PROGRAM DESAIN
Sinergi Untuk Mengabdi
Maluku Tenggara Barat
“Pendidikan & Pertanian”
WELCOMING ALUMNI LPDP
2017
2
Padamu Negeri…
Kami Berjanji…
Padamu Negeri...
Kami Berbakti…
Padamu Negeri...
Kami Mengabdi…
Bagimu Negeri…
Jiwa Raga Kami…
Kusbini, dalam Padamu Negeri
3
DAFTAR ISI
Behind The Scene…………………………………..……………………………….. 6
A. Tinjauan Sektor Pendidikan Dan Pertanian Di Maluku Tenggara Barat …..…… 6
B. Tantangan Dan Potensi Pengembangan Pendidikan Di Maluku Tenggara Barat.. 8
C. Tantangan Dan Potensi Pengembangan Pertanian Di Maluku Tenggara Barat… 11
Karya Alumni Untuk Indonesia…………………………………………………….. 18
A. Desain program terhadap masalah pendidikan di maluku tenggara barat ……… 18
B. Desain program terhadap masalah pertanian di maluku tenggara barat………… 20
Gagasan Alumni Untuk Indonesia…………………………………………………. 27
A. Metode pelaksanaan program desain pendidikan ……………………………… 27
B. Metode pelaksanaan program desain pertanian………………………………… 33
End of Story …………………………………………………………………...……. 46
Daftar Referensi ………………………………………………………………...….. 47
Biografi Penulis …………………………………………………………………….. 50
4
MARS LPDP
Di bawah kepakan sayap sang Garuda
Yang berlandaskan kepada Pancasila
Integritas mengabdi, profesional melayani
Bersama LPDP membangun negri
Langkahkan kaki dengan pasti tanpa ragu
Harumkan nama tanah air Indonesia
Merah semangatmu, putih hatimu
Pemimpin yang dinanti bumi pertiwi
Hai, bumi dengarkan cita kami
Ksatria cendekia siap berkarya
Beragam peran, satu tujuan
Bersinergi membangun Indonesia
Berkeadilan berdemokrasi
Menjadi bangsa yang trus berinovasi
Melahirkan pemimpin masa depan
Raih Indonesia gemilang
Majulah..., Semangatlah..., Jaya...
5
Behind The Scene
“Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang
tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di
Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka
hanya dibedakan oleh keadaan.”
Anies Baswedan, Indonesia Mengajar
A. TINJAUAN SEKTOR PENDIDIKAN DAN PERTANIAN DI MALUKU
TENGGARA BARAT
Pendidikan di Maluku Tenggara Barat
Permasalahan krusial yang
ada
di
wilayah
Maluku
Tenggara
Barat
dapat
dikelompokkan
dalam
beberapa
aspek,
yaitu
pendidikan,
pertanian,
serta
perumahan dan energi. Di
bidang pendidikan, masalah
yang dihadapi di kabupaten ini
adalah
Gambar 1. Kunjungan Tim Mini Riset ke MTB
masih
rendahnya
tingkat kesadaran pendidikan,
khususnya untuk wanita, ditunjukkan dengan presentasi perkawinan wanita di usia
kurang dari 17 tahun (6,58%). Selain itu, tingkat kesadaran untuk melanjutkan
pendidikan setelah SD juga masih rendah, terbukti dengan menurunnya tingkat
partisipasi masyarakat di tingkat SLTP dan SMA. Hal ini dikarenakan juga
kurangnya jumlah sekolah menengah di Kab. Maluku Tenggara Barat. Kabupaten
Maluku Tenggara Barat memiliki total 122 sekolah dasar, 63 SMP, dan 25 SMA
yang tersebar di seluruh kecamatan (Dinas Pendidikan MTB, 2016). Selain itu, isu
pendidikan yang diangkat sebagai masalah utama adalah rendahnya mutu dan
kualitas guru yang tercermin pada rendahnya peringkat nilai UKG Kabupaten
Maluku Tenggara Barat. Pada UKG tahun 2016, nilai UKG Kabupaten Maluku
Tenggara Barat menempati peringkat ke-32 dari 33 provinsi yang ada (MTB dalam
6
angka, 2015). Berdasarkan data dari Neraca Pendidikan Daerah, dijelaskan bahwa
kompetensi guru Kabupaten Maluku Tenggara Barat masih rendah. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata kompetensi guru per jenjang 2015 sebesar 45,10 dari nilai
nasional sebesar 56,90 (Neraca Pendidikan Daerah, 2015).
Uji Kompetensi Guru
(UKG) dijadikan sebagai tolak ukur atau barometer dalam pencapaian guru
mengenai kompetensi yang ada pada guru tersebut. Nilai UKG inilah yang nantinya
dijadikan sebagai pijakan pemerintah dalam pengambilan kebijakan mengenai
pelatihan guru dan sebagainya.
Pertanian di Maluku Tenggara Barat
Maluku Tenggara Barat (MTB)
merupakan salah satu kabupaten di
provinsi maluku yang mempunyai
potensi
untuk
pengembangan
kawasan pertanian. Sebagian besar
masyarakat Maluku Tenggara Barat
(MTB)
mengusahakan
lahan
pertanian untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya
Gambar 2. Seorang warga sedang
menggemburkan lahan kering
Jagung
seperti
dan
budidaya
Padi,
Umbi-umbian
yang
merupakan makanan pokok.
Untuk meningkatkan kebutuhan pangan, masyarakat MTB mengembangkan
lahan kering untuk budidaya pertanian. Lahan kering merupakan lahan yang
dimanfaatkan untuk budidaya pertanian di mana sumber pengairannya tergantung
pada air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap dalam jangka waktu
tertentu (Noeralam, 2002). Salah satu masalah yang dihadapi pertanian lahan kering
adalah ketersediaan air yang sangat terbatas di mana kebutuhan air hanya tersedia
pada saat musim hujan. Air merupakan kebutuhan dasar tanaman yang menentukan
keberhasilan produktivitas tanaman. Sekitar 80% penyusun tubuh tanaman adalah
air. Air berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi,
transpirasi dan lain-lain. Air juga berfungsi sebagai pelarut unsur hara, menjaga
kelembaban tanah, menurunkan suhu tanah serta menjaga kondisi iklim mikro
7
tanaman menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penting dilakukan pengelolaan air
untuk pertumbuhan dan produksi tanaman khususnya air hujan pada pertanian lahan
kering agar tidak hilang begitu saja melalui run off dan dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh tanaman dan dapat di simpan untuk pengairan pada musim kemarau.
B. TANTANGAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI
MALUKU TENGGARA BARAT
Maluku Tenggara Barat merupakan salah satu kabupaten di wilayah
Maluku. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten MTB
(2015), kabupaten ini berada pada ranking ke-10 dari 11 kabupaten di Maluku. IPM
ini mengukur kemampuan pembangunan suatu daerah berdasarkan indikator angka
harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per
kapita riil. Dua dari empat komponen ini, dua di antaranya berkaitan langsung
dengan permasalahan pendidikan. Oleh karena itu, design program pembagunan
daerah ini akan berfokus pada masalah pendidikan.
Pendidikan sebagai ujung tombak pencetak profesional sudah seharusnya
meningkatkan mutunya sehingga menghasilkan lulusan yang siap untuk bersaing.
Data IPM (2015) menyebutkan bahwa rata-rata lama sekolah hanya mencapai 8,98
sedangkan harapan lama sekolah mencapai 11,82. Faktor krusial
yang
mempengaruhi standard mutu pendidikan adalah peningkatan kualitas guru (Lyna,
2017). Hal ini didukung oleh Mulyasa (2009:5) yang menyampaikan bahwa “...
upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa guru yang profesional dan
berkualitas”.
Berdasarkan hasil Mini Riset yang dilaksanakan pada tanggal 8-13
Desember 2017 di ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, terdapat kendala
utama dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru. Kendala
tersebut meliputi rendahnya transparansi dan kurang optimalnya penyaluran
tunjangan untuk tenaga pendidik, forum untuk tenaga pendidik seperti MKKS, KKG
dan MGMP tidak berjalan secara optimal, diklat sebagai sarana peningkatan mutu
dan kualitas guru tidak dapat dimaksimalkan, belum sesuainya pelaksanaan
8
kebijakan dengan aturan yang berlaku dan belum berjalannya program untuk guru
berkompetisi serta berkarya seperti lomba guru dan kepala sekolah berprestasi.
Informasi berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan ahli yang berasal
dari akademisi dan praktisi, didapatkan bahwa mengaktifkan dan memperkuat
fungsi kelembagaan, di antaranya KKG, MGMP, MKKS, MGBK, secara
berkelanjutan dapat dijadikan sebagai solusi mendasar yang dapat dilaksanakan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, Strength, Weakness,
Opportunity and Threat (SWOT) dari program ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 1. Analisis SWOT forum kelembagaan di sekolah
Strength
Opportunity
1. MGMP adalah organisasi non-struktural yang 1. Dapat
mengoptimalkan
keberadaannya dibentuk berdasarkan pedoman
support dari dana BOS
Dirjen Dikdasmen yang beredar sejak tahun
berdasarkan
1991 dan dicetak ulang pada tahun 1993.
kebijakan BOS tahun 2016
Walaupun
secara
non-yuridis,
informasi
keberadaan
MGMP telah ada sejak tahun 1970-an.
2. Mempunyai latar belakang dan visi yang sama
untuk meningkatkan profesionalitas guru.
3. Forum ini dapat dijadikan sebagai wadah untuk
bekerja sama dengan pihak lain dalam bidang
pendidikan yang mempunyai visi yang sama.
4. Jumlah peserta lebih terbatas sehingga lebih
efektif.
Weaknesses
Threats
1. Kurangnya monitoring dan evaluasi sehingga 1. Letak
program
penguatan
melalui
geografis
yang
tersebar.
MGMP/KKG/MKKS/MKBK tidak berjalan 2. Dibutuhkan sumber daya
secara berkelanjutan
manusia
yang
mempunyai dedikasi dan
integritas yang tinggi.
9
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dilihat bahwa peningkatan
keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk sekolah (KKG, MGMP, MKKS,
MGBK) secara berkelanjutan.
Akan tetapi, program penguatan budaya dan kinerja pemangku kepentingan
di lingkungan sekolah tidak dapat berjalan tanpa adanya kolaborasi dan sinergisitas
dengan masyarakat. Data dari Dinas Pendidikan MTB (2016) menyebutkan bahwa
persentase tertinggi tingkat pendidikan masyarakat Maluku Tenggara Barat adalah
lulusan SD yang mencapai angka 34,1%. Kemudian disusul oleh lulusan SLTP
sebanyak 21,01% dan tidak sekolah atau tidak tamat SD sebesar 14,87% (MTB
dalam angka, 2015). Berdasarkan angka persentase murni (APM) yang digunakan
untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu, Kabupaten Maluku
Tenggara Barat. Pada jenjang pendidikan SD hanya 56,8% penduduk yang berusia 7
-12 tahun yang bersekolah di SD, SMP mencapai 84% penduduk yang berusia 13-15
tahun yang bersekolah di SMP dan pada jenjang SMA hingga 79,4% penduduk yang
berusia 16-18 tahun (Neraca Pendidikan Daerah MTB, 2015).
Diagram 1
Rata-Rata, Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah
Mata Pelajaran UN
100
80
92.5
90
100
58.84
60
64.5
49.27
44.06
47.32
Nilai Tertinggi
40
20
Rata-Rata
14
14
15
15
Nilai Terendah
0
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Inggris
Matematika
IPA
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten MTB
Angka partisipasi ini tergolong tinggi, namun ternyata tidak diimbangi
dengan kompetensi yang cukup dari siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya
hasil nilai Ujian Nasional. Rata-rata Nilai UN lulusan SMP/MTs Tahun Pelajaran
2015/2016 adalah 49,88 yang berati lulusan SMP/MTs hanya mencapai 49,88% dari
100% kompetensi yang seharusnya dimiki pada umumnya, khususnya pada mata
10
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA. Rata-rata, nilai
tertinggi dan nilai terendah mata pelajaran UN ditunjukkan oleh Diagram 1.
Selain itu, hasil studi menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga
memberikan pengaruh positif yang sangat signifikan dalam meningkatkan
kemandirian anak dalam belajar (Adicondro dan Purnamasari, 2011). Ditambah lagi,
secara, idealnya pembentukan belajar siswa juga sangat berpengaruh dari lingkunga
kehidupan keluarga di masyarakat atau keluarga. Sehingga, selain mencanangkan
peningkatan keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk sekolah (KKG,
MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan, dibutuhkan partisipasi dan program
dalam tatanan masyarakat yang dapat memberikan andil yang cukup besar.
Jam Belajar Masyarakat (JBM) merupakan salah satu rancangan program yang
dapat diterapkan di
masyarakat MTB pada waktu-waktu tertentu untuk
menumbuhkan kesadaran pentingnya peningkatan kualitas belajar siswa. Selain itu,
program ini juga diharapkan dapat menjadi wadah awal pengasuhan anak yang lebih
baik, karena adanya sistem regular yang berkelanjutan dalam keluarga.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam
bidang pendidikan sebagai berikut.
1) Bagaimana mengaktifkan dan memperkuat forum kelembagaan untuk sekolah
(KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan?
2) Bagaimana cara meningkatkan budaya belajar masyarakat dan prestasi siswa di
MTB melalui program Jam Belajar Masyarakat (JBM)?
C. TANTANGAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI
MALUKU TENGGARA BARAT
Air merupakan salah satu kebutuhan
dasar
tanaman
untuk
meningkatkan
keberhasilan produktivitas tanaman dan
mengurangi resiko gagal panen. Air
berfungsi untuk menurunkan suhu tanah,
meningkatkan kelembaban, mendorong
gerakan panas lebih merata sehingga
Gambar 3. Lahan kering di MTB
11
memberikan kondisi iklim yang lebih nyaman bagi pertumbuhan tanaman. Potensi
pasokan atau ketersediaan air di suatu wilayah dapat diperkirakan dari besarnya
curah hujan.
mm/bulan
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan
Feb Mar Apr Mei Jun
Juli Agu Sep Okt Nov Des
Diagram 2. Curah hujan yang terjadi di daerah Saumlaki periode 1984-2013
Sumber: Stasiun Hujan/Meteorologi Saumlaki (2014)
Dari data tersebut diketahui bahwa menurut klasifikasi Oldman menunjukkan 5
bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan) yakni bulan Juli, Agustus, September,
Oktober, November dengan Agustus-Oktober sebagai bulan terkering; Juni sebagai
bulan lembab (curah hujan 100-200 mm/bulan); dan bulan basah (curah hujan >200
mm/bulan) terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret, April, Mei. Total
curah hujan di Saumlaki adalah 1928 mm/tahun. Adapun suhu udara rata-rata
tahunan adalah 27,30C; kelembaban nisbi udara sebesar 81%; kecepatan angin rerata
6 knot, dan evapotranspirasi potensial yang dihitung dengan metode Penman adalah
sebesar 1491 mm/tahun.
12
curah hujan
Defisit
mm/bulan
350
ETP
Surplus
ETA
KAT
300
250
200
150
100
50
0
-50
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Juli
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
-100
Diagram 3. Neraca air lahan MTB Timur di kecamatan Tanimbar Selatan,
Wertamrian, Kormomolin, Nirunmas, Tanimbar Utara, Yaru, dan Molu Maru
Sumber: Blue print pembangunan pertanian MTB 2014
Berdasarkan Diagram 3 diketahui bahwa surplus air di MTB Timur hanya terjadi
selama 3 bulan yakni Februari, Maret, April dengan nilai di bawah 50 mm/bulan.
Defisit air menunjukkan angka yang lebih besar antara 14 – 150 mm/bulan yang
terjadi selama 5 bulan (Juli-November). Defisit air ini terjadi karena evapotranspirasi
(ETP) melebihi evapotranspirasi aktual (ETA) akibat dari curah hujan yang rendah.
Data perubahan kanduangan air tanah (dKAT) menunjukkan bahwa kandungan air
tanah optimal bagi tumbuhnya tanaman hanya berlangsung selama 6 bulan
(Desember-Mei), surplus kandungan air tanah terjadi selama 3 bulan yakni
Desember, Januari, dan Februari sedangkan 3 bulan lainnya mengalami defisit
kandungan air tanah. Berdasarkan data ini diketahui bahwa MTB Timur hanya
memiliki surplus air yang berasal dari air hujan sebesar 76 mm/tahun (Februari-Juni).
Sedangkan defisit hujan mencapai 539 mm/tahun.
Dari data tersebut diketahui bahwa terdapat peluang untuk memenuhi
kebutuhan air di musim kemarau melalui pemanfaatan surplus air hujan yang
mungkin masuk ke sungai, ditampung di kolam/embung, atau sumur. Meski
demikian, karena nilai defisit air lebih lebih tinggi daripada surplus air sehingga pada
13
puncak musim kemarau petani diprediksi tetap akan mengalami kekeringan sumber
air.
Terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab buruknya ketahanan
pangan khususnya ketersediaan padi lokal di Maluku Tenggara Barat.
Pertama, aksesabilitas terhadap teknologi pertanian tepat guna untuk budidaya
di tingkat petani seperti teknik pemupukan, jarak tanam, bibit berkualitas,
manajemen gulma dan pengelolaan tanah atau irigasi yang terbatas dan terkatagori
rendah. Ali dan Fitria (2014) menyebutkan bahwa saat ini petani padi gogo sulit
mendapatkan varietas unggul bermutu sehingga hasilnya tidak optimal, rerata petani
masih menggunakan teknologi konvensional dalam budidaya padi gogo seperti
dalam hal jarak tanam dan penggunaan benih.
Kedua, pola pembagian lahan untuk penanaman yang belum terdistribusi
dengan baik. Padi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan namun
luas tanam padi lebih kecil dibandingkan palawija dengan perbadingan luas 1:4,6
antara pagi dan palawija. Hal ini didukung oleh fakta bahwa sebanyak 88,45% petani
padi tidak menjual padinya atau menanam hanya untuk konsumsi keluarga; 10,81%
petani menjual sebagian padinya; dan hanya 0,74% petani yang menjual seluruh hasil
panen padinya. Mayoritas petani adalah petani kecil dengan kepemilikan lahan
sempit dan tidak fokus terhadap satu komoditas. Adam (No Date) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa sebanyak 63% penduduk Maluku Tenggara
Barat masih mengalami kesulitan aksesibilitas beras baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
Ketiga, permasalahan sosial budaya dalam upaya pengelolaan lahan oleh
kelompok tani yang cenderung bersama-sama bekerja bukan bekerja sama. Hal ini
tergambar dari kelompok tani yang tidak sama sekali melakukan transfer terknologi
antar petani karena budaya masyakarat yang membutuhkan pembuktian untuk mau
mengadopsi budaya pertanian baru.
Keempat, permasalahan ketersediaan lahan hutan. Hal ini disatu sisi
merupakan potensi dalam upaya pengembangan pertanian namun disisi lain
merupakan masalah karena ketersediaan lahan hutan menyebabkan upaya petani
untuk mengolah lahan menjadi rendah dan cenderung lebih tertarik melakukan
deforentasi untuk mengingkatkan prosuktivitas sesaat.
14
Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi permasalahan tersebut maka dirumuskan
permasalahan yang diteliti meliputi:
1. Aktivitas pertanian apa yang dikembangkan di Maluku Tenggara Barat?
2. Siapa pihak yang terkait dalam upaya pengembngan pertanian di Maluku Tenggara
Barat?
3. Bagaimana proses pengembangan pertanian yang dilakukan di Maluku Tenggara
Barat?
4. Kapan aktivitas pertanian dan pengembangan pertanian dilakukan di Maluku
Tenggara Barat?
5. Mengapa aktivitas pertanian tertentu dikembangkan di Maluku Tenggara Barat?
6. Di mana aktivitas pertanian dikembangkan di Maluku Tenggara Barat?
7. Indentifikasi permaslahan pertanian di Maluku Tenggara Barat?
8. Bagaimana Solusi dan Prototipe pengembangan pertanian di wilayah Maluku
Tenggara Barat?
Berikut beberapa hasil identifikasi masalah terkait untuk rumusan masalah awal
dari hasil tinjauan lapangan.
Tabel 2. Identifikasi masalah pertanian di MTB
No.
1
Narasumber
Deskripsi Masalah
Kepala Bidang
Rendahnya manajemen Sumber
Tanamanan Pangan
Daya Alam dan Sumber Daya
Prioritas
Feasibility
Sedang
Manusia bidang pertanian
2
Sekertaris Dinas
Keterbatasan sumber air,
Pertanian
perubahan budaya makan beras,
Sedang
kebutuhan alsintan
3
Kepala Dinas
Ladang berpindah, disfungsi
Pertanian
anggaran desa, ketersediaan
Tinggi
infrastruktur dan teknologi
15
4
Ketua Kelompok
Ladang berpindah, rendahnya
Tani Dalam Lese
teknologi sederhana tepat guna
Tinggi
dan alsintan
5
Kasi Pembibitan dan Harga komuditas prioritas
Pembenihan dan
program pemerintah yang
Perkebunan
rendah, budaya petani yang
Tinggi
cenderung tidak efisien
6
7
Anggota Kelompok
Ladang berpindah, pembukaan
Tani / Mantan
lahan, kompetensi penyuluh dan
Kepala Desa
bantuan pemerintah yang minim
Petani Lokal Nirun
Wawasan petani tradisonal
Mas
tentang alsintan, pembakaran
Tinggi
Sedang
hutan dan alih fungsi lahan
8
Petani Lokal
Ketersediaan pupuk,
Wertambrian
transportasi yang murah,
Tinggi
alsintan yang tepat guna,
dampingan dari pihak ketiga
(non pemerintah) dan alur
bantuan yang dipersingkat ke
petani
9
Koordinator
Tingkat pendidikan penyuluh
Penyuluh
pertanian yang rendah,
Kecamatan
kurangnya pelatihan kompetensi
Wertambrian
penyuluh, ketersediaan
Tinggi
anggaran
10
Kepala Divisi
Minat pertanian dan data blue
Perencanaan
print pengembangan pertanian
Rendah
Pertanian Dinas
16
Pertanian
11
Kepala Balai Bibit
Manajemen sumber air dan
dan Benih
hara, ladang berpindah dan
Rendah
sumber daya manusia untuk
pembibitan
12
Petani Tradisional
Daya dukung lingkungan yang
Sedang
rendah, pembakaran hutan untuk
pertanian dan kurangnya
perhatian pemerintah pusat
Sumber: Data Primer
Permasalahan Akhir
Permasalahan utama pertanian di MTB adalah ladang berpindah yang
disebabkan oleh sangat minimnya sumber air di musim kemarau dan terbatasnya
kemampuan manajemen hara sehingga produktivitas pertanian tidak optimal. Ladang
berpindah ini didukung oleh ketersediaan lahan yang melimpah sehingga masyarakat
petani cenderung lebih mudah alih fungsi daripada membuat sistem pertanian lahan
menetap.
Visi yang ingin dicapai
“Terwujudnya pertanian terintegrasi yang produktif dan berkesinambungan menuju
Maluku Tenggara Barat berketahanan pangan dan menjadi sentral pangan di
Indonesia timur”
17
KARYA ALUMNI UNTUK INDONESIA
“Pangan merupakan soal mati-hidunya suatu bangsa. Apabila kebutuhan
pangan rakyat tidak dipenuhi maka ‘malapetaka’ Oleh karena itu erlu usaha
secara besar-besaran, radikal dan revolusioner.”
Soekarno
A. DESAIN PROGRAM TERHADAP MASALAH PENDIDIKAN DI MALUKU
TENGGARA BARAT
Design program untuk peningkatan kualitas guru dapat dilaksanakan dan diawali
melalui dua program yaitu optimalisasi Forum Sekolah dan Jam Belajar Masyarakat.
1.
Program untuk Peningkatan Budaya Sekolah melalui Forum Sekolah.
Dalam mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas guru melalui program
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawah Kepala Kerja Sekolah (MKKS),
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan dan
Konseling, dan sejenisnya baik pelatihan maupun mentoring dengan dinas
pendidikan. Untuk meningkatkan kompetensi guru tidak hanya dalam bentuk
pelatihan, namun adanya program guru dan murid berprestasi. Dari masing-masing
sekolah bisa mengirimkan wakil dan karyanya yang berupa reward dalam bentuk
pertukaran guru ke luar daerah.
Design program yang ditawarkan dalam meningkatkan kualitas atau kompetensi
guru yaitu pada tahapan awal ini dapat dilaksanakan melalui:
1. Optimalisasi forum sekolah, MKKS, MGMP, dengan bimbingan dari Dinas
Pendidikan.
Sebagai tahapan awal, penguatan kelembagaan yang diikuti oleh pendampingan
dan pelatihan secara intensif oleh Instrukstur Nasional dapat dilaksanakan.
Dalam
penguatan
ini,
terdapat
program-program
inovasi
yang
dapat
dilaksanakan sebagai berikut.
i. Teacher Exchange sebagai reward dari keaktifan forum sekolah dan
dukungan dari pihak eksternal untuk meningkatkan kualitas guru.
ii. Bekerja sama dengan Indonesia Mengajar (IM) untuk membentuk Tanibar
Mengajar, SM3T untuk memunculkan guru-guru yang inovatif dalam
pembelajaran.
18
iii. Memberikan pelatihan kepada guru terkait dalam proses kegiatan belajar
mengajar, pelatihan IT dan menghadiri seminar-seminar yang tujuannya
adalah meningkatkan kompetensi guru baik dalam bidang model
pembelajaran atau perangkat pembelajaran. Beberapa cara dan upaya yang
dilakukan oleh guru dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas yaitu guru
harus difokuskan pada pemahaman tentang mata pelajaran, sertifikasi ulang,
penilaian berkala dan pelatihan keterampilan pedagogis.
2. Lomba rutin tahunan berupa guru berprestasi dan siswa berprestasi dengan
reward berupa studi banding ke sekolah-sekolah di daerah Jawa seperti
“Visiting Teacher”.
2. Optimalisasi budaya belajar di masyarakat melalui Jam Belajar Masyarakat.
3. Optimalisasi budaya belajar masyarakat merupakan bagian penting yang mana
pendidikan keluarga dan masyarakat berkontribusi penting dalam membentuk
pola kepribadian dan berprestasi dari siswa.
2.
Peningkatan
Budaya
Belajar
Masyarakat
melalui
Jam
Belajar
masyarakat (JBM)
Jam Belajar Masyarakat atau (JBM) merupakan salah satu program
pendukung belajar atau fasilitas ruang belajar siswa di dalam masyarakat
(khususnya
keluarga)
yang
diharapkan
dapat
membantu
sekolah
untuk
meningkatkan kompetensi belajar siswa, juga membina komunikasi eksternal antara
orang tua (masyarakat), sekolah dan juga siswa.
Tabel 3. Analisis SWOT tentang JBM
Strengths
1.
Motivasi
Weaknesses
yang
dimiliki
masyarakat tinggi
2.
Dukungan
dari
masyarakat,
agama
1.
Waktu pelaksanaan program ini
kemungkinan dapat mengganggu
tokoh
rutinitas masyarakat
dan
adat juga tinggi
19
Opportunities
1.
2.
Peningkatan jam belajar
Threats
1.
Keterbatasan kemampuan
mandiri anak.
pedagogik yang dimiliki orang tua
Mendukung anak untuk
terhadap anak.
belajar mandiri lebih aktif.
2.
Budaya nonton tv yang masih
menjadi kebiasaan anak.
3. Orang tua asuh “Mama Papa
Piara” sibuk
B. DESAIN PROGRAM TERHADAP MASALAH PERTANIAN DI MALUKU
TENGGARA BARAT
Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menanggulangi ladang berpindah
adalah pertanian terintegrasi melalui sebuah skema pertanian terpadu antara
pertanian dan peternakan dengan konsep pembagian lahan dan pergiliran tanam.
Permasalahan utama di Maluku Tenggara Barat adalah minimnya ketersediaan air di
musim kemarau dan tekstur tanah yang bercadas dengan lapisan tanah atas (top soil)
hanya berkisar antara 20-30 cm. Hal ini menyebabkan rendahnya hara tanah dan
proses mixing dengan pengolahan menjadi terbatas. Disisi lain bahan untuk
pembuatan kompos terbatas pada dedaunan kering sehingga selama ini kompos
hanya diolah menjadi pupuk organik cair yang diketahui memiliki kandungan hara
pendukung rendah.
Pertanian terintegrasi memadukan konsep pertanian dan perternakan menjadi
satu kawasan strategis. Beberapa keuntungan pertanian terintegrasi adalah upaya
mengurangi lahan berpindah karena pengolahan pertanian terintegrasi memanfaatkan
pergiliran penanaman dan sumber kompos atau pupuk organik dari sisa feses area
peternakan. Hal ini akan berdampak jangka panjang terhadap ketersediaan hara tanah
sehingga meminimalisir pembukaan lahan baru.
Adapun permasalah air diatasi dengan inovasi pemanenan air hujan.
Kebanyakan teknik pengumpulan air umumnya menggunakan sumber air besar
seperti sungai dan groundwater seperti sumur atau sistem irigasi. Kelemahan teknik
groundwater adalah butuh investasi besar dan teknologi tinggi terutama dalam proses
20
mengetahui titik-titik sumber mata air. Keuntungan teknik pemanenan air hujan
dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan tidak memerlukan teknologi
tinggi. Kelemahannya panen air hujan ini sangat tergantung kepada kemampuan
(tipe) tanah untuk menyimpan runoff dan besarnya curah hujan itu sendiri. Faktorfaktor yang mempengaruhi infiltrasi (aliran air ke dalam tanah) dan runoff menurut
Soemarno (2010) antara lain:
1.
Tipe tanah dan tekstur tanah, ukuran partikel tanah menentukan pori tanah.
Proses infiltrasi air lebih mudah melewati pori yang ukurannya besar, pada
tanah berpasir kapasitas infiltrasi lebih tinggi dibandingkan infiltrasi melalui
pori halus seperti tanah liat. Tanah yang baik untuk zona penampungan air
hujan adalah yang memiliki laju infiltrasi rendah.
Tabel 4. Laju infiltrasi air pada berbagai jenis tanah
Tipe tanah
Laju infiltrasi
Pasir
< 30 mm/jam
Lempung berpasir
20 – 30 mm/jam
Lempung
10 – 20 mm/jam
Lempung liat
5 – 10 mm/jam
Tanah liat
1 – 5 mm/jam
Sumber: Brouwer, et.al. 1986 dalam Soemarno, 2010)
2.
Struktur tanah. Tanah dengan retakan besar akan memiliki laju infiltrasi yang
tinggi.
3.
Zona tangkapan dan daerah pengolahan. Idealnya zona tangkapan air hujan
harus mampu mengubah sebanyak mungkin air hujan menjadi runoff, artinya
tanah yang dipilih sebaiknya yang memiliki infiltrasi yang rendah. Tanah
berpasir tidak sesuai untuk daerah tangkapan air karena hanya sedikit
menghasilkan runoff.
4.
Kerak/sealing. Adanya kerak permukaan di lokasi zona tangkapan sangat
menguntungkan untuk memanen air hujan karena dapat menurunkan laju
infiltrasi. Tanah liat umumnya mudah membentuk kerak permukaan,
sedangkan tanah berpasir lebih sulit.
21
5.
Vegetasi. Adanya vegetasi penutup muka lahan yang rapat dapat melindungi
tanah dari pukulan air hujan, mereduksi terbentuknya kerak di permukaan
tanah, dan meningkatkan laju infiltrasi. Sistem perakaran dan bahan organik
tanah mampu meningkatkan porositas tanah dan dengan demikian
memperbaki kapasitas infiltrasi tanah. Pada lahan yang agak miring, runoff
dapat diperlambat dengan adanya vegetasi.
6.
Panjang lereng. Lahan yang miring menghasilkan runoff yang lebih banyak
namun dengan meningkatnya panjang lereng volume runoff ternyata
menurun. Waktu yang dibutuhkan oleh setetes air hujan untuk mencapai
lahan budidaya pada lereng yang panjang akan semakin lama sehingga
infiltrasi dan evaporasinya juga lama. Padahal evaporasi merupakan faktor
yang sangat penting dalam menentukan runoff di daerah iklim kering.
7.
Efisiensi. Air runoff di zona tangkapan sebagian akan meresap ke dalam
tanah dan menguap sehingga tidak seluruhnya dapat digunakan untuk
tanaman. Penggunaan air panen oleh tanaman disebut faktor efisiensi.
Misalnya nilai efisiensi 0,75 berarti bahwa hanya 75% air panen hujan yang
dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan sisanya 25% hilang terserap oleh tanah
atau menguap. Konsekuensinya bagi sistem pemanenan air bahwa semakin
besar lahan budidaya maka semakin luas zona tangkapan air yang harus
dibuat.
Selain itu, terdapat beberapa prinsip untuk keberhasilan panen air hujan, yakni:
1.
Curah hujan berkisar antara 200-750 mm/tahun (semi arid) atau 200-300
mm/tahun (arid) juga dapat dilakukan.
2.
Kemiringan lahan tidak lebih dari 5%, lahan dengan kemiringan lebih dari
5% menyebabkan distribusi runoff tidak merata, erosi tanah intensif sehingga
biaya panen hujan menjadi lebih mahal.
3.
Tanah di zona budidaya harus cukup tebal sehingga memiliki kapasitas
penyimpanan air cukup besar dan harus dikelola kesuburannya. Pengelolaan
kesuburan tanah dapat dilakukan melalui penggemburan tanah yang berada di
zona top soil dengan pembajakan menggunakan traktor, pembersihan gulma,
dan pemupukan dasar untuk menambah unsur hara tanah.
22
4.
Kondisi tanah yang ideal sebagai daerah tangkapan air hujan adalah tanah
yang berbatu dan zona olahan dengan solum (kedalaman tanah) yang dalam
dalam dan subur. Tanah berpasir tidak cocok untuk zona tangkapan air hujan.
5.
Teknik panen hujan perlu disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan. Untuk tanaman semusim diperlukan distribusi air yang
merata ke seluruh area lahan. Sedangkan untuk tanaman tahunan, daerah
tangkapan dapat dikonsentrasikan di titik-titik tertentu.
Irigasi permukaan sistem ini memiliki petak basin yang rata dan di batasi oleh
tanggul kecil di sekelilingnya. Kemudian, air bergerak dari pintu pemasukkan air ke
ujung basin oleh energi potensial genangan air itu sendiri. Air yang masuk di tahan
di kolam dengan kedalaman dan selama waktu yang dikehendaki. Irigasi sistem basin
cocok untuk tanah dengan laju infiltrasi tanah sedang sampai rendah (50 mm/jam).
Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan kecil berkisar 0 – 5%. Apabila lahan
terlalu miring maka perlu dilakukan perataan lahan atau lahan dibuat teras. Adapun
prosedur desain irigasi sistem basin sebagai berikut:
1. Menentukan layout petak
a. Lokasi sumber air (embung) berada pada posisi memumgkinkan seluruh
lahan diairi secara gravitasi.
b. Bentuk lahan biasanya mengikuti topografi.
c. Ukuran lahan ditentukan berdasarkan kapasitas infiltrasi dan debit air.
2. Menentukan kebutuhan air irigasi
Kebutuhan air untuk padi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Penyiapan lahan
Perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan dapat dilakukan
menggunakan metode Van de Goor dan Zijlsha
� =
� � /(� � −1)
Di mana:
IR = kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
lahan sawa yang sudah di jenuhkan, yang dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut:
=
�
+�
23
Keterangan:
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil
P = Perkolasi (mm/hari)
=
Keterangan:
.
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan air 50
mm.
b. Penggunaan konsumtif
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman
untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan konsumtif
dihitung dengan persamaan berikut:
�
Keterangan:
�
=
�.
�
= Koefisien tanaman
�
= Evapotranspirasi potensial (penanaman modifikasi) (mm/hari).
c. Analisis kebutuhan air irigasi
Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut:
Di mana:
=
�
+�+�
− �
NFR = netto field water requirement, kebutuhan bersih air di sawah
(mm/hari)
ETc = Evaporasi tanaman
P = Perkolasi
WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
24
d. Kebutuhan pengambilan air pada sumber:
Di mana:
=
�
8,64
DR = Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha)
1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha.
Potensi Hambatan Implementasi
1. Faktor Budaya
Karakter masyarakat yang keras dalam bertutur kata tidak serta merta
menunjukkan sikap dan karakter asli dari masyarakat sehingga budaya
masyarakat lokal tidak merupakan penghambat dalam implementasi gagasan.
Budaya masyarakat yang memerlukan percontohan pertanian modern untuk mau
menerapkan adalah salah satu penghambat kecil, sehingga diperlukan
percontohan dengan hasil yang baik untuk mau ditiru masyarakat.
2. Faktor Lingkungan
Karakteristik lingkungan terbatas pada ketersediaan sumber air dan dan
hara tanah serta lapisan top soil (tanah permukaan) yang terbatas antara 10-20
cm menyebabkan faktor lingkungan menjadi penghambat yang signifikan dalam
upaya pengembangan pertanian terintegrasi. Oleh karena itu, diperlukan rencana
strategis nasional dalam pembangunan waduk atau bendungan di wilayah
Maluku Tenggara Barat untuk mensuplai air dan manajemen pengelolaan tanah
untuk meningkatkan hara tanah.
3. Faktor Finansial
Modal pertanian oleh masyarakat petani tergolong cukup baik karena
harga komunitas hasil panen cukup tinggi. Petani terbiasa bermodal dalam
membuka lahan baru sehingga kebutuhan at cost pertanian menjadi tinggi di
awal. Dengan konsep pertanian terintegrasi maka modal petani dapat dikurangi
dari sisi pembukaan lahan baru.
4. Faktor Sustainability
Sangat mungkin untuk berkembang berkelanjutan karena dampak positif
dari pertanian terintegrasi adalah adanya pengembangan model pertanian lahan
menetap dan produktivitas pertanian yang tidak hanya terpusat pada pertanian
25
ladang namun merambah ke peternakan. Hasil petani secara finansial juga akan
meningkat karena adanya tambahan pemasukan dari sektor peternakan.
Keterbukaan petani terhadap budaya baru dan pengembangan pertanian
terintegrasi yang tepat sasaran sangat mungkin untuk dilaksanakan secara
berkelanjutan.
26
Gagasan Alumni Untuk Indonesia
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan,
memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”
Tan Malaka
A. METODE PELAKSANAAN PROGRAM DESAIN PENDIDIKAN
1.
Program untuk Peningkatan Budaya Sekolah melalui Forum Sekolah.
Pertama, peningkatan keaktifan dan penguatan forum kelembagaan untuk
sekolah (KKG, MGMP, MKKS, MGBK) secara berkelanjutan dapat dilaksanakan
dengan strategi implementasi sebagai berikut.
1) Pra Kegiatan/Persiapan (Preparing)
Kegiatan
Pelaksana
Penanggung
Waktu
jawab
Menetapkan
visi,
Kepala
Dinas
Awal
misi,
dan
sekolah dan
Pendidikan
dibentuk
Kepala
Dinas
Awal
pendidikan
ajaran baru
tujuan,
luaran KKG, MGMP,
forum
guru
MKKS, dan MGBK
Memilih
dan
merancang
struktur
sekolah dan
KKG,
MGMP,
guru
tahun
MKKS, dan MGBK
Merencanakan
Kepala
Ketua KKG, Awal
tahun
pertemuan rutin
sekolah dan
MKKS/Ketu ajaran baru
guru
a
MGMP/Ketu
a MGBK
27
2) Pelaksanaan Kegiatan (Actuating)
Kegiatan
Pelaksana
Penanggungjawab
Waktu
Melakukan
Kepala
Dinas
MGMP/MGBK
pertemuan
sekolah,
dan instruktur
rutin
guru,
per bulan)
instruktur
Tk. Kabupaten (1x
KKG,
MGMP,
Pendidikan
Tk. kecamatan (1x
MKKS,
per 3 bulan)
MGBK
MKKS
Tk. Kecamatan (2x
per 6 bulan)
Tk. Kabupaten (1x
per 6 bulan)
Agenda Pertemuan Rutin
1. Koordinasi
Penanggungjawab
Waktu
Kepala
Ketua KKG, MKKS, MGMP,
KKG, MGMP/MGBK
pentingnya guru dan
sekolah, guru
MGBK
Tk. kecamatan (1x per
jam BK untuk siswa
Kepala
Ketua KKG, MKKS, MGMP,
bulan)
sekolah, guru
MGBK
Tk. Kabupaten (1x per 3
tentang kondisi, sarana
Instruktur
Instruktur
prasarana,
nasional,
guru eksternal
2. Rapat
tentang
Pelaksana
koordinasi
dan
kebutuhan sekolah
3. Pengenalan
metode
baru,
(Sekolah
Dinding)
dosen,
terhadap
dosen,
bulan)
MKKS
Tk. Kecamatan (2x per 6
eksternal (dari
bulan)
teacher
Tk. Kabupaten (1x per 6
STD
exchange
bulan)
Tanpa
program),
pengajaran
misal
guru
nasional,
guru
28
Sekolah Tanpa Dinding
Sekolah Tanpa Dinding atau STD merupakan sebuah konsep pembelajaran
yang berciri: a) outdoor learning, b) fun (menyenangkan) dan praktis, dan c)
berbasis kearifan lokal. Program ini menggunakan konsep pembelajaran Outdoor
Learning dengan tujuan memberikan pemahaman siswa dengan konsep kearifan
lokal sekaligus memberikan alternatif pada model pembelajaran yang tidak
monoton dan memberikan motivasi siswa dengan konsep pembelajaran yang
menyenangkan. Proses pembelajaran ini pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi
minimnya sarana prasarana pendukung di sekolah (misalnya, kurangnya ruang
kelas).
STD dapat juga memperkaya pengalaman dan pengetahuan siswa
terhadap kearifan lokal. Dalam hal ini, guru sebagai pendamping wajib memiliki
“classroom
management”
dan
metode
pengajaran
yang
baik
karena
bagaimanapun juga mengajar di luar kelas tidak sama seperti ketika mengajar di
dalam kelas. Konsep STD mengusung inklusivitas di mana desain program dapat
disesuaikan agar ramah terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Program ini
ditunjang dengan menyisipkan materi pemahaman dasar tentang penanaman
kesadaran akan pentingnya kesetaraan kesempatan belajar bagi ABK, khususnya
pada guru disekolah. Program STD menekankan pada kegiatan belajar di dalam
dan luar kelas dengan mempertimbangkan aksesibilitas, sehingga dapat
menunjang siswa untuk mempelajari kearifan lokal di daerahnya.
Tabel 5. Analisis SWOT Sekolah Tanpa Dinding
Strengths
1. Memanfaatkan potensi dan
kekayaan alam
2. Konsep pembelajaran tidak
monoton
Weaknesses
1. Manajemen outdoor learning
tidak mudah
2. Sumber daya guru sebagai
pengarah kegiatan minim
29
Opportunities
1. Motivasi
Threats
siswa
cukup
tinggi
2. Bisa didukung oleh dana
1. Rendahnya motivasi guru
2. Guru lebih menyukai gaya
mengajar old-fashioned
BOS
Teacher Exchange Program
Dalam mendukung pelaksanaan forum KKG, MGMP, MGBK, dan MKKS,
dibutuhkan dukungan dari pihak eksternal, misalnya, instruktur nasional,
akademisi dan/atau guru eksternal dari Jawa atau daerah maju lainnya yang
didatangkan melalui Teacher Exchange Program.
Konsep Teacher Exchange adalah program pertukaran guru (khususnya
PNS) yang telah memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun untuk dikirim
ke daerah-daerah sasaran (misalnya, Jawa Timur), dan diberikan amanah selama 6
bulan untuk praktik mengajar di daerah pertukaran. Dalam kurun waktu satu
semester para guru diharapkan mampu membagi pengalaman belajar yang
didapatkan kepada siswa sehingga proses pembelajaran berwarna dan
menyenangkan. Selain itu, para guru juga hendaknya dapat membekali rekanrekan guru di daerah sasaran dengan pengetahuan keadministrasian dan
pembuatan bahan ajar berbasis kearifan lokal, selain mengadakan kegiatan
seminar pengajaran, penataran, dan semacamnya. Sebagai bagian dari supervisi
pelaksanaan kegiatan, para guru terpilih diwajibkan membuat jurnal kegiatan
belajar mengajar selama 6 bulan dalam masa pertukaran.
Prosedur pelaksanaan dari kegiatan teacher exchange dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada semua guru PNS bersertifikasi yang mempunyai
pengalaman mengajar selama minimal 5 tahun untuk ikut seleksi dalam program
tersebut. Penilaian ini berdasar pada beberapa indikator dan Tim penilai dari Tim
Independen diantaranya dari tim Kementerian dan Lembaga Pengelola Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang sudah berkompetensi pada penilaian guru. Untuk
guru yang ikut pertukaran dibekali dengan keterampilan mengajar kesenian,
30
misalnya kesenian daerah maluku sehingga guru dapat memberikan semangat
pada siswa. Para guru juga tidak hanya membekali dengan ilmu bidang studi akan
tetapi memberikan semangat akan local wisdom atau kearifan lokal untuk para
siswa sehingga siswa termotivasi untuk mempelajari kebudayaan sendiri.
Agenda
Pelaksana
Penanggungjawab
Perumusan
Kepala
Ketua MKKS
ketentuan
sekolah
Waktu
Pertemuan
Rutin
Awal
evaluasi dan
laporan
kinerja guru
Paska Pelaksanaan
Kegiatan
Pelaksana
Penanggungjawab
Waktu
Kepala
Dinas Pendidikan dan
3 – 6 bulan sekali
sekolah, guru
instruktur
MGMP/MGBK
hasil MGMP,
Sekretaris
Ketua MGMP, MKKS,
Tk.
MKKS,
MGMP,
MGBK
(bulanan)
MGBK
MKKS,
Tk. Kabupaten
MGBK
(per 3 bulan)
1. Monitoring
dan
evaluasi
2. Membuat
laporan
rutin
kecamatan
MKKS
hasil MGMP,
Tk.
Kecamatan
MGBK,
(2x per 6 bulan)
MKKS untuk
Tk. Kabupaten (1x
dipublikasikan
per 6 bulan)
sebagai bentuk
pertanggung
jawaban
31
2. Peningkatan Budaya Belajar Masyarakat melalui Jam Belajar
masyarakat (JBM)
Penguatan budaya belajar di masyarakat melalui jam belajar masyarakat,
dapat dilaksanakan dengan strategi implementasi sebagai berikut.
Kegiatan
Pelaksana
Penanggung
Waktu
jawab
1. Membuat
usulan
Jam
pertemuan
pengadaan
Belajar
untuk
program
Masayarakat
(JBM)
RT/RW,
Kepala Desa Awal
tokoh
Pembentukan
masyarakat
Program
dan
tokoh
agama
2. Menyusun
program
perencanaan
jam
belajar
masyarakat serta aturannya
RT/RW,
Kepala Desa Awal
tokoh
Pembentukan
masyarakat
Program
dan
tokoh
agama
3. Implementasi atau uji coba
program
Jam
RT/RW
Kepala Desa Awal
Belajar
Pembentukan
Masyarakat (JBM)
4. Membuat
pertemuan
Program
untuk
mensosialisasikan
pengasuhan terhadap anak.
pola
Akademisi,
praktisi atau
Kepala Desa Setiap
satu
bulan 2x
lembaga
social
yang
bergerak
dalam
pengasuhan
anak
32
5. Pelaksanaan program
6. Monitoring dan evaluasi
Warga
Kepala
Setiap hari
masyarakat
Keluarga
Ketua RT /
Kepala Desa Sebulan 2x
RW, Tokoh
masyarakat,
akademisi
B. METODE PELAKSANAAN PROGRAM DESAIN PERTANIAN
1. Rancangan Sistem Panen Air Hujan
Overview seleksi awal teknik pemanenan air hujan seperti disajikan pada
lampiran 1. Rancangan ini dikhususkan untuk tanaman semusim (tanaman pangan
dan hortikultura). Berdasarkan lampiran 1 diketahui bahwa teknik panen hujan
untuk tanaman semusim dibedakan antara jika terdapat bebatuan dan jika tidak
terdapat bebatuan. Jika terdapat bebatuan, teknik panen hujan dapat dilakukan
dengan pembuatan tanggul batu atau tanggul tanah dengan batu. Sedangkan jika di
lahan tidak terdapat bebatuan, maka teknik panen hujan dapat dilakukan dengan
pembuatan tanggul tanah yang dilengkapi dengan penghalang tanaman hidup untuk
mencegah erosi, lubang tanam (biopori), atau tanggul tanah setengah melingkar.
Mengingat banyak variasi yang memungkinkan dapat diadopsi oleh petani
di MTB dan mengingat petani belum berpengalaman melakukan pemanenan hujan
maka dapat dipilih teknik pemanenan air yang paling sederhana namun sesuai
dengan kondisi tanah pertanian di MTB. Wilayah percontohan model ini dilakukan
di MTB Timur karena menjadi wilayah utama untuk pengembangan pertanian.
Jenis tanah yang dominan di wilayah ini adalah tanah rendoll yakni tanah yang
mengandung bahan organik > 1%, ketebalan 18 cm atau lebih di atas batuan kapur,
kejenuhan basa > 50% dan miskin hara; tanah alfisol yakni tanah dengan
penimbunan tanah liat hingga kedalama 180 cm dan kejenuhan basa > 35%; serta
tanah vertisol yang cenderung liat > 30% dan kaya Ca, keras, dan retak-retak ketika
musim kering (Pemkab MTB, 2014). Jenis tanah tersebut cukup baik untuk zona
penangkapan air hujan.
33
Menurut Febrianto, dkk. 2015, zona tangkapan air hujan yang optimal untuk
irigasi lahan 1 Ha seluas 1620 m2 dengan kedalaman 3 m atau sekitar 16% luas
lahan. Bentuk penampungan yang direkomendasikan adalah kolam/embung terlihat
pada Gambar 4. Tanggul penahan dapat terbuat dari tanah, bebatuan, atau mulsa.
Gambar 4. Model kolam Pemanenan air hujan
Namun, kemiringan lahan pertanian di MTB Timur sangat beragam mulai
dari kemiringan 0-8% atau lebih. Kemiringan tanah 5% masih berpotensi
menyebabkan terjadinya erosi tanah akibat kelebihan runoff terutama ketika
intensitas hujan tinggi. Untuk mengantisipasi hal ini, ada dua solusi yang dapati
digunakan, pertama zona panen air hujan dapat dilengkapi dengan parit-parit kecil
untuk menuju zona penampungan atau menuju ke luar zona menyalurkan kelebihan
runoff secara terkendali, kedua saluran peresapan sehingga air dapat meresap
kedalam tanah (Gambar 5).
Gambar 5. Saluran resapan
34
Mengingat curah hujan di MTB lebih rendah maka luasan zona tangkapan
yang direkomedasikan adalah seluas 105 m2 dengan kedalaman 3 m yang dihitung
dengan membandingkan curah hujan tertinggi di MTB dan Lampung. Jika
kedalaman kolam 3 m, maka estimasi panjang dan lebar kolam adalah 7 m x 5 m.
Desain program yang dirancang meliputi:
1)
2)
3)
4)
Rancangan pengolahan lahan
Rancangan desain irigasi panen hujan
Rancangan sistem budidaya pertanian terintegrasi
Rancangan pendekatan implementasi teknis program
Rancangan pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Pembersihan lahan dari gulma, disiangi manual atau diberi herbisida
(6L/Ha) sambil memperbaiki pematang/saluran drainase
Pembajakan tanah dengan traktor, tanah dibalik pada kedalaman 2535 cm
Pada pembajakan kedua tanah diberikan/dicampur dengan pupuk
kompos (20 ton/Ha)
Tanah digali dan diratakan dengan garpu selanjutnya dibuat
bedengan setinggi 25-30 cm
Biopori sedalam 30-50 cm dan diameter 8-10 cm dibuat disepanjang
parit pada antar bedengan dengan jarak lubang 2x2 m, pada setiap
lubang diberi pupuk kompos sedalam 20-30 cm didalam lubang
biopori
Tanah digali dan diratakan dengan garpu selanjutnya dibuat
bedengan setinggi 25-30 cm
35
Penambahan mulsa permukaan setinggi 3-5 cm dengan
menggunakan sisa tanaman yang terdapat disekitar lahan pertanian
Penanaman vegetasi pendukung di sekeliling area lahan untuk
mencegah erosi
Gambar 6. Skema pengolahan lahan
Rancangan Sistem Budidaya Pertanian Terintegrasi
V
E
G
E
T
A
S
I
P
E
N
D
U
K
U
N
G
VEGETASI PENDUKUNG
S
A
L
U
R
A
N
PADI
KANDANG
TERNAK
P
R
KACANG-KACANGAN
I
sebagai pe gikat Nitroge
M dita a berda pi ga de ga
E
padi
R
KOLAM
PENAMPUNG
AIR KOLAM
SEDERHANA)
UMBIUMBIAN/TANAMAN
PANGAN LAIN
S
A
L
U
R
P
R
I
M
E
JAGUNG
SAYUR MAYUR
V
E
G
E
T
A
S
I
P
E 0,5 HA
N
D
U
K
U
N
G
VEGETASI PENDUKUNG
Gambar 7. Contoh denah lahan pertanian terintegrasi
36
Rancangan Irigasi Panen Hujan
Gambar 8. Model desain lahan budidaya dan zona tangkapan air hujan
Rancangan pendekatan teknis
1. Edukasi
-
Penyuluhan kepada petani mengenai pembuatan pupuk kompos dan
pembuatan pestisida alami.
2. Nilai Ekonomi
-
Pengolahan hasil tani sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dengan
memberdayakan ibu-ibu dan melakukan inovasi terhadap produk pertanian.
3. Kelembagaan
-
Pembuatan SOP pengelolaan bahan dengan menentukan setiap berapa kali
percobaan dilakukan.
-
Melakukan kelembagaan tani agar dapat memperoleh bantuan dana
pemerintah maupun swasta.
-
Penentuan leader dari petani setempat agar mampu menjadi penggerak di
daerah sasaran.
Pelaksanaan Program
Program dilaksanakan melalui skema wilayah percontohan, dengan prioritas
rekomendasi di wilayah MTB Timur. Mengingat mayoritas petani di MTB
berkelompok, maka percontohan ini sebaiknya dilakukan dengan melibatkan salah
satu kelompok tani dengan mengutamakan petani yang terbuka dengan inovasi
37
baru. Kelompok tani yang direkomendasikan sebagai percontohan adalah
Kelompok Tani Dalam Lese di Tanimbar Selatan. Sebagian besar kelompok tani
Dalam Lese sudah menerapkan pertanian ladang menetap dan sebagian sangat
terbuka dengan inovasi dan teknologi pertanian baru. Sebagian anggota telah
memiliki sumur untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau, namun
sebagiannya belum, sehingga program diprioritaskan bagi anggota kelompok tani
yang belum memiliki sumber penyediaan air di musim kemarau. Pendekatan
edukasi dilakukan pertama kali kepada ketua kelompok tani selanjutnya ketua
kelompok tani memberikan rekomendasi anggota kelompok yang akan menjadi
percontohan.
1) Pihak terkait yang terlibat dalam pelaksanaan program
1. Dinas pertanian MTB berperan dalam mengakses dana ke pemerintah pusat
dalam hal ini direkomendasikan untuk mengakses dana irigasi ke Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten MTB, yang kemudian diteruskan ke Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Maluku yang dilanjutkan kembali ke Kementrian
Pekerjaan Umum (Kementerian PU). Dalam hal ini, Dinas Pertanian
Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki kewenangan dan fungsi sebagai
berikut.
Tabel 6. Kewenangan dan fungsi dinas pertanian MTB dalam implementasi
program
1. Pembinaan bibit ternak;
1. Perumusan rancangan kebijakan umum
dibidang pertanian, tanaman pangan
dan hortikultura, perkebunan serta
peternakan;
2. Perumusan kebijakan teknis dibidang
pertanian, tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan serta
peternakan;
3. Pembinaan dan pengendalian usaha
pertanian, tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan serta
2. Pengelolaan dan penerapan sistem
informasi pertanian, tanaman pangan
dan hortikultura, perkebunan serta
peternakan;
3. Pengendalian dan pembinaan usaha
bidang perkebunan;
4. Perlindungan tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan serta
peternakan;
5. Pengelolaan pembenihan dan
pembibitan;
38
6. Perlindungan tanaman pangan dan
peternakan;
hortikultura;
4. Peningkatan produksi dan produktivitas
7. Pembinaan dan penanganan kesehatan
tanaman pangan dan hortikultura,
hewan;
perkebunan serta peternakan;
8. Pengamatan, penyelidikan, penyidikan,
5. Pelaksanaan rehabilitasi lahan dan
pencegahan, pemberantasan, dan
konservasi tanah dan air;
pemetaan penyakit hewan;
6. Pembinaan dan pengembangan
9. Pembinaan kesehatan masyarakat
pemanfaatan tata guna lahan dan air;
veteriner;
7. Perlindungan pertanian tanaman pangan
10. Pengelolaan laboratorium kesehatan
dan hortikultura;
hewan;
8. Pengkajian dan penerapan teknologi
11. Pengelolaan pusat kesehatan hewan;
anjuran pertannian, tanaman pangan
12. Pelayanan perizinan;
dan hortikultura, perkebunan serta
13. Pengelolaan UPT;
peternakan;
9. Pembinaan perbibitan dan perbenihan
tanaman pangan dan hortikutura;
2. Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian Provinsi Maluku, yang memiliki
fungsi sebagai berikut.
Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi Kebutuhan Teknologi Pertanian
Tepat guna Spesifik Lokasi
guna spesifik lokasi
serta Perakitan Materi Penyuluhan
Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian dan Perakitan Teknologi Pertanian tepat
Pelaksanaan Pengembangan Teknologi dan Desiminasi Hasil Pengkajian
Penyiapan Kerjasama, Informasi, dekomentasi, serta Penyebarluasan dan
Pendayagunaan Hasil Pengkajian, Perakitan dan Pengembangan Teknologi
Pertanian
Pemberian
Pelayanan
Teknik
Kegiatan
Pengkajian,
Perakitan
dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Tepat Guna Spesifik Lokasi
3. Penyuluh pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang memiliki tugas
dan fungsi sebagai berikut sesuai dengan Permen PAN No. 2/2008.
39
Tabel 7. Tugas dan fungsi penyuluh pertanian
1. Menyusun programa penyuluhan
1.
Menyusun rencana kegiatan evaluasi
pertanian di tngkat kabupaten,
pelaksanaan penyuluhan pertanian di
provinsi dan nasional sebagai ketua;
tingkat nasional;
2. Menyusun programa penyuluhan
2.
evaluasi pelaksanaan penyuluhan
pertanian sebagai anggota;
3. Menyusun rencana kerja tahunan
pertanian di tingkat nasional;
3.
penyuluh pertanian
pertanian di tingkat provinsi;
4.
tingkat provinsi;
penyuluhan pertanian di tingkat
provinsi;
tatapmuka/anjangsana pada petani
5.
provinsi;
tatapmuka/ajangsana pada
7. Melakukan kunjungan
6.
7.
penyuluhan pertanian;
8.
merumuskan hasil kajian paket
pertanian;
9. Menyusun rancang bangun usaha
Menyiapkan dan mengolah
bahan/data/informasi kajian metode
secara massal;
teknologi/metode penyuluhan
Meyusun rencana/desain metode
penyuluhan pertanian;
tatapmuka/anjangsana pada petani
8. Mengolah, menganalisis dan
Menyusun pedoman/juklak/juknis
penyuluhan pertanian di tingkat
6. Melakukan kunjungan
kelompoktani;
Menganalisis dan merumuskan data
evaluasi dampak pelaksanaan
5. Melakukan kunjungan
perorangan;
Menyusun rencana kegiatan evaluasi
dampak pelaksanaan penyuluhan
4. Menyusun pedoman/juklak penilaia
restasi petani/kelompoktani di
Menganalisis dan merumuskan hasil
Menyusun konsep pengembangan
metode penyuluhan pertanian;
9.
Menjadi penyaji dalam diskusi konsep
pengembangan metode penyuluhan;
10. Menjadi pembahasan dalam diskusi
pertanian dan melakukan rekayasa
konsep pengembangan metode
kelembagaan pelaku usaha;
penyuluhan;
10. Merencanakan penyuluhan pertanian
melalui media elektronik (radio, V,
website);
11. Menjadi pramuwicara dalam
perencanaan dan pelaksanaan
11. Melaksanakan uji coba konsep
pengembangan metode penyuluhan
pertanian
12. Menjadi pembahas dalam diskusi
konsep metode baru penyuluhan
pertanian;
40
pameran;
13. Menjadi narasumber dalam diskusi
12. Mengajar kursus tani;
konsep metode baru penyuluhan
13. Melakukan penilaian prestasi
pertanian.
petani/kelompoktani di tingkat
provinsi;
14. Menumbuhkan asosiasi petani;
15. Menumbuhkan kemitraan usaha
kelompoktani dengan pelaku usaha;
4.
Kelompok tani, di mana fungsi kelompok tani ialah sebagai berikut.
a.
Kelas belajar
Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan
berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya
meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupannya yang lebih sejahtera;
b.
Wahana kerjasama
Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasma diantara
sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak
lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahatani akan lebih efisien serta lebih
mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan;
c.
Unit produksi
Usahatani yang dilaksanakan masing-masing anggota kelompok tani,
secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat
dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi
kuantitas, kualitas maupun kontinuitas;
41
Gambar 9. Skema kelembagaan dalam peningkatan produktivitas pertanian kabupaten
Maluku Tenggara Barat
Edukasi
Nilai Ekonomis
Kelembagaan
• Penyuluhan mengenai sistem irigasi
• Pelatihan penggunaan alat-alat pertanian
• Pelatihan pembuatan pupuk kompos dan
pestisida alami
• Pelatihan bagi penyuluh dalam menghadapi
masalah pertanian dan hal-hal yang dapat
dilakukan untuk peningkatan produktivitas
pertanian oleh instansi pusat yang terdapat
di tingkat Provinsi maupun instansi skala
daerah, seperti Dinas pertanian, Balai
Benih, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
• Pelatihan Manajemen Lahan maupun
kegiatan-kegiatan intensifikasi pertanian
• Dinas yang dapat melaksanakan hal ini
adalah Dinas Pertanian Kabupaten, Balai
Benih, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, dengan bantuan penyuluh.
• Pengolahan hasil tani sehingga memiliki
nilai jual yang lebih tinggi dengan
memberdayakan para wanita yang tinggal di
kawasan tersebut sehingga tercapai inovasi
produk pertanian.
• Pembuatan SOP pengelolaan lahan (pupuk
kapan diberi dan sebanyak apa, cara
menyuburkan tanah) oleh konsultan atau
dinas terkait.
• Mengaktifkan kelompok tani serta struktur
organisasi agar dapat meningkatkan
bantuan dana, baik dari instansi pemerintah
maupun pihak swasta melalui kegiatan CSR.
• Menyusun program-program pemerintah
yang bersifat penelitian di kawasan tersebut
(tidak hanya bantuan).
Gambar 10. Jenis Pelatihan dan Kelembagaan yang dapat berperan dalam Peningkatan
Produktivitas Pertanian
Adapun instansi-instansi terkait untuk penyelenggaraan program edukasi dan
peningkatan nilai ekonomi, antara lain.
42
Gambar 11. Instansi Terkait Program Edukasi dan Peningkatan Nilai Ekonomis
2) Rincian anggaran biaya pembuatan lahan pemanen air hujan
Tabel 8. Estimasi pengolahan lahan dan budidaya
No
Kebutuhan
Unit
Satuan
1
Pembelian bibit padi
20
2
Pembelian pestisida
2
3
Pembelian pupuk kompos
4
kg
liter
Biaya (Rp)
Total (Rp)
5.000
100.000
50.000
100.000
2.000
kg
1.000
2.000.000
Pembelian pupuk KCL
85
kg
12.000
1.020.000
5
Pembelian pupuk Urea
85
kg
4.000
340.000
6
Pembelian pupuk TSP
15
kg
8.500
127.500
7
Pembelian herbisida
8
9
6
liter
60.000
360.000
Biaya bajak
10
HOK
50.000
500.000
Biaya tenaga kerja penyiangan
10
HOK
50.000
500.000
5.047.500
Penerimaan
Hasil panen gabah*
3.000
kg
3.700
Keuntungan
11.100.000
6.052.500
B/C Ratio
1,20
*perkiraan hasil panen di musim kemarau 3 ton/ha dari normal 5-6 ton/ha
43
Tabel 9. Estimasi biaya pembuatan irigasi pemanenan air hujan per 1 Ha lahan
No
Kebutuhan
Unit
Satuan
Biaya (Rp)
Total (Rp)
1
Biaya tenaga kerja
5
HOK
50.000
250.000
2
Biaya sewa alat galian
1
paket
4.000.000
4.000.000
3
Pipa paralon diameter 0,5-3 inci
100
meter
30.000
3.000.000
4
Terpal
105
meter
20.000
2.100.000
5
Kran air
1
unit
50.000
50.000
JUMLAH
9.450.000
3) Ilustrasi skema program
Sosialisasi program kepada dinas pertanian
Sosialisasi kepada kelompok tani, persiapan pemilihan
lahan dan persiapan pengajuan dana kepada pemerintah
pusat
Dana tidak
diperoleh
Dana diperoleh
Alternatif dana lain :
Anggaran
Dinas/Dana Desa
Pengerjaan dengan melibatkan kelompok tani secara
langsung bukan melalui kontraktor
Perawatan kolam dan evaluasi hasil panen hujan terhadap
ketersediaan air
Kebutuhan air
tercukupi
Kebutuhan air belum
tercukupi
Mencari alternatif
teknologi lain
Gambar 12. Skema program
44
4)
Timeline pekerjaan
Tabel 10. Timeline kegiatan program
No.
Kegiatan
Minggu Ke1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perjalanan dari Jakarta ke MTB
Survey lahan, memetakan lahan pemanenan
2 air hujan dan desain sistem irigasi
3 Persiapan alat dan bahan
Penggalian kolam dan pembuatan dinding
4 kolam
5 Pembuatan aliran irigasi dan jalur pipa
6 Perjalanan dari MTB ke Jakarta
45
END OF STORY
Peningkatan dan penguatan forum sekolah melalui KKG, MGMP, MKKS dan
MGBK, merupakan solusi yang dapat dioptimalkan guna meningkatkan kualitas guru
dan budaya sekolah secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan dan outcome
dari pendidikan akan berhasil dilaksanakan apabila terdapat sinergisitas dari berbagai
pemangku kepentingan dari pemerintah, tokoh masyarakat, keluarga, siswa dan
lingkungan masyarakat.
Konsep pertanian terintegrasi yang produktif dan berkesinambungan perlu
diterapkan guna mewujudkan ketahanan pangan khususnya di Maluku Tenggara Barat.
Suatu sistem panen air hujan dapat menjadi pendekatan dalam meningkatkan
produktifitas pertanian di MTB. Mekanisme ini dapat disesuaikan dengan kondisi MTB
yang memiliki curah hujan relatif rendah serta adanya potensi kekeringan.
46
47
Daftar Referensi
Adicondro, N., & Purnamasari, A. (2011). Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga dan
Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII. Jurnal Humanitas, 8(1).
Badan Pusat Statistik (2015) Indeks Pembangunan Manusia Maluku Tenggara Barat
2015. Katalog BPS 4102002.8101. Maluku Tenggara Barat: PT Kanisius.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. (Tidak ada Tahun). Teknologi
Irigasi Pipa untuk Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Air Permukaan di Lahan
Kering. Makalah.
BPS (2015) Data Dasar Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Diakses melalui
https://mtbkab.bps.go.id/old%20website/?hal=publikasi pada 20/12/2016
Dinas Pendidikan MTB (2016) Laporan Hasil Ujian Nasional.
Febrianto, Sugeng Triyono, R.A. Bustomi Rosadi. 2015. Simulasi Pemanenan Air
Hujan Untuk Mencukupi Kebutuhan Air Irigasi Pada Budidaya Tanaman Jagung
(Zea mays). Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4 No. 1: 9-18.
Mulyasa, E. (2009) Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Neraca
Pendidikan
Daerah
(2016)
Neraca
Pendidikan
Daerah
2016.
http://npd.data.kemdikbud.go.id/file/pdf/2016/210000.pdf
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 2014. Blueprint Pertanian Kabupaten
Maluku Tenggara Barat. Yogyakarta: Kanisius.
Soemarno. 2010. Teknologi Panen Air Hujan dan Penyimpanannya. Bahan Kajian MK
Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Makalah.
48
Lampiran 1 Sistem panen air hujan
Sistem panen air hujan (Soemarno, 2010)
49
Lampiran 2. Denah zona budidaya dan zona tangkapan air hujan dalam 1 Ha lahan
Wilayah Tanam III
Palawija dan Sayuran
Wilayah Tanam IV
Jagung atau Tnaman
Pangan Lain
Kolam penampung air hujan
Luas 20 x 16 x 3 meter
Mesin air
Zona Hewan ternak
Bak
penampung
Wilayah Tanam II
Kacang-Kacangan (sebagai pengikat N
bebas di udara)
Wilayah Tanam 1
Padi
50
Biografi Penulis
Moh Khoerul Anwar S.Pd.,M.Pd. Master Bimbingan dan Konseling,
Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. Beliau berprofesi sebagai guru BK di
SMP dan SMA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
Nadhilah shani, S.T., M.Sc. - engineer di bidang renewable energy.
Mempunyai ketertarikan di bidang energi terbarukan, terutama energi surya.
Bercita-cita menjadi dosen. Sekarang sedang berkarya menjadi professional
engineer di bidang solar sistem.
Raeni S.Pd, M.Sc., alumnus program magister bidang Akutansi Internasional
dan Keuangan dari Universitas Birmingham, Inggris. Saat ini, Raeni adalah
dosen aktif sekaligus koordinator kelas internasional untuk program Pendidikan
Akutansi di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Raeni aktif
mengikuti kegiatan volunteer bidang pendidikan, baik di tingkat lokal, nasional
maupun internasional. Selain itu, Raeni juga mempunyai ketertarikan penelitian
bidang Akuntansi dan Keuangan yang berkelanjutan.
Puspita Ayu Permatasari BA., M. Rech. Master manajemen warisan
budaya/alam dan pariwisata, Universitas Paris 1 Panthéon-Sorbonne, Perancis.
Saat ini sedang aktif dalam dunia penerjemahan Mandarin-Inggris serta
melakukan proyek penelitian integrasi pariwisata kampung batik di Pulau
Madura. Beliau berpengalaman menjadi konsultan warisan dunia untuk
UNESCO Paris dan UNESCO Swiss di tahun 2015/2016.
Sofiana Millati, merupakan alumni The University of Sheffield bidang
psikologi pendidikan. Disabilitas dan pendidikan inklusi merupakan fokus
bidang penelitian yang ia gelutu. Saat ini Sofi bekerja sebagai staff peneliti di
SiGAb, sebuah NGO bidang advokasi difabel yang berbasis di Yogyakarta.
Disamping itu, Sofi juga aktif sebagai relawan di Pusat Layanan Disabilitas UIN
Sunan Kalijaga.
Muzakki Bashori, merupakan alumnus program MA Applied Linguistics-TEFL
(Linguistik Terapan - Pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing),
University of Groningen, Belanda. Saat ini Muzakki bekerja sebagai guru di
salah satu SMK di Kabupaten Kudus.
51
Pahrudin S.Pd.,M.Pd, Master Pendidikan Ekonomi, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Indonesia. Beliau memiliki minat dalam penelitian ekonomi makro
dan kualitas pendidikan guru ekonomi di daerah 3T.
Nining Sumawati Asri S.Pd.,M.Sc - alumni Magister Ilmu Fisika di bidang
Material Magnetic Structure and Aplication UGM. Saat ini sedang menjadi
bagian dari komite International Physics Olympiad 2017. Kesibukan lain yang
digeluti beliau adalah sebagai tentor Fisika SMA di IMC Yogyakarta juga
sebagai asisten eksperimen di Laboratorium Fisika Material Dept. Fisika UGM.
Allan Maulana S.Pd. Sarjana Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Surabaya,
Indonesia. Sekarang beliau menempuh pendidikan master studi budaya di
Universitas Indonesia. Beliau memiliki minat penelitian pada fenomena budaya
masyarakat kontemporer.
Tri Hanifawati, S.Si., M.Sc. Magister Manajemen Agribisnis Universitas
Gadjah Mada. Saat ini menjadi dosen sekaligus coordinator Unit Bisnis di
Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Bandung.
Minarni, S.Pd., M.Si. Magister Biokimia Institut Pertanian bogor. Saat ini
menjadi dosen sekaligus sekretaris Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas
Jambi.
Erina Widiani, S.Pd., Gr. Magister Pengajaran Matematika Institut Teknologi
Bandung.
Ari Anggara, S. Pd., M. Sc. Ekologi dan Konservasi Universitas Gadjah Mada.
Saat ini mengurusi usaha bidang kesenian / pariwisata di Bali dan masih bercitacita menjadi dosen.
52