjutan. 26 Gagasan Alumni Untuk Indonesia “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan” Tan Malaka A. METODE PELAKSANAAN PROGRAM DESAIN PENDIDIKAN 1. Program untuk Peningkatan Budaya Sekolah melalui Forum Sekolah. Pertama, peningkatan keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk sekolah (KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan strategi implementasi sebagai berikut. 1) Pra Kegiatan/Persiapan (Preparing) Kegiatan Pelaksana Penanggung Waktu jawab Menetapkan visi, Kepala Dinas Awal misi, dan sekolah dan Pendidikan dibentuk Kepala Dinas Awal pendidikan ajaran baru tujuan, luaran KKG, MGMP, forum guru MKKS, dan MGBK Memilih dan merancang struktur sekolah dan KKG, MGMP, guru tahun MKKS, dan MGBK Merencanakan Kepala Ketua KKG, Awal tahun pertemuan rutin sekolah dan MKKS/Ketu ajaran baru guru a MGMP/Ketu a MGBK 27 2) Pelaksanaan Kegiatan (Actuating) Kegiatan Pelaksana Penanggungjawab Waktu Melakukan Kepala Dinas MGMP/MGBK pertemuan sekolah, dan instruktur rutin guru, per bulan) instruktur Tk. Kabupaten (1x KKG, MGMP, Pendidikan Tk. kecamatan (1x MKKS, per 3 bulan) MGBK MKKS Tk. Kecamatan (2x per 6 bulan) Tk. Kabupaten (1x per 6 bulan) Agenda Pertemuan Rutin 1. Koordinasi Penanggungjawab Waktu Kepala Ketua KKG, MKKS, MGMP, KKG, MGMP/MGBK pentingnya guru dan sekolah, guru MGBK Tk. kecamatan (1x per jam BK untuk siswa Kepala Ketua KKG, MKKS, MGMP, bulan) sekolah, guru MGBK Tk. Kabupaten (1x per 3 tentang kondisi, sarana Instruktur Instruktur prasarana, nasional, guru eksternal 2. Rapat tentang Pelaksana koordinasi dan kebutuhan sekolah 3. Pengenalan metode baru, (Sekolah Dinding) dosen, terhadap dosen, bulan) MKKS Tk. Kecamatan (2x per 6 eksternal (dari bulan) teacher Tk. Kabupaten (1x per 6 STD exchange bulan) Tanpa program), pengajaran misal guru nasional, guru 28 Sekolah Tanpa Dinding Sekolah Tanpa Dinding atau STD merupakan sebuah konsep pembelajaran yang berciri: a) outdoor learning, b) fun (menyenangkan) dan praktis, dan c) berbasis kearifan lokal. Program ini menggunakan konsep pembelajaran Outdoor Learning dengan tujuan memberikan pemahaman siswa dengan konsep kearifan lokal sekaligus memberikan alternatif pada model pembelajaran yang tidak monoton dan memberikan motivasi siswa dengan konsep pembelajaran yang menyenangkan. Proses pembelajaran ini pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi minimnya sarana prasarana pendukung di sekolah (misalnya, kurangnya ruang kelas). STD dapat juga memperkaya pengalaman dan pengetahuan siswa terhadap kearifan lokal. Dalam hal ini, guru sebagai pendamping wajib memiliki “classroom management” dan metode pengajaran yang baik karena bagaimanapun juga mengajar di luar kelas tidak sama seperti ketika mengajar di dalam kelas. Konsep STD mengusung inklusivitas di mana desain program dapat disesuaikan agar ramah terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Program ini ditunjang dengan menyisipkan materi pemahaman dasar tentang penanaman kesadaran akan pentingnya kesetaraan kesempatan belajar bagi ABK, khususnya pada guru disekolah. Program STD menekankan pada kegiatan belajar di dalam dan luar kelas dengan mempertimbangkan aksesibilitas, sehingga dapat menunjang siswa untuk mempelajari kearifan lokal di daerahnya. Tabel 5. Analisis SWOT Sekolah Tanpa Dinding Strengths 1. Memanfaatkan potensi dan kekayaan alam 2. Konsep pembelajaran tidak monoton Weaknesses 1. Manajemen outdoor learning tidak mudah 2. Sumber daya guru sebagai pengarah kegiatan minim 29 Opportunities 1. Motivasi Threats siswa cukup tinggi 2. Bisa didukung oleh dana 1. Rendahnya motivasi guru 2. Guru lebih menyukai gaya mengajar old-fashioned BOS Teacher Exchange Program Dalam mendukung pelaksanaan forum KKG, MGMP, MGBK, dan MKKS, dibutuhkan dukungan dari pihak eksternal, misalnya, instruktur nasional, akademisi dan/atau guru eksternal dari Jawa atau daerah maju lainnya yang didatangkan melalui Teacher Exchange Program. Konsep Teacher Exchange adalah program pertukaran guru (khususnya PNS) yang telah memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun untuk dikirim ke daerah-daerah sasaran (misalnya, Jawa Timur), dan diberikan amanah selama 6 bulan untuk praktik mengajar di daerah pertukaran. Dalam kurun waktu satu semester para guru diharapkan mampu membagi pengalaman belajar yang didapatkan kepada siswa sehingga proses pembelajaran berwarna dan menyenangkan. Selain itu, para guru juga hendaknya dapat membekali rekanrekan guru di daerah sasaran dengan pengetahuan keadministrasian dan pembuatan bahan ajar berbasis kearifan lokal, selain mengadakan kegiatan seminar pengajaran, penataran, dan semacamnya. Sebagai bagian dari supervisi pelaksanaan kegiatan, para guru terpilih diwajibkan membuat jurnal kegiatan belajar mengajar selama 6 bulan dalam masa pertukaran. Prosedur pelaksanaan dari kegiatan teacher exchange dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua guru PNS bersertifikasi yang mempunyai pengalaman mengajar selama minimal 5 tahun untuk ikut seleksi dalam program tersebut. Penilaian ini berdasar pada beberapa indikator dan Tim penilai dari Tim Independen diantaranya dari tim Kementerian dan Lembaga Pengelola Tenaga Kependidikan (LPTK) yang sudah berkompetensi pada penilaian guru. Untuk guru yang ikut pertukaran dibekali dengan keterampilan mengajar kesenian, 30 misalnya kesenian daerah maluku sehingga guru dapat memberikan semangat pada siswa. Para guru juga tidak hanya membekali dengan ilmu bidang studi akan tetapi memberikan semangat akan local wisdom atau kearifan lokal untuk para siswa sehingga siswa termotivasi untuk mempelajari kebudayaan sendiri. Agenda Pelaksana Penanggungjawab Perumusan Kepala Ketua MKKS ketentuan sekolah Waktu Pertemuan Rutin Awal evaluasi dan laporan kinerja guru Paska Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Penanggungjawab Waktu Kepala Dinas Pendidikan dan 3 – 6 bulan sekali sekolah, guru instruktur MGMP/MGBK hasil MGMP, Sekretaris Ketua MGMP, MKKS, Tk. MKKS, MGMP, MGBK (bulanan) MGBK MKKS, Tk. Kabupaten MGBK (per 3 bulan) 1. Monitoring dan evaluasi 2. Membuat laporan rutin kecamatan MKKS hasil MGMP, Tk. Kecamatan MGBK, (2x per 6 bulan) MKKS untuk Tk. Kabupaten (1x dipublikasikan per 6 bulan) sebagai bentuk pertanggung jawaban 31 2. Peningkatan Budaya Belajar Masyarakat melalui Jam Belajar masyarakat (JBM) Penguatan budaya belajar di masyarakat melalui jam belajar masyarakat, dapat dilaksanakan dengan strategi implementasi sebagai berikut. Kegiatan Pelaksana Penanggung Waktu jawab 1. Membuat usulan Jam pertemuan pengadaan Belajar untuk program Masayarakat (JBM) RT/RW, Kepala Desa Awal tokoh Pembentukan masyarakat Program dan tokoh agama 2. Menyusun program perencanaan jam belajar masyarakat serta aturannya RT/RW, Kepala Desa Awal tokoh Pembentukan masyarakat Program dan tokoh agama 3. Implementasi atau uji coba program Jam RT/RW Kepala Desa Awal Belajar Pembentukan Masyarakat (JBM) 4. Membuat pertemuan Program untuk mensosialisasikan pengasuhan terhadap anak. pola Akademisi, praktisi atau Kepala Desa Setiap satu bulan 2x lembaga social yang bergerak dalam pengasuhan anak 32 5. Pelaksanaan program 6. Monitoring dan evaluasi Warga Kepala Setiap hari masyarakat Keluarga Ketua RT / Kepala Desa Sebulan 2x RW, Tokoh masyarakat, akademisi B. METODE PELAKSANAAN PROGRAM DESAIN PERTANIAN 1. Rancangan Sistem Panen Air Hujan Overview seleksi awal teknik pemanenan air hujan seperti disajikan pada lampiran 1. Rancangan ini dikhususkan untuk tanaman semusim (tanaman pangan dan hortikultura). Berdasarkan lampiran 1 diketahui bahwa teknik panen hujan untuk tanaman semusim dibedakan antara jika terdapat bebatuan dan jika tidak terdapat bebatuan. Jika terdapat bebatuan, teknik panen hujan dapat dilakukan dengan pembuatan tanggul batu atau tanggul tanah dengan batu. Sedangkan jika di lahan tidak terdapat bebatuan, maka teknik panen hujan dapat dilakukan dengan pembuatan tanggul tanah yang dilengkapi dengan penghalang tanaman hidup untuk mencegah erosi, lubang tanam (biopori), atau tanggul tanah setengah melingkar. Mengingat banyak variasi yang memungkinkan dapat diadopsi oleh petani di MTB dan mengingat petani belum berpengalaman melakukan pemanenan hujan maka dapat dipilih teknik pemanenan air yang paling sederhana namun sesuai dengan kondisi tanah pertanian di MTB. Wilayah percontohan model ini dilakukan di MTB Timur karena menjadi wilayah utama untuk pengembangan pertanian. Jenis tanah yang dominan di wilayah ini adalah tanah rendoll yakni tanah yang mengandung bahan organik > 1%, ketebalan 18 cm atau lebih di atas batuan kapur, kejenuhan basa > 50% dan miskin hara; tanah alfisol yakni tanah dengan penimbunan tanah liat hingga kedalama 180 cm dan kejenuhan basa > 35%; serta tanah vertisol yang cenderung liat > 30% dan kaya Ca, keras, dan retak-retak ketika musim kering (Pemkab MTB, 2014). Jenis tanah tersebut cukup baik untuk zona penangkapan air hujan. 33 Menurut Febrianto, dkk. 2015, zona tangkapan air hujan yang optimal untuk irigasi lahan 1 Ha seluas 1620 m2 dengan kedalaman 3 m atau sekitar 16% luas lahan. Bentuk penampungan yang direkomendasikan adalah kolam/embung terlihat pada Gambar 4. Tanggul penahan dapat terbuat dari tanah, bebatuan, atau mulsa. Gambar 4. Model kolam Pemanenan air hujan Namun, kemiringan lahan pertanian di MTB Timur sangat beragam mulai dari kemiringan 0-8% atau lebih. Kemiringan tanah 5% masih berpotensi menyebabkan terjadinya erosi tanah akibat kelebihan runoff terutama ketika intensitas hujan tinggi. Untuk mengantisipasi hal ini, ada dua solusi yang dapati digunakan, pertama zona panen air hujan dapat dilengkapi dengan parit-parit kecil untuk menuju zona penampungan atau menuju ke luar zona menyalurkan kelebihan runoff secara terkendali, kedua saluran peresapan sehingga air dapat meresap kedalam tanah (Gambar 5). Gambar 5. Saluran resapan 34 Mengingat curah hujan di MTB lebih rendah maka luasan zona tangkapan yang direkomedasikan adalah seluas 105 m2 dengan kedalaman 3 m yang dihitung dengan membandingkan curah hujan tertinggi di MTB dan Lampung. Jika kedalaman kolam 3 m, maka estimasi panjang dan lebar kolam adalah 7 m x 5 m. Desain program yang dirancang meliputi: 1) 2) 3) 4) Rancangan pengolahan lahan Rancangan desain irigasi panen hujan Rancangan sistem budidaya pertanian terintegrasi Rancangan pendekatan implementasi teknis program Rancangan pengolahan lahan Pengolahan lahan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: Pembersihan lahan dari gulma, disiangi manual atau diberi herbisida (6L/Ha) sambil memperbaiki pematang/saluran drainase Pembajakan tanah dengan traktor, tanah dibalik pada kedalaman 2535 cm Pada pembajakan kedua tanah diberikan/dicampur dengan pupuk kompos (20 ton/Ha) Tanah digali dan diratakan dengan garpu selanjutnya dibuat bedengan setinggi 25-30 cm Biopori sedalam 30-50 cm dan diameter 8-10 cm dibuat disepanjang parit pada antar bedengan dengan jarak lubang 2x2 m, pada setiap lubang diberi pupuk kompos sedalam 20-30 cm didalam lubang biopori Tanah digali dan diratakan dengan garpu selanjutnya dibuat bedengan setinggi 25-30 cm 35 Penambahan mulsa permukaan setinggi 3-5 cm dengan menggunakan sisa tanaman yang terdapat disekitar lahan pertanian Penanaman vegetasi pendukung di sekeliling area lahan untuk mencegah erosi Gambar 6. Skema pengolahan lahan Rancangan Sistem Budidaya Pertanian Terintegrasi V E G E T A S I P E N D U K U N G VEGETASI PENDUKUNG S A L U R A N PADI KANDANG TERNAK P R KACANG-KACANGAN I sebagai pe gikat Nitroge M dita a berda pi ga de ga E padi R KOLAM PENAMPUNG AIR KOLAM SEDERHANA) UMBIUMBIAN/TANAMAN PANGAN LAIN S A L U R P R I M E JAGUNG SAYUR MAYUR V E G E T A S I P E 0,5 HA N D U K U N G VEGETASI PENDUKUNG Gambar 7. Contoh denah lahan pertanian terintegrasi 36 Rancangan Irigasi Panen Hujan Gambar 8. Model desain lahan budidaya dan zona tangkapan air hujan Rancangan pendekatan teknis 1. Edukasi - Penyuluhan kepada petani mengenai pembuatan pupuk kompos dan pembuatan pestisida alami. 2. Nilai Ekonomi - Pengolahan hasil tani sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dengan memberdayakan ibu-ibu dan melakukan inovasi terhadap produk pertanian. 3. Kelembagaan - Pembuatan SOP pengelolaan bahan dengan menentukan setiap berapa kali percobaan dilakukan. - Melakukan kelembagaan tani agar dapat memperoleh bantuan dana pemerintah maupun swasta. - Penentuan leader dari petani setempat agar mampu menjadi penggerak di daerah sasaran. Pelaksanaan Program Program dilaksanakan melalui skema wilayah percontohan, dengan prioritas rekomendasi di wilayah MTB Timur. Mengingat mayoritas petani di MTB berkelompok, maka percontohan ini sebaiknya dilakukan dengan melibatkan salah satu kelompok tani dengan mengutamakan petani yang terbuka dengan inovasi 37 baru. Kelompok tani yang direkomendasikan sebagai percontohan adalah Kelompok Tani Dalam Lese di Tanimbar Selatan. Sebagian besar kelompok tani Dalam Lese sudah menerapkan pertanian ladang menetap dan sebagian sangat terbuka dengan inovasi dan teknologi pertanian baru. Sebagian anggota telah memiliki sumur untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau, namun sebagiannya belum, sehingga program diprioritaskan bagi anggota kelompok tani yang belum memiliki sumber penyediaan air di musim kemarau. Pendekatan edukasi dilakukan pertama kali kepada ketua kelompok tani selanjutnya ketua kelompok tani memberikan rekomendasi anggota kelompok yang akan menjadi percontohan. 1) Pihak terkait yang terlibat dalam pelaksanaan program 1. Dinas pertanian MTB berperan dalam mengakses dana ke pemerintah pusat dalam hal ini direkomendasikan untuk mengakses dana irigasi ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten MTB, yang kemudian diteruskan ke Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku yang dilanjutkan kembali ke Kementrian Pekerjaan Umum (Kementerian PU). Dalam hal ini, Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki kewenangan dan fungsi sebagai berikut. Tabel 6. Kewenangan dan fungsi dinas pertanian MTB dalam implementasi program 1. Pembinaan bibit ternak; 1. Perumusan rancangan kebijakan umum dibidang pertanian, tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta peternakan; 2. Perumusan kebijakan teknis dibidang pertanian, tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta peternakan; 3. Pembinaan dan pengendalian usaha pertanian, tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta 2. Pengelolaan dan penerapan sistem informasi pertanian, tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta peternakan; 3. Pengendalian dan pembinaan usaha bidang perkebunan; 4. Perlindungan tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta peternakan; 5. Pengelolaan pembenihan dan pembibitan; 38 6. Perlindungan tanaman pangan dan peternakan; hortikultura; 4. Peningkatan produksi dan produktivitas 7. Pembinaan dan penanganan kesehatan tanaman pangan dan hortikultura, hewan; perkebunan serta peternakan; 8. Pengamatan, penyelidikan, penyidikan, 5. Pelaksanaan rehabilitasi lahan dan pencegahan, pemberantasan, dan konservasi tanah dan air; pemetaan penyakit hewan; 6. Pembinaan dan pengembangan 9. Pembinaan kesehatan masyarakat pemanfaatan tata guna lahan dan air; veteriner; 7. Perlindungan pertanian tanaman pangan 10. Pengelolaan laboratorium kesehatan dan hortikultura; hewan; 8. Pengkajian dan penerapan teknologi 11. Pengelolaan pusat kesehatan hewan; anjuran pertannian, tanaman pangan 12. Pelayanan perizinan; dan hortikultura, perkebunan serta 13. Pengelolaan UPT; peternakan; 9. Pembinaan perbibitan dan perbenihan tanaman pangan dan hortikutura; 2. Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian Provinsi Maluku, yang memiliki fungsi sebagai berikut.  Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi Kebutuhan Teknologi Pertanian  Tepat guna Spesifik Lokasi  guna spesifik lokasi  serta Perakitan Materi Penyuluhan Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian dan Perakitan Teknologi Pertanian tepat Pelaksanaan Pengembangan Teknologi dan Desiminasi Hasil Pengkajian Penyiapan Kerjasama, Informasi, dekomentasi, serta Penyebarluasan dan Pendayagunaan Hasil Pengkajian, Perakitan dan Pengembangan Teknologi  Pertanian Pemberian Pelayanan Teknik Kegiatan Pengkajian, Perakitan dan Pengembangan Teknologi Pertanian Tepat Guna Spesifik Lokasi 3. Penyuluh pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut sesuai dengan Permen PAN No. 2/2008. 39 Tabel 7. Tugas dan fungsi penyuluh pertanian 1. Menyusun programa penyuluhan 1. Menyusun rencana kegiatan evaluasi pertanian di tngkat kabupaten, pelaksanaan penyuluhan pertanian di provinsi dan nasional sebagai ketua; tingkat nasional; 2. Menyusun programa penyuluhan 2. evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian sebagai anggota; 3. Menyusun rencana kerja tahunan pertanian di tingkat nasional; 3. penyuluh pertanian pertanian di tingkat provinsi; 4. tingkat provinsi; penyuluhan pertanian di tingkat provinsi; tatapmuka/anjangsana pada petani 5. provinsi; tatapmuka/ajangsana pada 7. Melakukan kunjungan 6. 7. penyuluhan pertanian; 8. merumuskan hasil kajian paket pertanian; 9. Menyusun rancang bangun usaha Menyiapkan dan mengolah bahan/data/informasi kajian metode secara massal; teknologi/metode penyuluhan Meyusun rencana/desain metode penyuluhan pertanian; tatapmuka/anjangsana pada petani 8. Mengolah, menganalisis dan Menyusun pedoman/juklak/juknis penyuluhan pertanian di tingkat 6. Melakukan kunjungan kelompoktani; Menganalisis dan merumuskan data evaluasi dampak pelaksanaan 5. Melakukan kunjungan perorangan; Menyusun rencana kegiatan evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan 4. Menyusun pedoman/juklak penilaia restasi petani/kelompoktani di Menganalisis dan merumuskan hasil Menyusun konsep pengembangan metode penyuluhan pertanian; 9. Menjadi penyaji dalam diskusi konsep pengembangan metode penyuluhan; 10. Menjadi pembahasan dalam diskusi pertanian dan melakukan rekayasa konsep pengembangan metode kelembagaan pelaku usaha; penyuluhan; 10. Merencanakan penyuluhan pertanian melalui media elektronik (radio, V, website); 11. Menjadi pramuwicara dalam perencanaan dan pelaksanaan 11. Melaksanakan uji coba konsep pengembangan metode penyuluhan pertanian 12. Menjadi pembahas dalam diskusi konsep metode baru penyuluhan pertanian; 40 pameran; 13. Menjadi narasumber dalam diskusi 12. Mengajar kursus tani; konsep metode baru penyuluhan 13. Melakukan penilaian prestasi pertanian. petani/kelompoktani di tingkat provinsi; 14. Menumbuhkan asosiasi petani; 15. Menumbuhkan kemitraan usaha kelompoktani dengan pelaku usaha; 4. Kelompok tani, di mana fungsi kelompok tani ialah sebagai berikut. a. Kelas belajar Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupannya yang lebih sejahtera; b. Wahana kerjasama Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasma diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahatani akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan; c. Unit produksi Usahatani yang dilaksanakan masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas; 41 Gambar 9. Skema kelembagaan dalam peningkatan produktivitas pertanian kabupaten Maluku Tenggara Barat Edukasi Nilai Ekonomis Kelembagaan • Penyuluhan mengenai sistem irigasi • Pelatihan penggunaan alat-alat pertanian • Pelatihan pembuatan pupuk kompos dan pestisida alami • Pelatihan bagi penyuluh dalam menghadapi masalah pertanian dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas pertanian oleh instansi pusat yang terdapat di tingkat Provinsi maupun instansi skala daerah, seperti Dinas pertanian, Balai Benih, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. • Pelatihan Manajemen Lahan maupun kegiatan-kegiatan intensifikasi pertanian • Dinas yang dapat melaksanakan hal ini adalah Dinas Pertanian Kabupaten, Balai Benih, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, dengan bantuan penyuluh. • Pengolahan hasil tani sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dengan memberdayakan para wanita yang tinggal di kawasan tersebut sehingga tercapai inovasi produk pertanian. • Pembuatan SOP pengelolaan lahan (pupuk kapan diberi dan sebanyak apa, cara menyuburkan tanah) oleh konsultan atau dinas terkait. • Mengaktifkan kelompok tani serta struktur organisasi agar dapat meningkatkan bantuan dana, baik dari instansi pemerintah maupun pihak swasta melalui kegiatan CSR. • Menyusun program-program pemerintah yang bersifat penelitian di kawasan tersebut (tidak hanya bantuan). Gambar 10. Jenis Pelatihan dan Kelembagaan yang dapat berperan dalam Peningkatan Produktivitas Pertanian Adapun instansi-instansi terkait untuk penyelenggaraan program edukasi dan peningkatan nilai ekonomi, antara lain. 42 Gambar 11. Instansi Terkait Program Edukasi dan Peningkatan Nilai Ekonomis 2) Rincian anggaran biaya pembuatan lahan pemanen air hujan Tabel 8. Estimasi pengolahan lahan dan budidaya No Kebutuhan Unit Satuan 1 Pembelian bibit padi 20 2 Pembelian pestisida 2 3 Pembelian pupuk kompos 4 kg liter Biaya (Rp) Total (Rp) 5.000 100.000 50.000 100.000 2.000 kg 1.000 2.000.000 Pembelian pupuk KCL 85 kg 12.000 1.020.000 5 Pembelian pupuk Urea 85 kg 4.000 340.000 6 Pembelian pupuk TSP 15 kg 8.500 127.500 7 Pembelian herbisida 8 9 6 liter 60.000 360.000 Biaya bajak 10 HOK 50.000 500.000 Biaya tenaga kerja penyiangan 10 HOK 50.000 500.000 5.047.500 Penerimaan Hasil panen gabah* 3.000 kg 3.700 Keuntungan 11.100.000 6.052.500 B/C Ratio 1,20 *perkiraan hasil panen di musim kemarau 3 ton/ha dari normal 5-6 ton/ha 43 Tabel 9. Estimasi biaya pembuatan irigasi pemanenan air hujan per 1 Ha lahan No Kebutuhan Unit Satuan Biaya (Rp) Total (Rp) 1 Biaya tenaga kerja 5 HOK 50.000 250.000 2 Biaya sewa alat galian 1 paket 4.000.000 4.000.000 3 Pipa paralon diameter 0,5-3 inci 100 meter 30.000 3.000.000 4 Terpal 105 meter 20.000 2.100.000 5 Kran air 1 unit 50.000 50.000 JUMLAH 9.450.000 3) Ilustrasi skema program Sosialisasi program kepada dinas pertanian Sosialisasi kepada kelompok tani, persiapan pemilihan lahan dan persiapan pengajuan dana kepada pemerintah pusat Dana tidak diperoleh Dana diperoleh Alternatif dana lain : Anggaran Dinas/Dana Desa Pengerjaan dengan melibatkan kelompok tani secara langsung bukan melalui kontraktor Perawatan kolam dan evaluasi hasil panen hujan terhadap ketersediaan air Kebutuhan air tercukupi Kebutuhan air belum tercukupi Mencari alternatif teknologi lain Gambar 12. Skema program 44 4) Timeline pekerjaan Tabel 10. Timeline kegiatan program No. Kegiatan Minggu Ke1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Perjalanan dari Jakarta ke MTB Survey lahan, memetakan lahan pemanenan 2 air hujan dan desain sistem irigasi 3 Persiapan alat dan bahan Penggalian kolam dan pembuatan dinding 4 kolam 5 Pembuatan aliran irigasi dan jalur pipa 6 Perjalanan dari MTB ke Jakarta 45 END OF STORY Peningkatan dan penguatan forum sekolah melalui KKG, MGMP, MKKS dan MGBK, merupakan solusi yang dapat dioptimalkan guna meningkatkan kualitas guru dan budaya sekolah secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan dan outcome dari pendidikan akan berhasil dilaksanakan apabila terdapat sinergisitas dari berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah, tokoh masyarakat, keluarga, siswa dan lingkungan masyarakat. Konsep pertanian terintegrasi yang produktif dan berkesinambungan perlu diterapkan guna mewujudkan ketahanan pangan khususnya di Maluku Tenggara Barat. Suatu sistem panen air hujan dapat menjadi pendekatan dalam meningkatkan produktifitas pertanian di MTB. Mekanisme ini dapat disesuaikan dengan kondisi MTB yang memiliki curah hujan relatif rendah serta adanya potensi kekeringan. 46 47 Daftar Referensi Adicondro, N., & Purnamasari, A. (2011). Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga dan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII. Jurnal Humanitas, 8(1). Badan Pusat Statistik (2015) Indeks Pembangunan Manusia Maluku Tenggara Barat 2015. Katalog BPS 4102002.8101. Maluku Tenggara Barat: PT Kanisius. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. (Tidak ada Tahun). Teknologi Irigasi Pipa untuk Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Air Permukaan di Lahan Kering. Makalah. BPS (2015) Data Dasar Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Diakses melalui https://mtbkab.bps.go.id/old%20website/?hal=publikasi pada 20/12/2016 Dinas Pendidikan MTB (2016) Laporan Hasil Ujian Nasional. Febrianto, Sugeng Triyono, R.A. Bustomi Rosadi. 2015. Simulasi Pemanenan Air Hujan Untuk Mencukupi Kebutuhan Air Irigasi Pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays). Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4 No. 1: 9-18. Mulyasa, E. (2009) Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya Neraca Pendidikan Daerah (2016) Neraca Pendidikan Daerah 2016. http://npd.data.kemdikbud.go.id/file/pdf/2016/210000.pdf Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 2014. Blueprint Pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Yogyakarta: Kanisius. Soemarno. 2010. Teknologi Panen Air Hujan dan Penyimpanannya. Bahan Kajian MK Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Makalah. 48 Lampiran 1 Sistem panen air hujan Sistem panen air hujan (Soemarno, 2010) 49 Lampiran 2. Denah zona budidaya dan zona tangkapan air hujan dalam 1 Ha lahan Wilayah Tanam III Palawija dan Sayuran Wilayah Tanam IV Jagung atau Tnaman Pangan Lain Kolam penampung air hujan Luas 20 x 16 x 3 meter Mesin air Zona Hewan ternak Bak penampung Wilayah Tanam II Kacang-Kacangan (sebagai pengikat N bebas di udara) Wilayah Tanam 1 Padi 50 Biografi Penulis Moh Khoerul Anwar S.Pd.,M.Pd. Master Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. Beliau berprofesi sebagai guru BK di SMP dan SMA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Nadhilah shani, S.T., M.Sc. - engineer di bidang renewable energy. Mempunyai ketertarikan di bidang energi terbarukan, terutama energi surya. Bercita-cita menjadi dosen. Sekarang sedang berkarya menjadi professional engineer di bidang solar sistem. Raeni S.Pd, M.Sc., alumnus program magister bidang Akutansi Internasional dan Keuangan dari Universitas Birmingham, Inggris. Saat ini, Raeni adalah dosen aktif sekaligus koordinator kelas internasional untuk program Pendidikan Akutansi di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Raeni aktif mengikuti kegiatan volunteer bidang pendidikan, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Selain itu, Raeni juga mempunyai ketertarikan penelitian bidang Akuntansi dan Keuangan yang berkelanjutan. Puspita Ayu Permatasari BA., M. Rech. Master manajemen warisan budaya/alam dan pariwisata, Universitas Paris 1 Panthéon-Sorbonne, Perancis. Saat ini sedang aktif dalam dunia penerjemahan Mandarin-Inggris serta melakukan proyek penelitian integrasi pariwisata kampung batik di Pulau Madura. Beliau berpengalaman menjadi konsultan warisan dunia untuk UNESCO Paris dan UNESCO Swiss di tahun 2015/2016. Sofiana Millati, merupakan alumni The University of Sheffield bidang psikologi pendidikan. Disabilitas dan pendidikan inklusi merupakan fokus bidang penelitian yang ia gelutu. Saat ini Sofi bekerja sebagai staff peneliti di SiGAb, sebuah NGO bidang advokasi difabel yang berbasis di Yogyakarta. Disamping itu, Sofi juga aktif sebagai relawan di Pusat Layanan Disabilitas UIN Sunan Kalijaga. Muzakki Bashori, merupakan alumnus program MA Applied Linguistics-TEFL (Linguistik Terapan - Pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing), University of Groningen, Belanda. Saat ini Muzakki bekerja sebagai guru di salah satu SMK di Kabupaten Kudus. 51 Pahrudin S.Pd.,M.Pd, Master Pendidikan Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia. Beliau memiliki minat dalam penelitian ekonomi makro dan kualitas pendidikan guru ekonomi di daerah 3T. Nining Sumawati Asri S.Pd.,M.Sc - alumni Magister Ilmu Fisika di bidang Material Magnetic Structure and Aplication UGM. Saat ini sedang menjadi bagian dari komite International Physics Olympiad 2017. Kesibukan lain yang digeluti beliau adalah sebagai tentor Fisika SMA di IMC Yogyakarta juga sebagai asisten eksperimen di Laboratorium Fisika Material Dept. Fisika UGM. Allan Maulana S.Pd. Sarjana Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Surabaya, Indonesia. Sekarang beliau menempuh pendidikan master studi budaya di Universitas Indonesia. Beliau memiliki minat penelitian pada fenomena budaya masyarakat kontemporer. Tri Hanifawati, S.Si., M.Sc. Magister Manajemen Agribisnis Universitas Gadjah Mada. Saat ini menjadi dosen sekaligus coordinator Unit Bisnis di Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Bandung. Minarni, S.Pd., M.Si. Magister Biokimia Institut Pertanian bogor. Saat ini menjadi dosen sekaligus sekretaris Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Jambi. Erina Widiani, S.Pd., Gr. Magister Pengajaran Matematika Institut Teknologi Bandung. Ari Anggara, S. Pd., M. Sc. Ekologi dan Konservasi Universitas Gadjah Mada. Saat ini mengurusi usaha bidang kesenian / pariwisata di Bali dan masih bercitacita menjadi dosen. 52