Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Sejarah pemberontakan dari periode 194559-66-98 Nama :m Dzaky Al manan Peristiwa Madiun 1948 DI/TII Jawa Barat (1949) Pemberontakan APRA (1949) DI/TII Jawa Tengah (1950) Pemberontakan RMS (1950) DI/TII Sulawesi Selatan (1950) DI/TII Kalimantan Selatan (1950) Peristiwa pki Madiun 1948 Pemberontakan PKI 1948 adalah konflik bersenjata antara pemerintah Republik Indonesia dan kelompok oposisi sayap kiri yaitu Front Demokrasi Rakyat (FDR) selama Revolusi Nasional Indonesia. Front Demokrasi Rakyat terdiri atas Partai Komunis Indonesia, Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia, SOBSI dan PesindoPemberontakan PKI 1948 adalah konflik bersenjata antara pemerintah Republik Indonesia dan kelompok oposisi sayap kiri yaitu Front Demokrasi Rakyat (FDR) selama Revolusi Nasional Indonesia. Front Demokrasi Rakyat terdiri atas Partai Komunis Indonesia, Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia, SOBSI dan Pesindo Peristiwa Di/tii Jawa barat 1949 Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan konflik politik pertama yang terjadi di Indonesia pasca kemerdekaan. Gerakan ini menginginkan Indonesia berdiri sebagai negara islam. Diketahui1 gerakan ini dimulai oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo sekitar tahun 1948-1949 di Jawa barat. Sejak saat itu, pemberontakan menyebar ke berbagai daerah lain yakni Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan 2 4 peristiwa Di/tii Jawa tengah Gerakan DI/TII Amir Fatah sunting Amir Fatah adalah tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI dianggap tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor w Peristiwa DI/Tii Sulawesi selatan Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Ternyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak Peristiwa DI/Tii Kalimantan selatan Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNIPOLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan damai kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat berpura-pura menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya terpaksa menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati Sejarah APRA 1949 Pemberontakan APRA dipimpin oleh Raymond Westerling, seorang mantan kapten tentara Hindia Belanda dari kesatuan Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL). Westerling memiliki keinginan mempertahankan bentuk negara federal sesuai Perjanjian Renville dan menolak pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) Pemberontakan RMS 1950 Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah gerakan separatis yang menginginkan bertahannya negara federal serta melepaskan Maluku Selatan dari Negara Indonesia Timur (NIT) dan Republik Indonesia Serikat (RMS). RMS diproklamirkan pada 25 April 1950 dengan Ambon sebagai basis markas pusat Peristiwa di tahun 1950-1959 ppri permest DI/Tii Peristiwa ppri Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan gerakan oposisi pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat yang melahirkan pemerintah tandingan pada 15 Februari 1958. Gerakan ini didahului oleh keluarnya ultimatum Piagam Perjuangan untuk Menyelamatkan Negara dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia PRRI berawal dari tuntutan tokoh militer dan sipil Sumatra Tengah mengenai otonomi daerah dan desentralisasi. Ahmad Husein mendeklarasikan PRRI pada 15 Februari 1958 setelah merasa pemerintah tidak proaktif menanggapi tuntutan tersebut. Pemerintah pusat melihat PRRI sebagai sebuah gerakan separatismedan menumpasnya dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia. PRRI yang tidak bersiap untuk perang terpaksa menghadapi operasi militer tersebut. Operasi militer untuk menumpas PRRI memakan banyak korban di pihak PRRI. Jumlah korban akibat konflik PRRI yang singkat jauh lebih besar daripada korban perang dengan Belanda pada zaman Revolusi Nasional Indonesia.[2] Selain itu, banyak yang tak terlibat PRRI dibunuh dan menjadi korban kekerasan seperti penyiksaan, perampokan, dan pemerkosaan peristiwa permesta Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta (ejaan Republik: Perdjuangan Rakjat Semesta) disingkat Permestaadalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin militer dan sipil Indonesia bagian timur pada tanggal 2 Maret 1957. Pusat gerakan ini mulanya berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Namun perlahan-lahan dukungan di Sulawesi bagian selatan mulai hilang sehingga pada 1957 markas Permesta dipindahkan ke Manado yang berada di bagian utara Sulawesi. Di sini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata pada tahun 1961 Peristiwa Di/Tii Aceh Pada tanggal 20 September 1953 telah terjadi Pemberontakan DI/TII di Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureueh. Daud Beureueh merupakan seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang Agresi Militer Belanda I. Pemberontakan DI TII di Aceh diawali dengan adanya pernyataan proklamasi terkait berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di bawah imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo Peristiwa di tahun 1959-1966 tritura 1966 g30spki 1965 nasakom Pembantaian di indonesia PGerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa berlatar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.[1]Penyebutan peristiwa ini memiliki ragam jenis, Presiden Soekarno menyebut peristiwa ini dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden Soeharto menyebutnya dengan istilah GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada Orde Baru, Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) oleh karena tudingan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) bertanggung jawab atas peristiwa ini. Korban kekejaman tragedi ini berada di Yogyakartadan Jakarta. Salah satu korban kekejaman tragedi ini di Yogyakarta adalah Katamso Darmokusumo dan Sugiyono Mangunwiyoto Tritura Tri Tuntutan Rakyat (disingkat Tritura) adalah 3 tuntutan kepada pemerintah yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), serta didukung penuh oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin keras, pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama bahan bakar minyak (BBM). Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura. Isi Tritura adalah: 1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya Perombakan kabinet Dwikora 2. 3. Turunkan harga pangan Nasakom Gagasan Nasakom sebenarnya sudah dipikirikan Soekarno sejak 1927, jauh sebelum Indonesia merdeka. Soekarno menulis rangkaian artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" dalam majalah Indonesia Moeda. Kemudian, tahun 1956, ia menyampaikan gagasan ini. Ia mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggap tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme. Sebab parlemen dikuasai oleh kaum borjuis. Sehingga menurutnya sistem ini tidak bisa memakmurkan rakyat. Selain itu, Soekarno juga menganggap bahwa Demokrasi Parlementer dapat membahayakan pemerintahan. Oleh sebab itu, bulan Februari 1956, Soekarno mengusulkan konsep baru yang disebut Nasakom dengan didasari oleh tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Ketiga pilar ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia yaitu tentara, kelompok Islam, dan komunis. Melalui dukungan dari militer, bulan Februari 1956, ia menyatakan berlakunya Demokrasi Terpimpin dan mengusukan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting Peristiwa di tahun 1966-1998 Orde baru 1966-1998 supersemar kerusuhan Mei 1998 Orde baru Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil.[2] Bahkan, setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik.[2] Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu berniat mempersenjatai diri.[2] Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia.[2] Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah.[3] Supersemar Sejarah Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) Peristiwa penyerahan mandat kekuasaan melibatkan gejolak pasca peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965. Keadaan yang semakin memburuk memuncak pada 11 Maret 1966 dengan inflasi mencapai lebih dari 600 persen. Menteri/Panglima AD, Letnan Jenderal Soeharto, meminta kepada Soekarno surat perintah untuk mengatasi konflik, yang kemudian dititipkan kepada tiga Jenderal AD. Brigjen Amir Machmud, Brigjen M Yusuf, dan Mayjen Basuki Rachmat menemui Soekarno di Istana Bogor pada 11 Maret 1966 sore, mempresentasikan permintaan Soeharto, dan mendapatkan tanda tangan dari Soekarno. Surat perintah tersebut, yang dikenal sebagai Supersemar, memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Supersemar membuka jalan bagi Soeharto naik menjadi presiden, mengubah tatanan Orde Lama yang dibangun Soekarno, dan menyebabkan Soekarno diasingkan. Kerusuhan Mei 1998 Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Kerusuhan Mei 1998 adalah peristiwa kerusuhan massa, demonstrasi antipemerintah, dan pembangkangan sipil di Indonesiapada bulan Mei 1998. Peristiwa ini terutama terjadi di kota Medan, Jakarta, dan Surakarta, dengan insiden-insiden kecil di wilayah lain di Indonesia. Kerusuhan tersebut dipicu oleh korupsi, masalah ekonomi, termasuk kekurangan pangan dan pengangguran massal. Kerusuhan ini akhirnya berujung pada pengunduran diri Presiden Soehartodan jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Target utama dari kerusuhan tersebut adalah etnis Tionghoa Indonesia, namun sebagian besar korban jiwa disebabkan oleh kebakaran besar dan terjadi di antara para penjarah