JRL
Vol. 10
No.2
Hal. 58 - 75
Jakarta,
Desember, 2017
p-ISSN : 2085.38616
e-ISSN : 2580-0442
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN
AIR LIMBAH DOMESTIK DI INDONESIA
Satmoko Yudo dan Nusa Idaman Said
Pusat Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
E-mail: satmoko.yudo@bppt.go.id dan nusa.idaman@bppt.go.id
Abstrak
Masalah pencemaran lingkungan di kota-kota besar menunjukkan gejala yang cukup
serius khususnya pencemaran air. Penyebab pencemaran tersebut tidak hanya akibat
air limbah industri tetapi hal ini juga air limbah rumah tangga/permukiman (domestik)
yang semakin hari makin besar sesuai perkembangan penduduk. Upaya-upaya
pemerintah dalam menanggulangi permasalah tersebut telah banyak dilakukan antara
lain telah dikeluarkan undang-undang maupun peraturan-peraturan baik dari
pemerintah maupun dari kementerian serta lainnya. Akan tetapi hasilnya masih belum
signifikan, permasalahan masih terus berlanjut. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
memberikan informasi tentang kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah domestik
dalam rangka mendukung pengelolaan air limbah permukiman yang terpadu, efisien
dan efektif dalam perencanaan, pembiayaan dan pembangunaan serta
pelaksanaannya.
kata kunci : pencemaran air, air limbah domestik, kebijakan dan strategi
POLICY AND STRATEGY OF DOMESTIC WASTE WATER
MANAGEMENT IN INDONESIA
Abstract
The problem of environmental pollution in big cities shows quite serious symptoms,
especially water pollution. The cause of the pollution is not only due to industrial waste
water but also households / settlements that are getting bigger day by day in
accordance with the population growth. Government efforts to overcome these
problems have been widely implemented, such as: issued laws and regulations both
from the government and from ministries as well as others. However, the results are still
not significant, the problem still continues. The purpose of this paper is to provide
information on wastewater management policies and strategies in order to support
integrated, efficient and effective waste water management in planning, financing and
development and implementation.
keywords: water pollution, domestic wastewater, policy and strategy
58
Santoso A., 2017
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan
dengan
pertumbuhan
penduduk di wilayah perkotaan yang begitu
cepat akan memberikan dampak negatif
yang sangat serius terhadap penurunan
kualitas lingkungan. Kenaikan jumlah
penduduk akan meningkatkan konsumsi
pemakaian air bersih yang berdampak pada
peningkatan
jumlah
air
limbah.
Pembuangan air limbah tanpa melalui
proses pengolahan akan mengakibatkan
terjadinya pencemaran pada sumbersumber air baku untuk air minum, baik air
permukaan (sungai, danau atau situ)
maupun air tanah.
Sarana dan prasarana pengolahan air
limbah di kota-kota besar (sewerage system)
saat ini masih sangat minim. Pengolahan air
limbah permukiman dapat ditangani melalui
sistem pengolahan
ditempat
(onsite
treatment)
ataupun
melalui
sistem
pengolahan terpusat (offsite treatment).
Pada umumnya kota-kota di Indonesia
masih banyak yang belum memiliki sistem
pengelolaan air limbah secara terpusat.
Pada saat ini sistem pengelolaan air limbah
terpusat hanya berada di 11 (sebelas) kota
saja dengan cakupan pelayanan yang
masih rendah (Annonim-1, 2008).
Beberapa kendala dalam pengelolaan
air limbah permukiman secara terpusat di
Indonesia, antara lain disebabkan peraturan
perundangan belum mendukung, peran
serta masyarakat masih kurang, faktor
pembiayaan
yang
cukup
tinggi,
lembaga/institusi pengelola yang masih
tumpang tindih serta lemahnya aspek
teknologi.
Dalam
rangka
penyehatan
lingkungan
permukiman
yang
berkelanjutan, dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia sehingga
masyarakat dapat menjadi lebih produktif
perlu dilakukan pengembangan
sistem
pengelolaan air limbah permukiman yang
ramah lingkungan. Selain itu dalam upaya
mewujudkan
situasi
dan
kondisi
permukiman sehat yang diinginkan dan
59
memenuhi target Millenium Development
Goals (MDGs) yang disepakati dalam
KTT Millenium PBB bulan September 2000,
diperlukan
rencana,
program,
dan
pelaksanaan kegiatan yang terpadu,
efisien, dan efektif (Annonim-0, 2000).
Salah satu usaha pemerintah
dalam mewujudkan permukiman yang
sehat adalah
melalui Kementerian
Pekerjaan Umum dengan mengeluarkan
peraturan Tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan Air Limbah Permukiman
(Annonim-1, 2008).
Peraturan Menteri ini dimaksudkan
sebagai pedoman dan arahan dalam
penyusunan
kebijakan
teknis,
perencanaan, pemrograman, pelaksanaan,
dan pengelolaan dalam penyelenggaraan
dan pengembangan sistem pengelolaan
air limbah permukiman, baik bagi
pemerintah pusat, maupun daerah, dunia
usaha, swasta, dan masyarakat sesuai
dengan kondisi setempat.
Ruang Lingkup Peraturan Menteri ini
meliputi uraian tentang visi dan misi
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman, isu
strategis,
permasalahan
dan
tantangan,
pengembangan
sistem
air
limbah
permukiman, tujuan dan sasaran; serta
kebijakan
dan
strategi
nasional
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman dengan rencana
tindak yang diperlukan.
Visinya adalah untuk mencapai
kondisi masyarakat Indonesia hidup sehat
dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas
dari pencemaran air limbah permukiman
untuk dimasa yang akan datang, baik yang
berada di daerah perkotaan maupun yang
tinggal di daerah perdesaan, memerlukan
pengelolaan air limbah permukiman yang
memadai, yang dapat melindungi sumbersumber air baku (untuk air minum) dari
pencemaran pembuangan air limbah baik
yang berasal dari aktifitas rumah tangga
maupun industri rumah tangga yang berada
di tengah-tengah permukiman.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk
Yudo, S., 2017
mencapai visi tersebut dilakukan dengan
misi sebagai berikut:
Meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui peningkatan akses masyarakat
terhadap pelayanan pengelolaan air
limbah.
Mencegah
dan
menanggulangi
pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup.
Memberdayakan
masyarakat
dan
dunia usaha agar lebih berperan aktif.
Menyiapkan peraturan perundangan
dalam
penyelenggaraan
sistem
pengelolaan air limbah permukiman;
Meningkatkan
kemampuan
manajemen
dan
kelembagaan
pengelolaan air limbah permukiman.
Meningkatkan dan mengembangkan
alter-natif sumber pendanaan.
1.2
Permasalahan
Beberapa permasalahan yang ada
dalam pengelolaan air limbah permukiman
di Indonesia, antara lain:
Rendahnya akses masyarakat terhadap
tersedianya air dan sanitasi dasar yang
layak, kemudian rendahnya tingkat
pelayanan pengolahan air limbah di
perkotaan dan perdesaan serta fasilitas
pengolahan air limbah yang belum
memenuhi
standar
teknis
yang
ditetapkan.
Rendahnya peran serta dan kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
pengelolaan air limbah permukiman
serta potensi yang ada dalam
masyarakat maupun dunia usaha belum
sepenuhnya
diberdayakan
oleh
pemerintah.
Belum memadainya perangkat peraturan
perundangan yang diperlukan dalam
sistem
pengelolaan
air
limbah
permukiman serta masih lemahnya
penegakan
hukum
terhadap
pelanggaran peraturan-peraturan yang
terkait dengan pencemaran air limbah.
Masih lemahnya fungsi kelembagaan di
daerah yang melakukan pengelolaan air
limbah permukiman serta
masih
rendahnya
kapasitas SDM yang
melaksanakan pengelolaan air limbah
60
permukiman.
Terbatasnya
sumber
pendanaan
pemerintah untuk investasi maupun
pengembangan pengolahan air limbah
serta rendahnya tarif pelayanan air
limbah yang mengakibatkan kurangnya
biaya operasi dan pemeliharaan serta
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah.
1.3 Tujuan
Maksud penulisan ini adalah untuk
mengetahui bagaimana kebijakan dan
strategi nasional dalam pengelolaan air
limbah permukiman di Indonesia saat ini.
Adapun tujuannya adalah untuk mendukung
pengelolaan air limbah permukiman yang
terpadu, efisien dan efektif dalam
perencanaan,
pembiayaan
dan
pembangunaan serta pelaksanaannya.
II.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Berdasarkan permasalahan yang telah
diuraikan di atas, maka kebijakan dan
strategi pengelolaan air limbah permukiman
dirumuskan menjadi 5 (lima) kelompok yaitu
: (Annonim-2, 2008)
1. Meningkatkan akses prasarana dan
sarana air limbah untuk perbaikan
kesehatan masyarakat baik sistem
setempat maupun terpusat di perkotaan
dan perdesaan;
2. Meningkatkan peran masyarakat dan
dunia usaha dalam melaksanakan
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman;
3. Mengembangkan
peraturan
dan
perundangan dalam pengelolaan air
limbah permukiman;
4. Melakukan penguatan kelembagaan
serta peningkatan kapasitas SDM
pengelola air limbah permukiman;
5. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan prasarana dan sarana
pengolahan air limbah permukiman.
Selanjutnya akan diuraikan penjelasan
dari setiap kelompok rumusan kebijakan dan
strategi penyelenggaraan pengembangan
prasarana dan sarana air limbah sebagai
Santoso A., 2017
berikut:
Kebijakan dan Strategi 1:
Kebijakan
ini
diarahkan
untuk
meningkatkan akses prasarana dan sarana
air limbah melalui sistem setempat dan
terpusat secara bertahap baik pada skala
perkotaan maupun perdesaan, dengan
prioritas untuk masyarakat berpenghasilan
rendah.
Strategi dalam peningkatan akses
prasarana dan sarana air limbah, antara lain
:
(1) Meningkatkan
akses masyarakat
terhadap prasarana dan sarana air
limbah sistem setempat di perkotaan
dan perdesaan melalui sistem komunal;
(2) Meningkatkan
akses masyarakat
terhadap prasarana dan sarana air
limbah sistem terpusat di kawasan
perkotaan metropolitan dan besar.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan
rencana tindak sebagai berikut :
(1) Menyelenggarakan sanitasi berbasis
masyarakat
dengan
prioritas
di
kawasan padat kumuh perkotaan yang
belum
terlayani
dengan
sistem
pengelolaan air limbah terpusat;
(2) Merehabilitasi atau merevitalisasi serta
mengekstensifikasi sistem yang ada
(Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja/
IPLT);
(3) Menyelenggarakan STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat) / CLTS
(Community Lead Total Sanitation) di
kawasan perdesaan;
(4) Mengoptimalkan
kapasitas
IPAL
terpasang dan peningkatan operasional
sewerage terpasang;
(5) Meningkatkan kapasitas pengolahan
melalui pembangunan IPAL paket;
(6) Mengembangkan sistem setempat
menjadi
sistem terpusat
secara
bertahap
di kota metropolitan dan
besar dengan cara mengkombinasikan
dan atau menambah dengan sistem
yang telah ada secara bertahap.
Kebijakan dan Strategi 2:
Arah kebijakan ini
61
adalah
untuk
meningkatkan peran masyarakat dan dunia
usaha atau swasta dalam penyelenggaraan
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman.
Strategi
dalam
peningkatan
peran
masyarakat dan dunia usaha/swasta, antara
lain :
(1) Merubah perilaku dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap
pentingnya pengelolaan air limbah
permukiman;
(2) Mendorong
partisipasi
dunia
usaha/swasta dalam penyelenggaraan
pengembangan dan pengelolaan air
limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan
rencana tindak sebagai berikut:
(1) Melaksanakan
sosialisasi
dan
kampanye
mengenai
pentingnya
pengelolaan air limbah permukiman;
(2) Memberikan
pendampingan
dan
pelatihan kepada masyarakat dalam
penyediaan prasarana dan sarana air
limbah permukiman;
(3) Menyelenggarakan
kegiatan
percontohan pembangunan prasarana
dan sarana pengelolaan air limbah;
(4) Menyelenggarakan sosialisasi kepada
dunia usaha dan swasta mengenai
potensi investasi di bidang pengelolaan
air limbah permukiman;
(5) Mengembangkan pola investasi untuk
penyelenggaraan pengelolaan sistem
air limbah permukiman;
(6) Memberikan kemudahan dan insentif
kepada dunia usaha yang berpartisipasi
di dalam pengelolaan air limbah seperti
pemberian ijin usaha dan keringanan
pajak.
Kebijakan dan Strategi 3:
Arah kebijakan ini adalah untuk
melengkapi
perangkat
peraturan
perundangan
terkait
penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi dalam Pengembangan Perangkat
peraturan perundangan, antara lain :
(1) Menyusun
perangkat
peraturan
perundangan
yang
mendukung
penyelenggaraan
pengelolaan air
Yudo, S., 2017
limbah permukiman;
(2) Menyebarluaskan informasi peraturan
perundangan terkait penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman;
(3) Menerapkan peraturan perundangan.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan
rencana tindak sebagai berikut :
(1) Menyiapkan undang-undang
dan
peraturan
pendukungnya
dalam
pengelolaan air limbah permukiman;
(2) Mereview dan melengkapi Norma
Standar Pedoman dan Manual (NSPM)
dalam
pengelolaan
air
limbah
permukiman;
(3) Mereview Standar Pelayanan Minimal
dalam
pengelolaan
air
limbah
permukiman;
(4)
Melaksanakan bantuan teknis
penyusunan peraturan daerah dalam
penyelenggaraan
pengelolaan
air
limbah permukiman;
(5) Mendorong
dan
melaksanakan
bantuan teknis kepada pemerintah
daerah untuk menyusun rencana induk
prasarana dan sarana air limbah di
kawasan perkotaan dan perdesaan;
(6) Mensosialisasikan
peraturan
perundangan terkait penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman;
(7) Mengembangkan sistem informasi
tentang penyelenggaraan pengelolaan
air limbah permukiman;
(8) Memberikan insentif dan disinsentif
kepada pemerintah daerah dan dunia
usaha/swasta
yang
menyelenggarakan pengelolaan air
limbah permukiman;
(9) Mempersyaratkan
pembangunan
sistem pengelolaan air limbah terpusat
dikawasan permukiman baru bagi
penyelenggara pembangunan kawasan
permukiman baru.
Kebijakan dan Strategi 4:
Kebijakan
ini
diarahkan
untuk
memperkuat fungsi regulator dan operator
dalam penyelenggaraan pengelolaan air
limbah permukiman.
Strategi dalam peningkatan
62
kinerja
institusi, antara lain:
(1) Memfasilitasi
pembentukan
dan
perkuatan kelembagaan pengelola air
limbah
permukiman
ditingkat
masyarakat;
(2) Mendorong
pembentukan
dan
perkuatan institusi pengelola air limbah
permukiman di daerah;
(3) Meningkatkan
koordinasi
dan
kerjasama antar lembaga;
(4) Mendorong peningkatan kemauan
politik (political will) para pemangku
kepentingan
untuk
memberikan
prioritas yang lebih tinggi terhadap
pengelolaan air limbah permukiman.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan
rencana tindak sebagai berikut:
(1) Memberikan
pendampingan
pembentukan
kelompok
swadaya
masyarakat dalam pengelolaan air
limbah permukiman komunal;
(2) Memberikan
pelatihan
penyelenggaraan
pembangunan
prasarana dan sarana air limbah serta
pengelolaan air limbah permukiman
komunal;
(3) Mendorong terbentuknya unit yang
mengelola prasarana dan sarana air
limbah permukiman di daerah, antara
lain berupa Unit Pelaksana Teknis,
Badan Usaha Milik Daerah, Badan
Layanan Umum dan Dinas;
(4) Melaksanakan
bantuan
teknis
penguatan kelembagaan pengelolaan
air limbah permukiman;
(5)
Melaksanakan
pelatihan
kepada
personil
pengelola
dibidang
penyelenggaraan
air
limbah
permukiman;
(6) Memfasilitasi koordinasi antar lembaga
dan antar daerah dalam kerjasama
penyelenggaraan
pengelolaan
air
limbah;
(7) Melaksanakan
sosialisasi
kepada
lembaga
eksekutif
dan
legislatif
mengenai
pentingnya
penyelenggaraan
air
limbah
permukiman;
(8) Menyusun
dan
mensosialisasikan
kisah
sukses
(best
practices)
Santoso A., 2017
tentang penyelenggaraan pengelolaan
air limbah permukiman.
Kebijakan dan Strategi 5:
Arah kebijakan ini adalah untuk
meningkatkan alokasi dana pembangunan
prasarana
dan
sarana
air
limbah
permukiman melalui sistem pembiayaan
dengan
melakukan
subsidi
secara
proporsional antara pemerintah pusat dan
daerah untuk sistem pengelolaan off site.
Strategi dalam peningkatan kapasitas
pembiayaan, antara lain :
(1) Mendorong berbagai alternatif sumber
pembiayaanuntuk penye-lenggaraan
air limbah permukiman;
(2) Pembiayaan
bersama
pemerintah
pusat
dan
daerah
dalam
mengembangkan sistem air limbah
Perkotaan dengan proporsi pembagian
yang disepakati bersama.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan
rencana tindak sebagai berikut:
(1) Memberikan dana stimulan dalam
penyelenggaraan pengelo-laan air
limbah permukiman untuk mendorong
mobilisasi dana swadaya masyarakat;
(2) Mendorong peningkatan dan fasilitasi
kerjasama Pemerintah
dan Swasta
(KPS)
dalam
penyelenggaraan
prasarana dan sarana air limbah;
(3) Pemerintah
pusat
memberikan
investasi awal pembangunan sistem
pengelolaan air limbah terpusat dan
pengembangannya ditindak lanjuti oleh
pemerintah daerah.
Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Limbah Permukiman, merupakan acuan
bagi kegiatan yang terkait dengan
penyelenggaraan
sistem
air
limbah
permukiman, dan masih bersifat umum
sehingga
dalam
pelaksanaannya
memerlukan penjabaran lebih lanjut agar
lebih operasional untuk pihak yang
berkepentingan. Di tingkat daerah adopsi
terhadap kebijakan dan strategi ini
memerlukan penyesuaian sesuai dengan
karakteristik, kondisi serta permasalahan
63
dari
masing-masing
daerah
yang
bersangkutan.
Kebijakan
dan
strategi
nasional
pengelolaan air limbah permukiman ini perlu
dijabarkan lebih lanjut oleh masing-masing
instansi teknis terkait sebagai panduan
dalam operasionalisasi kebijakan dan
strategi pengembangan sistem air limbah
permukiman.
III.
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Di dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Annonim-3, 2009) telah disebutkan
pada pasal 13 bahwa pengendalian
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi aspek pencegahan,
penanggulangan
dan
pemulihan
dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/atau
kegiatan
sesuai
dengan
kewenangan, peran, dan tanggung jawab
masing-masing. Pada penjelasan terkait
ayat
ini yang dimaksud pengendalian
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan
ini, antara lain pengendalian :
a.
Pencemaran air, udara, dan laut; dan
b. Kerusakan ekosistem dan kerusakan
akibat perubahan iklim.
Berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tersebut,
instrumen
pencegahan
pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini
terdiri atas beberapa cara antara lain :
a. KLHS
(Kajian
Lingkungan
Hidup
Strategis)
Melakukan kajian yang dilakukan
pemerintah daerah sebelum memberikan
izin pengelolaan lahan maupun hutan;
b. Tata ruang.
Melakukan perencanaan tata ruang
wilayah jangka pendek maupun jangka
panjang dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;
c. Baku mutu lingkungan hidup.
Buangan limbah cair, padat dan udara
Yudo, S., 2017
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
64
(ambien, emisi) harus memenuhi Baku
Mutu lingkungan hidup yang telah
dipersyaratkan dan diatur oleh peraturan
pemerintah;
Kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
Ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup
untuk
dapat
tetap
melestarikan
fungsinya.
Amdal (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan);
Melakukan kajian mengenai dampak
besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada
Iingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan
usaha
dan/atau
kegiatan;
UKL-UPL
(Upaya
Pengelolaan
Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup).
Upaya
yang
dilakukan
dalam
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup oleh penanggung
jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib
melakukan AMDAL;
Perizinan.
Pemberian izin lingkungan dari pihak
berwenang atas penyelenggaraam suatu
kegiatan usaha;
Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
Seperangkat kebijakan ekonomi untuk
mendorong Pemerintah, pemerintah
daerah, atau setiap orang ke arah
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
Peraturan
perundang-undangan
berbasis lingkungan hidup.
Setiap
penyusunan
peraturan
perundang- undangan pada tingkat
nasional
dan
daerah
wajib
memperhatikan perlindungan fungsi
lingkungan
hidup
dan
prinsip
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup;
Anggaran berbasis lingkungan hidup.
Mengalokasi anggaran dana untuk
membiayai kegiatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik
serta program pembangunan yang
berwawasan lingkungan hidup;
k. Analisis risiko lingkungan hidup.
Melakukan analisis terhadap kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup,
ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia;
l. Audit lingkungan hidup.
Melakukan evaluasi dan rekomendasi
untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah;
m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan
dan/atau
perkembangan
ilmu
Pengetahuan.
Misalnya
menerapkan
teknologi
pemantauan kualitas air, udara dan laut
secara real time dan online.
Setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbahnya ke media lingkungan
hidup seperti (sungai, danau, laut, udara
dlsb.) akan tetapi dengan persyaratan harus
meemenuhi baku mutu lingkungan hidup
dan mendapat izin dari pihak berwenang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Annonim-4, 2001) pasal 8, klasifikasi
mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas
sesuai dengan peruntukan sungai (Tabel 1
pada lampiran), yakni:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain
Santoso A., 2017
yang mempersyaratkan air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai :
1) Pencegahan pencemaran air sungai
dilakukan melalui:
a. Penetapan daya tampung beban
pencemaran;
b. Identifikasi dan investarisasi sumber
air limbah yang masuk ke sungai;
c. Penetapan persyaratan dan tata
cara pembuangan air limbah;
d. Pelarangan pembuangan sampah
ke sungai;
e. Pemantauan kualitas air pada
sungai; dan
f. Pengawasan air limbah yang masuk
ke sungai.
2) Pencegahan pencemaran air sungai
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan
Strategis Air Limbah menyatakan (Annonim1,2008) :
(1) Pelayanan
minimal
sistem
pembuangan air limbah berupa unit
pengolahan kotoran manusia/tinja di
lakukan dengan menggunakan sistem
setempat atau sistem terpusat agar
tidak mencemari daerah tangkapan air
/ resapan air baku.
(2) Sistem pembuangan air limbah
terpusat diperuntukkan bagi kawasan
padat
penduduk
dengan
memperhatikan kondisi daya dukung
lahan dan Sistem Penyediaan Air
Minum
(SPAM)
serta
mempertimbangkan kondisi sosio-ekonomi
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
Nomor
16
Tahun
2005
tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air
65
Minum (Annonim-5, 2005) menyatakan
bahwa hasil pengolahan air limbah :
(1) Berupa cairan, harus memenuhi
standar baku mutu air buangan dan
baku mutu sumber air baku (fisik, kimia
dan bakteriologi).
(2) Berupa padatan, yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali wajib diolah
sehingga
tidak
membahayakan
manusia dan lingkungan.
(3) Kedua-duanya harus dimonitor baik
kualitas maupun kuantitasnya.
Berdasarkan
landasan
peraturan
peraturan yang berlaku secara nasional
sebenarnya
dasar
hukum
untuk
pengendalian pencemaran air limbah yang
masuk ke sungai atau badan air sudah
cukup memadai. Dalam hal ini pemerintah
daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) harus
membuat rencana aksi yang berupa
Rencana induk atau Master Plan tentang
pengelolaan air limbah khususnya air limbah
domestik. Rencana induk atau Master Plan
bidang air limbah merupakan suatu
dokumen
perencanaan
dasar
yang
menyeluruh mengenai pengembangan
sarana dan prasarana air limbah untuk
perioda beberapa Tahun (20 Tahun) ke
depan. Dengan demikian gambaran arah
pengembangan, strategi pengembangan
serta prioritas pengembangan sarana dan
prasarana air limbah untuk tiap-tiap
Kabupaten/Kota
dapat
diformulasikan
secara jelas dan sistematis. Rencana induk
tersebut selanjutnya digunakan sebagai
acuan
untuk
menurunkan
beban
pencemaran air limbah khususnya air limbah
domestik oleh instansi yang berwenang
dalam menyusun program 5 (lima) Tahunan.
Dengan demikian target penurunan beban
pencemaran oleh air limbah domestik dapat
dilaksanakan sesuai dengan prioritasprioritas yang telah ditetapkan.
Di dalam menetapkan kebijakan
pengendalian pencemaran air khususnya air
limbah domestik, dapat mengacu kepada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air
(Annonim-6, 2010) yaitu :
Yudo, S., 2017
(1) Menteri
menetapkan
kebijakan
pengen-dalian pencemaran air tingkat
nasional berdasarkan:
a. Rekapitulasi dan analisis hasil
inven-tarisasi
dan
identifikasi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2);
b. Daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf a; dan c. Mutu
air sasaran.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 18 :
(1) Gubernur
menetapkan
kebijakan
pengendalian pencemaran air tingkat
Provinsi berdasarkan:
a. rekapitulasi dan analisis hasil
inven-tarisasi
dan
indentifikasi
sebagai-mana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1);
b. daya tampung beban pencemaran
se-bagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b; dan
c. mutu air sasaran.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 19 :
(1) Bupati/Walikota menetapkan kebijakan
pengendalian
pencemaran
air
berdasarkan:
a. hasil inventarisasi dan identifikasi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3);
b. daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf c; dan
c. mutu air sasaran.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Bupati/Walikota.
Pasal 20 :
Penetapan kebijakan pengendalian
pencemaran air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19
dilaksanakan sesuai dengan pedoman
66
penyusunan
kebijakan
pengendalian
pencemaran air sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 21 :
(1) Kebijakan pengendalian pencemaran
air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19
merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari kebijakan pengelolaan
kualitas air.
(2) Ketentuan mengenai
kebijakan
pengelolaan kualitas air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Dalam
rangka
pengendalian
pencemaran air khususnya oleh air limbah
domestik, dapat dilakukan dengan langkahlangkah pencegahan pencemaran air
dengan beberapa cara antara lain adalah
pengurangan pencemaran dari sumbernya,
dan pengolahan air limbah.
Pencegahan
dari
sumber-sumber
timbulan limbah adalah merupakan langkah
yang sangat efektif dalam pencegahan
pencemaran air. Penerapan peraturan dan
penetapan tata gunalahan yang tepat serta
pencegahan terjadinya erosi merupakan
langkah kongkret dalam penurunan tingkat
pencemaran air permukaan akibat limpahan
bahan padat dari daratan sepanjang sisi
sungai atau sumber air permukaaan lainnya.
Pencegahan pencemaran di industri
dapat dilakukan dengan penerapan progam
produksi bersih yakni penerapan teknik dan
manajemen yang menekan timbulnya
limbah cair dengan cara penggunaan dan
penggantian material bahan produksi ke
bahan yang memungkinkan produksi limbah
sekecil mungkin, mengubah proses inti
produksi maupun proses pendukung
menjadi
proses yang
menggunakan
teknologi
atau
cara
yang
mampu
memperkecil timbulnya limbah, dan apabila
limbah terlanjur dihasilkan maka langkah
yang diambil adalah menggunakannya
kembali (reuse), mendaur ulang limbah
tersebut menjadi bahan material untuk
Santoso A., 2017
kegiatan
lain
(recycle).
Langkah
pengurangan limbah dari sumbernya akan
memberikan dampak yang sangat signifikan
terhadap timbulan/produksi air limbah.
Jika pengurangan air limbah dari
sumbernya sudah dilakukan secara optimal,
maka air limbah yang terpaksa tetap
dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
Tujuan pengolahan air limbah ini adalah
untuk mengurangi kandungan pencemar air
sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan
bentuk yang lebih sederhana dan aman jika
terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan.
Untuk air limbah yang berasal dari
aktivitas domestik dimana kandungan zat
organik merupakan zat yang paling dominan
terkandung didalamnya, pengolahan yang
dapat dilakukan dapat berupa teknologi
yang sederhana dan murah seperti
pengolahan air limbah individual sampai
pada pengolahan air limbah komunal
menggunakan teknologi pengolahan yang
mutakhir.
IV. ARAH PENGEMBANGAN STRATEGI
PENGELOLAAN
AIR
LIMBAH
DOMESTIK
Ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan untuk penurunan beban polutan
organik akibat kegiatan domestik yaitu
antara lain:
4.1. Strategi Optimasi Pengelolaan Air
Limbah Domestik Sistem Setempat
(On-Site)
Berdasarkan hasil studi (JICA,1990),
beban polutan organik (BOD) yang berasal
dari air limbah rumah tangga (domestik)
rata–rata adalah rata-rata adalah 33,4 gram
BOD/orang. hari yakni terdiri dari dari
limbah toilet 10,5 gram BOD/orang.hari
(31,44%) dan limbah non toilet 22,9 gram
BOD/orang.hari (68,56%). Jika pemerintah
dapat mencegah masyarakat agar tidak
buang air besar (BAB) sembarangan atau
dengan kata lain masyarakat membuang air
limbah toilet ke dalam sistem IPAL individual
maka secara garis besar dapat menurunkan
beban polutan organik sekitar 31,44%.
67
Sistem penbuangan air limbah yang
umum digunakan masyarakat yakni air
limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke
dalam tangki septik dan air limpasan dari
tangki septik diresapkan ke dalam tanah
atau dibuang ke saluran umum. Sedangkan
air limbah non toilet yakni yang berasal dari
mandi, cuci serta buangan dapur dibuang
langsung ke saluran umum. Jika hanya air
limbah toilet yang diolah dengan sistem
tangki septik dengan efisiensi pengolahan
65%, maka hanya 20,34% dari total beban
polutan organik yang dapat dihilangkan,
sisanya 79,66% masih terbuang keluar. Hal
ini secara umum dapat diterangkan seperti
pada Gambar 1.
Jika
pemerintah
daerah
(Kabupaten/Kota) membuat regulasi agar
seluruh air limbah domestik rumah tangga
baik air limbah toilet maupun air limbah non
toilet harus diolah dengan unit pengolahan
air limbah di tempat (on site treatment),
selanjutnya air olahannya dibuang ke
saluran umum, maka Jika efisiensi
pengolahan “On site treatment“ rata-rata
90%, maka hanya tinggal 10% dari total
beban polutan (3,34 gram BOD/orang.hari)
yang masih terbuang keluar. Sistem
pembuangan air limbah dengan sistem “on
site treatmet ”secara sederhana ditunjukkan
seperti pada Gambar 2. Beberapa contoh
teknologi pengolahan air limbah rumah
tangga dengan sistem “ On Site Treatment “
antara lain adalah teknologi biofilter baik
anaerob, aerob ataupun kombinasi anaerobaerob, Sistem modifikasi lumpur aktif
(modified activated sludge) dan lainnya.
Yudo, S., 2017
Gambar 1 : Sistem Pengelolaan Air Limbah
Rumah Tangga Yang Banyak Digunakan
Saat Ini.
(6) Pengolahan air limbah rumah tangga
(air limbah toilet dan air limbah non
toilet) dengan IPAL individual atau
semi-komunal misalnya dengan proses
biofilter anaerob atau kombinasi
anaerob dan aerob.
Salah satu Contoh IPAL Semi-Komunal
dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
dapat dilihat pada Gambar 3.
4.2
Gambar 2 : Pengolahan Air Limbah
Domestik Dengan Sistem “On Site
Treatment “.
Sistem tersebut dapat diaplikasikan
untuk tiap-tiap rumah tangga maupun semi
komunal
yakni
beberapa
rumah
menggunakan satu unit alat pengolahan air
limbah.
Strategi ini dapat dilakukan secara
efektif apabila didukung oleh partisipasi
masyarakat. Dalam hal ini Pemerintah
Daerah (Kabupaten/Kota) perlu membuat
suatu regulasi atau aturan yang mewajibkan
mengolah air limbah toilet maupun air limbah
non toilet sebelum dibuang ke saluran
umum, membuat petunjuk teknis maupun
petunjuk pelaksanaan di lapangan, serta
mekanisme
pengawasannya.
Dengan
strategi ini pemerintah juga perlu melakukan
sosialisasi secara terus menerus dan
sistematis agar pelaksanaan program dapat
berjalan dengan baik.
Arah pengembangan strategi ini
meliputi antara lain:
(1) Mencegah penduduk atau masyarakat
Buang Air Besar (BAB) sembarangan
atau langsung ke sungai/badan air.
(2) Optimalisasi
pemanfaatan
IPLT
terbangun.
(3) Peningkatan pelayanan penyedotan
lumpur tinja melalui peningkatan
kapasitas armada.
(4) Peningkatan
kapasitas
Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
(5) Pengembangan
program
Sanitasi
Berbasis Masyarakat (SANIMAS) dll.
68
Strategi Pengelolaan Air Limbah
Domestik
Dengan
Cara
Pengembangan Selektif Sistem
Terpusat (Off-Site)
Strategi ini merupakan transformasi
pengembangan sistem pengelolaan air
limbah secara setempat menjadi sistem
terpusat. Strategi ini dilakukan jika daya
dukung sungai atau badan air penerima
sudah mendekati maksimum sesuai dengan
kelas peruntukannya.
Santoso A., 2017
Air Limbah
Ruang
Biofilter
Aerob
Air Olahan
Gambar 3 : Contoh IPAL Semi-Komunal
Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Kapasitas 6 m3 per Hari.
Jika dengan cara pengembangan
sistem pengelolaan air limbah secara on site
beban polutan dari air limbah domestik
sudah mendekati daya dukung sungainya
atau badan air penerimanya maka harus
dilakukan strategi dari sistem on site ke
sistem off site sesuai dengan priotitas yang
telah ditetapkan.
Untuk melaksanakan strategi tersebut
perlu pemilihan teknologi yang tepat sesuai
dengan kualitas air limbah domestik yang
akan diolah serta kualitas air olahan yang
diharapkan, serta sesui dengan kondisi
sosial ekonomi masyarakatnya.
Arah pengembangan strategi ini
meliputi antara lain:
a. Optimalisasi
pemanfaatan
IPLT
terbangun.
b. Peningkatan pelayanan penyedotan
lumpur tinja melalui :
• Peningkatan kapasitas armada.
• Peningkatan kapasitas IPLT.
c. Pengembangan program sanitasi
berbasis masyarakat (SANIMAS).
d. Pengembangan sistem terpusat skala
kawasan
pada
daerah-daerah
prioritas.
e. Pada strategi ini transformasi dari
sistem setempat menjadi sistem
terpusat
akan
dimulai
secara
kawasan demi kawasan.
Salah satu Contoh IPAL Komunal berbasis
masyarakat dengan proses Biofilter Anaerob
dapat dilihat pada Gambar 4.
69
Gambar 4 : Contoh IPAL Komunal Berbasis
Masyarakat (Sanimas) Dengan Proses
Biofilter Anaerob.
4.3
Strategi Pengelolaan Air Limbah
Domestik Dengan Cara
Pengembangan Agresif Sistem
Terpusat (Off-Site)
Strategi ini dilakukan apabila daya
dukung sungai atau standar peruntukan
sungai sesuai dengan kelasnya sudah
terlampaui dan kepadatan penduduknya
sangat tinggi sehingga pelaksanaan
pengelolaan air limbah domestik secara
individual sulit atau tidak dapat dilakukan.
Oleh karena itu penurunan beban polutan air
limbah domestik dilakukan dengan cara
pengolahan air secara terpusat dengan
sistem perpipaan dengan menggunakan
teknologi pengolahan air limbah dengan
efisiensi
yang
lebih
tinggi.
Arah
pengembangan strategi ini meliputi antara
lain yakni mengembangkan sarana dan
prasarana Air Limbah terpusat skala kota.
Strategi ini berarti sistem on-site akan
ditinggalkan secara masif.
Salah satu Contoh IPAL perkotaan
terpusat dengan proses Rotating Biological
Contactor (RBC) dapat dilihat pada Gambar
5.
Yudo, S., 2017
Gambar 5 : Contoh IPAL Perkotaan
Terpusat Dengan Proses RBC.
4.4
Strategi Pengelolaan Air Limbah
Domestik Dengan Cara
Pengembangan Dengan Teknologi
Maju
Arah pengembangan strategi ini
merupakan strategi pengembangan tingkat
advance (lanjutan). Arah pengembangan ini
merupakan
gambaran
kondisi
permasalahan pencemaran air limbah telah
demikian serius, sementara hambatan untuk
mengembangkan
sarana
prasarana
konvensional sudah tidak memungkinkan
dan tidak efektif.
V.
BAKU
MUTU
DOMESTIK
AIR
LIMBAH
Baku mutu air limbah domestik di
Indonesia secara nasional mengacu kepada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.68 Tahun 2016
Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
(Annonim-7, 2016).
Dalam Keputusan ini yang dimaksud
dengan air limbah domestik adalah air
limbah yang berasal dari aktivitas hidup
sehari-hari manusia yang berhubungan
dengan pemakaian air. Beberapa kegiatan
domestik tersebut antara lain rumah susun,
penginapan, asrama, pelayanan kesehatan,
rumah
makan,
balai
pertemuan,
permukiman, industri, IPAL Kawasan, IPAL
permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan,
bandara, stasiun kereta api, terminal dan
lembaga pemasyarakatan.
Baku Mutu Air Limbah Domestik
70
sesuai dengan Peraturan Menteri LHK
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Di dalam Peraturan Menteri LHK
tersebut menyatakan setiap usaha dan/atau
kegiatan yang menghasilkan air limbah
domestik wajib melakukan pengolahan air
limbah domestik yang dihasilkannya.
Pengolahan air limbah domestik secara
tersendiri, tanpa menggabungkan dengan
pengolahan air limbah dari kegiatan lainnya,
atau terintegrasi melalui penggabungan air
limbah dari kegiatan lainnya ke dalam satu
sistem pengolahan air limbah.
Tabel 2 : Baku Mutu Air Limbah Domestik
PerMen LHK Nomor :
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
Parameter
Satuan
Kadar
Maksimum*
-
6-9
BOD
mg/l
30
COD
mg/l
100
TSS
mg/l
30
Minyak dan
Lemak
mg/l
5
Amoniak
mg/l
10
Total Coliform
Jumlah/100
ml
3000
Debit
L/orang/hari
100
pH
Keterangan :
*) Rumah susun, penginapan, asrama,
pelayanan kesehatan, rumah makan,
balai pertemuan, permukiman, industri,
IPAL Kawasan, IPAL permukiman, IPAL
perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun
kereta api, terminal dan lembaga
pemasyarakatan
Jika pengolahan air limbah domestik
dilakukan secara tersendiri maka air
olahannya wajib memenuhi baku mutu air
limbah domestik sebagaimana tercantum
pada Tabel 2. Jika pengolahan air limbah
domestik secara terintegrasi maka wajib
memenuhi baku mutu air limbah yang
dihitung berdasarkan ketentuan sebagai
berikut :
Santoso A., 2017
1) Debit air limbah paling tinggi :
Debit air limbah paling tinggi adalah
jumlah debit tertinggi air limbah domestik
senyatanya (bila ada) atau berdasarkan
prakiraan dari rnasing-masing kegiatan dan
air limbah dari kegiatan lainnya, seperti
yang dinyatakan dalam persamaan berikut
:
Q max 1 Qi ...Q max
m
Keterangan :
Qmax : Debit air limbah paling
satuan
tinggi, dalam
m3/waktu.
Qi
: Debit air limbah domestik
paling tinggi dari kegiatan
i,dalam satuan m3/waktu.
Qm
: Debit air limbah paling
tinggi dari kegiatan m,
dalam satuan m3/ waktu.
2) Kadar air limbah gabungan paling tinggi
:
Penentuan kadar paling tinggi pada
parameter yang sama dapat ditentukan
dengan cara sederhana, yaitu dengan
menggunakan metoda neraca massa
dengan perhitungan sebagai berikut:
C max 1.
n
𝐶1 𝑄𝑖+𝐶𝑛𝑄𝑛
𝑄𝑖+𝑄𝑛
Keterangan :
Cmax : kadar paling tinggi setiap
parameter, dalam satuan
mg/I.
: Kadar paling tinggi setiap
C
parameter dalam baku
mutu air limbah
domestik untuk kegiatan
i, dalam satuan mg/I.
: Debit paling tinggi air
Q
limbah domestik
kegiatan i, dalam satuan
m3/waktu.
: Kadar paling tinggi setiap
Cn
parameter dalam baku
mutu air limbah untuk
kegiatan n, dalam satuan
71
Qn
mg/I.
: Debit paling tinggi air
limbah kegiatan n, dalam
satuan m3/waktu.
Untuk kadar parameter yang berbeda
maka :
a) Parameter dari salah satu kegiatan lain
yang tidak diatur di dalam baku mutu air
limbah domestik (Tabel 2), maka
parameter
tersebut
wajib
ditambahkan dalam baku mutu air
limbah yang ditetapkan dalam izin.
b) Dalam hal terdapat parameter yang
sama dari beberapa
kegiatan lain
yang tidak diatur di dalam baku mutu air
limbah domestik, maka parameter
tersebut wajib ditambahkan dalam
baku mutu air limbah yang ditetapkan
dalam izindengan kadar yang paling
ketat.
Beberapa persyaratan teknis yang harus
dilakukan terhadap instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) domestik antara lain :
a. Menjamin
seluruh
air
limbah
domestik yang dihasilkan masuk ke
instalasi pengolahan air limbah
domestik;
b. Menggunakan instalasi pengolahan
air limbah domestik dan saluran air
limbah domestik kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah
domestik ke lingkungan;
c. Memisahkan saluran pengumpulan
air limbah domestik dengan saluran
air hujan;
d. Melakukan pengolahan air limbah
domestik, sehingga mutu air limbah
domestik yang dibuang ke sumber
air tidak melampaui baku mutu air
limbah domestik;
e. Tidak melakukan pengenceran air
limbah domestik ke dalam aliran
buangan air limbah domestik;
f. Menetapkan titik penaatan untuk
pengambilan contoh uji air limbah
domestik dan koordinat
titik
penaatan; dan
g. Memasang alat ukur debit atau laju
Yudo, S., 2017
alir air limbah domestik
penaatan.
di titik
Terhadap pengolahan air limbah
domestik, wajib dilakukan pemantauan
untuk mengetahui pemenuhan ketentuan
baku mutu air limbah. Hasil pemantauan
IPAL domestik disusun secara tertulis yang
mencakup antara lain : catatan air limbah
domestik yang diproses harian, catanan
debit, pH harian, dan hasil analisa
laboratorium yang dilakukan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Hasil pemantauan tersebut harus
dilaporkan secara berkala paling sedikit 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada
Bupati atau Walikota dengan tembusan
Gubernur, Menteri dan instansi
terkait
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Setiap usaha dan/atau kegiatan
pengolahan air limbah domestik, wajib
memiliki prosedur operasional standar
pengolahan air limbah domestik dan sistem
tanggap darurat. Dalam hal terjadi
pencemaran akibat kondisi tidak normal,
penanggung-jawab
usaha
dan/atau
kegiatan pengolahan air limbah domestik
wajib melaporkan dan menyampaikan
kegiatan penanggulangan pencemaran
kepada Bupati atau Walikota, dengan
tembusan kepada Gubernur dan Menteri
paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh
empat) Jam.
Dalam hal setiap usaha dan/atau
kegiatan yang menghasilkan air limbah
domestik tidak mampu mengolah air limbah
domestik yang dihasilkannya, pengolahan
air
limbah domestik wajib diserahkan
kepada pihak lain yang usaha dan/atau
kegiatannya mengolah air limbah domestik.
Pihak lain yang usaha dan/atau kegiatannya
mengolah air limbah domestik tersebut wajib
memiliki
izin
lingkungan
dan
izin
pembuangan air limbah.
Pemerintah Daerah provinsi dapat
menetapkan baku mutu air limbah domestik
daerah yang lebih ketat. Dalam menetapkan
baku mutu air limbah domestik yang lebih
ketat, Pemerintah Daerah provinsi wajib
melakukan kajian ilmiah yang memuat
72
paling sedikit : ketersediaan teknologi paling
baik yang ada untuk mengolah air limbah
domestik; karakteristik air limbah domestik,
daya tampung beban pencemaran air dan
alokasi beban pencemaran air, dan nilai
baku mutu air limbah domestik baru.
Baku mutu air limbah domestik nasional
yang sebelumnya di tentukan berdasarkan
Kepmen LH Nomor
122 Tahun 2003
(Annonim-8, 2003) yang hanya mencakup 4
(empat) parameter yakni pH 6-9, BOB
maksimum 100 mg/l, TSS maksimum 100
mg/l, dan minyak/lemak maksimum 10 mg/l.
Dengan adanya baku mutu air limbah
domestik yang baru (Permen KLHK No. P.68
Tahun 2016 ini, maka setiap pemerintah
propinsi yang telah menetapkan baku mutu
air limbah domestiknya harus menyesuaikan
dengan baku mutu yang baru. Selain itu
dengan keluarnya baku mutu air limbah
domestik yang baru yang lebih ketat dari
baku mutu sebelumnya, maka akan
berdampak terhadap teknologi pengolahan
air limbah domestik.
Dengan adanya parameter amoniak di
dalam baku mutu air limbah domestik yang
baru yakni maksimum 10 mg/l, maka
pengolahan air limbah domestik tidak dapat
dilakukan dengan hanya menggunakan
proses
anaerobik,
karena
untuk
menurunkan konsentrasi amoniak hanya
dapat dilakukan dengan proses aerobik,
atau kombinasi proses anaerob dan aerob.
Selain itu, dengan adanya parameter total
coliform di dalam baku mutu air limbah
domestik yang baru yakni maksimum 100
MPN /100 ml, maka pengolahan air limbah
domestik harus dilengkapi dengan proses
disinfeksi. Hal ini akan menyebabkan biaya
operasional IPAL akan menjadi lebih mahal.
VI
KESIMPULAN
Seperti telah diuraikan diatas terdapat
beberapa permasalahan utama dalam
pengelolaan air limbah domestik di
Indonesia antara lain seperti masih
lemahnya fungsi kelembagaan di daerah
yang melakukan pengelolaan air limbah
permukiman serta masih terbatasnya
sumber pendanaan pemerintah untuk
Santoso A., 2017
investasi maupun pengembangan pengolahan
air limbah saat ini. Hal ini membuat upaya
pengendalian
dan
penanggulangan
pencemaran lingkungan masih berjalan
ditempat. Untuk meningkatkan akselerasi
upaya tersebut diperlukan kebijakan dan
strategi yang betul-betul matang untuk
dilaksanakan khususnya dalam melakukan
penguatan
kelembagaan
serta
peningkatan kapasitas SDM pengelola air
limbah permukiman serta meningkatkan
pembiayaan pembangunan prasarana dan
sarana
pengolahan
air
limbah
permukiman. Selain itu upaya pemerintah
dalam
melakukan
langkah-langkah
pencegahan terjadinya pencemaran air
perlu ditingkatkan, serta didukung dengan
sanksi penegakan hukum harus terus
diperkuat.
Dalam menangani pencemaran air
limbah domestik maupun industri, BPPT
telah
mengembangkan
teknologi
pengolahan air limbah, baik untuk air limbah
domestik maupun industri dengan proses
biofilter
kombinasi
anaerob-aerob.
Keunggulan dari teknologi ini antara lain
adalah pengelolaannya sangat mudah,
biaya operasinya lebih rendah dibandingkan
dengan proses konvensional, lumpur yang
dihasilkan sedikit, dan energi listrik yang
diperlukan relatif kecil. Teknologi tersebut
dapat digunakan untuk menangani air
limbah dengan beban polutan yang cukup
besar serta dapat menghilangkan padatan
tersuspensi dengan baik (>90%). Demikian
pula, konsentrasi BOD, COD, dan amoniak
juga dapat diturunkan secara signifikan
(Said, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Annonim-0, 2000. Resolution Adopted By
The General Assembly. 55/2.
United Millennium Declaration.
Available
from
http://www.un.org/millennium/decla
ration/ares552e.htm
Annonim-1, 2008. Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umu m
No.:
16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan
73
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan
Air
Limbah
Permukiman (KSNP-SPALP).
Annonim-2, 2008. Lampiran Peraturan
Menteri Pekerjaan Umu m No.:
16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan
Sistem
Pengelolaan
Air
Limbah
Permukiman (KSNP-SPALP).
Annonim-3, 2009. Undang-undang RI
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Annonim-4, 2001. Peraturan Pemerintah
RI Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Annonim-5, 2005. Peraturan Pemerintah
RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
Annonim-6, 2010. Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 01
Tahun 2010 Tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air.
JICA, 1990. The Study On Urban Drainage
and Waste Water Disposal Project
In The City Of Jakarta, JICA (Japan
Internasional Cooperation Agency).
Annonim-7, 2016. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
Tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik.
Annonim-8, 2003. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 112
Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik.
Said, N.I., 2008. Pengolahan Air Limbah
Domestik di DKI Jakarta. PTL-BPPT.
Bab 8-170.
Yudo, S., 2017
LAMPIRAN :
Tabel 1 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
PARAMETER
SATUAN
KELAS
I
II
III
IV
oC
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 5
mg/ L
1000
1000
1000
2000
KETERANGAN
FISIKA
Tempelatur
Residu Terlarut (TDS)
Residu Tersuspensi
(SS)
mg/L
50
50
400
Deviasi temperatur dari
keadaan almiahnya
400
Bagi pengolahan air
minum secara
konvesional, residu
tersuspensi 5000 mg/ L
KIMIA ANORGANIK
pH
BOD
COD
DO
Total Fosfat sbg P
NO3 sebagai N
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
6-9
6-9
6-9
5-9
Apabila secara alamiah di
luar rentang tersebut,
maka ditentukan
berdasarkan kondisi
alamiah
2
10
6
0,2
10
3
25
4
0,2
10
6
50
3
1
20
12
100
0
5
20
Angka batas minimum
Bagi perikanan,
kandungan amonia bebas
untuk ikan yang peka
0,02 mg/L sebagai NH3
NH3-N
mg/L
0,5
(-)
(-)
(-)
Arsen
Kobalt
Barium
Boron
Selenium
Kadmium
Khrom (VI)
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,05
0,2
1
1
0,01
0,01
0,05
1
0,2
(-)
1
0,05
0,01
0,05
1
0,2
(-)
1
0,05
0,01
0,05
1
0,2
(-)
1
0,05
0,01
0,01
Tembaga
mg/L
0,02
0,02
0,02
0,2
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Mangan
Air Raksa
mg/L
mg/L
0,1
0,001
(-)
0,002
(-)
0,002
(-)
0,005
Seng
mg/L
0,05
0,05
0,05
2
Khlorida
Sianida
mg/l
mg/L
600
0,02
(-)
0,02
(-)
0,02
(-)
(-)
Kebijakan Dan Strategi… JRL. Vol. 10 No. 2, Desember – 2017 : 58 - 76
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Cu 1
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Fe 5
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Pb 0,1
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Zn
mg/L
74
Fluorida
mg/L
0,5
1,5
1,5
(-)
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, NO2_N 1
mg/L
Nitrit sebagai N
mg/L
0,06
0,06
0,06
(-)
Sulfat
mg/L
400
(-)
(-)
(-)
Khlorin bebas
mg/L
0,03
0,03
0,03
(-)
Belereng sebagai H2S
mg/L
0,002
0,002
0,002
(-)
MIKROBIOLOGI
Fecal coliform
jml/100 ml
100
1000
2000
2000
-Total coliform
jml/100 ml
1000
5000
10000
10000
Bq /L
Bq /L
0,1
1
0,1
1
0,1
1
0,1
1
ug /L
ug /L
ug /L
1000
200
1
1000
200
1
1000
200
1
(-)
(-)
(-)
ug /L
ug /L
ug /L
ug /L
ug /L
210
17
3
2
18
210
(-)
(-)
2
(-)
210
(-)
(-)
2
(-)
(-)
(-)
(-)
2
(-)
ug /L
ug /L
ug /L
ug /L
56
35
1
5
(-)
(-)
4
(-)
(-)
(-)
4
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
-RADIOAKTIVITAS
- Gross-A
- Gross-B
KIMIA ORGANIK
Minyak dan Lemak
Deterjen sebagai MBAS
Senyawa Fenol
sebagai Fenol
BHC
Aldrin / Dieldrin
Chlordane
DDT
Heptachlor dan
heptachlor epoxide
Lindane
Methoxyclor
Endrin
Toxaphan
Bagi ABAM tidak
dipersyaratkan
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, S sebagai
H2S <0,1 mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, fecal
coliform 2000 jml /
100 ml dan total
coliform 10000
jml/100 ml
Sumber : PP 82/2001
Keterangan :
mg= miligram ug= mikrogram ml= militer L= liter
Bq= Bequerel
MBAS = Methylene Blue Active Substance.
ABAM = Air Baku untuk Air Minum.
Logam berat merupakan logam terlarut.
Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO.
Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.
Nilai DO merupakan batas minimum.
Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan.
Tanda adalah lebih kecil atau sama dengan.
Tanda < adalah lebih kecil.
75
Yudo, S., 2017