MAJALAH
ILMIAH PETERNAKAN
VOLUME
27 (1)
2024
Priyambodo,
D., R. Afnan,–N.
Ulupi, dan
Hariono
P-ISSN: 0853-8999 E-ISSN: 2656-8373
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip
DOI: https://doi.org/10.2483/MIP.2023.v27.i01.p03
PENGARUH PENYIMPANAN
TELUR TETAS TERHADAP PERFORMA PENETASAN
BERBAGAI JENIS UNGGAS LOKAL : SUATU KAJIAN PUSTAKA
PRIYAMBODO, D.**, R. AFNAN***, N. ULUPI***, DAN HARIONO*
*Mahasiswa Program Pascasarjana, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
**Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor
*** Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor
e-mail: danangpriyambodo@apps.ipb.ac.id
ABSTRAK
Penyimpanan telur tetas merupakan salah satu tahapan yang dilakukan sebelum proses penetasan. Penyimpanan telur tetas dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan jumlah telur dengan kapasitas maksimum mesin tetas.
Penelitian perlakuan penyimpanan telur tetas berbagai unggas lokal sudah banyak dilakukan, namun belum banyak
yang membuat rangkuman dari beberapa hasil penelitian tersebut. Artikel review ini bertujuan untuk membahas
efek dari perlakuan penyimpanan telur tetas sebelum ditetaskan terhadap performa penetasan pada berbagai jenis
unggas lokal. Artikel ini dibuat dengan mensintesis dan menganalisis data sekunder dari berbagai sumber yang
berasal dari jurnal terakreditasi nasional dan internasional bereputasi yang temanya mengenai perlakuan penyimpanan telur tetas terhadap performa penetasan. Hasil penelitian penyimpanan telur tetas berbagai jenis unggas
lokal dengan persentase daya tetas lebih dari 70% dapat diperoleh melalui penyimpanan telur tetas selama 7 hari
pada suhu ruang. Daya tetas dapat ditingkatkan apabila suhu ruang penyimpanan dapat diatur kurang dari 20oC.
Kata kunci: bobot tetas, daya tetas, lama penyimpanan, unggas
EFFECT OF STORAGE OF HATCHING EGGS ON HATCHING PERFORMANCE
OF VARIOUS TYPES OF LOCAL POULTRY: A REVIEW
ABSTRACT
Storing hatching eggs is one of the stages carried out before the hatching process. Storing hatching eggs is carried out to adjust the number of eggs to the maximum capacity of the hatching machine. Many studies have been
carried out on storage treatments for hatching eggs of various local poultry, but not many have summarized the
results of these studies. This review article aims to discuss the effects of storage treatments for hatching eggs before
hatching on hatching performance in various types of local poultry. This article was created by synthesizing and
analyzing secondary data from various sources from reputable national and international accredited journals whose
theme concerns the treatment of hatching egg storage on hatching performance. The results of research on storing
hatching eggs of various types of local poultry with a hatchability percentage of more than 70% can be obtained by
storing hatching eggs for 7 days at room temperature. Hatchability can be increased if the storage room temperature can be set to less than 200C.
Key words: chicken weight, egg storage, hatchability, poultry
PENDAHULUAN
Produksi telur tetas unggas di Indonesia sebagian
besar kontribusinya dipenuhi dari ayam pembibit pedaging dan petelur serta sebagian kecil berasal dari unggas lokal seperti ayam lokal, itik, dan puyuh. Dari telur
p-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373
tetas ini diharapkan dapat dihasilkan anak unggas yang
berkualitas sebagai penghasil telur dan daging untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia.
Anak unggas yang berkualitas dihasilkan dari telur
yang memiliki kualitas baik dan mampu menetas dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
11
Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka
kemampuan telur untuk menetas yaitu lama penyimpanan telur tetas. Miazi et al. (2012) menyatakan bahwa
daya tetas telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lama penyimpanan, penanganan telur tetas,
umur unggas, kualitas telur, musim dan nutrisi.
Penyimpanan telur tetas penting untuk dilakukan
karena usaha penetasan di Indonesia khususnya pada
unggas lokal belum memilki fasilitas yang baik dan sumber daya yang kompeten dalam menetaskan telur, hanya
pada industri penetasan telur ayam pembibit pedaging
dan petelur yang sudah memiliki standar operasional
baku (SOP) yang baik. Perusahaan penetasan melakukan penetasan telur dalam jumlah yang banyak dengan
tujuan menghasilkan anak unggas sebanyak-banyaknya
dalam waktu bersamaan. Kendala yang terjadi adalah
jumlah telur yang tersedia tidak sebanding dengan kapasitas mesin tetas yang digunakan. Perusahaan penetasan memiliki mesin tetas berkapasitas besar, namun
telur tetas yang dihasilkan jumlahnya terbatas. Telur
tetas tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dan disimpan di dalam ruangan bersih pada suhu dan kelembaban yang tepat agar telur tidak terkontaminasi bakteri
dan tidak terjadi perkembangan embrio sebelum proses
penetasan.
Penyimpanan telur yang terlalu lama dapat menyebabkan kualitas dan daya tetas menurun sehingga
telur sebaiknya disimpan dalam waktu yang tepat dan
tidak melebihi batas kemampuan embrio untuk dapat
bertahan hidup. Lama penyimpanan telur tetas perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi kondisi bahan organik di dalam telur tetas. Selain suhu, yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan telur tetas adalah
lama penyimpanan telur tetas karena dapat mempengaruhi daya tetas telur yang dihasilkan. Penyimpanan
telur tetas dalam waktu yang lama akan berpengaruh
terhadap kualitas telur tetas karena berpotensi terjadinya penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur. Selama
penyimpanan, CO2 di dalam telur secara bertahap akan
hilang melalui pori-pori kerabang telur (Jin et al. 2010;
Akter et al. 2014) dan ini akan mengakibatkan pH bagian dalam telur menjadi tinggi (Quan dan Benjakul,
2018). Peningkatan pH telur akan menyebabkan reaksi
seperti melemahnya membran kuning telur (Karoui et
al. 2006; Belitz et al. 2009). Dalam penelitian lainnya,
Quan dan Benjakul (2019) menyatakan pH merupakan
faktor penting yang mempengaruhi kandungan protein
telur, sehingga peningkatan nilai pH dianggap sebagai
faktor utama perubahan sifat fisikokimia protein dalam
albumen dan kuning telur (Omana et al., 2011; Eke et
al., 2013; Gao et al., 2017). Menurunnya kualitas protein dalam albumen dan kuning telur menyebabkan perkembangan embrio terhambat sehingga dapat mempengaruhi daya tetas yang dihasilkan. Penyimpanan telur
tetas juga dilaporkan dapat menurunkan kualitas dari
12
kerabang telur. Fernandes dan Litz (2017) menyatakan
bahwa menyimpan telur fertil dapat mengurangi ketebalan dan kekuatan kerabang telur. Setiap perubahan
dari kualitas telur tetas akibat dari penyimpanan telur,
akan mempengaruhi daya tetasnya (Yassin et al., 2008;
Reijrink et al., 2010; Khan et al., 2013). Penyimpanan
telur tetas sebaiknya tidak dalam waktu yang lama dan
sesuai dengan waktu embrio mampu bertahan hidup
selama proses penyimpanan tersebut. Melalui penyimpanan telur tetas dengan suhu dan waktu tertentu diharapkan dapat menahan embrio untuk berkembang,
sehingga pada saat ditetaskan dapat menetas dalam
waktu yang bersamaan. Embrio akan berkembang pada
suhu di atas 20oC, oleh karena itu penyimpanan telur
tetas sebaiknya dilakukan pada suhu antara 15-20oC
dengan kelembaban relatif 80% dalam waktu kurang
dari 3 hari (Fasenko, 2007).
Beberapa penelitian mengenai penyimpanan telur
tetas sebelum ditetaskan telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah melaporkan perlakuan penyimpanan
telur tetas berbagai unggas lokal dan pengaruhnya terhadap daya tetas telur diantaranya pada ternak puyuh
(Fitrah et al., 2019; Taha et al., 2019), ayam merawang
(Herlina et al., 2016), ayam KUB (Achadri et al., 2020),
ayam Arab (Susanti et al., 2015), itik alabio (Subari et
al., 2014), dan kalkun (Stępińska et al., 2017). Sebagai
pembanding dengan proses penetasan yang sudah memiliki SOP yang baik, dilakukan juga pengamatan penyimpanan telur tetas pada ayam pembibit pedaging
(Melo et al., 2021; Nowaczewski et al., 2022).
Penyimpanan berbagai telur unggas lokal dengan
perlakuan yang berbeda dari faktor suhu dan lama
penyimpanan perlu dipelajari lebih mendalam untuk
mendapatkan metode penyimpanan telur tetas yang tepat sehingga performa penetasan dapat optimal. Penelitian mengenai penyimpanan telur tetas sebelum proses
penetasan telah banyak dilakukan, namun rangkuman
metode penyimpanan telur tetas pada berbagai unggas
lokal belum pernah dibuat sehingga artikel ini dibuat
untuk mengetahui dampak penyimpanan telur tetas
pada berbagai jenis unggas lokal terhadap performa penetasan yang dihasilkan.
MATERI DAN METODE
Artikel ini dibuat berdasarkan studi literatur dan
analisis data sekunder dari berbagai data hasil penelitian yang diperoleh dari jurnal terakreditasi nasional dan
jurnal internasional bereputasi yang membahas tentang
penyimpanan telur tetas pada berbagai jenis unggas.
Sumber data yang digunakan berasal dari jurnal yang
diterbitkan dalam waktu 9 tahun terakhir yaitu dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2023.
MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024
Priyambodo, D., R. Afnan, N. Ulupi, dan Hariono
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyimpanan Telur Tetas pada Unggas Lokal
Telur yang digunakan sebagai telur tetas harus memiliki kualitas yang baik secara fisik maupun kualitas
nutrisi di dalamnya karena nutrisi ini digunakan untuk
perkembangan embrio selama proses penetasan. Kualitas fisik bagian luar telur yang baik dapat dilihat dari
bobot telur, bentuk telur, ketebalan kerabang, warna
dan kekuatan kerabang. Kualitas fisik bagian dalam telur (internal) dilihat dari kualitas albumen, kuning telur
dan membran (Bain, 2005; Nowaczewski et al., 2010).
Penentuan kualitas internal telur dapat ditentukan melalui pengukuran terhadap variabel indeks kuning telur
(IKT), haugh unit (HU) dan bobot telur. HU merupakan
ukuran kualitas protein telur yang diukur berdasarkan
tinggi albumennya (Jones dan Musgrove, 2005; Samli
et al., 2005). Penurunan HU berhubungan dengan penurunan kualitas protein pada albumen (Akter et al.,
2014). Selain itu, kualitas telur tetas juga dipengaruhi
oleh faktor sebelum proses penetasan seperti kondisi
penyimpanan ruang penyimpanan (suhu dan kelembaban), serta lama penyimpanan (Nasri et al., 2020).
Pada tingkat peternak unggas lokal, umumnya telur
tetas yang akan ditetaskan disimpan dengan lama penyimpanan yang berbeda pada suhu ruangan. Hal ini
dilakukan karena telur tetas tidak langsung ditetaskan,
namun dikumpulkan dahulu sampai jumlahnya cukup
sesuai kapasitas mesin tetas. Penyimpanan di suhu
ruang (23-250C) karena peternak unggas lokal tidak
memiliki fasilitas ruang penyimpanan yang memadai.
Peternak atau perusahaan penetasan melakukan penyimpanan telur dalam waktu beberapa hari dengan
tujuan untuk memperoleh jumlah telur yang dapat ditetaskan dalam jumlah banyak dan dapat menetas secara
bersamaan (Damaziak et al., 2018). Beberapa hasil penelitian mengenai penyimpanan telur tetas dan pengaruhnya terhadap daya tetas dan bobot tetas dari berbagai jenis unggas lokal disajikan pada Tabel 1.
Jenis unggas lokal yang diamati pada artikel ini yaitu
ayam merawang, ayam KUB, ayam arab, kalkun, puyuh
dan itik alabio. Pengamatan lama penyimpanan telur
tetas pada ayam merawang menunjukkan lama penyimpanan yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap daya tetas, namun berpengaruh sangat nyata
terhadap bobot tetas. Daya tetas tertinggi pada ayam merawang terdapat pada lama penyimpanan selama 7 dan 9
hari, sedangkan daya tetas terendah terdapat pada lama
penyimpanan selama 11 hari. Untuk jenis ayam KUB,
daya tetas terbaik diperoleh dari penyimpanan selama 1-4
hari, sedangkan daya tetas terendah pada lama penyimpanan selama 8 hari. Untuk jenis ayam arab, hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa penyimpanan selama 2
hari menghasilkan daya tetas yang nyata lebih rendah dip-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373
Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas dari berbagai
jenis unggas lokal
Lama
Jenis Ung- Penyim- Suhu
gas
panan (oC)
(hari)
Ayam Me1
16
rawang
3
5
7
9
11
Ayam KUB
1
2
3
4
5
6
7
8
Ayam Arab
2
4
6
Kalkun
7
15
10
13
17
Puyuh
1
17-20
3
6
Puyuh
0
18
4
7
10
Itik Alabio
1
3
5
7
Daya Tetas (%)
93,75
81,25
85,42
95,00
95,00
79,17
70.77 ± 25.63
73.77 ± 10.97
76.83 ± 7.18
72.06 ± 11.34
55.66 ± 8.24
49.42 ± 4.26
32.94 ± 11.21
17.95 ± 1.81
75,48a
76,51b
95,54b
81,63a
76,60b
78,96ab
72,12c
94,90 ± 11,49
84,10 ± 12,69
69,20 ± 22,17
82.48 ± 0.95a
87.40 ± 1.81aA
82.34 ± 4.75a
50.08 ± 2.27bB
89,63
75,19
74,26
70,56
Bobot Tetas
(gram)
37,50cC
36,14cC
32,50bB
32,69BC
29,39AB
27,63aA
Sumber
Herlina et
al. 2016
Achadri et
al. 2020
27,37
27,37
28,80
Susanti et
al. 2015
Stępińska et al.
(2017)
7,94 ± .4452 Fitrah et
7,94 ± .4452 al. (2019)
8,19 ± .5607
8.80 ± 0.09B Taha et al.
8.84 ± 0.12B (2019)
9.01 ± 0.10B
9.06 ± 0.11B
Subari et
al. (2014)
Keterangan:
Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05).
bandingkan dengan penyimpanan 4 dan 6 hari, dimana
penyimpanan selama 6 hari menghasilkan daya tetas
yang lebih tinggi. Bobot tetas untuk ayam merawang menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada telur yang
disimpan 1 hari menghasilkan bobot tetas terbesar, dan
penyimpanan selama 11 hari menghasilkan bobot tetas
terkecil. Bobot tetas ayam arab dengan lama penyimpanan selama 2, 4, dan 6 hari tidak berbeda nyata.
Penelitian Stępińska et al. (2017) melaporkan daya tetas telur kalkun yang paling baik diperoleh dari perlakuan penyimpanan telur tetas selama 7 hari dan hasil terendah pada lama penyimpanan 17 hari. Penelitian Fitrah et
al. (2019) menunjukkan daya tetas dan bobot tetas tertinggi pada puyuh diperoleh pada perlakuan penyimpanan selama 1 hari dan terendah pada lama penyimpanan
6 hari. Hasil penelitian lainnya pada unggas puyuh yang
13
Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka
dilakukan oleh Taha et al. (2019) menunjukkan bahwa
telur yang disimpan 0, 4, dan 7 hari menghasilkan daya
tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang disimpan selama 10 hari, namun bobot tetas puyuh yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada lama penyimpanan telur
yang berbeda. Hamid Hassan (2015) menyatakan lama
penyimpanan terbaik untuk telur puyuh yaitu antara 7
sampai 10 hari pada suhu 20oC. Pengamatan pada itik
lokal alabio oleh Subari et al. (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan telur selama 1-7 hari tidak berpengaruh
nyata menurunkan daya tetas yang dihasilkan, artinya
penyimpanan sampai dengan 7 hari tidak mempengaruhi daya tetas yang dihasilkan pada itik alabio.
Persentase daya tetas pada ayam KUB, ayam arab,
kalkun dan puyuh pada penelitian yang diamati ini
nilainya cukup rendah. Hal ini disebabkan karena penyimpanan telur tetas dilakukan pada suhu ruang dengan fasilitas yang terbatas. Wilayah Indonesia dengan
iklim tropis secara umum memiliki suhu lingkungan
yang tinggi. Suhu lingkungan yang tinggi sangat mempengaruhi suhu ruang tempat telur tetas disimpan dan
dapat membuat kualitas telur menurun sangat cepat.
Selain faktor suhu lingkungan, kondisi kebersihan ruangan penyimpanan telur juga dapat mempengaruhi
kualitas telur tetas. Daya tetas telur yang dihasilkan
dari unggas lokal dapat ditingkatkan jika fasilitas ruang
penyimpanan dapat diberikan fasilitas ruang pendingin
dengan suhu yang dapat diatur.
Penyimpanan telur tetas pada berbagai jenis unggas
lokal menunjukkan hasil dapat meningkatkan daya tetas
telur terutama yang disimpan tidak lebih dari 7 hari. Semakin lama telur disimpan khususnya lebih dari 7 hari
dengan suhu yang sama, maka dapat berpotensi mengurangi daya tetas telur. Menurut Tona et al. (2003), lama
penyimpanan telur yang melebihi batas waktu yang dianjurkan dapat menyebabkan munculnya masalah diantaranya waktu menetas yang menjadi panjang dan tidak
merata. Tona et al. (2004) melalui beberapa penelitiannya menunjukkan bahwa penyimpanan telur tetas lebih
dari 7 hari dapat menurunkan kualitas anak ayam yang
menetas, dan selanjutnya dapat meningkatkan angka kematian selama pemeliharaan dan juga dapat menurunkan bobot panen pada ayam broiler. Surai et al. (2016)
menyatakan bahwa efek dari telur yang lama disimpan
dapat mengurangi nutrisi dan sifat antioksidan kuning
telur, sifat antioksidan ini sangat penting untuk perkembangan anak ayam selama penetasan, dan jika jumlahnya kurang dapat membuat telur gagal menetas.
Penyimpanan Telur Tetas pada Ayam Pembibit
Pedaging
Ayam pembibit pedaging adalah salah satu jenis
ayam ras yang ditetaskan oleh perusahaan penetasan
dengan fasilitas yang memadai serta memiliki SOP yang
14
lengkap. Telur tetas yang akan ditetaskan umumnya disimpan dengan lama penyimpanan dan suhu serta kelembaban ruangan yang dapat dikontrol. Pengamatan
penyimpanan telur tetas ayam pembibit pedaging perlu
dilakukan, karena kualitas telur tetas akan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan (Gao et al., 2017).
Beberapa hasil penelitian mengenai penyimpanan telur
tetas dan pengaruhnya terhadap daya tetas dan bobot
tetas pada ayam pembibit pedaging disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas pada ayam
pembibit pedaging
Lama
Jenis Penyim- Suhu Daya Tetas Bobot Tetas
Sumber
Unggas panan (oC)
(%)
(gram)
(hari)
Ayam
3
17,5
87,01a
44,37c
Nowaczewski et
Broiler
al. (2022)
7
84,72a
45,81b
Parent
14
63,59b
45,99b
Stock
21
31,72c
46,96a
Ayam
4
18
84,02a
47,60
Melo et al.
Broiler
(2021)
8
82,32a
47,39
Parent
12
76,53b
47,68
Stock
Keterangan:
Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
Penelitian yang dilakukan oleh Nowaczewski et al.
(2022), lama penyimpanan telur tetas ayam pembibit
pedaging selama 3 dan 7 hari menghasilkan daya tetas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang
disimpan selama 14 dan 21 hari. Penelitian lainnya pada
ayam pembibit pedaging yang dilaporkan oleh Melo et
al. (2021) mendapatkan hasil lama penyimpanan selama 4 dan 8 hari menghasilkan daya tetas yang berbeda
nyata dibandingkan daya tetas telur yang disimpan selama 12 hari. Untuk bobot tetas yang dihasilkan tidak
berbeda nyata pada semua perlakuan lama penyimpanan. Hasil ini sesuai dengan standar yang dianjurkan
oleh Cobb Hatchery Management Guide (2021) yang
menyatakan penyimpanan telur tetas dapat dilakukan
selama 1-6 hari dengan suhu penyimpanan 18-190C dan
kelembaban 50-60%. Penyimpanan telur tetas dapat dilakukan selama 7-10 hari jika suhu ruang penyimpanan
diturunkan menjadi 16-170C, dan disimpan lebih dari 11
hari jika suhu ruang penyimpanan 15-160C (Cobb Hatchery Management Guide, 2021).
Manajemen penetasan telur ayam pembibit pedaging sebagian besar dilakukan oleh industri dengan
fasilitas yang lengkap dan tenaga yang terlatih. Berdasarkan panduan dari Cobb Management Guide (2021),
lama penyimpanan telur tetas sangat berhubungan dengan suhu ruang penyimpanan. Semakin rendah suhu
ruang penyimpanan, maka penyimpanan telur tetas
dapat dilakukan lebih lama. Penyimpanan telur tetas
MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024
Priyambodo, D., R. Afnan, N. Ulupi, dan Hariono
ayam pembibit pedaging yang dianjurkan untuk mendapatkan daya tetas yang baik adalah tidak lebih dari
7 hari. Penyimpanan telur tetas berbagai jenis unggas
lokal dapat mengacu pada anjuran pada penyimpanan
telur tetas ayam pembibit pedaging untuk menghasilkan performa penetasan yang baik.
SIMPULAN
Hasil penelitian penyimpanan telur tetas berbagai
jenis unggas lokal dengan persentase daya tetas lebih
dari 70% dapat diperoleh dengan penyimpanan tetas
selama 7 hari pada suhu ruang. Daya tetas dapat ditingkatkan apabila suhu ruang penyimpanan dapat diatur
kurang dari 20oC. Hasil ini menunjukkan adanya korelasi positif antara lama penyimpanan dengan suhu ruang penyimpanan terhadap daya tetas telur.
DAFTAR PUSTAKA
Achadri, Y., S. Ratnawaty. 2020. Pengaruh lama penyimpanan telur terhadap daya tetas ayam KUB
(Kampung Unggul Balitbangtan). Di dalam: Strategi
ketahanan pangan masa new normal Covid-19. Prosiding Seminar Nasional dalam rangka dies natalis
ke-44 UNS Tahun 2020. 419-425.
Akter, Y., A. Kasim, H. Omar, dan A.Q. Sazili. 2014. Effect of storage time and temperature on the quality
characteristics of chicken eggs. Journal of Food,
Agriculture & Environment. 12 (3 dan 4): 87-92.
Bain, M.M. 2005. Recent advances in the assessment
of eggshell quality and their future application.
World’s Poultry Science Journal. (61): 268–277.
Belitz, H.D., W. Grosch, and P. Schieberle. 2009. Eggs.
Food Chemistry. H. Belitz, W. Grosch and P. Schieberle, eds. Springer, Heidelberg, Germany. Pages
546 −562.
Cobb Hatchery Management Guide. 2021. https://www.
cobb-vantress.com/assets/Cobb-Files/6427713bdc/Hatchery-Guide-Layout-R4-min.pdf.
Damaziak, K., M. Pawęska, D. Gozdowski, and J. Niemiec.
2018. Short periods of incubation, egg turning during storage and broiler breeder hens age for early
development of embryos, hatching results, chicks
quality and juvenile growth. Poultry Science. (97):
3264–3276.
Eke, M.O., N.I. Olaitan, and J.H. Ochefu. 2013. Effect of
Storage Conditions on the Quality Attributes of Shell
(Table) Eggs. Nigerian Food Journal. (31): 18-24.
Fasenko, G.M. 2007. Egg Storage and the Embryo. Poultry Science. (86):1020–1024.
Fernandes, E.d.A. and F.H. Litz. 2017. The eggshell and
its commercial and production importance. Egg
Innovations and Strategies for Improvements. P. Y.
p-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373
Hester, ed. Academic Press, Cambridge, Massachusetts. Pages 261-270.
Fitrah, R., D. Sudrajat, dan A. Anggraeni. 2019. Pengaruh
temperatur lama penyimpanan telur puyuh tetas
terhadap daya tetas, fertilitas, bobot susut telur dan
bobot tetas telur puyuh. JPN. (4): 25–32.
Gao, D., N. Qiu, Y. Liu, and M. Ma. 2017. Comparative
proteome analysis of egg yolk plasma proteins during storage. J. Sci. Food Agri. (97): 2392-2400.
Hassan, K.H. 2015. Effect of Egg Storage Temperature
and Storage Period Pre-incubation on Hatchability
of Eggs in Three Varieties of Japanese Quail. Animal
and Veterinary Sciences. 3(6-1): 5-8.
Herlina, B., T. Karyono, R. Novita, dan P. Novantoro.
2016. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam
merawang (Gallus Gallus) terhadap daya tetas.
JSPI. (11): 48–57.
Jin, Y.H., K.T. Lee, W.I. Lee, dan Y.K. Han. 2010. Effects
of storage temperature and time on the quality of
eggs from laying hens at peak production. Asian
Aust J. Anim. Sci. 24 (2): 279–284.
Jones, D.R. and M.T. Musgrove. 2005. Effects of extended storage on egg quality factors. Poultry Science.
(84): 1774–1777.
Karoui, R., B. Kemps, F. Bamelis, B.D. Ketelaere, E. Decuypere, and J.D. Baerdemaeker. 2006. Methods
to evaluate egg freshness in research and industry:
A review. Eur Food Res Technol. (222): 727–732.
Khan, M.J.A., S.H. Khan, A. Bukhsh, M.I. Abbass, and
M. Javed. 2013. Effect of different storage period
on egg weight, internal egg quality and hatchability
characteristics of fayumi eggs. Italian Journal of
Animal Science. 12 (51): 323-328.
Melo, E.F., I.C.S. Araújo, M.V. Triginelli, F.L.S. Castro,
N.C. Baião, and L.J.C. Lara. 2021. Effect of egg
storage duration and egg turning during storage on
egg quality and hatching of broiler hatching eggs.
The International Journal of Animal Biosciences.
(15): 100111.
Miazi, O.F., G. Miah, M. Miazi, M.M. Uddin, M. Hassan,
and Faridahsan. 2012. Fertility and Hatchability of
Fayoumi and Sonali Chicks. Scholarly Journal of
Agricultural Science. 2(5): 83-86.
Nasri, H., H.V.D. Brand, T. Najjar, and M. Bouzouaia.
2020. Egg storage and breeder age impact on egg
quality and embryo development. Animal Physiology Nutrition. (104): 257–268.
Nowaczewski, S., M. Babuszkiewicz, T. Szablewski, K.
Stuper-Szablewska, R. Cegielska-Radziejewska, L.
Tomczyk, S. Kaczmarek, A. Sechman, M.W. Lis,
M. Kwaśniewska, P. Racewicz, L. Jarosz, A. Ciszewski, T. Nowak, and M. Hejdysz. 2022. Effect of
weight and storage time of broiler breeders’ eggs
on morphology and biochemical features of eggs,
15
Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka
embryogenesis, hatchability, and chick quality.
The international Journal of Animal Biosciences.
(16): 100564.
Nowaczewski, S., H. Kontecka, A. Rosiński, S. Koberling,
and P. Koronowski. 2010. Egg quality of japanese
quail depends on layer age and storage time. Folia
biologica (Kraków). 58(3-4): 201–207.
Omana, D.A., Y. Liang, N.N.V. Kav, and J. Wu. 2011.
Proteomic analysis of egg white proteins during storage. Journal of Agricultural and Food Chemistry
Proteomics. (11): 144–153.
Quan, T.H. and S. Benjakul. 2018. Quality, protease
inhibitor and gelling property of duck egg albumen
as affected by storage conditions. Journal of Food
Science and Technology. (55): 513–522.
Quan, T.H. and S. Benjakul. 2019. Duck egg albumen:
physicochemical and functional properties as affected by storage and processing. J. Food Sci. Technol.
(56): 1104-1115.
Reijrink, I.A.M., D. Berghmans, R. Meijerhof, B. Kemp,
and H.V.D. Brand. 2010. Influence of egg storage
time and preincubation warming profile on embryonic development, hatchability, and chick quality.
Poultry Science. (89): 1225–1238.
Samli, H.E., A. Agma, and N. Senkoylu. 2005. Effects of
storage time and temperature on egg quality in old
laying hens. Journal of Applied Poultry Research.
(14): 548–553.
Stępińska, M., E. Mróz, M. Krawczyk, K. Otowski, and A.
Górska. 2017. Effect of hen age and storage time on
egg weight loss and hatchability results in turkeys.
Annals of Animal Science. (17): 447–462.
Subari, Y., Paggasa, dan Sutikno. 2014. Pengaruh lama
16
penyimpanan telur itik alabio (Anasplathyrinchos
Borneo) terhadap persentase daya tetas. Jurnal
Pertanian Terpadu. 2(1): 1-10.
Surai, P.F., V.I. Fisinin, and F. Karadas. 2016. Antioxidant systems in chick embryo development. Part
1. Vitamin E, carotenoids and selenium. Animal
Nutrition. (2): 1–11.
Susanti, I. dan T. Kurtini. 2015. Pengaruh lama penyimpanan terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas
dan bobot tetas telur ayam arab. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. 3(4): 185-190.
Taha, A.E., A.S. El-Tahawy, M.E.A. El-Hack, A.A. Swelum, and I.M. Saadeldin. 2019. Impacts of various storage periods on egg quality, hatchability,
post-hatching performance, and economic benefit
analysis of two breeds of quail. Poultry Science.
(98): 777–784.
Tona, K., O. Onagbesan, B.D. Ketelaere, E. Decuypere,
and V. Bruggeman. 2003. Effects of turning duration during incubation on corticosterone and
thyroid hormone levels, gas pressures in air cell,
chick quality, and juvenile growth. Poultry Science.
(82): 1974–1979.
Tona, K., O.M. Onagbesan, Y. Jego, B. Kamers, E. Decuypere, and V. Bruggeman. 2004. Comparison of
Embryo Physiological Parameters During Incubation, Chick Quality, and Growth Performance of
Three Lines of Broiler Breeders Differing in Genetic
Composition and Growth Rate. Poultry Science.
(83): 507–513.
Yassin, H., A.G.J. Velthuis, M. Boerjan, J.V. Riel, and
R.B.M. Huirne. 2008. Field study on broiler eggs
hatchability. Poultry Science. (87): 2408–2417.
MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024