Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka

2024, Majalah Ilmiah Peternakan

MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN VOLUME 27 (1) 2024 Priyambodo, D., R. Afnan,–N. Ulupi, dan Hariono P-ISSN: 0853-8999 E-ISSN: 2656-8373 https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip DOI: https://doi.org/10.2483/MIP.2023.v27.i01.p03 PENGARUH PENYIMPANAN TELUR TETAS TERHADAP PERFORMA PENETASAN BERBAGAI JENIS UNGGAS LOKAL : SUATU KAJIAN PUSTAKA PRIYAMBODO, D.**, R. AFNAN***, N. ULUPI***, DAN HARIONO* *Mahasiswa Program Pascasarjana, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor **Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor *** Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor e-mail: danangpriyambodo@apps.ipb.ac.id ABSTRAK Penyimpanan telur tetas merupakan salah satu tahapan yang dilakukan sebelum proses penetasan. Penyimpanan telur tetas dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan jumlah telur dengan kapasitas maksimum mesin tetas. Penelitian perlakuan penyimpanan telur tetas berbagai unggas lokal sudah banyak dilakukan, namun belum banyak yang membuat rangkuman dari beberapa hasil penelitian tersebut. Artikel review ini bertujuan untuk membahas efek dari perlakuan penyimpanan telur tetas sebelum ditetaskan terhadap performa penetasan pada berbagai jenis unggas lokal. Artikel ini dibuat dengan mensintesis dan menganalisis data sekunder dari berbagai sumber yang berasal dari jurnal terakreditasi nasional dan internasional bereputasi yang temanya mengenai perlakuan penyimpanan telur tetas terhadap performa penetasan. Hasil penelitian penyimpanan telur tetas berbagai jenis unggas lokal dengan persentase daya tetas lebih dari 70% dapat diperoleh melalui penyimpanan telur tetas selama 7 hari pada suhu ruang. Daya tetas dapat ditingkatkan apabila suhu ruang penyimpanan dapat diatur kurang dari 20oC. Kata kunci: bobot tetas, daya tetas, lama penyimpanan, unggas EFFECT OF STORAGE OF HATCHING EGGS ON HATCHING PERFORMANCE OF VARIOUS TYPES OF LOCAL POULTRY: A REVIEW ABSTRACT Storing hatching eggs is one of the stages carried out before the hatching process. Storing hatching eggs is carried out to adjust the number of eggs to the maximum capacity of the hatching machine. Many studies have been carried out on storage treatments for hatching eggs of various local poultry, but not many have summarized the results of these studies. This review article aims to discuss the effects of storage treatments for hatching eggs before hatching on hatching performance in various types of local poultry. This article was created by synthesizing and analyzing secondary data from various sources from reputable national and international accredited journals whose theme concerns the treatment of hatching egg storage on hatching performance. The results of research on storing hatching eggs of various types of local poultry with a hatchability percentage of more than 70% can be obtained by storing hatching eggs for 7 days at room temperature. Hatchability can be increased if the storage room temperature can be set to less than 200C. Key words: chicken weight, egg storage, hatchability, poultry PENDAHULUAN Produksi telur tetas unggas di Indonesia sebagian besar kontribusinya dipenuhi dari ayam pembibit pedaging dan petelur serta sebagian kecil berasal dari unggas lokal seperti ayam lokal, itik, dan puyuh. Dari telur p-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373 tetas ini diharapkan dapat dihasilkan anak unggas yang berkualitas sebagai penghasil telur dan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. Anak unggas yang berkualitas dihasilkan dari telur yang memiliki kualitas baik dan mampu menetas dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi 11 Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka kemampuan telur untuk menetas yaitu lama penyimpanan telur tetas. Miazi et al. (2012) menyatakan bahwa daya tetas telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lama penyimpanan, penanganan telur tetas, umur unggas, kualitas telur, musim dan nutrisi. Penyimpanan telur tetas penting untuk dilakukan karena usaha penetasan di Indonesia khususnya pada unggas lokal belum memilki fasilitas yang baik dan sumber daya yang kompeten dalam menetaskan telur, hanya pada industri penetasan telur ayam pembibit pedaging dan petelur yang sudah memiliki standar operasional baku (SOP) yang baik. Perusahaan penetasan melakukan penetasan telur dalam jumlah yang banyak dengan tujuan menghasilkan anak unggas sebanyak-banyaknya dalam waktu bersamaan. Kendala yang terjadi adalah jumlah telur yang tersedia tidak sebanding dengan kapasitas mesin tetas yang digunakan. Perusahaan penetasan memiliki mesin tetas berkapasitas besar, namun telur tetas yang dihasilkan jumlahnya terbatas. Telur tetas tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dan disimpan di dalam ruangan bersih pada suhu dan kelembaban yang tepat agar telur tidak terkontaminasi bakteri dan tidak terjadi perkembangan embrio sebelum proses penetasan. Penyimpanan telur yang terlalu lama dapat menyebabkan kualitas dan daya tetas menurun sehingga telur sebaiknya disimpan dalam waktu yang tepat dan tidak melebihi batas kemampuan embrio untuk dapat bertahan hidup. Lama penyimpanan telur tetas perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi kondisi bahan organik di dalam telur tetas. Selain suhu, yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan telur tetas adalah lama penyimpanan telur tetas karena dapat mempengaruhi daya tetas telur yang dihasilkan. Penyimpanan telur tetas dalam waktu yang lama akan berpengaruh terhadap kualitas telur tetas karena berpotensi terjadinya penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur. Selama penyimpanan, CO2 di dalam telur secara bertahap akan hilang melalui pori-pori kerabang telur (Jin et al. 2010; Akter et al. 2014) dan ini akan mengakibatkan pH bagian dalam telur menjadi tinggi (Quan dan Benjakul, 2018). Peningkatan pH telur akan menyebabkan reaksi seperti melemahnya membran kuning telur (Karoui et al. 2006; Belitz et al. 2009). Dalam penelitian lainnya, Quan dan Benjakul (2019) menyatakan pH merupakan faktor penting yang mempengaruhi kandungan protein telur, sehingga peningkatan nilai pH dianggap sebagai faktor utama perubahan sifat fisikokimia protein dalam albumen dan kuning telur (Omana et al., 2011; Eke et al., 2013; Gao et al., 2017). Menurunnya kualitas protein dalam albumen dan kuning telur menyebabkan perkembangan embrio terhambat sehingga dapat mempengaruhi daya tetas yang dihasilkan. Penyimpanan telur tetas juga dilaporkan dapat menurunkan kualitas dari 12 kerabang telur. Fernandes dan Litz (2017) menyatakan bahwa menyimpan telur fertil dapat mengurangi ketebalan dan kekuatan kerabang telur. Setiap perubahan dari kualitas telur tetas akibat dari penyimpanan telur, akan mempengaruhi daya tetasnya (Yassin et al., 2008; Reijrink et al., 2010; Khan et al., 2013). Penyimpanan telur tetas sebaiknya tidak dalam waktu yang lama dan sesuai dengan waktu embrio mampu bertahan hidup selama proses penyimpanan tersebut. Melalui penyimpanan telur tetas dengan suhu dan waktu tertentu diharapkan dapat menahan embrio untuk berkembang, sehingga pada saat ditetaskan dapat menetas dalam waktu yang bersamaan. Embrio akan berkembang pada suhu di atas 20oC, oleh karena itu penyimpanan telur tetas sebaiknya dilakukan pada suhu antara 15-20oC dengan kelembaban relatif 80% dalam waktu kurang dari 3 hari (Fasenko, 2007). Beberapa penelitian mengenai penyimpanan telur tetas sebelum ditetaskan telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah melaporkan perlakuan penyimpanan telur tetas berbagai unggas lokal dan pengaruhnya terhadap daya tetas telur diantaranya pada ternak puyuh (Fitrah et al., 2019; Taha et al., 2019), ayam merawang (Herlina et al., 2016), ayam KUB (Achadri et al., 2020), ayam Arab (Susanti et al., 2015), itik alabio (Subari et al., 2014), dan kalkun (Stępińska et al., 2017). Sebagai pembanding dengan proses penetasan yang sudah memiliki SOP yang baik, dilakukan juga pengamatan penyimpanan telur tetas pada ayam pembibit pedaging (Melo et al., 2021; Nowaczewski et al., 2022). Penyimpanan berbagai telur unggas lokal dengan perlakuan yang berbeda dari faktor suhu dan lama penyimpanan perlu dipelajari lebih mendalam untuk mendapatkan metode penyimpanan telur tetas yang tepat sehingga performa penetasan dapat optimal. Penelitian mengenai penyimpanan telur tetas sebelum proses penetasan telah banyak dilakukan, namun rangkuman metode penyimpanan telur tetas pada berbagai unggas lokal belum pernah dibuat sehingga artikel ini dibuat untuk mengetahui dampak penyimpanan telur tetas pada berbagai jenis unggas lokal terhadap performa penetasan yang dihasilkan. MATERI DAN METODE Artikel ini dibuat berdasarkan studi literatur dan analisis data sekunder dari berbagai data hasil penelitian yang diperoleh dari jurnal terakreditasi nasional dan jurnal internasional bereputasi yang membahas tentang penyimpanan telur tetas pada berbagai jenis unggas. Sumber data yang digunakan berasal dari jurnal yang diterbitkan dalam waktu 9 tahun terakhir yaitu dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2023. MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024 Priyambodo, D., R. Afnan, N. Ulupi, dan Hariono HASIL DAN PEMBAHASAN Penyimpanan Telur Tetas pada Unggas Lokal Telur yang digunakan sebagai telur tetas harus memiliki kualitas yang baik secara fisik maupun kualitas nutrisi di dalamnya karena nutrisi ini digunakan untuk perkembangan embrio selama proses penetasan. Kualitas fisik bagian luar telur yang baik dapat dilihat dari bobot telur, bentuk telur, ketebalan kerabang, warna dan kekuatan kerabang. Kualitas fisik bagian dalam telur (internal) dilihat dari kualitas albumen, kuning telur dan membran (Bain, 2005; Nowaczewski et al., 2010). Penentuan kualitas internal telur dapat ditentukan melalui pengukuran terhadap variabel indeks kuning telur (IKT), haugh unit (HU) dan bobot telur. HU merupakan ukuran kualitas protein telur yang diukur berdasarkan tinggi albumennya (Jones dan Musgrove, 2005; Samli et al., 2005). Penurunan HU berhubungan dengan penurunan kualitas protein pada albumen (Akter et al., 2014). Selain itu, kualitas telur tetas juga dipengaruhi oleh faktor sebelum proses penetasan seperti kondisi penyimpanan ruang penyimpanan (suhu dan kelembaban), serta lama penyimpanan (Nasri et al., 2020). Pada tingkat peternak unggas lokal, umumnya telur tetas yang akan ditetaskan disimpan dengan lama penyimpanan yang berbeda pada suhu ruangan. Hal ini dilakukan karena telur tetas tidak langsung ditetaskan, namun dikumpulkan dahulu sampai jumlahnya cukup sesuai kapasitas mesin tetas. Penyimpanan di suhu ruang (23-250C) karena peternak unggas lokal tidak memiliki fasilitas ruang penyimpanan yang memadai. Peternak atau perusahaan penetasan melakukan penyimpanan telur dalam waktu beberapa hari dengan tujuan untuk memperoleh jumlah telur yang dapat ditetaskan dalam jumlah banyak dan dapat menetas secara bersamaan (Damaziak et al., 2018). Beberapa hasil penelitian mengenai penyimpanan telur tetas dan pengaruhnya terhadap daya tetas dan bobot tetas dari berbagai jenis unggas lokal disajikan pada Tabel 1. Jenis unggas lokal yang diamati pada artikel ini yaitu ayam merawang, ayam KUB, ayam arab, kalkun, puyuh dan itik alabio. Pengamatan lama penyimpanan telur tetas pada ayam merawang menunjukkan lama penyimpanan yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya tetas, namun berpengaruh sangat nyata terhadap bobot tetas. Daya tetas tertinggi pada ayam merawang terdapat pada lama penyimpanan selama 7 dan 9 hari, sedangkan daya tetas terendah terdapat pada lama penyimpanan selama 11 hari. Untuk jenis ayam KUB, daya tetas terbaik diperoleh dari penyimpanan selama 1-4 hari, sedangkan daya tetas terendah pada lama penyimpanan selama 8 hari. Untuk jenis ayam arab, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penyimpanan selama 2 hari menghasilkan daya tetas yang nyata lebih rendah dip-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373 Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas dari berbagai jenis unggas lokal Lama Jenis Ung- Penyim- Suhu gas panan (oC) (hari) Ayam Me1 16 rawang 3 5 7 9 11 Ayam KUB 1 2 3 4 5 6 7 8 Ayam Arab 2 4 6 Kalkun 7 15 10 13 17 Puyuh 1 17-20 3 6 Puyuh 0 18 4 7 10 Itik Alabio 1 3 5 7 Daya Tetas (%) 93,75 81,25 85,42 95,00 95,00 79,17 70.77 ± 25.63 73.77 ± 10.97 76.83 ± 7.18 72.06 ± 11.34 55.66 ± 8.24 49.42 ± 4.26 32.94 ± 11.21 17.95 ± 1.81 75,48a 76,51b 95,54b 81,63a 76,60b 78,96ab 72,12c 94,90 ± 11,49 84,10 ± 12,69 69,20 ± 22,17 82.48 ± 0.95a 87.40 ± 1.81aA 82.34 ± 4.75a 50.08 ± 2.27bB 89,63 75,19 74,26 70,56 Bobot Tetas (gram) 37,50cC 36,14cC 32,50bB 32,69BC 29,39AB 27,63aA Sumber Herlina et al. 2016 Achadri et al. 2020 27,37 27,37 28,80 Susanti et al. 2015 Stępińska et al. (2017) 7,94 ± .4452 Fitrah et 7,94 ± .4452 al. (2019) 8,19 ± .5607 8.80 ± 0.09B Taha et al. 8.84 ± 0.12B (2019) 9.01 ± 0.10B 9.06 ± 0.11B Subari et al. (2014) Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). bandingkan dengan penyimpanan 4 dan 6 hari, dimana penyimpanan selama 6 hari menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi. Bobot tetas untuk ayam merawang menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada telur yang disimpan 1 hari menghasilkan bobot tetas terbesar, dan penyimpanan selama 11 hari menghasilkan bobot tetas terkecil. Bobot tetas ayam arab dengan lama penyimpanan selama 2, 4, dan 6 hari tidak berbeda nyata. Penelitian Stępińska et al. (2017) melaporkan daya tetas telur kalkun yang paling baik diperoleh dari perlakuan penyimpanan telur tetas selama 7 hari dan hasil terendah pada lama penyimpanan 17 hari. Penelitian Fitrah et al. (2019) menunjukkan daya tetas dan bobot tetas tertinggi pada puyuh diperoleh pada perlakuan penyimpanan selama 1 hari dan terendah pada lama penyimpanan 6 hari. Hasil penelitian lainnya pada unggas puyuh yang 13 Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka dilakukan oleh Taha et al. (2019) menunjukkan bahwa telur yang disimpan 0, 4, dan 7 hari menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang disimpan selama 10 hari, namun bobot tetas puyuh yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada lama penyimpanan telur yang berbeda. Hamid Hassan (2015) menyatakan lama penyimpanan terbaik untuk telur puyuh yaitu antara 7 sampai 10 hari pada suhu 20oC. Pengamatan pada itik lokal alabio oleh Subari et al. (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan telur selama 1-7 hari tidak berpengaruh nyata menurunkan daya tetas yang dihasilkan, artinya penyimpanan sampai dengan 7 hari tidak mempengaruhi daya tetas yang dihasilkan pada itik alabio. Persentase daya tetas pada ayam KUB, ayam arab, kalkun dan puyuh pada penelitian yang diamati ini nilainya cukup rendah. Hal ini disebabkan karena penyimpanan telur tetas dilakukan pada suhu ruang dengan fasilitas yang terbatas. Wilayah Indonesia dengan iklim tropis secara umum memiliki suhu lingkungan yang tinggi. Suhu lingkungan yang tinggi sangat mempengaruhi suhu ruang tempat telur tetas disimpan dan dapat membuat kualitas telur menurun sangat cepat. Selain faktor suhu lingkungan, kondisi kebersihan ruangan penyimpanan telur juga dapat mempengaruhi kualitas telur tetas. Daya tetas telur yang dihasilkan dari unggas lokal dapat ditingkatkan jika fasilitas ruang penyimpanan dapat diberikan fasilitas ruang pendingin dengan suhu yang dapat diatur. Penyimpanan telur tetas pada berbagai jenis unggas lokal menunjukkan hasil dapat meningkatkan daya tetas telur terutama yang disimpan tidak lebih dari 7 hari. Semakin lama telur disimpan khususnya lebih dari 7 hari dengan suhu yang sama, maka dapat berpotensi mengurangi daya tetas telur. Menurut Tona et al. (2003), lama penyimpanan telur yang melebihi batas waktu yang dianjurkan dapat menyebabkan munculnya masalah diantaranya waktu menetas yang menjadi panjang dan tidak merata. Tona et al. (2004) melalui beberapa penelitiannya menunjukkan bahwa penyimpanan telur tetas lebih dari 7 hari dapat menurunkan kualitas anak ayam yang menetas, dan selanjutnya dapat meningkatkan angka kematian selama pemeliharaan dan juga dapat menurunkan bobot panen pada ayam broiler. Surai et al. (2016) menyatakan bahwa efek dari telur yang lama disimpan dapat mengurangi nutrisi dan sifat antioksidan kuning telur, sifat antioksidan ini sangat penting untuk perkembangan anak ayam selama penetasan, dan jika jumlahnya kurang dapat membuat telur gagal menetas. Penyimpanan Telur Tetas pada Ayam Pembibit Pedaging Ayam pembibit pedaging adalah salah satu jenis ayam ras yang ditetaskan oleh perusahaan penetasan dengan fasilitas yang memadai serta memiliki SOP yang 14 lengkap. Telur tetas yang akan ditetaskan umumnya disimpan dengan lama penyimpanan dan suhu serta kelembaban ruangan yang dapat dikontrol. Pengamatan penyimpanan telur tetas ayam pembibit pedaging perlu dilakukan, karena kualitas telur tetas akan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan (Gao et al., 2017). Beberapa hasil penelitian mengenai penyimpanan telur tetas dan pengaruhnya terhadap daya tetas dan bobot tetas pada ayam pembibit pedaging disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas pada ayam pembibit pedaging Lama Jenis Penyim- Suhu Daya Tetas Bobot Tetas Sumber Unggas panan (oC) (%) (gram) (hari) Ayam 3 17,5 87,01a 44,37c Nowaczewski et Broiler al. (2022) 7 84,72a 45,81b Parent 14 63,59b 45,99b Stock 21 31,72c 46,96a Ayam 4 18 84,02a 47,60 Melo et al. Broiler (2021) 8 82,32a 47,39 Parent 12 76,53b 47,68 Stock Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Penelitian yang dilakukan oleh Nowaczewski et al. (2022), lama penyimpanan telur tetas ayam pembibit pedaging selama 3 dan 7 hari menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang disimpan selama 14 dan 21 hari. Penelitian lainnya pada ayam pembibit pedaging yang dilaporkan oleh Melo et al. (2021) mendapatkan hasil lama penyimpanan selama 4 dan 8 hari menghasilkan daya tetas yang berbeda nyata dibandingkan daya tetas telur yang disimpan selama 12 hari. Untuk bobot tetas yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada semua perlakuan lama penyimpanan. Hasil ini sesuai dengan standar yang dianjurkan oleh Cobb Hatchery Management Guide (2021) yang menyatakan penyimpanan telur tetas dapat dilakukan selama 1-6 hari dengan suhu penyimpanan 18-190C dan kelembaban 50-60%. Penyimpanan telur tetas dapat dilakukan selama 7-10 hari jika suhu ruang penyimpanan diturunkan menjadi 16-170C, dan disimpan lebih dari 11 hari jika suhu ruang penyimpanan 15-160C (Cobb Hatchery Management Guide, 2021). Manajemen penetasan telur ayam pembibit pedaging sebagian besar dilakukan oleh industri dengan fasilitas yang lengkap dan tenaga yang terlatih. Berdasarkan panduan dari Cobb Management Guide (2021), lama penyimpanan telur tetas sangat berhubungan dengan suhu ruang penyimpanan. Semakin rendah suhu ruang penyimpanan, maka penyimpanan telur tetas dapat dilakukan lebih lama. Penyimpanan telur tetas MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024 Priyambodo, D., R. Afnan, N. Ulupi, dan Hariono ayam pembibit pedaging yang dianjurkan untuk mendapatkan daya tetas yang baik adalah tidak lebih dari 7 hari. Penyimpanan telur tetas berbagai jenis unggas lokal dapat mengacu pada anjuran pada penyimpanan telur tetas ayam pembibit pedaging untuk menghasilkan performa penetasan yang baik. SIMPULAN Hasil penelitian penyimpanan telur tetas berbagai jenis unggas lokal dengan persentase daya tetas lebih dari 70% dapat diperoleh dengan penyimpanan tetas selama 7 hari pada suhu ruang. Daya tetas dapat ditingkatkan apabila suhu ruang penyimpanan dapat diatur kurang dari 20oC. Hasil ini menunjukkan adanya korelasi positif antara lama penyimpanan dengan suhu ruang penyimpanan terhadap daya tetas telur. DAFTAR PUSTAKA Achadri, Y., S. Ratnawaty. 2020. Pengaruh lama penyimpanan telur terhadap daya tetas ayam KUB (Kampung Unggul Balitbangtan). Di dalam: Strategi ketahanan pangan masa new normal Covid-19. Prosiding Seminar Nasional dalam rangka dies natalis ke-44 UNS Tahun 2020. 419-425. Akter, Y., A. Kasim, H. Omar, dan A.Q. Sazili. 2014. Effect of storage time and temperature on the quality characteristics of chicken eggs. Journal of Food, Agriculture & Environment. 12 (3 dan 4): 87-92. Bain, M.M. 2005. Recent advances in the assessment of eggshell quality and their future application. World’s Poultry Science Journal. (61): 268–277. Belitz, H.D., W. Grosch, and P. Schieberle. 2009. Eggs. Food Chemistry. H. Belitz, W. Grosch and P. Schieberle, eds. Springer, Heidelberg, Germany. Pages 546 −562. Cobb Hatchery Management Guide. 2021. https://www. cobb-vantress.com/assets/Cobb-Files/6427713bdc/Hatchery-Guide-Layout-R4-min.pdf. Damaziak, K., M. Pawęska, D. Gozdowski, and J. Niemiec. 2018. Short periods of incubation, egg turning during storage and broiler breeder hens age for early development of embryos, hatching results, chicks quality and juvenile growth. Poultry Science. (97): 3264–3276. Eke, M.O., N.I. Olaitan, and J.H. Ochefu. 2013. Effect of Storage Conditions on the Quality Attributes of Shell (Table) Eggs. Nigerian Food Journal. (31): 18-24. Fasenko, G.M. 2007. Egg Storage and the Embryo. Poultry Science. (86):1020–1024. Fernandes, E.d.A. and F.H. Litz. 2017. The eggshell and its commercial and production importance. Egg Innovations and Strategies for Improvements. P. Y. p-ISSN 0853-8999 e-ISSN 2656-8373 Hester, ed. Academic Press, Cambridge, Massachusetts. Pages 261-270. Fitrah, R., D. Sudrajat, dan A. Anggraeni. 2019. Pengaruh temperatur lama penyimpanan telur puyuh tetas terhadap daya tetas, fertilitas, bobot susut telur dan bobot tetas telur puyuh. JPN. (4): 25–32. Gao, D., N. Qiu, Y. Liu, and M. Ma. 2017. Comparative proteome analysis of egg yolk plasma proteins during storage. J. Sci. Food Agri. (97): 2392-2400. Hassan, K.H. 2015. Effect of Egg Storage Temperature and Storage Period Pre-incubation on Hatchability of Eggs in Three Varieties of Japanese Quail. Animal and Veterinary Sciences. 3(6-1): 5-8. Herlina, B., T. Karyono, R. Novita, dan P. Novantoro. 2016. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam merawang (Gallus Gallus) terhadap daya tetas. JSPI. (11): 48–57. Jin, Y.H., K.T. Lee, W.I. Lee, dan Y.K. Han. 2010. Effects of storage temperature and time on the quality of eggs from laying hens at peak production. Asian Aust J. Anim. Sci. 24 (2): 279–284. Jones, D.R. and M.T. Musgrove. 2005. Effects of extended storage on egg quality factors. Poultry Science. (84): 1774–1777. Karoui, R., B. Kemps, F. Bamelis, B.D. Ketelaere, E. Decuypere, and J.D. Baerdemaeker. 2006. Methods to evaluate egg freshness in research and industry: A review. Eur Food Res Technol. (222): 727–732. Khan, M.J.A., S.H. Khan, A. Bukhsh, M.I. Abbass, and M. Javed. 2013. Effect of different storage period on egg weight, internal egg quality and hatchability characteristics of fayumi eggs. Italian Journal of Animal Science. 12 (51): 323-328. Melo, E.F., I.C.S. Araújo, M.V. Triginelli, F.L.S. Castro, N.C. Baião, and L.J.C. Lara. 2021. Effect of egg storage duration and egg turning during storage on egg quality and hatching of broiler hatching eggs. The International Journal of Animal Biosciences. (15): 100111. Miazi, O.F., G. Miah, M. Miazi, M.M. Uddin, M. Hassan, and Faridahsan. 2012. Fertility and Hatchability of Fayoumi and Sonali Chicks. Scholarly Journal of Agricultural Science. 2(5): 83-86. Nasri, H., H.V.D. Brand, T. Najjar, and M. Bouzouaia. 2020. Egg storage and breeder age impact on egg quality and embryo development. Animal Physiology Nutrition. (104): 257–268. Nowaczewski, S., M. Babuszkiewicz, T. Szablewski, K. Stuper-Szablewska, R. Cegielska-Radziejewska, L. Tomczyk, S. Kaczmarek, A. Sechman, M.W. Lis, M. Kwaśniewska, P. Racewicz, L. Jarosz, A. Ciszewski, T. Nowak, and M. Hejdysz. 2022. Effect of weight and storage time of broiler breeders’ eggs on morphology and biochemical features of eggs, 15 Pengaruh Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Performa Penetasan Berbagai Jenis Unggas Lokal : Suatu Kajian Pustaka embryogenesis, hatchability, and chick quality. The international Journal of Animal Biosciences. (16): 100564. Nowaczewski, S., H. Kontecka, A. Rosiński, S. Koberling, and P. Koronowski. 2010. Egg quality of japanese quail depends on layer age and storage time. Folia biologica (Kraków). 58(3-4): 201–207. Omana, D.A., Y. Liang, N.N.V. Kav, and J. Wu. 2011. Proteomic analysis of egg white proteins during storage. Journal of Agricultural and Food Chemistry Proteomics. (11): 144–153. Quan, T.H. and S. Benjakul. 2018. Quality, protease inhibitor and gelling property of duck egg albumen as affected by storage conditions. Journal of Food Science and Technology. (55): 513–522. Quan, T.H. and S. Benjakul. 2019. Duck egg albumen: physicochemical and functional properties as affected by storage and processing. J. Food Sci. Technol. (56): 1104-1115. Reijrink, I.A.M., D. Berghmans, R. Meijerhof, B. Kemp, and H.V.D. Brand. 2010. Influence of egg storage time and preincubation warming profile on embryonic development, hatchability, and chick quality. Poultry Science. (89): 1225–1238. Samli, H.E., A. Agma, and N. Senkoylu. 2005. Effects of storage time and temperature on egg quality in old laying hens. Journal of Applied Poultry Research. (14): 548–553. Stępińska, M., E. Mróz, M. Krawczyk, K. Otowski, and A. Górska. 2017. Effect of hen age and storage time on egg weight loss and hatchability results in turkeys. Annals of Animal Science. (17): 447–462. Subari, Y., Paggasa, dan Sutikno. 2014. Pengaruh lama 16 penyimpanan telur itik alabio (Anasplathyrinchos Borneo) terhadap persentase daya tetas. Jurnal Pertanian Terpadu. 2(1): 1-10. Surai, P.F., V.I. Fisinin, and F. Karadas. 2016. Antioxidant systems in chick embryo development. Part 1. Vitamin E, carotenoids and selenium. Animal Nutrition. (2): 1–11. Susanti, I. dan T. Kurtini. 2015. Pengaruh lama penyimpanan terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas dan bobot tetas telur ayam arab. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4): 185-190. Taha, A.E., A.S. El-Tahawy, M.E.A. El-Hack, A.A. Swelum, and I.M. Saadeldin. 2019. Impacts of various storage periods on egg quality, hatchability, post-hatching performance, and economic benefit analysis of two breeds of quail. Poultry Science. (98): 777–784. Tona, K., O. Onagbesan, B.D. Ketelaere, E. Decuypere, and V. Bruggeman. 2003. Effects of turning duration during incubation on corticosterone and thyroid hormone levels, gas pressures in air cell, chick quality, and juvenile growth. Poultry Science. (82): 1974–1979. Tona, K., O.M. Onagbesan, Y. Jego, B. Kamers, E. Decuypere, and V. Bruggeman. 2004. Comparison of Embryo Physiological Parameters During Incubation, Chick Quality, and Growth Performance of Three Lines of Broiler Breeders Differing in Genetic Composition and Growth Rate. Poultry Science. (83): 507–513. Yassin, H., A.G.J. Velthuis, M. Boerjan, J.V. Riel, and R.B.M. Huirne. 2008. Field study on broiler eggs hatchability. Poultry Science. (87): 2408–2417. MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 27 Nomor 1 Februari 2024