IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH
KABUPATEN GRESIK NOMOR 23 TAHUN
2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
(Studi Pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik)
TESIS
INDIRA
ARUNDINASARI
NIM. 166030101111036
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2019
viii
ix
Riwayat Hidup
x
Indira Arundinasari, Lahir pada tanggal 21 Mei 1993 di Kabupaten Gresik.
Merupakan anak 1 (pertama) dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Bapak Sukri
dan Ibu Dharma Setyani. Memulai pendidikan Formal pada tahun 1999 di SDNU
1 Trate Gresik, yang kemudian pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 3 Gresik dan di tahun 2008 melanjutkan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kebomas. Pada Tahun 2011 mulai
menempuh jenjang pendidikan S1 (Sarjana) pada Fakultas Ilmu Administrasi,
Jurusan Administrasi Pubik di Universitas Brawijaya Malang, yang kemudian di
tahun 2016 melanjutkan pada jenjang S2 (Magister) di Fakultas Ilmu Administrasi,
Jurusan Ilmu Administrasi Publik, dengan kekhususan minat Kebijakan Publik
pada Universitas Brawijaya Malang.
Malang,
Penulis
Indira Arundinasari
xi
RINGKASAN
Indira Arundinasari, 2019, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor
23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik),
Dr. Muhammad Makmur,MS , Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP, M.AP, MMG.
Otonomi Daerah menjadikan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber keuangan
untuk pengelolaan daaerahnya sendiri agar meminimalisir ketergantungan terhadap
pemerintah pusat adalah syarat dalam sistem pemerintahan negara. Sumber Pendapatan
Asli Daerah adalah berasal dari Pajak Daerah; Retribusi Daerah; Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pengertian retribusi daerah, adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan, ini diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga
diharapkan adanya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah dari sektor perizinan retribusi derah yang dikelola oleh DPMPTSP sebagai instansi pemerintah yang betugas menjalankan kebijakan mengenai
Retribusi Daerah perizinan mendirikan bangunan. Masyarakat mendapatkan manfaat dari
retribusi mendirikan bangunan ini karna legalitas dan kepastian hukum yang lebih terjamin
atas bangunan masyarakat dengan adanya dukungan seperti perbaikan sistem informasi
dari internal DPM-PTSP atau eksternal masyarakat yang mempunyai sumbangsih saran
dan masukan kepada instansi. Sehingga realisasi dari implementasi peraturan daerah
nomor 23 tahun 2004 ini cenderung mengalamai kenaikan yang cukup signifikan.
Kata Kunci: Implementasi, kebijakan publik, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
SUMMARY
xii
Indira Arundinasari, 2019, Implementation Of Regional Regulation Of Gresik District
Number 23 Of 2004 Concerning Retribution Of License To Establish Building
(Study of Investment Agency and One-Door Integrated Service of Gresik Regency),
Dr. Muhammad Makmur, MS , Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP, M.AP, MMG.
Regional Autonomy makes Regional Income as a financial source for the
management of its own area so as to minimize dependence on the central government is
a requirement in the state government system. Sources of Regional Income are derived
from Regional Taxes; Regional Retribution; Results of Management of Separate Regional
Wealth and Others Legitimate Local Revenues. Law No. 28 of 2009, the definition of
regional retribution, is regional levies as payment for services or the granting of certain
permits specifically provided and / or given by local governments for the benefit of
individuals or entities, this is regulated in Gresik District Regulation Number 23 of 2004
about Building Permit Levy so that it is expected that there will be an increase in Regional
Income from the regional levies licensing sector managed by DPM-PTSP as a government
agency that is responsible for implementing the Regional Levies licensing policy for building
construction. Communities benefit from retribution to build this building because legality
and legal certainty are more secure for community buildings with the support of
improvements to information systems from internal DPM-PTSP or external communities
that have contributions and suggestions to agencies. So that the realization of the
implementation of regional regulation number 23 of 2004 tends to experience a significant
increase.
Keywords: Implementation, Public Policy, Building Permit Levies
KATA PENGANTAR
xiii
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena
rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal tesis
dengan judul “Implementasi Pertauran Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23
Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik)”.
Dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam IV
(empat) BAB yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, analisa social
setting, dan metode penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan penulis dalam
menyelesaikan proposal tesis ini. Oleh Karena itu, penulis mengaharapkan kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan sehingga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan menjadi bahan belajar bagi
penelitian lain yang akan melakukan penelitian serupa.
Malang, Juni 2019
Penulis,
Indira Arundinasari
DAFTAR ISI
xiv
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN TESIS
ii
PENYATAAN ORISINALITAS TESIS
iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................................iv
RINGKASAN
v
SUMMARY
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
............................................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah
............................................................................................................
.12
1.3
Tujuan Penelitian
............................................................................................................
.12
1.4
Manfaat Penelitian
............................................................................................................
xv
.13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
15
2.2
Kebijakan Publik
............................................................................................................
30
2.2.1 Konsep Kebijakan Publik
30
2.2.2 Implementasi Kebijakan
34
2.3
Otonomi Daerah
47
2.3.1 Pendapatan Asli Daerah
...................................................................................................
49
2.4
Perizinan
50
2.4.1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
53
2.4.2 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
53
BAB III ANALISA GAMBARAN SOSIAL PENELITIAN
3.1
Gambaran Umum Kabupaten Gresik………………………………
............................................................................................................
57
3.2
Gambaran Umum DPM-PTSP
..........................................................................................................
62
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
....................................................................................................
xvi
68
4.2
Fokus Penelitian
..........................................................................................................
69
4.3
Lokasi dan Situs Penelitian
..........................................................................................................
71
4.4
Jenis dan Sumber Daya
..........................................................................................................
72
4.5
Teknik Pengumpulan Data
..........................................................................................................
76
4.6
Instrumen Penelitian
..........................................................................................................
82
4.7
Analisis Data
..........................................................................................................
82
4.8
Keabsahan Data
..........................................................................................................
86
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
............................................................................................................
91
5.1.1 Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan
..........................................................................................
91
5.1.1.1 Konten Kebijakan
...................................................................................................
xvii
108
1. Kepentingan Kelompok Sasaran
........................................................................................
108
2. Tipe Manfaat
........................................................................................
123
3. Derajat Perubahan yang diinginkan
........................................................................................
125
4. Letak Pengambilan Keputusan
........................................................................................
128
5. Pelaksana Program
........................................................................................
130
6. Sumber Daya yang dilibatkan
........................................................................................
131
5.1.1.2 Konteks Kebijakan
138
1. Kekuasaan, kepentingan dan Strategi Aktor yang
Terlibat
...................................................................................
138
2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
...................................................................................
140
3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari
Pelaksana
...................................................................................
142
5.1.1.3 Hasil Implementasi
143
1. Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok
...............................................................................
143
2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat
...............................................................................
145
5.1.2 Faktor Pendukung dan Penghambat
147
5.1.2.1 Faktor Pendukung
147
1. Dukungan dan Komitmen yang Kuat dari Pimpinan
...................................................................................
147
2. Kerjasama Antar Staff Pegawai yang Terjalin Baik
...................................................................................
149
3. Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan
Penanaman Modal
...................................................................................
151
4. Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan
Masyarakat
...................................................................................
152
5.1.2.2 Faktor Penghambat
154
1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan
...................................................................................
155
2. Keterbatasan SDM yang menangani
...................................................................................
158
3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat
tentang Retribusi IMB
...................................................................................
158
4. Adanya Praktek Perizinan Ilegal (calo) di
DPM-
PTSP Kabupaten Gresik
...................................................................................
165
5.1.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Perda Nomor 23
Tahun 2004 tentang Retribusi IMB
...................................................................................................
167
5.2
Pembahasan
175
5.2.1 Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan
...................................................................................................
175
5.2.1.1 Konten Kebijakan
...................................................................................................
180
1. Kepentingan Kelompok Sasaran
180
2. Tipe Manfaat
182
3. Derajat Perubahan yang diinginkan
184
4. Letak Pengambilan Keputusan
185
5. Pelaksana Program
187
6. Sumber Daya yang dilibatkan
188
5.2.1.2 Konteks Kebijakan
...................................................................................................
189
1. Kekuasaan, kepentingan dan Strategi Aktor yang
Terlibat
...................................................................................
189
2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
...................................................................................
190
3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari
Pelaksana
...................................................................................
191
5.2.1.3 Hasil Implementasi
192
1. Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok
...............................................................................
192
2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat
...............................................................................
194
5.2.2 Faktor Pendukung dan Penghambat
195
5.2.2.1 Faktor Pendukung
195
1. Dukungan dan Komitmen yang Kuat dari Pimpinan
...............................................................................
195
2. Kerjasama Antar Staff Pegawai yang Terjalin Baik
...............................................................................
197
3. Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan
Penanaman Modal
...................................................................................
198
4. Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan
Masyarakat
200
5.2.2.2 Faktor Penghambat
...............................................................................
201
1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan
...............................................................................
201
2. Keterbatasan SDM Yang Menangani
203
3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat
tentang Retribusi IMB
205
4. Adanya Praktek Perizinan Ilegal (calo) di DPM-PTSP
208
5.2.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Perda Nomor 23
Tahun 2004 tentang Retribusi IMB
210
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan....................................................................................................214
6.2 Saran
217
DAFTAR PUSTAKA
219
LAMPIRAN
223
57
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1
Ringkasan Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017
...............................................................................................................
8
1.2
Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain
...............................................................................................................
9
2.1
Penelitian Terdahulu
...............................................................................................................
24
5.1
Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017
...............................................................................................................
93
5.2
PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011-2015
...............................................................................................................
95
5.3
Rekapitulasi Penerbitan Izin DPM-PTSP Kabupaten Gresik
...............................................................................................................
97
5.4
Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain
...............................................................................................................
104
5.5
Penjelasan Persyaratan Administrasi
...............................................................................................................
119
5.6
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Gresik
...............................................................................................................
127
5.7
Struktur Organisasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik
57
58
...............................................................................................................
135
5.8
Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan
...............................................................................................................
159
5.9
Rencana dan Realisasi Investasi Kabupaten Gresik Tahun 2010-2015
...............................................................................................................
168
5.10
Capaian Target Kinerja DPM-PTSP Kabupaten Gresik
...............................................................................................................
170
5.11
Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan
Tahun 2016-2019
...............................................................................................................
172
5.12
Rincian Pendapatan Dari Retribusi Daerah Tahun 2016
...............................................................................................................
174
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
Faktor yang mempengaruhi implementasi
59
kebijakan
2.2
46
Kerangka Penelitian
56
3.1
Lambang Kabupaten Gresik
61
3.2
Struktur Organisasi DPM-PTSP
65
4.1
Model Analisis Data Miles, Huberman dan Saldana
80
5.1
Alur Mekanisme Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
101
5.2
Forum Shareholders Investasi Untuk Evaluasi Pelaksanaan Penanaman
Modal di Ruang Rapat DPM-PTSP
105
5.3
Sosialisasi Terbuka dengan Masyarakat
112
5.4
Rumah Warga
115
5.5
Rumah Warga ber-IMB
117
5.6
Formulir Permohonan Legalisir IMB Rumah Tempat Tinggal
118
5.7
Surat Pernyataan Keabsahan Penggunaan Tanah, Kesanggupan
Memenuhi Ketentuam Teknis Serta Pertanggungjawaban Keandalan
Bangunan
121
5.8
Surat Persetujuan Tetangga
122
5.9
Website DPM-PTSP
159
5.10
Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan Masyarakat
153
6.1
Suasana antren perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP
224
60
6.2
Loket registrasi (Front Office) di DPM-PTSP
224
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah telah mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah dimana semua penyelenggaraan daerah yang pada awalnya diatur oleh
pusat, kini di serahkan langsung ke daerah otonom untuk mengatur potensinya
masing-masing untuk salah satunya peningkatan Pendapatan Asli Daerah .
Hubungan
antara
pusat
dan
daerah
dilaksanakan
bertujuan
dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat (8) menjelaskan bahwa “Desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan asas otonomi”. Berlakunya desentralisasi membuat
pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki peranan penting dalam
penyelenggaraan
proses
pemerintahan.
Pemerintah
mendesentralisasikan sebagian urusan pemerintah pusat
Daerah
kepada pemerintah
daerah berdasarkan asas otonomi. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 pasal 1 ayat (7) tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa:
“Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
61
berdasarkan otonomi daerah”.Otonomi daerah diberikan kepada daerah
bertujuan untuk melihat kemampuan daerah untuk dapat mengelola potensipotensi daerah yang kemungkinan dapat dikembangkan. Pemerintah daerah
sebagai penyelenggara dan penanggungjawab dalam pemerintahan harus
dapat menjadi wadah bagi aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah
diberikan hak otonom dari pemerintah pusat sebagai sarana untuk
melaksanakan tugasnya yaitu mengatur rumah tangga daerah”.
Melalui pelimpahan sebagian wewenang dari pusat kepada daerah tersebut,
pemerintah pusat dapat dikatakan memotivasi atau mendorong setiap daerah
untuk bisa lebih mengeksplorasi potensi daerahnya masing-masing, dengan
harapan daerah dapat lebih kreatif dan inovatif untuk terus membangun
daerahnya. Dengan kata lain, menurut Abidin (2012:101) bahwa:
“melalui otonomi daerah, urusan pemerintahan didekatkan kepada rakyat,
sehingga pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien. Menjadi lebih
efektif karena penyelenggaraan pemerintahan berlangsung dalam wilayah
yang lebih kecil, lebih memungkinkan penguasaan materi permasalahan
dan penampungan aspirasi masyarakat dalam proses perumusan
kebijakan. Semakin dekat kepada rakyat, semakin menghindari terjadinya
perumusan yang sia-sia karena rakyat dapat mengawasi jalannya
pemerintahan secara langsung”.
Melalui otonomi daerah inilah, pemerintah daerah kemudian mengeluarkan
peraturan berupa produk-produk kebijakan yang menjadi sebuah kebijakan publik
dalam lingkup daerah yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Jika dilihat
berdasarkan hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun
lokal, seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah Daerah/Provinsi, Keputusan Gubernur,
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, serta Keputusan Bupati/Walikota.
Suatu daerah mampu berotonomi dilihat dari kemampuan keuangan
daerah. Artinya, harus mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menggali
sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri
yang
cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya. Ketergantungan terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin
62
sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan
terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah
sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah berasal dari : (1) Pajak
Daerah; (2) Retribusi Daerah; (3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan dan, (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Oleh sebab itu,
PAD merupakan faktor penting dalam otonomi daerah. Dengan menggali berbagai
potensi pada suatu daerah diharapkan daerah dapat memanfaatkan potensi yang
ada
untuk
meningkatkan
pembangunan
daerahnya.
Konsekuensi
dari
pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, maka
daerah memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat.
Oleh karena itu, disamping fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia
layanan kepada masyarakat, adanya otonomi daerah otomatis menuntut
pemerintah daerah dalam hal menggali berbagai potensi daerah yang ada.
Menurut Sujamto dalam Sarundajang (2012:53) menyebutkan bahwa
tugas pokok pemerintah adalah melakukan pelayanan untuk masyarakat dan
melakukan pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
pula. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang mampu memenuhi standar
pelayanan yang ada sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu. Menurut
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dinyatakan bahwa ”Standar pelayanan
adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
63
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas,
cepat, mudah, terjangkau dan terukur”. Peningkatan pelayanan publik yang cepat,
tepat, dan murah adalah keinginan yang harus dipenuhi. Memberikan pelayanan
yang baik dan informatif memanglah harus dilakukan untuk kebaikan semua pihak,
baik pemberi layanan ataupun penerima layanan sehingga pelayanan dapat
berjalan secara efektif, cepat dan mudah.
Dalam prosesnya, kebijakan publik ini melalui berbagai tahap sebelum
diimplementasikan. Tahap tersebut menurut Dunn dalam Winarno (2007:32) yaitu
tahap penyusunan agenda kebijakan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi
kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi kebijakan. Tahaptahap tersebut memiliki kaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Namun,
tahap yang digarisbawahi adalah tahap penyusunan agenda kebijakan, tahap
formulasi dan tahap adopsi kebijakan adalah tahap yang menentukan
keberhasilan dari implementasi kebijakan. Pendapat Winarno tersebut berbanding
terbalik dengan pendapat Agustino (2016:129) yang mengatakan bahwa:
“implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
keseluruhan struktur kebijakan karena melalui prosedur inilah suatu
masalah publik dapat diselesaikan atau tidak”.
Kemudian, Huntington dalam Abidin (2012:145) menyebutkan bahwa:
“perbedaan yang paling penting antara satu negara dengan negara lain
tidak terletak pada bentuk ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan
negara itu untuk melaksanakan pemerintahan, dimana hal tersebut dapat
dilihat dalam kemampuan mengimplementasikan setiap keputusan atau
kebijakan yang dibuat”.
Implementasi kebijakan menurut Howlett dan Ramesh dalam Agustino
(2016:128) adalah menjalankan konten atau isi kebijakan kedalam aplikasi yang
diamanatkan oleh kebijakan itu sendiri. Kemudian, Grindle (2017) menyatakan
bahwa :
64
“untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan harus memperhatikan
variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan. Pehatian perlu diarahkan
karena melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat
berpartisipasi memberi kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan
organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan
berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi
pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada
sifatnya yang positif atau negatif”.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka peneliti mengacu pada model
implementasi kebijakan Marilee S.Grindle (2017) yang menjelaskan makna
implementasi kebijakan sebagai berikut:
“impementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan
publik yang merupakan pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara
mencapai tujuan ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Dengan demikian,
implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system” yang
menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu.
Implementasi kebijakan merupakan suatu fungsi dari implementasi
program dan berpengaruh terhadap pencapaian outcome‐ nya. Oleh
karena
itu studi terhadap proses implementasi kebijakan hampir selalu
menggunakan metode investigasi dan analisis dari aktivitas program.”
Salah satu hal dan hambatan yang harus diantisipasi dalam kebijakan
implementasi
adalah
komitmen
para
aparatur
untuk
memberikan
pelayanan.Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik
sering dikeluhkan karena tidak efisien, tidak efektif, tidak mampu melakukan halhal yang sesuai dan tepat, mudah dan tidak berbelit dalam segi waktu pelayanan
ataupun dalam penyampaian informasi-informasi tentang mekanisme pelayanan
maupun persyaratan dokumen-dokumen guna keperluan proses pelayanan yang
efektif, cepat, dan mudah sehingga masih banyaknya pengaduan yang dilakukan
oleh masyarakat sebagai bentuk rasa kurang dalam pelayanan publik.
Pelayanan penanaman modal dan perizinan yang dikelola oleh Badan
Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) yang berganti nama menjadi Dinas
65
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) merupakan
instansi pemerintah daerah yang bertugas sebagai pelayan publik maupun
lembaga pemerintah yang membantu bupati dalam melaksanakan sebagian tugas
pelayanan, memfasilitasi dan melakukan pembinaan di bidang penanaman modal
dan perizinan. Seperti halnya di Kabupaten Gresik, fungsi utama DPM-PTSP
Kabupaten Gresik adalah badan yang memberi pelayanan dan informasi perizinan
investasi.Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kepala DPM-PTSP dibantu
oleh sekretariat dan bidang-bidang, antara lain bidang pengembangan investasi
yang bertugas melaksanakan sebagian tugas penanaman modal dan perizinan di
bidang pengelolaan system informasi dan pengembangan kawasan. Selanjutnya
bidang pelayanan perizinan yang terdiri dari sub bidang pelayanan perizinan
penanaman modal dan sub bidang pelayanan perizinan non penanaman modal.
Bidang lain adalah bidang pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal
yang terdiri dari sub bidang pengawasan usaha dan sub bidang pengawasan
pemanfaatan lahan dan bangunan. Bidang kebijakan dan kerjasama yang terdiri
dari sub bidang kerjasama dan pengembangan iklim investasi dan sub bidang
pengembangan komunitas dan kemitraan.
Sesuai dengan bidang-bidang yang dijalankan di DPM-PTSP Kabupaten
Gresik sangat berkaitan dengan Iklim industri yang tinggi di Kabupaten Gresik
menjadikan jumlah investasi yang masuk juga sangat besar sehingga diperlukan
pelayanan yang prima terutama dalam hal perizinan investasi guna untuk
pengembangan investasi Kabupaten Gresik. tahun lalu. Menurut Faqih Usman
selaku Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Gresik Target investasi ditetapkan
pada tahun 2016 adalah sebesar Rp 27 triliun. tetapi Pencapaiannya cukup
memukau, yakni Rp 31 triliun. pemerintah dalam merespons fenomena bisnis dan
66
iklim industri yang sedang berkembang memang harus tanggap dan responsif
dalam menangkap peluang tersebut. Dengan begitu, investasi yang masuk ke
Gresik bisa menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Gresik. Salah satu bentuk dari bidang Penanaman Modal adalah izin mendirikan
bangunan (IMB). IMB berpotensi meningkatkan PAD. Setiap perusahaan yang
berinvestasi di Gresik tidak lepas berurusan dengan perizinan IMB karena adanya
retribusi yang terserap melalui izin itu. Semakin banyak perusahaan yang masuk,
penyerapan dari sektor tersebut akan meningkat. Untuk membuktikan apakah
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik yang ada mampu memberikan
kontribusi optimal terhadap realisasi pendapatan daerah Kabupaten Gresik berikut
dipaparkan struktur pendapatan daerah Kabupaten Gresik, sebagaimana tertera
dalam Tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Ringkasan Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017
67
Sumber : http://gresikkab.go.id
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 79 Tahun 2016
diringkasan penjabaran
anggaran pendapatan asli daerah Kabupaten Gresik
pada tahun 2017 mampu mencapai 2.931.804.877.461 rupiah. Berdasarkan
penjabaran diatas pula bahwa Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah
merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah
satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat
68
dengan jumlah 165.928.872.000 rupiah. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian retribusi
daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Ketentuan pasal 52 pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23
Tahun 2004 berbunyi Besarnya retribusi untuk Ijin Mendirikan Bangunan bagi
Bangunan Perumahan (Perorangan) dengan proses perijinan pemutihan adalah
sebesar 50 % dan biaya retribusi I bangunan baru sebagaimana tercantum dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 1.2 Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain
NO.
BIAYA
JENIS PEKERJAAN
RETRIBUSI
PERUBAHAN/
TAMBAHAN
(RP)
1.
Pekerjaan pagar, tembok,
500,00/M2
750,00/BH
10.00,00/BH
10.000,00/BH
30.00,00/BH
50.000/M2
30.00,00/BH
20.000,00/M3
besi, kawat
2.
Pekerjaan
sumur
peresap/septic tank
3.
Pekerjaan menara air
4.
Pekerjaan
tandon
air
bawah tanah
5.
Pekerjaan
Duiker,
-
5.000,00/M2
Jembatan
6.
Pekerjaan gorong-gorong,
300,00/M2
500,00/M2
saluran air, drainase
7.
Pekerjaan jalan aspal
500,00/M2
600,00/M2
8.
Pekerjaan jalan makadam
350,00/M2
500,00/M2
69
9.
Pekerjaan Jalan Beton,
600,00/M2
750,00/M2
500,00/M2
500,00/M2
1.000,00/M2
1.000,00/M2
100,00/M2
150,00/M2
2.500,00/BH
2.500,00/BH
2.500,00/M2
2.500,00/M2
250.000,00/BH
250.000,00/BH
paving stone
10.
Pekerjaan lantai jemur
11.
Pekerjaan gudang terbuka
beton, aspal, paving
12.
Pekerjaan
pematangan
Tanah
13.
Pekerjaan tiang pancang,
pondasi, mesin
14.
Pekerjaan rehap tampak,
konstruksi bangunan
15.
Kilang dan tangka
Sumber : Perda Kab. Gresik Nomor 23 Tahun 2004
Tetapi pada kenyataan empirisnya ada beberapa masalah atau kendalakendala dalam implementasi tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan di
Kabupaten Gresik, seperti: pertama, terjadinya tumpang tindih peraturan sehingga
menimbulkan kebingungan para petugas dalam implementasi retribusi IMB. Waktu
pengurusan IMB relatif lama. Faqih Usman juga menuturkan bahwa hanya 50
persen yang bisa dilayani dengan baik, sisanya masih dalam proses dan sering
tidak selesai dalam setahun dalam proses waktu penyelesaian perizinannya.
Kedua, terjadinya tumpang tindih peraturan sehingga pimpinan Satuan Kerja
70
Perangkat Daerah yang dikelola oleh DPM-PTSP sering membuat kebijakan
secara kasuistis ketika permasalahan muncul. Ketiga, bertambahnya jenis
permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan jumlah sumber daya
manusia yang menanganinya. Keempat, kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai perizinan mendirikan bangunan serta retribusinya , dan
yang terakhir masih adanya praktek usaha perizinan ilegal (calo) dalam
pengurusan perizinan.
Namun dengan hambatan dan dukungan serta proses dalam implementasi
peraturan daerah nomor 23 tahun 2004 ini, rekapitulasi penerbitan izin di DPMPTSP Kabupaten Gresik dimana penerbitan izin tiap tahunnya mencapai 511 surat
izin yang sudah ditindak lanjuti, prosentase penyelesaian izin
untuk Izin
Mendirikan Bangunan mencapai 66,83% dari target, maka tidak dipungkiri jika
Pendapatan Asli Daerah di tahun 2017 dari Retribusi Izin mendirikan Bangunan,
dengan target 105 miliar rupiah bisa terealisasi sebanyak 48,7 miliar rupiah atau
sebesar 50%.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH
KABUPATEN GRESIK NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN (STUDI PADA DINAS PENANAMAN MODAL
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GRESIK)”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yaitu:
71
1.
Bagaimanakah Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor
23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ?
2.
Apakah faktor pendukung dan penghambat Implementasi Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan ?
3.
Apakah Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23
tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan memenuhi target
yang diharapkan ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
adalah:
1.
Menganalisis mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
2.
Menganalisis faktor pendukung dan penghambat Implementasi Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
3.
Menganalisis target dan realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memiliki kontribusi bagi
pihak-pihak yang terkait,baik manfaat akademis maupun manfaat praktis, antara
lain:
72
1.
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dalam pengembangan Ilmu Administrasi Publik dan memberikan informasi
ilmiah berupa pengembangan teoritis yang lebih luas dan mendalam
khususnya mengenai Implementasi Kebijakan Perizinan Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Selainitu, dapat digunakan
sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitianpenelitian selanjutnya berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Perizinan
Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik.
2.
Manfaat Praktis
a. Memberikan
merumuskan
kualitas
masukan
bagi para
kebijakan-kebijakan
pengambil keputusan
strategis
untuk
untuk
meningkatkan
pelayanan penanaman modal dan perizinan melalui
Implementasi Kebijakan Perizinan Izin Mendirikan Bangunan di
Kabupaten Gresik.
b. Sebagai acuan bagi para pejabat penanaman modal dan perizinan
Pemerintah Daerah dalam menciptakan suatu proses pelayanan yang
lebih transparan, efektif, efesien dan ekonomis.
c. Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan bagi penelitian serupa
guna
memberikan
kontribusi
pemikiran
Kabupaten Gresik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
terhadap
Pemerintah
73
Sebelum penelitian ini diadakan, terdapat sejumlah penelitian yang
dilaksanakan oleh berbagai kalangan, yang mengambil topik dan menyoroti
permasalahan
kebijakan
publik.
Penelitian-penelitian
tersebut
menyoroti
implementasi kebijakan publik dari berbagai sudut pandang konsep dan teori yang
melandasinya.
Beberapa penelitian terdahulu tentang implementasi kebijakan, pelayanan
perizinan, dan perizinan izin mendirikan bangunan yang akan digunakan baik
secara pembanding maupun sebagai rujukan dalam penelitian ini antara lain :
1.
Royhan Fathan (2015) dengan judul Implementasi Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah IMB di
Kota Serang.
Penelitian ini ditulis oleh Royhan Fathan. Latar belakang penelitian ini
adalah belum optimalnya penerimaan retribusi daerah dari sektor perizinan,
khususnya Izin Mendirikan Bangunan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang nomor 13 tahun 2011
tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Kota Serang. Teori implementasi yang digunakan adalah Metter dan Horn dalam
Agustino (2008) dengan metode deskriptif, pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis
data menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian implementasi
Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya
IMB secara umum sudah baik karena sudah adanya inisiatif pemerintahan
setempat yang mengarah pada upaya peningkatan realisasi penerimaan retribusi
IMB peningkatan pelayanan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
(BPTPM) Kota Serang, serta dengan mengesahkan Peraturan Walikota (Perwal)
74
pelimpahan IMB rumah tinggal kepada pihak kecamatan di masing-masing
wilayah Kota Serang. Meskipun, penerimaan retribusi IMB belum sepenuhnya
optimal karena kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai,
serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB. Saran yang dapat
diberikan yaitu mengoptimalkan SDM khususnya tenaga teknis lapangan dari
segi kualitas dan kuantitas, memberdayakan pihak kecamatan dalam
menyelenggarakan IMB rumah tinggal, sosialisasi yang lebih merata kepada
masyarakat, serta pemberian sanksi yang tegas pada bangunan yang tidak
memiliki izin.
2.
Mohammad Sholahuddin Yusuf, Sjamsiar Sjamsuddin, dan Tjahjanulin
Domai (2014) Dalam judul Implementasi Kebijakan Verifikasi Perizinan
Usaha Guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik.
Penelitian
ini dilakukan karena
industri merupakan sebuah objek
penerimaan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan usaha. Kurang
maksimalnya kepatuhan hukum dalam mentaati peraturan pemerintah daerah
Kabupaten Gresik, ini menjadi sorotan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan. Maka dari itu
Badan Penanaman Modal dan Perizinan membentuk program Verifikasi Perizinan
Usaha guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik dengan
bentuk verifikasi yang dilakukan secara langsung terhadap perusahaan yang
berdiri kurang lebih 5 tahun dan dilakukan pula pengkajian dokumen-dokumen
perizinan usaha. Verifikasi Perizinan Usaha bertujuan agar tercapainya
peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi Verifikasi Perizinan Usaha.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil Pembahasan diatas dapat ditarik
75
kesimpulan sebagai berikut:
Pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha di
Kabupaten Gresik belum bisa berjalan secara baik. Implementasi pada prosedur
pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha masih terkendala terhadap pelaksanaan
pemeriksaan
di
lokasi
perusahaan,
masih
banyak
ditemui
pelanggaranpelanggaran yakni temuan izin gangguan yang telah mati setelah 5
(lima) tahun dan perluasan izin mendirikan pembangunan yang belum diizinkan
selain itu ketika perluasan sudah dilakukan verifikasi dan ditemukan temuan
pelanggaran yang perlu diurus izinya dan dilakukanya rapat tindak lanjut Berita
Acara Pemeriksaan banyak perusahaan yang tidak hadir dan belum memenuhi
persyaratan yang dibutuhkan untuk melengkapi dokumen– dokumen perizinan.
Selain itu Hasil dari Verifikasi Perizinan Usaha yakni dari total 75 perusahaan yang
telah diverifikasi hanya 9 perusahaan yang telah membayar retribusi jadi hanya
12% perusahaan yang membayar retribusi dan 21% perusahaan yang
mengajukkan izin. Verifikasi belum bisa berhasil karena kurang patuhnya
perusahaan terhadap proses perizinan yang ada di Badan Penanaman Modal dan
Perizinan di Kabupaten Gresik. Namun disatu sisi Verifikasi Perizinan Usaha
mampu memberikan dampak positif terhadap Peningkatan Pendapatan Asli
Daerah melalui retribusi perizinan usaha. Selama satu tahun verifikasi perizinan
usaha dilaksanakan didapatkan pendapatan verifikasi perizinan melalui retribusi
Rp. 1.302.441.411 (satu miliar tiga ratus dua juta empat ratus empat puluh satu
empat ratus sebelas rupiah).
3.
M.Syukur (2014) dengan judul Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan
Bangunan Pada Dinas Penataan Ruang Dan Perumahan Kota Palu.
Hal yang melatar belakangi penelitian ini adalah salah satunya kebijakan
yang dilaksanakan Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu sebagai
76
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diberikan kewenangan, tugas pokok,
dan tanggung jawab untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dalam
bidang penataan ruang dan perumahan Kota Palu adalah memberikan
rekomendasi izin mendirikan bangunan pada pribadi atau badan untuk mendirikan
suatu bangunan yang telah memenuhi syarat. Dalam hal ini pemerintah telah
mengatur dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2010, Tentang Pedoman Pemberian IMB, yang
menyatakan bahwa izin mendirikan bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB,
adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk
membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka
melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan
teknis yang berlaku
Jenis penelitian yang digunakan sebagai cerminan dasar perancangan
penelitian dalam rangka mendapatkan data adalah jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Lokasi penelitian yang ditetapkan peneliti adalah Dinas Penataan
Ruang dan Perumahan (DPRP) Kota Palu. Penelitian ini dilakukan oleh
M.Syukur (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, implementasi kebijakan IMB yang dilaksanakan
DPRP Kota Palu belum efektif, dapat dilihat dari beberapa aspek pertama;
sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim yang mengakibatkan
ketidaktahuan masyarakat tentang asas dan manfaat IMB. Kedua; faktor yang
menyebabkan kinerja personil tim pemanfaatan ruang tidak maksimal karena
terbatasnya tenaga yang melakukan pengawasan dan penertiban bangunan.
Ketiga; tidak tegasnya sanksi yang diberikan oleh aparat DPRP, sehingga tidak
terbangun kesadaran masyarakat yang pada gilirannya tidak patuh dan taat
77
pada hukum. Keempat; koordinasi yang dilakukan antar organisasi yang
setingkat, terkait dengan IMB belum maksimal.
4.
Muhammad Darwis (2015) dengan judul Implementasi Kebijakan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Dan Penanaman Modal (KPTSP & PMD) Kabupaten Mamuju Utara.
Penelitian ini dilakukan oleh Muhamad Darwin (2015). Penelitian ini
membahas mengenai beberapa kendala dalam pelaksanaan pelayanan IMB anara
lain yakni 1) Masih ada warga masyarakat dan pemilik usaha yang belum
memahami tentang prosedur dalam mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) Kemampuans umberdaya masih terbatas; 3) Sosialisasi belum berjalan
maksimal; 4) Jumlah personil/pegawai masih kurang yaitu hanya 14 orang, sudah
termasuk kepala dan sekretaris Kantor; 5) Profesionalisme pegawai/petugas yang
belum terlihat; 6) Sarana, peralatan dan fasilitas pendukung masih terbatas; dan
7) Koordinasi dengan instasi terkait lainnya belum efektif, dan kendala lainnya
yang bersifat teknis. Kondisit tersebut dapat berdampak pada tidak maksimalnya
implementasi kebijakan / program pelayanan perizinan yang telah ditetapkan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif. Dan hasil dari penelitian M. Darwis
adalah Implementasi kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten
Mamuju Utara sudah dijalankan, namun belum maksimal disebabkan content of
policy (isi kebijakan) seperti derajat perubahan yang diinginkan belum terlihat
karena sikap dan perilaku masyarakat hanya mengurus IMB jika mereka
membutuhkannya sebagai persyaratan jika mengurus sesuatu di Bank. Kurangnya
sosialisasi yang dilakukan menyebabkan pengetahuan dan pemahaman serta
kesadaran masyarakat rendah mengurus IMB. Sumberdaya yang dilibatkan
78
memiliki keterbatasan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sedangkan
context implementation (lingkungan implementasi) yang belum maksimal
disebabkan tingkat kepatuhan sasaran kebijakan yang rendah akibat adanya
pelayanan yang lambat dan berbelit-belit.
5.
Maria Kurnia Sari dan Sundarso (2017). Dalam judul Implementasi
Kebijakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kota Magelang
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011
Penelitian ini dilakukan oleh Maria Kurnia Sari dan Sundarso (2017). Latar
belakang dari penelitian ini
karena melihat bahwa bertambahnya jumlah
bangunan setiap tahunnya tidak sebanding dengan jumlah bangunan yang
memiliki IMB. Dari 27.030 bangunan yang ada di tahun 20015 hanya 8100
bangunan yang memiliki IMB atau sekitar 22,5% dari total bangunan yang ada.
Selain itu PAD yang diterima oleh Pemerintah Kota Magelang juga masih belum
maksimal.
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil
dari penelitian ini adalah Implementasi kebijakan retribusi Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) di Kota Magelang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan,
Pertamanan dan Tata Kota (DKPT) Magelang. Target kebijakan ini adalah seluruh
bangunan yang ada di Kota Magelang dengan berbagai fungsi. Baik itu untuk
tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat beribadah. Kebijakan retribusi IMB
di Kota Magelang ini dimaksudkan agar pemerintah dapat mengawasi dan
mengatur perkembangan bangunan yang ada di kota. Sehingga perkembangan
yang ada dapat sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan
sebelumnya, dengan begitu keseimbangan akan terjaga.
79
6.
Nisvi Sumaryati (2017). Dalam Judul Perlindungan Arsip Izin
Mendirikan Bangunan (Imb) Sebagai Arsip Vital Di Dinas Penanaman
Modal Dan Perizinan Kota Yogyakarta
Pada penelitian ini menggunakan metode observasi, studi pustaka dan
wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa arsip IMB merupakan
arsip vital di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta. Proses
identifikasi arsip vital dilakukan dengan cara analisis fungsidan analisis resiko.
Metode yang digunakan dalam proses perlindungan arsip IMB yaitu perlindungan
fisik arsip dan perlindungan isi informasi arsip. Kendala yang dihadapi dalam
pelaksaan perlindungan arsip adalah kurangnya sarana dan prasarana, anggaran
yang minim, dan sumber daya manusia yang kurang dalam bidang kearsipan
7.
Ina Shaskia (2012). Dalam Judul Pelaksanaan Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Jagakarsa.
Pada Penelitian ini menggunakan Metode penelitian Kualitatif Tipe Deskriptif
Analitis. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa pelaksanaan
pemberian Izin Mendirikan Bangunan bertujuan untuk mengendalikan laju
pertumbuhan bangunan di Kecamatan Jagakarsa dengan berdasarkan pada
ketentuan peruntukkan tata ruang.
8.
Agus Dwi Yudha (2008). Dengan Judul Implementasi Pemungutan
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok.
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
kuantitatif dengan wawancara dan deskriptif. Hasil penelitian oleh Agus dwi yudha
ini yakni sosialisasi akan pentingnya dokumen IMB bagi warga depok harus lebih
80
digencarkan lagi dengan cara menebar brosur, memberikan penyuluhan,
memanfaatkan momentum tertentu untuk memperkenalkan kepada masyarakat
mengenai Izin Mendirikan Bangunan, lalu Dinas Tata Kota dan Bangunan agar
lebih menyederhanakan proses pembuatan dokumen izin mendirikan bangunan
dengan cara semua pengurusan dilakukan pada satu atap, yakni pada Dinas Tata
Kota dan Bangunan saja.
9.
Kasman Siburian (2008). Dengan Judul Implementasi Pengawasan
Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan.
Pada penelitian ini kasman menggunakan metode penelitian secara
deskriptif analitis, metode pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitiannya adalah
pemerintahan Kota Medan dalam rangka mengimplementasikan Perda Nomor 9
taahun 2002 telah melaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan
hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran
apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau
menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan
tidak memiliki izin. Serta kurangnya personel yang tidak mampu melakukan
pengarahan atas pelaksanaan pembangunan tersebut serta tidak tersedianya
sarana dan prasarana yang menunjang tudas pemerintahan.
10.
Andika Prayuda (2017). Dengan judul Pengawasan Terhadap Izin Tata
Ruang Dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif,
menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni melakukan analisis terhadap
permasalahan. Hasil dari penelitian ini yakni Pelaksanaan izin tata ruang dan
bangunan Kota Medan, Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 telah melaksanakan
81
pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan
pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan
bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah
diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin.
Untuk meringkas mengenai penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
diatas, maka berikut adalah tabel penelitian terdahulu dalam bentuk yang lebih
sederhana, seperti dibawah ini :
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu
No.
1.
Nama,
Tahun dan
Judul
Penelitian
Royhan
Fathan
(2015).
Implementasi
Peraturan
Daerah Kota
Serang
Nomor 13
Tahun 2011
Tentang
Retribusi
Daerah (Studi
Kasus
Retribusi Izin
Mendirikan
Bangunan) di
Kota Serang.
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Perbedaan
dengan
Penelitian ini
metode
deskriptif,
pendekatan
kualitatif
Implementasi Perda
Kota Serang nomor
13 tahun 2011
tentang retribusi
daerah khususnya
IMB secara umum
sudah baik karena
sudah adanya inisiatif
pemerintahan
setempat yang
mengarah pada upaya
peningkatan realisasi
penerimaan retribusi
IMB . Serta dengan
mengesahkan
Peraturan Walikota
(Perwal) pelimpahan
IMB rumah tinggal
kepada pihak
kecamatan di masingmasing wilayah Kota
Serang. Meskipun,
penerimaan retribusi
IMB belum
sepenuhnya optimal
karena kondisi
Sumber Daya
Manusia (SDM) yang
Perbedaan
dengan
penelitian ini
terletak pada
fokus dan lokus
peneltian. Dalam
penelitian
Royhan
disebutkan
bahwa fokus
yang diteliti
adalah
implementasi
Perda Nomor 13
Tahun 2011 di
Kota Serang.
Sementara
penelitian ini
meneliti tentang
Implementasi
Perda Nomor 23
Tahun 2004
tentang Retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik dan Lokus
pada DPM-PTSP
Kabupaten
82
2.
Mohammad
Sholahuddin
Yusuf,
Sjamsiar
Sjamsuddin,
Tjahjanulin
Domai
(2014).
Implementasi
Kebijakan
Verifikasi
Perizinan
Usaha Guna
Peningkatan
Pendapatan
Asli Daerah
Kabupaten
Gresik.
Penelitian
deskriptif
dengan
pendekatan
kualitatif
3.
M.Syukur
(2014).
Implementasi
Kebijakan Izin
Mendirikan
Bangunan
Pada Dinas
Penataan
Ruang Dan
Perumahan
Kota Palu.
metode
deskriptif,
pendekatan
kualitatif
belum memadai, serta
rendahnya kesadaran
masyarakat dalam
mengurus IMB.
Hasil Pembahasan
adalah Pelaksanaan
Verifikasi Perizinan
Usaha di Kabupaten
Gresik belum bisa
berjalan secara baik.
Implementasi pada
prosedur pelaksanaan
Verifikasi Perizinan
Usaha masih
terkendala terhadap
pelaksanaan
pemeriksaan di lokasi
perusahaan, masih
banyak ditemui
pelanggaran.
Verifikasi belum bisa
berhasil karena
kurang patuhnya
perusahaan terhadap
proses perizinan yang
ada di Badan
Penanaman Modal
dan Perizinan di
Kabupaten Gresik.
Namun disatu sisi
Verifikasi Perizinan
Usaha mampu
memberikan dampak
positif terhadap
Peningkatan
Pendapatan Asli
Daerah melalui
retribusi perizinan
usaha.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
implementasi
kebijakan IMB yang
dilaksanakan DPRP
Kota Palu belum
efektif, seperti
sosialisasi yang
dilakukan masih
sangat minim. Kedua;
faktor yang
Gresik.
Penelitian oleh
Mohammad
Sholahuddin
berfokus pada
implementasi
kebijakan
verivikasi usaha
dalam
peningkatan
PAD Kabupaten
Gresik.
Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
Implementasi
Perda Nomor 23
Tahun 2004
tentang Retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik dan Lokus
pada DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik.
M.Syukur pada
penelitiannya
berfokus
membahas
tentang
Impementasi
Kebijakan IMB di
Kota Palu dan
dengan lokus di
Dinas Penataan
Ruang dan
83
4.
Muhammad
Darwis
(2014).
Implementasi
Kebijakan Izin
Mendirikan
Bangunan
(IMB) Di
Kantor
Pelayanan
Terpadu Satu
Pintu Dan
Penanaman
Modal
(KPTSP &
PMD)
Kabupaten
Mamuju
Utara
Metode
deskriptif.
Pendekatan
kualitatif
menyebabkan kinerja
personil tim
pemanfaatan ruang
tidak maksimal karena
terbatasnya tenaga
yang melakukan
pengawasan dan
penertiban bangunan.
Ketiga; tidak tegasnya
sanksi yang diberikan
oleh aparat DPRP,
Keempat; koordinasi
yang dilakukan antar
organisasi yang
setingkat, terkait
dengan IMB belum
maksimal.
Hasil dari penelitian
M. Darwis adalah
Implementasi
kebijakan Izin
Mendirikan Bangunan
(IMB) di Kabupaten
Mamuju Utara sudah
dijalankan, namun
belum maksimal
disebabkan content of
policy (isi kebijakan)
seperti derajat
perubahan yang
diinginkan belum
terlihat karena sikap
dan perilaku
masyarakat hanya
mengurus IMB jika
mereka
membutuhkannya
sebagai persyaratan
jika mengurus sesuatu
di Bank. Kurangnya
sosialisasi yang
dilakukan
menyebabkan
pengetahuan dan
pemahaman serta
kesadaran
masyarakat rendah
mengurus IMB.
Sumberdaya yang
dilibatkan memiliki
Perumahan Kota
Palu. Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
Implementasi
Perda Nomor 23
Tahun 2004
tentang Retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik yang
berlokus di DPMPTSP Kabupaten
Gresik.
Penelitian yang
dilakukan oleh
M.Darwis adalah
dengan
menggunakan
model
implementasi
grindle dengan
menilisik lebih
dalam mengenai
isi kebijakan dan
lingkungan
implementasinya.
Sedangkan
penelitian ini
lebih berfokus
pada implentasi
perda nomor 23
tahun 2004 di
DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik.
84
5.
Maria Kurnia
Sari dan
Sundarso
(2017).
Implementasi
Kebijakan
Retribusi Izin
Mendirikan
Bangunan
(IMB) Di Kota
Magelang
Berdasarkan
Peraturan
Daerah
Nomor 19
Tahun 2011
Metode
Deskriptif
pendekatan
kualitatif
6.
Nisvi
Sumaryati
(2017).
Perlindungan
Arsip Izin
Mendirikan
Bangunan
metode
observasi,
studi
pustaka dan
wawancara.
keterbatasan, baik
dari segi kualitas
maupun kuantitasnya,
sedangkan context
implementation
(lingkungan
implementasi) yang
belum maksimal
disebabkan tingkat
kepatuhan sasaran
kebijakan yang
rendah akibat adanya
pelayanan yang
lambat dan berbelitbelit.
Implementasi
kebijakan retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
(IMB) di Kota
Magelang
dilaksanakan oleh
Dinas Kebersihan,
Pertamanan dan Tata
Kota (DKPT)
Magelang. Target
kebijakan ini adalah
seluruh bangunan
yang ada di Kota
Magelang dengan
berbagai fungsi. Baik
itu untuk tempat
tinggal, tempat usaha
maupun tempat
beribadah. Kebijakan
retribusi IMB di Kota
Magelang ini
dimaksudkan agar
pemerintah dapat
mengawasi dan
mengatur
perkembangan
bangunan yang ada di
kota.
Hasil ini menunjukan
bahwa arsip IMB
merupakan arsip vital
di Dinas Penanaman
Modal dan Perizinan
Kota Yogyakarta.
Proses identifikasi
Penelitian Maria
Kurnia Sari
berfokus pada
Perda Nomor 19
tahun 2011
tentang retribusi
IMB di Kota
Magelang.
Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
implementasi
Perda Nomor 23
Tahun 2004.
Perbedaan
dengan
penelitian ini
yakni fokusnya
dan lokusnya.
Fokus nisvi
terkait dengan
85
(Imb)
Sebagai Arsip
Vital Di Dinas
Penanaman
Modal Dan
Perizinan
Kota
Yogyakarta
arsip vital dilakukan
dengan cara analisis
fungsidan analisis
resiko. Metode yang
digunakan dalam
proses perlindungan
arsip IMB yaitu
perlindungan fisik
arsip dan
perlindungan isi
informasi arsip.
7.
Ina Shaskia
(2012).
Pelaksanaan
Pemberian
Izin
Mendirikan
Bangunan Di
Kecamatan
Jagakarsa.
Metode
kualitatif.
Tipe
deskriptif
analitis
bahwa pelaksanaan
pemberian Izin
Mendirikan Bangunan
bertujuan untuk
mengendalikan laju
pertumbuhan
bangunan di
Kecamatan Jagakarsa
dengan berdasarkan
pada ketentuan
peruntukkan tata
ruang.
8.
Agus Dwi
Yudha
(2008).
Implementasi
Pemungutan
Retribusi Izin
Mendirikan
Bangunan
Sebagai
Sumber
Pendapatan
Asli Daerah
Kota Depok.
Metode
wawancara
dan
deskriptif
dengan
pendekatan
kuantitatif
sosialisasi akan
pentingnya dokumen
IMB bagi warga depok
harus lebih
digencarkan lagi
dengan cara menebar
brosur, memberikan
penyuluhan,
memanfaatkan
momentum tertentu
untuk
memperkenalkan
kepada masyarakat
mengenai Izin
Mendirikan Bangunan
perlindungan
fisik dan isi
informasi
kearsipan
dengan lokus di
DPM
Yogyakarta.
Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
implementasi
perda nomor 23
tahun 2004
tentang retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik
Ina Shaskia
berfokus pada
pengendalian
laju pertumbuhan
bangunan
dengan lokus di
Jagakarsa.
Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
implementasi
perda nomor 23
tahun 2004
tentang retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik
Agus dwi yudha
dalam
penelitiannya
menggunakan
pendekatan
kuantitatif
sedangkan
penelitian ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif dengan
metode deskriptif
yang berlokus
pada DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik.
86
9.
Kasman
Siburian
(2008).
Implementasi
Pengawasan
Pemerintah
Kota Medan
Terhadap Izin
Mendirikan
Bangunan.
Metode
penelitian
secara
deskriptif
analitis,
metode
pendekatan
yuridis
empiris
10.
Andika
Prayuda
(2017).
Pengawasan
Terhadap Izin
Tata Ruang
Dan
Bangunan
Berdasarkan
Peraturan
Daerah Kota
Medan
Nomor 3
Tahun 2015
Tentang
Retribusi Izin
Mendirikan
Bangunan.
Jenis
penelitian
hukum
normatif.
Pendekatan
yuridis
normatif
pemerintahan Kota
Medan dalam rangka
mengimplementasikan
Perda Nomor 9 tahun
2002 telah
melaksanakan
pengawasan dan
sekaligus mengambil
tindakan hukum
terhadap pelaksanaan
pembangunan
bangunan berupa
pembongkaran
apabila pelaksanaan
mendirikan bangunan
bertentangan, tidak
sesuai
Pelaksanaan izin tata
ruang dan bangunan
Kota Medan,
Peraturan Daerah No.
3 Tahun 2015 telah
melaksanakan
pengawasan dan
sekaligus mengambil
tindakan hukum
terhadap pelaksanaan
pembangunan
bangunan berupa
pembongkaran
apabila pelaksanaan
mendirikan bangunan
bertentangan, tidak
sesuai atau
menyimpang dari izin
yang telah diberikan
dan pelaksanaan
mendirikan bangunan
Kasman siburian
berfokus pada
implementasi
no.9 tahun 2002.
Sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
implementasi
perda no.23
tahun 200
tentang retribusi
IMB di
Kabupaten
Gresik.
Andika berfokus
pda perda No.3
tahun 2015
berlokus pada
Kota Medan.
Sedangkan
penelitian ini
berfkus pada
perda nomor 23
tahun 2004
berlokus di DPMPTSP Kabupaten
Gresik
Sumber : diolah oleh peneliti
2.2
Kebijakan Publik
2.2.1
Konsep Kebijakan Publik
Banyak definisi mengenai kebijakan publik: ”... what governments do, why
they do it, and what difference it makes” Dye (1992:2). Merujuk dari definisi
87
tersebut dapatlah disimpulkan kebijakan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
pemerintah (entah itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan
sumberdaya manusia, menghentikan tindakan terorisme, ataupun lainnya) dan
kerja tersebut menghasilkan sesuatu (what difference it makes). Bahkan dalam
sudut pandang lain, Dye (1992:2) menulis pula kebijakan publik sebagai: “Anything
a govrnment chooses to do or not to do.” Menurut takrif ini, semua pilihan-pilihan
pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu adalah kebijakan
publik.
Berbeda dengan Dye, kajian klasik Laswell (1956:4) menyatakan kebijakan
publik sebagai: “...a project program of goals, values, and practices.” Manakala
Easton (1965:212) memaknainya sebagai: “... the impact of government activity.”
Lebih lanjut Easton menjelaskan, kebijakan publik adalah sebuah keputusan politik
yang di kembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah yang mempunyai otoritas
dalam sistim politik. Mereka ialah: “... para birokrat senior (eksekutif), legislatif,
para hakim dan sebagainya”(Easton 1965: 214). Dari kedua scholars ini dapat di
simpulkan bahwa kebijakan adalah aktifitas pemerintah yang mempunyai tujuan,
memiliki nilai tertentu dan memberikan dampak (positif) bagi masyarakat luas.
Definisi lain ditawarkan oleh Friedrich (1969:79) yang menuliskan
kebijakan sebagai:
... a proposed course of action of a person, group, or government within
given environment providing obstacles and opportunities which the policy
was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize
an objective or a purpose.
Makna kebijakan sebagai serangkaian tindakan atau kegitan ditambahkan
Friedrich (1969:80) sebagai upaya yang selalu berhubungan dengan usaha untuk
mencapai beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud atau tujuan dari
kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dicapai, tetapi ide bahwa kebijakan
88
melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian terpenting dari
definisi kebijakan milik Friedrich. Bagaimanapun
juga, kebijakan harus
menunjukkan “apa yang sesungguhnya dikerjakan” daripada “apa yang diusulkan
dalam beberapa kegiatan” pada suatu masalah.
Definisi lain pernah juga diajukan oleh Euliau & Prewitt (1973:465) yang
menyatakan:
Kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari
mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Usaha untuk menafsirkan kebijakan
publik juga dilakukan oleh William I. Jenkins (1978). Beliau menjelaskan, kebijakan
publik:
... a set of interrelated decision taken by political actor or group of actors
concerning the selection of goals and the means of achieving them within
a specified situation where those decision should, in principle, be within the
power of those decision should, in principle, be within the power of those
actors to achive (Jenkins 1978:4).
Jenkins memandang kebijakan publik sebagai sebuah proses, tidak seperti
Dey (1992) yang menilainya sebagai pilihan pemerintah. Bahkan lebih jelas lagi,
Jenkins menyatakan kebijakan publik sebagai “serangkaian keputusan yang saling
berhubungan”. Dalam kata lain, Jenkins hendak menjelaskan bahwa kebijakan
merupakan proses pembuatan keputusan yang komprehensif menyertakan
banyak stakeholders. Sementara itu, Anderson (1990:3) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai: “A purposive course of action followed by an actor or set of actors
in dealing with a problem or matter of concern.” Di dalam bahasa yang sederhana,
kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang
berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan. Lebih
89
lanjut menurut Anderson (1990:30), kebijakan adalah, “... purposive or goal
oriented action rather than random or change behavior...” Selain itu, “..., policy
consist of courses or patterns of action by governmental officials rather than their
separate discrete decision.” Dan, “... policy is what government actually do in
regulating ..., not what they intend to do or say they are going to do.” Pengertian
Anderson di atas, menurut penulis, setidaknya memperkaya definisi kebijakan
yang disampaikan oleh Jenkins (1978). Pertama, dilihat
dari aspek aktor;
kebijakan merupakan keputusan yang diambil oleh bebrapa aktor pembuat
kebijakan. Kebijakan seringkali merupakan hasil dari diskusi panjang para aktor
yang melibatkan peran stakeholders. Justru tidak jarang dari para stakeholders
inilah kebijakan yang terbaik muncul. Kedua, dilihat dari aspek antara “aksi
kebijakan” dan persepsi para pembuat kebijakan”. Dari kedua aspek inilah definisi
Anderson menyempurnakan lagi takrif kebijakan yang dibuat oleh Jenkins.
Pada level yang berbeda, Theodoulou (1995:7) menyatakan kebijakan
public haruslah dapat menyelesaikan atau mendorong beberapa hal seperti:
“... resolving conflict over scarce resources, regulating behavior, motivating,
collective action, protecting rights, and directing benefits toward the public
interest.”
Dalam kata lain, kebijakan mestinya dapat menyelesaikan konflik atas
kelangkaan sumber-sumber daya, mengatur perilaku, melindungi hak-hak dasar,
dan lainnya. Ini semua harus dilakukan oleh kebijakan publik, karena inilah tugas
penting dari sebuah negara. Wilson (2006:154) pula menjelaskan kebijakan
sebagai:
“... the actions, objectives, and pronouncements of governments on
particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement them,
and the explanations they give for what happens (or does not happen).”
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari berbagai definisi kebijakan publik
90
diatas dimana tidak ada definisi baku mengenai kebijakan publik. Tetapi
setidaknya, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik mempunyai beberapa
karakteristik utama. Pertama, kebijakan publik merupakan sebuah tindakan yang
memiliki maksud atau tujuan tertentu; kebijakan tidak bersifat acak tetapi
mempunyai sasaran dan berorientasi pada tujuan tertentu; kebijakan tidak bersifat
acak, tetapi mempunyai sasaran dan berorientasi pada tujuan. Kedua, kebijakan
publik dibuat oleh pihak berwenang. Ketiga, kebijakan publik pada dasarnya
merupakan keputusan yang simultan dan bukan keputusan yang terpisah-pisah.
Keempat, kebijakan merupakan “apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh
pemerintah”, Kelima, kebijakan publik bisa bersifat popular (pemberian insentif,
pelaksanaan bantuan keuangan kepada rakyat miskin dan lainnya) tetapi juga
dapat tidak popular (pencabutan subsidi, penerapan suku bunga tinggi dan
sebagainya). Keenam, kebijakan dapat berbentuk positif maupun negatif. Untuk
yang positif, kebijakan melibatkan tindakan untuk menangani suatu masalah (a
deliberately purposive action); sedangkan yang negatif, kebijakan dapat
melibatkan suatu keputusan untuk tidak melakukan suatu tindakan atau
mengerjakan apapun (a deliberately purposive decision not to take action).
Ketujuh, kebijakan didasarkan atas aturan hukum dan merupakan tindakan yang
bersifat memerintah.
2.2.2
Implementasi Kebijakan
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti
mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk
melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat
berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan
91
yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Metter dan Carl dalam Widodo (2010:86) memberikan pengertian
implementasi dengan mengatakan:
“Policy implementation encompasesses those action by public and private
individual (or group) that are directed at the achievement of objectives set
forth in prior policy decision. This include both one time efforts to transfrom
decisions into operational terms, as well as continuing efforts to achieve the
large and small changes mandated by policy decision.”
Dan Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo (2010:87) menjelaskan
makna implementasi dengan mengatakan :
“To understand what actually happens after a program is enacted or
formulated is the subject of policy implementation. Those event and
activities that occur after the isuing of outhoritative public policy directives,
wich included both the effort to administer and the subtantives, which
impacts on the people and event.”
Sehingga Widodo (2010:88) memberikan kesimpulan pengertian bahwa
Implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang
termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok). Proses tersebut dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
Sebuah implementasi kebijakan yang melibatkan banyak organisasi dan tingkatan
birokrasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut Wahab (2016)
“implementasi kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang (1) pembuat kebijakan,
(2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan (3) sasaran kebijakan (target
group)”.
Perhatian
utama
pembuat
kebijakan
menurut
Wahab
(2016)
memfokuskan diri pada “sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dan apa
alasan yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut”. Dari
sudut pandang implementor, menurut Wahab (2016) implementasi akan terfokus
pada “tindakan pejabat dan instansi di lapangan untuk mencapai keberhasilan
92
program”. Sementara dari sudut pandang targetgroups, menurut Wahab (2016)
implementasi akan lebih dipusatkan pada “apakah implementasi kebijakan
tersebut benar-benar mengubah pola hidupnya dan berdampak positif panjang
bagi peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka”.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi
kebijakan. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang
berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna
penyederhanaan pemahaman, maka akan digunakan model-model implementasi
kebijakan. Terdapat banyak model implementasi menurut para ahli, diantaranya
model implementasi kebijakan publik menurut Van Metter dan Van Horn, George
Edward III, Grindle, Masmanian dan Sabatier, dan Jan Merse.
A) Model Van Metter dan Van Horn
Model yang diperkenalkan oleh duet Donald Van Metter dengan Carl Van
Horn dalam Subarsono (2005:99), menegaskan bahwa “Implementasi kebijakan
berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan
publik”. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi
dan yang menyangkut dalam proses kebijakan publik adalah:
a. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi.
b. Karakteristik dan agen pelaksana/implementor.
c. Kondisi ekonomi, sosial dan politik, dan
d. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor.
Implementasi kebijakan dilakukan untuk meraih kinerja yang tinggi dan
berlangsung dalam antar hubungan berbagai faktor. Suatu kebijakan menegaskan
standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan.
B) Model George Edward III
Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang
93
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain
yaitu faktor (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi.
a. Komunikasi
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi diartikan
sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”.
Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo
(2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku
kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan
lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan
sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan.
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi kebijakan
memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi (trasmission),
kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).
1) Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan public disampaikan
tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan
tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan
pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2) Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang
trasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang
berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui
apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari
kebijakan publik tersebut sehingga masingmasing akan mengetahui
apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan
kebijakan tersebut secara efektif dan efisien.
94
3) Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang
diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana
kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.
b. Sumberdaya
Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa factor
sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:98) bahwa sumberdaya tersebut
meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, dan sumberdaya
peralatan dan sumberdaya kewenangan
1) Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:98)
menyatakan
bahwa
“probably
the
most
essential
resources
in
implementing policy is staff”. Edward III dalam Widodo (2010:98)
menambahkan “no matter how clear and consistent implementation order
are and no matter accurately they are transmitted, if personnel responsible
for carrying out policies lack the resources to do an effective job,
implementing will not effective”
2) Sumberdaya Anggaran
Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan dalam kesimpulan
studinya “budgetary limitation, and citizen opposition limit the acquisition of
adequate facilities. This is turn limit the quality of service that implementor
can be provide to public”. Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang
tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan
kepada masyarakat juga terbatas.
95
Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan bahwa “new towns
studies suggest that the limited supply of federal incentives was a major
contributor to the failure of the program”. Menurut Edward III, terbatasnya
insentif yang diberikan kepada implementor merupakan penyebab utama
gagalnya pelaksanaan program. Edward III dalam Widodo (2010:101)
menyimpulkan
bahwa
terbatasnya
sumber
daya
anggaran
akan
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program
tidak
bisa
dilaksanakan
dengan
optimal,
keterbatasan
anggaran
menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah.
3) Sumberdaya Peralatan
Edward III dalam Widodo (2010:102) menyatakan bahwa sumberdaya
peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi
implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana
yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam
implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:102) menyatakan
: Physical facilities may also be critical resources in implementation. An
implementor may have sufficient staff, may understand what he supposed
to do, may have authority to exercise his task, but without the necessary
building, equipment, supplies and even green space implementation will
not succeed
4) Sumberdaya Kewenangan
Sumberdaya lain yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan
suatu implementasi kebijakan adalah kewenangan. Menurut Edward III
dalam Widodo (2010:103) menyatakan bahwa: Kewenangan (authority)
yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu
96
lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu
kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan
suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan
suatu keputusan. Oleh karena itu, Edward III dalam Widodo (2010:103),
menyatakan bahwa pelaku utama kebijakan harus diberi wewenang yang
cukup untuk membuat keputusan sendiri untuk melaksanakan kebijakan
yang menjadi kewenangannya.
c. Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo
2010:104)
dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward
III dalam Widodo (2010:104-105) mengatakan bahwa : jika implementasi
kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana
(implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan
mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi
mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan
tersebut Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus
(2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri
dari:
1) Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang
diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan
dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
97
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi
pada kepentingan warga masyarakat.
2) Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.
Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,
maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi
tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan
atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang
membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.
d. Struktur birokrasi
Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam
karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di
Amerika Serikat, yaitu:
1) Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluankeperluan publik (public affair).
2) Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi
kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam
setiap hierarkinya.
3) Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
4) Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas.
5) Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu
jarang ditemukan birokrasi yang mati.
6) Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari
pihak luar.
98
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan
cukup dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana
cara melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya,
namun Edward III dalam Widodo (2010:106) menyatakan bahwa
“implementasi
kebijakan
bisa
jadi
masih
belum
efektif
karena
ketidakefisienan struktur birokrasi”. Struktur birokasi ini menurut Edward III
dalam Widodo (2010:106) mencangkup aspekaspek seperti struktur
birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organnisasi
dan sebagainya.
Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik
utama dari birokrasi yakni: ”Standard Operating Procedure (SOP) dan
fragmentasi”. Menurut Winarno (2005:150),
”Standard Operating
Procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan
kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam
organisasi kerja yang kompleks dan luas”. Edward III dalam Widodo
(2010:107) menyatakan bahwa : demikian pula dengan jelas tidaknya
standar operasi, baik menyangkut mekanisme, system dan prosedur
pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan,
dan tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan
diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula
menentukan keberhasilan implementasi kebjakan. Namun, berdasakan
hasil penelitian Edward III dalam Winarno (2005:152) menjelaskan bahwa:
SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan
baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan.
99
Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam
cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula
probabilitas SOP menghambat implementasi Edward III dalam Winarno
(2005:155) menjelaskan bahwa ”fragmentasi merupakan penyebaran
tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda
sehingga memerlukan koordinasi” Edward III dalam Widodo (2010:106),
mengatakan bahwa:
“struktur birokrasi yang terfragmentasi (terpecah-pecah atau
tersebar) dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena
kesempatan untuk instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin
terdistorsi dalam pelaksanaan kebijakan, semakin membutuhkan
koordinasi yang intensif”.
C) Model Merilee S. Grindle
Pendekatan implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Grindle
dikenal dengan “Implementation as a Political and Administrative Process”.
Menurut Grindle, keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur
dari proses pencapaian hasil akhirnya (outcomes) yaitu tercapai atau tidaknya
tujuan yang ingin diraih. Model Grindle dalam Nugroho (2006: 134) ditentukan oleh
“isi kebijakan dan konteks implementasinya”. Ide dasarnya adalah bahwa setelah
kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan”. Dalam
model
Grindle
tingkat
keberhasilannya
sangat
ditentukan
implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup:
a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan
b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c. Derajat perubahan yang diinginkan
d. Kedudukan pembuat kebijakan
e. Pelaksana program, dan
f. Sumber daya yang dikerahkan.
oleh
derajat
100
Sementara itu, konteks implementasinya adalah:
a. Kekuasaan, kepentingan, strategi aktor terlibat
b. Karakteristik lembaga dan penguasa
c. Kepatuhan dan daya tanggap
D) Model Mazmanian dan Sabatier
Model kerangka analisis implementasi (a framework for implementation
analysis) yang diperkenalkan oleh Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam
Nugroho (2006: 129) mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam
tiga variabel, yaitu:
a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan,
keragaman obyek, dan perubahan yang dikehendaki.
b. Variabel interventing, yaitu variable kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan
konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi
sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan
dan lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan
keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator
kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dari
konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi serta komitmen dan
kualitas kepemimpinan dan pejabat pelaksana.
c. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan
lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam
bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata,
101
penerimaan atas hasil nyata, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan
kebijakan yang bersifat mendasar.
Gambar 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Sumber : Merilee S. Grindle. 2017. Politics and Policy Implementation in
the Third World, Princeton University Press, New Jersey, p. 11
E) Model Jan Merse
Jan Merse dalam Koryati (2004:16) mengemukakan bahwa “Model
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Informasi
b. Isi kebijakan
c. Dukungan masyarakat (fisik dan non fisik), dan
d. Pembagian potensi.
Khusus dukungan masyarakat, berkaitan erat dengan partisipasi
masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam proses pelaksanaan program.
102
Penegasan di atas membuktikan bahwa setiap implementasi program tetap
membutuhkan dukungan masyarakat atau partisipasi masyarakat sebagai
stakeholder.
2.3
Otonomi Daerah
Istilah Otonomi atau autonomic berasal dari bahasa Yunani “autos” yang
berarti sendiri dan “nomos” yang berarti undang-undang, Menurut Priyatmoko
(2000:12) mengartikan otonomi sebagai:
1. Rakyat
untuk
atau
berpartisipasi
masyarakat
dan
setempat
melakukan
memiliki kesempatan
pengawasan
atas
jalannya
pemerintahan
2. Pemerintah atau pemegang kekuasaan politik akan lebih responsif dan
akomodatif terhadap tuntutan rakyat, lebih bertanggung jawab dan
transparan dalam menjalankan kekuasaannya
a.
Pemerintah rela berbagi kekuasaan dengan rakyat atau dengan
berbagai komponen, dalam masyarakat
b.
Terbuka kesempatan untuk saling belajar ke arah penyelenggaraan
good and clean governance
c.
Rakyat dan aparat pemerintah harus lebih aktif dan kreatif mencari
jalan untuk memajukan kehidupan bersama
d.
Penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan,
serta
pengelolaan sumber daya daerah hendaklah menjadi lebih efisien dan
efektif.
Menurut Sarundajang (2012:88) tujuan dari pemberian otonomi itu adalah:
103
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik
2. Pengembangan kehidupan birokrasi
3. Distribusi pelayanan publik yang semakin baik, merata dan adil
4. Penghormatan terhadap budaya lokal
5. Perhatian atas potensi dan keanekaragaman daerah.
Sementara itu berdasarkan penjelasan menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bahwa tujuan diberikannya otonomi
daerah, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan
serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat (5) dalam
ketentuan umum tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa “Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Otonomi menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengandung
pengertian:
1. Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh
pihak lain ataupun kekuatan lain
adalah bentuk pemerintahan sendiri, yaitu hak
memerintah atau menentukan nasib sendiri
3. Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tidak adanya
kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah atau terhadap
minoritas suatu bangsa
4. Pemerintah otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk
menentukan nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun
dalam pencapaian tujuan hidup secara adil
2. Otonomi
104
5. Pemerintahan
otonomi memiliki supremasi atau dominasi
kekuasaan atau hukum yang dilaksanakan sepenuhnya oleh
pemegang kekuasaan di daerah.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas tersebut, dapat disimpulkan
bahwa Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah-daerah
otonom untuk mengurus sendiri daerahnya berdasarkan potensi-potensi yang ada
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga
hal yaitu:
1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni pendapatan yang diperoleh daerah
dan dipungut berdasarkan peratuan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, meliputi:
1.
Pajak daerah;
2.
Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan
umum (BLU) daerah;
3.
Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian
laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan
4.
2)
Lain-lain PAD yang sah.
Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendananai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3)
Lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu pembiayaan yang bersumber
dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman
105
daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
2.4
Perizinan
Perizinan pada dasarnya merupakan suatu instrumen kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang
memiliki peluang menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum
melalui
mekanisme perizinan, pemerintah daerah dapat melakukan pengendalian yang
mungkin ditimbulkan oleh aktivitas sosial maupun ekonomi, mengalokasikan
barang publik secara efisien dan adil, mencegah asimetris informasi, dan
perlindungan hukum atas kepemilikan dan penyelenggara kegiatan. Kebijakan
perizinan harus didasarkan pada prinsip bahwa kegiatan yang berpeluang
menimbulkan gangguan pada dasarnya, kecuali memiliki izin terlebih dahulu dari
pemerintah atau instansi yang berwenang . (Suhirman, 2002:24).
Perizinan yang merupakan ujung tombak dari peranan birokrasi
pemerintahan dalam penataan investasi perlu diskenariokan dalam format
desentralisasi perizinan (decentralized licensing), yang dinilai sebagai salah satu
alternatif solusi efektif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
menyangkut investasi. Sehubungan sistem pemerintahan yang
didesentralisasikan (decentralized government), desentralisasi perizinan
merupakan format kebijakan pemerintahan yang urgent sejalan kebutuhan untuk
menata sistem investasi sebagai pilar utama perekonomian Indonesia. Dikaitkan
dengan teori kebijakan publik, perizinan merupakan bagian dari pendekatan
command and control, yaitu pendkatan kebijakan investasi dari sudut
kewenangan regulasi pemerintah. Perdefinisi, izin dapat diartikan sebagai suatu
106
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan
pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan
larangan peraturan perundang- undangan. Mendasarkan pada definisi tersebut,
perizinan akan selalu berkaitan dengan aktivitas
aktivitas
yang
menjadi
pengawasan
terhadap
obyek perizinan. Pengawasan terhadap investasi
sebagai aktivitas obyek perizinan akan mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu : pemberi
izin (aparat perizinan), pelaku investasi (subyek perizinan), dan aktivitas investasi
(obyek perizinan). Ketiga aspek dalam perizinan tersebut dalam dijelaskan
sebagai berikut: pertama, pengawasan terhadap pemberi izin harus diberi makna
kebutuhan untuk membenahi kondisi birokrasi, dengan melakukan pengawasan
secara intensif dan efektif terhadap aparat pemerintahan. Kedua, subyek
perizinan (pelaku investasi) juga menjadi faktor yang sangat menentukan untuk
memperkuat sistem pengawasan birokrasi itu sendiri. Pelaku investasi harus
memiliki visi investasi yang jelas dalam kaitannya dengan kemanfaatan publik
(public benefit) dari investasi yang ditanamkan. Sehubungan dengan aktivitas
investasi oleh pelau investasi. Grand design mengenai peta investasi diharapkan
dapat ditempatkan dalam suatu strategi investasi yang mampu meresistensi
langkah-langkah pragmatic dalam investasi yang selalu berorientasi profit tanpa
meninjau segi kemanfaatannya bagi publik dannegara.
Ketiga, aktivitas investasi harus dapat dilakukan secara mudah sejauh
telah dipenuhi syarat-syarat dalam perizinan, antara lain syarat yang menyangkut
investasi yang berwawasan lingkungan (eco-investment) dan bersifat padat
karya. Wawasan lingkungan diperlukan agar investasi yang dilakukan tidak
menimbulkan kerusakan lingkungan. Sedangkan harus bersifat padat karya,
artinya mampu membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal. Hal tersebut
107
dilakukan dengan membuat desain perizinan investasi terpadu dalam konteks
desentralisasi perizinan, sehingga mampu untuk mengatasi keruwetan birokrasi
perizinanyangselamainidinilaimemberipeluangbagiaparatperizinanuntukmengamb
il keuntungan tidak resmi, yang berdampak pada tingginya social cost dalam
investasi. Peluang partisipasi publik (public participation) dan pengawasan oleh
media massa dalam turut melakukan pengawasan publik (mass control) akan
mendorong perwujudan good governance yang menjadi faktor positif bagi
investasi.
Pertimbangan yang harus dimasukkan dala penetapan suatu perizinan
(sekaligus juga merupakan tujuan perizinan) adalah :
a. Melindungi kepentingan umum (publicinterest)
b. Menghindari eksternalitasnegative
c. Menjamin pembangunan sesuai rencana, serta standar kualitas
minimum yangditetapkan
Suhirman (2002:26) menyatakan bahwa sebagi instrument pengendalian,
perizinan memerlukan rasionalitas yang jelas dan tertuang dalam
bentuk
kebijakan pemerintah sebagai sebuah acuan. Perizinan pada dasarnya dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Lisensi (License) yaitu izin yang diperlukan untuk suatu kegiatan
tertentu yang tidak memerlukan ruang misalnya SIUP, izin prinsip, izin
trayek, SIM, danlainnya.
2. Izin (Permit) yaitu izin yang berkaitan dengan lokasi serta
pemanfaatan
dan
kualitas ruang,
misalnya
izin
lokasi,
izin
pemanfaatan ruang, misalnya SITU; lingkungan, misalnya AMDAL,
HO,
konstruksi
misalnya
IMB;
khusus
pemanfaatan
SDA
108
misalnyaSIPA.
2.4.1
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menurut Sidharta, merupakan suatu izin
pembangunan fisik setiap bangunan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan berisi
perizinan tentang tapak bangunan, arsitektur bangunan, ketentuan bangunan
dari segi KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan),
ketinggian bangunan, garis sempandan, konstruksi dan jaringan utilitas serta
prasyarat lingkungan. Penetapan IMB mempertimbangkan kesesuaian bangunan
dan lingkungannya (1994, dikutip Sujarto, 1996:61).
Pengertian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan usaha untuk
rencana kegiatan mendirikan jenis bangunan tertentu pula. Sehingga dapat
dipahami apabila IMB diberikan tidak hanya kepada orang pribadi tetapi juga
badan usaha, dan kegiatan pendirian bangunan yang berbeda jenis serta dengan
kegunaannya yang berbeda, maka pada akhirnya akan membedakan
persyaratan yang harus dipenuhi di dalam penerbitannya.
2.4.2
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah
satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk
meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Pasal 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pengertian retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
109
kepentingan orang pribadi atau badan.
Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. Besarnya retribusi
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau
perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan
penggunaan jasa (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan UndangUndang dan Peraturan Daerah yang berkenaan;
2.
Hasil Penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah;
3.
Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas
jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya;
4.
Retribusi terutang apabila jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah dinikmasti oleh orang atau badan;
5.
Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah,
Departemen Keuangan-RI (2004:60), Kontribusi retribusi terhadap penerimaan
Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kabupaten pemerintah kota yang relatif
tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara teoritis
terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai peranan/
kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
110
111
KERANGKA PENELITIAN
Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan
Identifikasi permasalahan:
1. Terjadinya tumpang tindih
peraturan (overlap regulation)
dalam berbagai perda
sehingga pimpinan kerap
membuat kebijakan secara
kasuistis ketika terjadi
permasalahan.
2. Bertambahnya jenis
permohonan izin yang harus
dilayani, tetapi jumlah SDM
(personil) terbatas.
3. Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap
Gamb
penyelenggaraan IMB,
khususnya pemilik tempat
tinggal di Kabupaten Gresik.
4. Kurangnya sosialisasi yang
dilakukan Pemerintah Daerah
akan manfaat IMB.
5. Kurangnya komitmen
pemohon dalam
menindaklanjuti kelengkapan
dokumen.
Model Implementasi menurut
Marilee S. Grindle (2008)
dengan indikator:
1. Konten Kebijakan
2. Konteks Kebijakan
3. Hasil Kebijakan
Output Penelitian:
Meningkatkan Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
Kabupaten Gresik dari sector
perizinan retribusi daerah.
Outcome Penelitian:
Terciptanya
pembangunan
yang serasi dan berwawasan
lingkungan bagi masyarakat
Kabupaten Gresik.
Gambar 2.2 Kerangka Penelitian
Sumber : Diolah Peneliti
112
BAB III
ANALISA GAMBARAN SOSIAL PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum KabupatenGresik
Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian
(SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang
Kertasusila(Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah
satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan jawa timur yang kegiatannya
diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritime, pendidikan
dan industri wisata. Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu
wilayah pengembangan Gerbangkertosusila dan juga sabagai wilayah industri,
maka kota gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada
nusantara tetapi juga ke seluruh dunia yang ditandai dengan munculnya industri
multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia. Posisi geografis,
wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur Timur dan
sampai 7° sampai 8° Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten
gresik sebagai berikut:
1.
Sebelah utara berbatasan dengan LautJawa
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura dan KotaSurabaya
3.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Mojokerto
4.
Sebelah barat berbatasan dengan KabupatenLamongan.
Kabupaten Gresik mempunyai wilayah kepulauan, yaitu Pulau Bawean
dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas wilayah Gresik seluruhnya 1.191,25
113
Km2, terdiri dari 993,83 Km2 luas wilayah daratan ditambah sekitar 197,42 Km2
luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773,80 Km2 yang
sangat potensial dari subsektor perikanan laut. Hampir sepertiga bagian dari
wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 140
Km meliputi Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Ujungpangkah,
Sidayu dan Panceng, serta Kecamatan Tambak dan Sangkapura yang berada di
Pulau Bawean. Kabupaten Gresik merupakan dataran rendah dengan ketinggian
2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang
mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut.
Daya saing merupakan kemampuan sebuah daerah untuk menghasilkan
barang dan jasa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat. Daya
saing daerah di Kabupaten Gresik dapat dilihat dari aspek kemampuan ekonomi
daerah, fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya
manusia. Kabupaten Gresik adalah salah satu dari wilayah penyangga kota
Surabaya (Surabaya Metropolitan Area). Dimana Kota Surabaya adalah ibu kota
sekaligus pusat ekonomi Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur dan fungsi
wilayah penyangga bagi Kabupaten Gresik dapat bernilai positif secara
ekonomis, jika Kabupaten Gresik dapat mengantisipasi dengan baik kejenuhan
perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta permukiman Kota
Surabaya, yaitu dengan menyediakan lahan alternatif pembangunan kawasan
industri,
perdagangan
representatif,kondusif,
dan
jasa,
serta
permukiman
yang
114
dan strategis. Daya saing bidang perekonomian, keuangan, perijinan dan
investasi meliputi :
1.
PDRB, pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomitinggi
2.
Tersedianya komoditas unggulan, antara lain : sarung, kopyah,
busana muslim, makanan khas,dsb
3.
Pendapatan Asli Daerah yang cukuptinggi
4.
Pelayanan perijinan investasi melalui sistem satuatap
5.
Pelayanan di bidang perijinan yang berkualitas dan profesional
dengan standarISO.
a) Visi danMisi
1) Visi KabupatenGresik
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
pada akhir periode perencanaan yang didalamnya berisi suatu gambaran
yang berisikan tentang masa depan, cita dan citra yang ingin diwujudkan.
Visi dari Kabupaten Gresik adalah Gresik Yang Agamis, Adil, Makmur
Dan Berkehidupan Yang Berkualitas Secara filosofi visi tersebut dapat
dijelaskan melalui makna yang terkandung di dalamnya, yaitu :
1.
Gresik : adalah satu kesatuan masyarakat dengan segala potensi
dan sumber dayanya dalam sistem Pemerintahan KabupatenGresik.
2.
Agamis adalah suatu kondisi masyarakat yang hidup dalam sistem
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Maha
Esa
serta
tata
kaidah
hubungan
antar
manusia
danlingkungannya.
3.
Adil adalah perwujudan kesamaan hak dan kewajiban secara
proporsional dalam segala aspek kehidupan tanpa membedakan
115
latar belakang suku, agama, ras dangolongan.
4.
Makmur adalah kondisi kehidupan individu dan masyarakat yang
terpenuhi kebutuhannya.
5.
Berkehidupan yang berkualitas adalah hidup yang sehat dengan
berlatarbelakang pendidikan yang sesuai jaman serta pemenuhan
pendapatan yangmemadai.
2)
Misi Kabupaten Gresik
Misi adalah implementasi dari keinginan menyatukan langkah dari
gerak dalam melaksanakan visi yang telah ditetapkan. Adapun misi yang
dimiliki oleh Kabupaten gresik adalah:
1.
Mendorong tumbuhnya perilaku masyarakat yang sejuk, santun dan
saling menghormati dilandasi oleh nilai-nilai agama sesuai dengan
simbol Gresik sebagai Kota Wali dan KotaSantri
2.
Meningkatkan pelayanan yang adil dan merata kepada masyarakat
melalui tata kelola kepemerintahan yangbaik
3.
Mendorong pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat secara merata melalui pengembangan ekonomi lokal,
konsep
ekonomi
kerakyatan
dan
pembangunan
yang
berwawasanlingkungan
4.
Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan derajat
kesehatan dan pendidikan masyarakat serta pemenuhan kebutuhan
dasar lainnya.
116
b) Lambang Kabupaten Gresik
Gambar 3.1 Lambang Kabupaten Gresik
Sumber: Statistik Kabupaten Gresik
Berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Gresik No. 3 tahun 1975
lambang daerah Kabupaten Gresik terdiri dari Sebelas bagian dengan
bentuk, macam dan maknanya sebagai berikut:
1.
Segilima, melambangkan Pancasila yang mendasari sosio cultural,
histories, dan aktivitas ekonomi
2.
Warna kuning,
melambangkan keluhuran
budi
dan
kebijaksanaan, sedangkan warna tepi hitam melambangkan sikap
tetap teguh dan abadi
3.
Kubah masjid, melambangkan agama yang dianut mayoritas yakni
Islam
4.
Rantai yang tiada ujung pangkal melambangkan persatuan dan
kesatuan
5.
Segitiga sama kaki sebagai puncak kubah masjid, melambangkan
bahwa tidak ada kekuasaan yang tertinggi selain Tuhan Yang Maha
Kuasa.
117
6.
Gapura berwarna abu-abu muda, melambangkan suatu pintu
gerbang pertama masuk dalam suatu daerah sebagaimana
penghubung antara keadaan diluar dan dalam daerah
7.
Tujuh belas lapisan batu. Melambangkan tanggal 17 yang
merupakan pencetus revolusi Indonesia dalam membebaskan diri
dari belenggu penjajah
8.
Ombak laut yang berjumlah delapan, melambangkan bahwa pada
bulan Agustus merupakan awal tercetusnya revolusi Indonesia
9.
Mata rantai 45 (empat puluh lima) melambangkan bahwa pada tahun
1954 merupakan tonggak sejarah dan tahun peralihan dari jaman
penjajahan menuju jaman kemerdekaan Indonesia yang jaya kekal
abadi.
10.
Cerobong asap, melambangkan bahwa Kabupaten Gresik adalah
daerah pengembangan industri yang letaknya amat strategis bila
ditinjau dari persilangan komunikasi baik darat, laut maupun udara.
11.
Perahu Layar, garam, ikan laut dan tanah melambangkan bahwa
mata pencaharian rakyat Kabupaten Gresik adalah nelayan dan
petani.
3.2
Gambaran Umum Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2008
paragraf 4 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gresik, disebutkan
bahwa:
118
Pasal 39
1) Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
menyelenggarakanfungsi:
a. perumusan kebijakan teknis di bidang penanaman modal
dan pelayanan perizinan;
b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahanan
daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman
modal dan pelayanan perizinan;
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai
dengan tugas dan fungsinya
Pasal 40
1) Susunan Organisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu terdiri dari:
1. Kepala Badan.
2. Sekretariat, terdiri dari:
a) sub bagian umum dan kepegawaian;
b) sub bagian program dan pelaporan;
c) sub bagian keuangan.
119
3. Bidang Pengembangan Investasi, terdiri dari:
a) sub bidang pengelolaan sistem informasi;
b) sub bidang pengembangan kawasan.
4. Bidang Pelayanan Perizinan, terdiri dari:
a) sub bidang pelayanan perizinan penanaman modal;
b) sub bidang pelayanan perizinan non penanaman modal.
5.
Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman
Modal,terdiri dari:
a) sub bidang pengawasan usaha;
b) sub bidang pengawasan pemanfaatan lahan dan
bangunan;
6.
Bidang Kebijakan dan Kerjasama, terdiri dari:
a) sub bidang kerjasama dan pengembangan iklim investasi;
b) sub bidang pengembangan komunitas dankemitraan;
7.
Kelompok jabatan fungsional.
8.
Unit Pelaksana Teknis Badan.
120
2) Bagan struktur organisasi Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XVIII.
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Dinas Penanaman
Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Sumber : perijinan.gresikkab.go.id
a) Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Gresik
1) Visi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Gresik Terwujudnya Kabupaten Gresik sebagai
daerah tujuan investasi pada tahun 2015.
2) Misi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Gresik
a.
Mewujudkan
pengembangan
pengelolaan
kawasan
sistem
dalam
informasi
rangka
dan
memberikan
pelayanan pada masyarakat dan dunia usaha sebagai upaya
peningkatan investasi
b.
Mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan profesional
dibidang penanaman modal dan perizinan
c.
Mewujudkan peningkatan pengendalian pelaksanaan
penanaman modal
d.
Mewujudkan iklim yang lebih kondusif untuk investasi dengan
meningkatkan kerjasama dan kemitraan.
b) Tugas pokok dan fungsi Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan, pengembanagan
dan pengkoordinasian pelayanan penanaman modal, serta kegiatan
perizinan untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai fungsi:
a. Penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja
91
b. Perumusan kebijakan teknis
c. Perencanaan, monitoring dan evaluasi Penanaman Modal
d. Mengevaluasi kebijakan penanaman modal
e. Pembinaan dan pengembangan iklim penanaman modal
f. Pengoordinasian fasilitasi dan pelaksanaan kegiatan perizinan
g. Pelayanan terpadu bidang penanaman modal
h. Fasilitasi, pelayanan, pembinaan dan pengendalian
rekomendasi dan/atau perizinan penanaman modal
i. Pembinaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan
kerjasama penanaman modal.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang
mempunyai relevansi dengan masalah yang diteliti dimana metode penelitian
tersebut berguna dalam pengumpulan data. Oleh karena itu metode penelitian
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan arah dan kegiatan
dan memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif ini ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan
cara-cara lain dari kuantitatif (pengukuran).Menurut Sugiyono (2011) metode
penelitian administrasi atau manajemen dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan
dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam
bidang administrasi dan manajemen.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang merupakan penelitian terhadap fenomena tertentu yang diperoleh
penelitian dari subyek berupa kelompok atau perspektif lain. Tujuan dari penelitian
ini ingin memberikan gambaran atau penjelasan tentang aspek-aspek yang rentan
dari fenomena yang diamati sedang penjelasan yang diberikan dalam studi
deskriptif hanya berkisar pada besar, bentuk deskriptif atau keberadaan suatu
variabel. Serta menggambarkan suatu keadaan yang sedang berjalan pada saat
penelitian dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu yang berupa fakta
tertulis atau lisan dari sumber atau perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Moleong (2007:30) adalah:
“Suatu metode yang mengarah pada keadaan atau individu-individu secara utuh.
Jadi pokok kajiannya tidak akan disederhanakan pada variable yang telah ditata
atau suatu hipotesa yang telah direncanakan sebelumnya”.Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan mengenai seputar Izin Mendirikan Bangunan (IMB), baik itu
tentang pelaksanaannya, pelayanannya, dan mekanismenya. Selain itu juga
dibahas tentang penerapan faktor pendukung dan penghambat Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dalam rangka optimalisasi pelayanan publik di Kabupaten Gresik
sehingga penulis dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai Implentasi
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 200 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu).
4.2. Fokus Penelitian
Ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam
merumuskan masalah penelitian dengan memanfaatkan fokus. Pertama,
penetapan fokus dapat membatasi studi yang kedua, penetapan fokus berfungsi
untuk memenuhi kriteria inklusi-inklusi atau kriteria masuk keluar suatu informasi
yang masuk di lapangan (Moleong, 2007:94). Dalam suatu penelitian, fokus
penelitian sangat dibtuhkan karena bertujuan agar cakupan dalam penelitian
menjadi lebih terarah dan tidak teralu luas maupun menyimpang dari rumusan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka fokus penelitian
diarahkan pada DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu
Pintu) Kabupaten Gresik sebagai salah satu instansi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Oleh karena itu fokus dalam pelaksanaan penelitian ini
adalah:
1.
Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23
tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Kemudian Penulis
Menggunakan model implementasi Marilee S. Grindle (2008) untuk melihat
sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan yang indikatornya
adalah:
1)
Konten kebijakan yang mencakup beberapa hal yang menentukan
keberhasilan dari suatu implementasi adalah:
a. Kepentingan kelompok sasaran
b. Tipe manfaat
c. Derajat perubahan yang diinginkan
d. Letak pengambilan keputusan
e. Pelaksana program
f. Sumber daya yang dilibatkan
2)
Konteks kebijakan juga mencakup beberapa hal yang menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan, yaitu:
a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
3)
Hasil kebijakan, yaitu:
a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok
b. Perubahan dan penerimaan masyarakat
2.
Faktor pendukung dan penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan.
3.
Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
4.3. Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana dapat mengungkapkan keadaan
yang sebenarnya dari obyek yang akan diteliti. Sedangkan situs penelitian adalah
letak atau tempat peneliti mengungkapkan keadaan sebenarnya dari keadaan
yang diteliti. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Gresik dengan situs
pada
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP)
Kabupaten Gresik yang mengurusi pelayanan di bidang perizinan, khususnya IMB.
Alasan mengambil penelitian mengenai layanan IMB pada Dinas Penanaman
Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik yaitu
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kabupaten Gresik merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur dan
mempunyai peran yang strategis dalam menunjang laju pertumbuhan
daerah sekitarnya.
2.
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP)
Kabupaten Gresik merupakan salah satu instansi yang bertugas
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dalam bidang perizinan.
3. Tersebarnya dasar hukum perda terkait perizinan yang mengatur IMB
dalam beberapa perda. Sehingga menimbulkan tumpeng tindih peraturan,
hal ini berdampak pada proses penerbitan perizinan mendirikan bangunan
itu sendiri, dan pimpinan SKPD terkait seringkali harus membuat kebijakan
secara kasuistis ketika muncil permasalahan. Maka dari itu penulis lebih
mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
4.4. Jenis dan Sumber Data
Sumber data disini adalah sumber data yang akan digunakan dalam
penelitian, yaitu orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan dokumen-dokumen yang
dianggap penting. Beberapa jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat baik yang melalui wawancara, observasi, dan alat lainnya
(Subagyo, 1991:87). Data primer didapatkan langsung dari sumbernya
(subyek penelitian) yang langsung berhubungan dengan peneliti dan
mampu memberikan informasi.
Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pemberi informasi adalah:
a. Pegawai Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPM-PTSP) Kabupaten Gresik
b. Masyarakat (publik) sebagai pengguna dan penerima jasa layanan
di DPM-PTSP Kabupaten Gresik
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.
Menurut Subagyo (1991:88), data sekunder adalah data yang
mendukung data primer, dapat berupa catatan-catatan resmi, laporanlaporan, atau dokumen, majalah, karya tulis ilmiah, jurnal, makalah,
serta pendukung data lainnya. Data sekunder ini dapat diperoleh dari
publikasi otentik, baik dari instansi maupun publikasi ilmiah. Adapun
batasan dari data sekunder tersebut adalah sepanjang mendukung isi
dan pembahasan yang akan diperlukan dalam penelitian ini.
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut sumbersumber penyedia informasi yang dapat mendukung informasi tentang
hal-hal yang menjadi pusat perhatian peneliti. Sedangkan menurut
Arikunto (1998:90) yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek
dari mana data diperoleh. Yang menjadi sumber data dari penelitian ini
adalah:
1. Informan
Menurut Moleong (2007:90), informan adalah orang dalam yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai
pemberi informasi adalah:
a. Pegawai Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPM-PTSP) Kabupaten Gresik.
1)
Bidang Pengelolaan Sistem Informasi
2)
Bidang Pelayanan Perizinan Non Penanaman Modal
3)
Bidang Pengawasan Kawasan
4)
Bidang Pengawasan Pemanfaatan Lahan dan Bangunan
Informasi yang didapat dari para pegawai adalah informasi tentang
upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan
suatu ijin, bagaimana penyelenggaraan pelayanan perijinan
terpadu, serta apa yang menjadi tolak ukur kualitas pelayanan
perijinan dengan adanya penempatan pelayanan perizinan terpadu.
b. Beberapa masyarakat Kabupaten Gresik sebagai publik pengguna
jasa layanan perijinan di Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Informasi
yang di dapat dari masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat
tentang pelayanan publik khususnya dalam pengurusan izin yang
diberikan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai penyedia layanan jasa.
2. Dokumen
Dokumen yang digunakan adalah data yang relevan dengan
masalah dan fokus penelitian yang didapatkan dari pengumpulan data
dengan cara pencatatan data-data yang tersedia di Dinas Penanaman
Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik.
Dokumen tersebut dapat berupa arsip, buku referensi, dan catatan
mengenai kegiatan yang dilakukan di Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP)
Kabupaten Gresik.
Dokumen yang digunakan adalah:
a.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
b.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
c.
Peraturan
Presiden
Nomor
97
Tahun
2014
tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
d.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
e.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
f.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Publik.
g.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Penanaman Modal Kabupaten Gresik
h.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 36 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
i.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
3. Peristiwa
Peristiwa yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kegiatankegiatan yang dilakukan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Sumber informasi ini dapat
dilakukan dengan cara melakukan observasi yaitu melihat langsung
kegiatan yang dilakukan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Peristiwa ini dapat dilihat
dari adanya antrian ketika pemohon (masyarakat/publik) mengajukan
pengurusan izin, tinjau lapangan, rapat rekomendasi izin, dan proses
waktu pengurusan perijinan ketika masyarakat mengajukan surat-surat
sebagai persyaratan pengurusan perijinan.
4.5. Teknik Pengumpulan Data
Beberapa proses dan prosedur yang dianggap relevan oleh penulis dalam rangka
mengumpulkan data adalah pertama, memasuki lokasi penelitian (getting in),
kedua, hubungan dengan subjek penelitian (getting along) dan ketiga,
mengumpulkan data (logging the data)
1.
Memasuki lokasi penelitian(getting in)
Pada tahap awal, peneliti memasuki lokasi penelitian. Peneliti terlebih dahulu
menyiapkan segala sesuatu yangdiperlukan terutama berkaitan dengan
suratijin penelitian yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Gresik
(Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) berdasarkan surat pengantar
penelitian yang diberikan oleh Program Magister Ilmu Administrasi Publik
Universitas Brawijaya Malang. Dengan adanya surat penelitian tersebut
secara langsung peneliti telah berusaha memasuki lokasi penelitian sesuai
degan prosedur dari Pemerintah Kabupaten Gresik.
2.
Hubungan dengan subjek penelitian(getting along)
Terjadinya hubungan baik antara peneliti dengan subjek peneliti akan
memudahkan dalam bertukar informasi. Untuk itu perlu dibangun sebuah
hubungan yang jujur, saling bertukar informasi secara bebas dan terbuka,
yang dimulai dengan menemukan masalah di lapangan dan selanjutnya
didiskusikan. Posisi peneliti dalam hal ini adalah sebagai instrumen utama
agar memperoleh kepercayaan dan keyakinan dari informan kunci yaitu
masyarakat sebagai pemohon perizinan mendirikan bangunan, kepala Dinas
Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu, bidang Pengelolaan Sistem
Informasi DPM-PTSP, Bagian Program dan Pelaporan, sub bidang
pelayanan perizinan penanaman modal, dan bidang pengembangan
kawasan DPM-PTSP Kabupaten Gresik,
3.
Metode Mengumpulkan Data(logging the data)
Metode mengumpulkan data penelitian ini dilakukan dengan tiga teknik yaitu,
1) wawancara, 2) observasi, 3) studi dokumen dan literatur. Ketiga teknik
tersebut merupakan teknik dasar dalam mengumpulkan data penelitian
kualitatif.
1) Wawancara
Wawancara adalah sebuah interaksi yang didalamnyaterdapat pertukaran
atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan
informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu orang
yang melakukan atau memulai pembiacaraan sementara yang lain hanya
mendengarkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk
wawancara semi terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancarasemi
terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Pertanyaan terbuka, namun ada batasan lama dan alur pembicaraan
b.
Ketepatan wawancara dapat diprediksi
c.
Fleksibel, tetapi terkontrol
d.
Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokam dalam alur, urutan,
dan penggunaan kata
e.
Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena
Sedangkan wawancara tidak terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Pertanyaan yang sangat terbuka, jawabannya lebih luas dan bervariasi
b.
Kecepatan wawancara sulit diprediksi
c.
Sangat fleksibel
d.
Pedoman wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan
kata, alur pembicaraan
e.
Tujuan wawancara adalah untuk memahamisuatu fenomena
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan narasumber sebagai
berikut:
a.
Bapak Mulyanto selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu.
b.
Kepala Bidang dan staff Bidang pengelola sistem informasi
c.
Kepala Bidang dan staff pelayanan perizinan non penanaman modal
d.
Kepala Bidang dan staff pengawasan pengembangan kawasan
e.
staff bidang pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan
h.
Masyarakat di kecamatan kebomas, kecamatan gresik, kecamatan
manyar dan kecamatan sidayu Kabupaten Gresik sebagai pemohon
IMB.
2)
Observasi
Observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta
“merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dan
Cartwright dalam Herdiansyah 2010:131). Sedangkan menurut (Herdiansyah,
2010:131) inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya
tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat
dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur.
Dalam penelitian ini, terdapatdua macam observasi yang dilakukan oleh peneliti,
yaitu :
a.
Observasi partisipatif
Observasi partisipatif melibatkan peneliti dalam kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Menurut
Stainback dalam (Sugiyono, 2007:65), observasi partisipatif adalah “in participant
observation, the researcher observes what people dp, listen to what they sat, and
participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa
yangdikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka
ucapakan, dan
berpartisipasi dalam aktifitas mereka.
Selanjutnya dijelaskan oleh (Sugiyono, 2012;311-312) observasi partisipatif yang
dilakukan adalah termasuk dalam bentuk partisipasi pasif dan moderat. Observasi
partisipasi pasif dapat dijelaskan bahwa peneliti datang ke tempat kegiatan, tetapi
tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Sedangkan observasi partisipasi
moderat dapat dijelaskan bahwa peneliti dapat menjadi orang dalam dan sekaligus
menjadi orang luar. Hal ini ditunjukkan dalam mengumpulkan data peneliti dengan
mengikuti beberapa kegiatan sumber data tetapi tidak semuanya.
b.
Observasi Terus Terang atau Tersamar
Menurut
Sugiyono
(2012:213)
dalam
observasi
ini
peneliti
melakukan
pengumpulan data dengan menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa
dia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal
sampai akhir tentang aktifitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat peneliti dalam
observasi juga melakukan tindakan tidak terus terang atau tersamar. Hal ini
digunakan untuk menghindarkan apabila suatu data yang dicari merupakan
datayang masih dirahasiakan. Kemungkinan bila dilakukan dengan terus terang,
maka peneliti tidak akan dijinkan untuk melakukan observasi.
3)
Dokumentasi
Dokumentasi atau yang dapat disebut dengam studi dokumen merupakan salah
satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek.
Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti
kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu
media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek
yang bersangkutan (Herdiansyah, 2010:143).
Dokumen yang dijadikan sebagai bahan studi adalah dokumen resmi. Dokumen
resmi dipandang mampu memberikan gambaran mengenai aktifitas, keterlibatan
individu pada suatu komunitas tertentu dalam setting sosial. Selain itu, perjalanan
karier, jabatan, dan tanggung jawab yang pernah diterima oleh individu tertentu
mampu memberikan gambaran kepribadian dan karakter dari orang yang
bersangkutan. Dokumen resmi terdiri dari dokumen internal dan dokumen
eksternal. Dokumen internal dapat berupa catatan, memo, pengumuman,
instruksi, aturan sebuah lembaga, sistem yang diberlakukan, hasil notulensi rapat
keputusan pimpinan, dan lain sebagainya. Dokumen eksternal dapat berupa
bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial seperti majalah,
koran, buletin, surat pernyataan, dan lain sebagainya (Moleong, 2008).
Selanjutnya, dokumen resmi yang dijadikan sebagai bahan studi dalam penelitian
ini adalah bahan-bahan laporanyang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan
tata kelola dampak lingkungan akibat aktifitas pertambangan marmer baik berupa
perundang-undangan dan bentuk peraturan lainnya.
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam proses
pengumpulan data yang berwujud sarana atau benda. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti Sendiri
Hal ini sesuai dengan metode penelitian yang dipakai yaitu metode penelitian
kualitiatif, dimana pengumpulan data lebih tergantung pada diri peneliti sendiri. Di
sini peneliti sebagai instrumen utama (instrument guide) dengan mengunakan
panca indera untuk menyaksikan dan mengamati proyek atau fenomena dalam
penelitian.
2. Pedoman Wawancara (Interview Guide)
Yaitu serangkaian pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden yang
mana hal ini akan digunakan sebagai petunjuk pada saat melakukan wawancara.
3. Catatan Lapangan (Field Note)
Catatan ini dibuat setelah peneliti mengadakan pengamatan ataupun wawancara.
Catatan ini merupakan hasil dari penelitian yang didengar, dilihat, dan dipikirkan
dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian kualitatif.
4.7. Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis
data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat
jenuh. Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif dalam Moleong (2005:248)
Metodologi Penelitian Kualitatif adalah:
“upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari dan merumuskan apa yang dapat diceritakan kepada oranglain.”
Data yang terkumpul harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
informasi yang dapat digunakan dalam menjawab perumusan masalah yang
diteliti. Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Model interaktif dalam analisis data kualitatif dipakai untuk menganalisis data
selama dilapangan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lainnya sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada yang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif
bersifat induktif dimana data yang diperoleh akan dianalisis dan dikembangkan
menjadi sebuah hipotesis atau asumsi dasar. Kemudian data- data lain terus
dikumpulkan dan ditarik kesimpulan.
Kesimpulan tersebut akan dapat memberikan suatu hasil akhir apakah
asumsi dasar penelitian yang telah dibuat sesuai dengan data yang ada atau tidak.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif mengikuti konsep yang dipaparkan oleh Miles dan Hubberman (2009:1520) dalam Analisis Data Kualitatif. Menurut mereka bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas,
dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data
display, dan conclusion;drawing/verification.
Gambar 4.1 Model Analisis Data Miles, Huberman dan Saldana
Sumber : Miles dan Huberman (Miles, Huberman dan Saldana, 2014:14)
Dari gambar 4.1 dapat dilihat Menurut Miles, Huberman dan Saldana
(2014:31-33) di dalam analisis data kualitatif terdapat tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu: Data Condensation,
Data Display, dan Conclusion.
1.
Kondensasi Data (Data Condensation)
Kondensasi
data
merujuk
pada
proses
memilih,
menyederhanakan,
mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan
bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara,
dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya.
2.
Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dari infomasi yang
memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data membantu dalam
memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis yang
lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman.
3.
Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing)
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari
arti benda-benda, mencatat keteraturan penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang
mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin
tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya
kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan
metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutantuntutan pemberi dana.
4.8.
Keabsahan Data
Menurut Lincoln & Guba (1985, dikutip Riyanto, 2003:103) terdapat empat
kriteria yang dapat digunakan dalam mengukur keabsahan data pada sebuah
penelitian
kualitatif,
yakni:
derajad
kepercayaan
(credibility),
keteralihan
(transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
1.
Credibility. Kriteria ini untuk memenuhi kriteria bahwa data dan informasi
yang dikumpulkan harus mengandung nilai kebenaran, yang berarti bahwa
hasil penelitian kualitatif harus dapat dipercaya oleh para pembaca yang
kritis dan dapat diterima oleh orang-orang (responden) yang memberikan
informasi yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung.Agar hasil
penelitian itu memperoleh kredibilitas yang tinggi maka Lincoln dan Guba
merekomendasi tujuh teknik yang perlu dilakukan oleh para peneliti yaitu
melakukan: prolonged engagement, persistent observation, triangulation,
pear debriefing, negative case analisis, referential adequacy chechs, dan
member checking. Namun dalam tesis ini, peneliti tidak memasukkan unsur
negatif case analisis dan member checking karena peneliti disini hanya
memfokuskan riset pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik dan riset ini juga
dilakukan oleh peneliti sendiri secara individu.
2.
“Prolonged Engagement” artinya bahwa peneliti harus tinggal ditempat
penelitian yang cukup lama, dengan tujuan : (1) agar dapat menumbuhkan
kepercayaan dari subyek yang diteliti: (2) agar memahami atau mengalami
sendiri kompleksitas situasi, dan (3) agar dapat menghindarkan distorsi
akibat kehadiran peneliti di lapangan. Lamanya waktu bagi seorang peneliti
kualitatif untuk tinggal di tempat penelitian tidak dapat ditetapkan dan
tergantung pada sempit atau luasnya cakupan masalah penelititan.
3.
“Persistent Observation”, atau observasi yang dilakukan terus menerus
adalah suatu teknik yang digunakan untuk memahami suatu gejala yang
lebih mendalam. Dengan teknik ini maka peneliti akan dapat menetapkan
aspek-aspek mana yang penting dan yang tidak dan kemudian
memusatkan perhatian kepada aspek-aspek yang relevan dengan topik
penelitiannya. Dengan pelaksanaannya di lapangan, peneliti melakukan
pengamatan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan pelayanan
perijinan IMB pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik.
4.
“Triangulation” atau melihat sesuatu dari berbagai sudut, artinya bahwa
verifikasi dari penemuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi
dan berbagai metode pengumpulan data. Dalam hal ini penulis
menyebutnya sebagai multiangulation mengingat tidak hanya terbatas tiga
sudut, tetapi bisa lebih atau bahkan boleh hanya dua sudut saja kalau
memang dirasa cukup dan atau tidak memungkinkan menambah menjadi
tiga sudut.
5.
“Pear Debrieffing”. Dalam hal ini dilakukan pembicaraan yang intensif dan
komprehensif dengan teman sejawat atau kolega untuk memperoleh
masukan atas kelemahan-kelemahan internal. Dapat dilakukan oleh
peneliti dengan jalan meminta kepada koleganya. Kolega itu dapat
menanyakan berbagai hal termasuk metode yang digunakan juga
mengenai simpulan-simpulan sementara yang diperoleh peneliti serta
kemungkinan adanya bias-bias yang disebabkan oleh peneliti.
6.
“Referencial Adequacy Checks”. Ini termasuk pengarsipan data yang
dikumpulkan selama penelitian lapangan. Arsip-arsip ini akan digunakan
sebagai bahan referensi untuk mengecek apakah menyangsikan atau
tidak. Apabila ada kesesuaian antara data/informasi dan kesimpulankesimpulan hasil penelitian (melalui proses validasi) maka dapat dikatakan
bahwa kesimpulan itu dapat dipercaya (credible).
7.
Transferability. Kriteria ini untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian
yang dilakukan dalam konteks tertentu (di mana penelitian di lakukan)
dapat diaplikasikan atau ditransfer kepada konteks atau setting yang
lain.Harus diakui bahwa hasil penelitian dapat ditransfer atau tidak adalah
merupakan pertanyaan empiris yang tidak dapat dijawab oleh peneliti itu
sendiri. Agar dapat disimpulkan bahwa penelitian dapat ditransfer kedalam
konteks
lain
maka
calon
penggunaan
hasil
penelitian
harus
membandingkan sendiri konteks dimana penelitian itu dilakukan dengan
konteks dimana hasil penelitian akan diterapkan. Pembandingan itu
dengan tujuan untuk mencari perbedaan dan kesamaan antara kedua
konteks yang dimaksud. Semakin banyak persamaan kedua konteks
tersebut semakin menghasilkan hasil penelitian itu dapat ditransfer,dan
keputusan untuk dapat ditransfer atau tidak terletak pada calon pengguna
hasil penelitian.
8.
Dependability. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses
penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Untuk mengecek apakah hasil
penelitian kualitatif bermutu atau tidak seseorang hendaknya melihat
apakah si peneliti sudah hati-hati atau belum bahkan membuat kesalahan
dalam
(1)
mengkonseptualisasikan
rencana
penelitiannya,
(2)
mengumpulkan data, dan (3) menginterpretasikan data atau informasi yang
telah dikumpulkan dalam suatu laporan penelitian yang telah ditulis.
Cara yang paling baik untuk menetapkan bahwa hasil penelitian itu dapat
dipertahankan
(dependable)
adalah
dengan
menggunakan
teknik
dependability audit. Yaitu dengan jalan meminta independen auditor guna
mereview aktivitas yang dilakukan oleh peneliti (berupa catatan yang
disebut
“audittrail”),
disamping
catatan-catatan
data/informasi
dari
lapangan, arsip-arsip serta laporan penelitian yang telah dibuat oleh
peneliti.Auditordependability penelitian ini adalah pembimbing tesis
masing-masing: Dr.M. Makmur, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Dr. Alfi Haris wanto, SAP, MAP, MMG selaku Anggota Komisi Pembimbing.
9.
Confirmability. Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah hasil penelitian
itu bermutu atau tidak. Jika “dependability audit” digunakan untuk menilai
kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti sampai dapat
membuahkan hasil penelitian, maka “confirmability audit” digunakan untuk
menilai kualitas hasil penelitian itu sendiri. “Confirmability audit” dapat
dilakukan bersamaan dengan “dependability audit”. Tetapi tekanan dari
“confirmability audit” adalah berkaitan dengan pertanyaan apakah data dan
informasi serta interprestasi dan lain-lain dalam laporan penelitian
didukung oleh materi-materi yang tersedia/digunakan dalam “audittrail”.
Untuk memenuhi penelusuran dan pelacakan audit ini, peneliti menyiapkan
bahan-bahan yang diperlukan seperti data, hasil analisis, dan catatan
tentang hasil penelitian. Peneliti juga melakukan diskusi dengan Komisi
Pembimbing baik secara informal maupun formal melalui proses konsultasi
dan sidang komisi dari tahapan-tahapan tersebut, Komisi Pembimbing
telah memastikan bahwa hasil penelitian ini benar-benar berasal dari data
dan berusaha untuk menelaah keabsahan data apakah sudah memadai
atau tidak sehingga layak untuk diujikan. Kepastian dan obyektifitas
penelitian tentunya juga didasarkan pada audit atau pemeriksaan yang
cermat terhadap seluruh komponen penelitian sebagai sebuah tradisi
penelitian kualitatif.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
Hasil penelitiam merupakan penjelasan data yang diterima dan didapatkan
dari hasil kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian
berlangsung. Dalam penelitian ini mengenai Implementasi Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Gresik terdapat beberapa hal yang
dihasilkan yakni antara lain Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, faktor
pendukung serta penghambat dalam implementasinya dan bagaimana target dan
realisasi yang dihasilkan dalam implementasi retribusi IMB sebagai berikut :
5.1.1 Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun
2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Dewasa ini, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi seperti sandang, pangan maupun papan. Terlebih bahwa papan, atau
yang biasa kita sebut bangunan adalah hal penting yang diperlukan guna untuk
melindungi diri, sehingga di jaman sekarang, bangunan merupakan aspek yang
terus cepat pembangunannya sehingga hal ini haruslah diatur oleh pemerintah.
Kabupaten Gresik merupakan wilayah yang berada di Jawa Timur yang
pembangunan sarana dan infrastruktur yang cukup pesat dalam hal bangunan
pribadi atau perumahan atau bangunan tempat tinggal, maupun pembangunan
bangunan yang bersifat bisnis komersial atau profit. Pemerintah dalam merespons
fenomena bisnis dan iklim industri yang sedang berkembang memang harus
tanggap dan responsif dalam menangkap peluang tersebut. Dengan begitu,
investasi yang masuk ke Gresik bisa menjadi penyumbang Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kabupaten Gresik. Salah satu bentuk dari bidang Penanaman
Modal adalah izin mendirikan bangunan (IMB). IMB berpotensi meningkatkan
PAD. Setiap perusahaan yang berinvestasi di Gresik tidak lepas berurusan dengan
perizinan IMB karena adanya retribusi yang terserap melalui izin itu. Semakin
banyak perusahaan yang masuk, penyerapan dari sektor tersebut akan
meningkat.
Tabel 5.1 Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017
Sumber : gresikkab.go.id
Berdasarkan tabel diatas mengenai penjabaran anggaran pendapatan asli
daerah Kabupaten Gresik pada tahun 2017 mampu mencapai 2.931.804.877.461
rupiah. Berdasarkan penjabaran diatas pula bahwa Retribusi daerah sebagaimana
halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang
diharapkan
menjadi
salah
satu
sumber
pembiayaan
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan
kesejahteraan masyarakat dengan jumlah 165.928.872.000 rupiah. Sehingga
dapat dikatakan bahwa retribusi daerah memberikan cukup banyak sumbangsih
kepada pembangunan Kabupaten Gresik.
Salah satu indikator capaian kinerja Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah pencapaian nilai realisasi
investasi melebihi target yang telah ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari 2010
sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 terjadi pelampauan target sebesar
112.19% dari target realisasi yang ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi
investasi juga melampaui target sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013,
pelampauan target investasi mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi
kenaikan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%.
Tidak jauh berebeda dengan kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman
modal juga melampaui target sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di
tahun 2015 yaitu sebesar 894 miliar rupiah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor
yang mendukung peningkatan realisasi investasi, diantaranya
1. Sektor industri masih mendominasi perekonomian di Kabupaten Gresik
dalam pembentukan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dari tahun ke tahun, seperti nampak pada tabel berikut ini:
SEKTOR PDRB
Pertanian,Kehutanan&Perkebunan
Pertambangan&Penggalian
2011(%)
9,22
1,40
2012(%)
8,94
3,99
TAHUN
2013(%)
8,88
2014(%)
8,65
2015(%)
7,73
3,96
3,81
12,25
Industri Pengolahan
45,20
50,16
50,23
49,95
48,20
Pengadaan Listrik&Gas
0,40
Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah,
Limbah&Daur Ulang
Konstruksi
4,50
1,62
1,61
1,59
0,06
5,96
1,24
1,24
1,30
8,28
Perdagangan Besar&Eceran,Reparasi
Mobil&Sepeda Motor
Transportasi&Pergudangan
25,60
23,23
24,01
11,32
3,16
3,10
3,04
-
-
-
-
1,12
2,88
-
2,97
-
2,96
-
2,94
-
1,06
1,11
3,17
Informasi&Komunikasi
Penyediaan Akomodasi&Makan Minum
Jasa Keuangan&Asuransi
Real Estate
23,09
2,18
3,43
Tabel 5.2 PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011-2015
Sumber : Rencana Strategis DPM-PTSP Tahun 2016-2021
Semakin
pesatnya
perkembangan
pertumbuhan
pembangunan
di
Kabupaten Gresik yang mengarah pada banguanan-bangunan bertingkat, dimana
keterbatasan lahan tanah yang semakin lama semakin sempit, maka sangat
diperlukan adanya suatu penataan, penertiban, pengendalian keamanan dan
keselamatan bangunan serta Iingkungan disekitarnya maka setiap daerah berhak
mengaturnya yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, khususnya
tentang
Retribusi IMB sebagai pedoman dalam pengaturannya. Seperti yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan,
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung
sesuai dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk
menjamin keandalan teknis bangunan gedung. Serta mewujudkan kepastian
hukum dalam penyelenggaraan IMB yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik.
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik
melaksanakan dua fungsi sekaligus yaitu fungsi pelayanan dan fungsi
pembangunan. Fungsi pembangunan artinya bahwa Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik ikut melaksanakan programprogram pembangunan melalui optimalisasi pemanfaatan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan untuk fungsi pelayanan, Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik bertugas
melayani masyarakat sesuai prinsip-prinsip good governance melalui pelayanan
yang prima. Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016,
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah
melayani customer sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh)
pelanggan, sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Berikut merupakan rekapitulasi
penerbitan izin pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Gresik yang diringkas pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.3 Rekapitulasi Penerbitan Izin DPM-PTSP Kabupaten Gresik
TAHUN
NO
JENIS IZIN
2011
2012
2013
2014
2015
1
322
IPPM
76
172
200
332
2
IU
50
77
58
52
73
3
IPR
99
190
206
212
278
4
LOKASI
47
54
40
62
55
5
TATA RUANG
120
357
300
19
60
6
IMB
791
404
439
420
495
7
HO
146
170
123
83
275
8
KEPELABUHANAN
0
4
14
1
8
9
REKLAME
727
115
228
197
213
10
IZIN PERTAMBANGAN
21
13
15
18
-
11
TDP
1054
1315
1704
1750
1981
12
ABT
7
58
58
71
-
3131
2929
3385
3199
3760
TOTAL
Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP 2016-2021
Bisa diasumsikan bahwa dari rekapitulasi penerbitan izin pada DPM-PTSP
Kabupaten Gresik ini selama 5 (lima) tahun terakhir mulai dari tahun 2011 hingga
2015 diasumsikan setiap tahunnya ada kurang lebih 3000 berkas izin yang masuk.
Khusus untuk Izin Mendirikan Bangunan, pada tahun 2011 hingga 2015 tercatat
ada sekitar 2549 berkas perizinan yang telah masuk. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh bapak Ulul selaku staff pada bidang Pelayanan Perizinan non
Penanaman Modal di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut:
“Sejak DPM-PTSP Kabupaten Gresik berdiri pada tahu 2007, atau dalam
kurun 10 tahun terakhir, apabila diasumsikan secara rata-rata, dalam satu
tahun berkas yang masuk bisa mencapai 3000 berkas atau mungkin bisa
lebih. Dan DPM-PTSP telah melayani sekitar 27.000 pemohon perizian.
Sedangkan pada akhir Februari pada tahun 2016, sesuai data yang ada di
sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1287 pemohon yang
mendaftarkan perizinannya” (Wawancara, Rabu 3 Februari 2018)
Seperti yang telah disinggung pada Bab I bagian latar Belakang
permasalahan, disebutkan bahwa pengaturan retribusi IMB menjadi fokus yang
akan di teliti karena selain retribusi sudah mempunyai dasar hukum tersendiri
dalam IMB, retribusi juga berkontribusi cukup besar dalam peningkatan
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gresik pada APBD tahun 2017. Hasil
pendapatan asli daerah yang dihasilkan dari nretribusi daerah mencapai
165.928.872.000 rupiah yang merupakan sebagai salah satu pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahaan dan pembangunan daerah.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas serta dalam
rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah
dan Peraturan pemerintah Nomor 20 tahun 1997 tentang Retribusi Daerah serta
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 tahun 1997 tentang Pcdoman Tata
Cara Pemugutan Rctribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Gresik ini
sebagai pengganti Peraturan yang lama. Berkembangnya pembangunan yang
bersifat profit dan non profit ini yang mengharuskan pemerintah daerah Kabupaten
Gresik menaungi hal tersebut dalam bentuk peraturan yang mengatur dalam Izin
Mendirikan Bangunan dalam hal retribusinya yakni dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan.
Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal
peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan
pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda
No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda
Retribusi IMB). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang
masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan
prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II,
pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur
dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah
mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan
IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan
Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda
Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi
IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda
Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya
garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian
diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan
Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun
2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda
Retribusi IMB.
Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan sebagaimana diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik
Tahun 2000 Nomor 8 Seri B diubah sebagai
1. Ketentuan pasal 1 huruf e berbunyi sebagai berikut:
Kepala Dinas Pekerjaan Umum adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Gresik
2. Ketentuan pasal 6 huruf d berbunyi sebagai berikut:
Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian izin
dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Izin
Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (perorangan) untuk
bangunan lama (pemutihan) maupun bangunan baru;
Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan
kewenangan pemberian ijin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan
Surat Ijin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk
bangunan lama (Pemutihan) maupun bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut
juga tak terlepas mengenai tata cara persyaratan guna untuk pendaftaran IMB.
Persyaratan pengurusan IMB, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Johar
Gunawan bagian Pelayanan dan Perizinan Non Penanaman Modal, bahwa:
“dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, sebelumnya harus
mengetahui informasi-informasi apa saja yang harus disiapkan dalam
pengurusan retrubusinya. Sehingga saling memudahkan dalam hal
penyiapan berkas-berkas terlampir dan kemudahan sebelum mengakses
persyaratan retribusi IMB yang dibutuhan sampai Surat Izin tersebut bisa
terbit”. (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018)
FRONT OFFICE
Pemohon
menyerahkan
Berkas
BACK OFFICE
Dokumen
Lengkap
Cek dokumen :
1. Persyaratan
administrasi
2. Pertanahan
3. Gambar
Register
Permohonan
Kepala Bidang
Disposisi kepada kasubid, kasubid
menunjuk staf, Menandatangani SP
BAP
Berkas diberi nama staf
pemroses
Tanda terima
register permohonan
bernomor
Berkas diberi nomor
Dokumen Kurang
Publikasi aplikasi
melalui WEB
Pemeriksaaan
lapangan
(BAP
Dokumen Benar
1. Perhitungan Volume
2. Pembuatan SKR
3. Pengesahan SKR
Kepala Bidang
Surat permintaan
kekurangan berkas
Dokumen kurang sesuai. diperlukan
persyaratan tambahan
Gambar 5.1 Alur Mekanisme Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik 2016-2021
Penyerahan SKR,
Penomoran oleh
bendahara
penerima
Pembayaran
retribusi
Pembuatan SK
1. Kasubid (koreksi kesesuian
ketentuan teknis dengan
dokumen , gambar, ukuran
bangunan dll)
2. Kepala Bidang ( koreksi
kedua )
Sekretaris
Penyerahan SK
kepada pemohon
Tanda Terima SK
Kepala Badan
1. Tanda tangan pengantar
pengesahan
2. Paraf SK
Proses pengesahan
Register SK
Publikasi melalui WEB
Dalam pemberian izin, pemohon harus menyiapkan berkas-berkas
persyaratan yang akan digunakan untuk perizinan rumah tempat tinggal dan
bangunan sosial baru, seperti yang disampaikan oleh Ibu Farida pada bidang
pengelola sistem informasi, sebagai berikut:
“guna untuk melakukan pendaftaran IMB ini, ada beberapa syarat yang
harus disiapkan terlebih dahulu untuk persyaratan izin mendirikan rumah
tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti fotokopi kartu tanda
penduduk (KTP) yang terdaftar oleh dispendukcapil Kabupaten Gresik,
fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir, fotokopi surat hak atas tanah yang
akan dimohonkan, serta gambar denah lokasi, dan surat yang telah
diinformasikan. Pada persyaratan gambar bangunan atau konstruksi untuk
bangunan sosial baru, perinciannya meliputi gambar situasi/layoutplan,
gambar denah, gambar rencana pondasi, gambar rencana atap, gambar
potongan memanjang dan potongan melintang bangunan tersebut, serta
gambar tampak dari depan, samping dan detail konstruksinya”. (Wawancara
Senin, 4 Oktober 2018)
Selain pemberian izin untuk rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru,
juga ada pemberian izin tempat tinggal dan bangunan sosial lama atau pemutihan
yang juga di jelaskan oleh Ibu Farida pada bidang pengelola sistem informasi,
sebagai berikut :
“selain izin mendirikan bangunan untuk rumah tempat tinggal dan bangunan
sosial baru, ada juga persyaratan mengenai retribusi untuk rumah tempat
tinggal dan bangunan sosial lama atau disebut dengan pemutihan.
Persyaratannya hampir sama dan tidak jauh berbeda dengan bangunan
sosial baru, yakni fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) yang terdaftar oleh
dispendukcapil Kabupaten Gresik, fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir,
fotokopi surat hak atas tanah yang akan dimohonkan, serta gambar denah
lokasi, dan surat yang telah diinformasikan. Pada pesyaratan bangunan
lama, untuk gambar bangunan atau konstruksinya, biasanya hanya memuat
gambar situasi atau outplan, gambar denah, gambar tampak depan, dan
gambar tampak samping”. (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018)
Pernyataan diatas juga dijelaskan didalam impementasi Peraturan Daerah
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan tersebut,
disebutkan persyaratan-persyaratan pemberkasan yang harus dilampirkan
pemohon guna pengurusan izin rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru
serta persyaratan Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial lama (Pemutihan)
seperti ketentuan pasal 10 ayat (2), ayat (3), huruf 1 berbunyi sebagai berikut:
Permohonan tersebut pada ayat (1) pasal ini, untuk bangunan rumah tempat
tinggal dan bangunan sosial harus dilampiri persyaratan atau sebagai berikut:
A.
Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial baru:
1.
Permohonan;
2.
Foto copy KTP yang masih berlaku;
3.
Foto Copy Tanda Pelunasan PBB tahun terakhir;
4.
Foto copy Surat Hak atas tanah yang diketahui oleh Pejabat
yang
berwenang
atau
surat-surat
bukti
lain
yang
berhubungan dengan status penguasaan hak atas tanah;
5.
Surat Persetujuan Tetangga;
6.
Gambar Bangunan/Konstruksi;
a.
Gambar situasi/Lay Out Plan;
b.
Gambar Denah;
c.
Gambar rencana pondasi;
d.
Gambar Rencana Atap/Kap;
e.
Gambar Potongan melintang
f.
Gambar potongan memanjang;
g.
Gambar tampak depan;
h.
Gambar tampak samping;
i.
Gambar Detail Konstruksi.
B. Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial lama (Pemutihan):
1.
Permohonan;
2.
Foto copy KTP yang masih berlaku;
3.
Foto Copy Tanda Perlunasan PBB tahun terakhir;
4.
Foto copy Surat Hak atas tanah yang diketahui oleh Pejabat
yang
berwenang
atau
surat-surat
bukti
lain
yang
berhubungan dengan status penguasaan hak atas tanah;
(3)
5.
Surat Persetujuan Tetangga;
6.
Gambar Bangunan/Konstruksi :
1.
a.
Gambar situasi/OutPlan;
b.
Gambar Denah;
c.
Gambar tampak depan;
d.
Gambar tampak samping.
Lampiran surat pertimbangan SKP3 (Surat Ketentuan
Perencanaan Pelaksanaan dan Pembangunan dan seksi Tata
Ruang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik.
Pada proses pembiayaan retribusi izin mendirikan bangunan, Untuk hal
tersebut seperti yang dijelaskan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun
2004 pada Ketentuan pasal 52 tempat tinggal/ perumahan (perorangan) dan
bangunan sosial lama (pemutihan) adalah sebesar 50 %. Dan biaya retribusi I
bangunan baru sebagai mana tercantum dalam tabel pekerjaan lain-lain sebagai
berikut :
Tabel 5.4 Biaya retribusi IMB pekerjaan lain-lain
NO.
1.
JENIS PEKERJAAN
Pekerjaan pagar, tembok,
BIAYA
RETRIBUSI
PERUBAHAN/
TAMBAHAN
(RP)
500,00/M2
750,00/BH
10.00,00/BH
10.000,00/BH
besi, kawat
2.
Pekerjaan
peresap/septic tank
sumur
3.
Pekerjaan menara air
4.
Pekerjaan
tandon
air
30.00,00/BH
50.000/M2
30.00,00/BH
20.000,00/M3
Bawah tanah
5.
Pekerjaan Duiker,
Jembatan
-
6.
Pekerjaan gorong-gorong,
5.000,00/M2
300,00/M2
500,00/M2
saluran air, drainase
7.
Pekerjaan jalan aspal
500,00/M2
600,00/M2
8.
Pekerjaan jalan macadam
350,00/M2
500,00/M2
9.
Pekerjaan
600,00/M2
750,00/M2
500,00/M2
500,00/M2
1.000,00/M2
1.000,00/M2
100,00/M2
150,00/M2
2.500,00/BH
2.500,00/BH
2.500,00/M2
2.500,00/M2
250.000,00/BH
250.000,00/BH
Jalan
Beton,
paving stone
10.
Pekerjaan lantai jemur
11.
Pekerjaan gudang terbuka
beton, aspal, paving
12.
Pekerjaan pematangan
Tanah
13.
Pekerjaan tiang pancang,
pondasi, mesin
14.
Pekerjaan rehap tampak,
Konstruksi bangunan
15.
Kilang dan tangki
Sumber : Perda Nomor 23 tahun 2004 Tentang Retribusi IMB Kab. Gresik
Selanjutnya untuk pembiayaan retribusi lainnya dijelaskan oleh Bapak
Chandra Utama pada Bidang pengelola sistem informasi, sebagai berikut :
“selain retribusi pembangunan perumahan dan bangunan sosial, ada juga
retribusi balik nama sekitar 2% atau sekurang-kurangnya 10.000 rupiah. Dan
untuk legalisasi izin tersebut juga dikenakan biaya retribusi sebesar 5% atau
juga sekurang-kurangnya 10.000 rupiah” (Wawancara Senin, 4 Oktober
2018)
Hal ini tercantum juga pada Perda Nomor 23 Tahun 2004 pada Ketentuan
pasal 53 huruf a dan d berbunyi sebagai berikut:
a.
setiap balik nama atas izin atau izin yang dikeluarkan dikenakan
retribusi sebesar 2% dari retribusi izin mendirikan bangunan atau
sekurang-kurangnya Rp 10.000,-
d.
setiap legalisasi izin atas izin yang telah dikenakan retribusi
sebesar 5% dan retribusi izin mendirikan bangunan atau
sekurang-kurangnya Rp 10.000,-
untuk mengontrol implementasi kebijakan ini, dalam perda Nomor 23 Tahun
200 tertera bahwa ada ancaman pidana yang tercantum pada ketentuan pasal 63
yang terdiri sebagai berikut :
(1)
wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan keuangan daerah diancam pidana dengan pidana
kurang paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak
kali jumlah retribusi yang terutang.
(2)
tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
Selain adanya pengontrolan melalui ancaman pidana kurang paling lama 3 bulan
dan denda paling banyak kali jumlah retribusi yang terutang, pada ketentuan pasal
64 ayat (4) juga menyebutkan bahwa pengawasan pelaksanaan pembangunan
dilakukan oleh tim pengawas bangunan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati
Gresik.
Tetapi pada fakta empirisnya, terdapat beberapa masalah atau kendala
yang teridentifikasi dalam implementasi tentang retribusi izin mendirikan bangunan
di Kabupaten Gresik, seperti : respon pemerintah terhadap layanan IMB dirasa
kurang maksimal sepenuhnya sehingga masyarakat pun kurang mengerti akan
informasi dan bagaimana pengajuan permohonan izin dan mekanisme terhadap
retribusi pelayanan IMB Kabupaten Gresik. Selain itu masyarakat beranggapan
jika waktu pengurusan IMB yang relatif lama karna banyak persyaratan yang
kurang jelas pada informasi di awal. Adanya tumpang tindih peraturan sehingga
pimpinan SKPD sering membuat kebijakan secara kasuistis ketika permasalahan
muncul. Bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani, tetapi adanya
keterbatasan jumlah personil yang menanganinya. Ataupun setelah pemeriksaan
lapangan, terdapat revisi (gambar) atau penambahan kelengkapan dokumen yang
tidak
segera
permasalahan
ditindak
yang
lanjuti
muncul
oleh
pemohon.
dalam
Sehingga
implementasi
permasalahan-
perizinan
IMB
juga
mempengaruhi dalam hal pemenuhan target pencapaian kinerja di DPM-PTSP
Kabupaten Gresik, dan target realisasi investasi di Kabupaten Gresik.
Suatu kebijakan tentulah memiliki sisi positif dan sisi negatifnya, memiliki
penerimaan dan penolakan, dan tentu saja tidak selalu lancar dalam proses
implementasinya. Proses implementasi (menjalankan atau melaksanakan
kebijakan) kemudian menjadi salah satu faktor yang pada akhirnya dapat
menjadikan hal tersebut meraih keberhasilan bahkan kegagalan. Kegagalan suatu
kebijakan, seperti yang disebutkan oleh Hogwood dan Gunn (1984) bahwa
kegagalan dalam implementasi kebijakan dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitubad
implementation, bad policy, atau bad luck.
Dalam menganalisis implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, penulis menggunakan model
implementasi Grindle yang menyebutkan bahwa dalam mengukur keberhasilan
implementasi terdiri dari konten kebijakan, konteks kebijakan, dan hasil kebijakan
dimana ketiga variabel itu akan dibahas lebih lanjut melalui pembahasan dibawah
ini:
5.1.1.1 Konten Kebijakan
1.
Kepentingan Kelompok Sasaran
Jika merujuk kepada kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan, maka kelompok sasaran pertama dalam implementasi ini adalah
masyarakat. Masyarakat memiliki peran yang penting karena masyarakat sebagai
pemohon sekaligus pembayar retribusi IMB melalui sistem online. Sampai saat ini,
sudah ada 20 macam perizinan di Kabupaten Gresik yang dilayani via online.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gresik
bahkan telah menerbitkan sebanyak 1.306 sertifikat perizinan hingga Maret 2018.
Perizinan yang dikeluarkan lewat pengurusan online meliputi, Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) 4 sertifikat, Izin operasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
71 sertifikat, Tanda Daftar Industri (TDI) 4 sertifikat, Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) 572 sertifikat, Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 632 sertifikat dan Izin
Angkutan Orang 1 sertifikatHal itu terungkap dalam kegiatan “Forum Shareholders
Investasi untuk evaluasi pelaksanaan Penanaman Modal” yang diikuti sekitar 200
orang pengusaha di ruang rapat DPM-PTSP Gresik.
Gambar 5.2 forum Shareholders Investasi untuk evaluasi pelaksanaan
Penanaman Modal di ruang rapat DPM-PTSP Gresik
Sumber: http://www.beritagresik.com (Diakses Tanggal 12 Oktober 2018)
Dengan adanya forum Shareholders di DPM-PTSP diharapkan masyarakat
sebagai pemohon atau pengguna dan pengelola atau personil pemberi izin
mendapatkan kemudahan segala informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
investasi di Kabupaten Gresik. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
kemudahan tersebut dalam pengurusan beberapa perizinan melalui online. Hal
tersebut juga didukung oleh penyataan Bapak Mulyanto sebagai Kepala DPMPTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut:
”ketika semua data atau berkas persyarataan perizinan di unggah dengan
lengkap, maka kami selaku pengelola pemberi perizinan akan datang
sekaligus membuat Surat Keputusan (SK) penerbitan izinnya ditempat.
Sehingga hal ini diharapkan dapat menjadi pelayanan yang memberikan
kemudahan serta transparan dalam proses pelayanan perizinannya”.
(Wawancara Kamis, 4 Oktober 2018)
Apa yang disampaikan tersebut juga disetujui dan didukung oleh pernyataan
dari Ibu Purwati Cahyiningrum selaku Kepala Bidang Pengembangan Iklim
Promisi, Data dan Investasi Penanaman Modal DPM-PTSP Gresik, sebagai
berikut:
“sejak awal 2018 ada 20 layanan perizinan secara online dibanding tahun
sebelumnya yang hanya 17 layanan saja. Layanan tersebut berlaku sejak
Januari 2018 di Kabupaten Gresik, antara lain ada SIUP, TDI, IPR, IL, Site
plan/blok plan, IMB, TDG, Izin pendirian satuan Pendidikan dasar (SD,SMP),
IzinPendirian PAUD, TDP, IUJK, Izin Usaha angkutan orang, Izin trayek
angkot/angdes, Izin Usaha angkutan barang, Izin pendirian Rumah Sakit,
Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), Izin apotik, Izin Toko Obat”. (Wawancara
Jum’at, 8 Oktober 2018)
Selaku kelompok sasaran yang ditekankan melalui kebijakan perda tentang
retribusi IMB ini, maka penulis dirasa perlu melakukan wawancara untuk meminta
gambaran, pendapat dan pandangan yang dimiliki oleh masyarakat, dimana
melalui percakapan bersama masyarakat atau pemohon atau pengguna IMB,
penulis menemukan beberapa keluhan yang disampaikan masyarakat oleh Ibu
N.F atau pengguna yang mengatakan bahwa:
“ada beberapa hal yang sangat disayangkan dalam pengajuan izin
mendirikan bangunan. Sudah dari beberapa tahun yang lalu saya melakukan
permohonan IMB di dinas. Tapi nyatanya izin belum juga keluar. Padahal
persyaratanpun saya berusaha selalu melengkapinya. Retribusi IMB pun
sudah saya bayarkan. Ketika diminta konfirmasi ke dinas, cenderung kurang
diperhatikan, sehingga kemudahan itu kurang bisa terealisasi dengan baik.
Seharusnya seperti yang sudah di infokan oleh dinas kan jika persyaratan
sudah lengkap, proses perizinan bisa keluar maksima 2 minggu. Tapi kok
masih ada yang belum terbit juga. Jadinya terkesan berbelit-belit dalam
proses perizinannya”. (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018)
Keluhan mengenai proses perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP ini
juga disampaikan oleh masyarakat Ibu RS atau pemohon yang merasa jika
prosesnya cenderung berbelit-belit sehingga surat izinnya belum juga keluar,
sebagai berikut:
“kami ini terkadang bingung dengan persyaratan yang katanya harus
dilengkapi, saya sudah mengajukan permohonan izin pengembangan
industri dan ditugasi untuk mengurus suarat perizinan mendirikan bangunan.
Tetapi sampai sekarang ketika saya tanya ke dinasnya, kata orang dinas
masih harus melengkapi surat-surat denah yang belum lengkap. Intinya
persyaratannya masih belum lengkap juga. Sehingga izinnya nggak keluar
mbak. Kalau surat izinnya belum juga keluar, maka pembangunan juga
masih belum bisa diteruskan karna akan menyalahi aturan dan kami kan juga
takut jika tidak ada surat resminya dari kantor. Berhenti pembangunannya
mbak, madak gitu masihan untuk perumahan soalnya ini”. (Wawancara
Jum’at, 8 Oktober 2018)
Selain mengenai keluhan pemohon pelayanan perizinan mendirikan
bangunan yang mengeluhkan jika surat izin belum dikantongi, padahal
persyaratan sudah dilengkapi di dinas perizinan. Lain halnya dengan masyarakat
yang ada di Kecamatan Kebomas Ibu Salma, yang mengaku tidak memiliki IMB
pada rumahnya dikarenakan tidak tau bagaimana informasi tata cara atau
mekanisme dari persyaratan Izin Mendirikan Bangunan
“ saya tidak mempunyai surat IMB mbak, karena saya tidak tau gimana cara
ngurusnya. Surat IMB itu kyak gimana bentuknya dan dimana tempat kalau
ngurusnya. Lagian dari dulu juga begini-begini aja. Gak ada ditanyai petugas
yang ada datang untuk cek kelengkapan surat-suratnya. Tapi kalau PBB
saya selalu bayar kok. IMB nya yang gak punya karena tidak tau”
(Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018)
Melalui wawancara diatas, maka dapat dikatakan bahwa informasi mengenai
mekanisme ataupun tata cara perizinan IMB untuk rumah tempat tinggal pun
masih belum tersampaikan secara efektif kepada masyarakat. Dengan adanya hal
seperti diatas, maka DPM-PTSP pun melalui Kepala DPM-PTSP Kabupaten
Gresik bapak Muyanto menerangkan kembali bagaimana seharusnya mekanisme
pelayanan IMB serta retribusinya dapat efektif dan efisien terlaksana dengan baik,
sebagai berikut:
“pemohon IMB yang kembali itu, bisa jadi karena kelengkapan persyaratan
dokumne-dokumen yang diperlukan sbelum lengkap sehingga izinnya belum
keluar, tetapi jika ada yang menyatakan sudah lengkap tetapi perizinan
masih belum keluar juga, kemungkinan ternyata gambar ada yang tidak
sesuai dengan kondisi di lapangan. Seperti ada yang melanggar garis
sepadan padar dan garis sepadan bangunan. Apalagi berhubungan dengan
izin peruntukkan ruang, ini harus sesuai dengan perda tata ruang. Sehingga
denah bangunannya tidak ada permasalahan. Selain itu juga berkas
dokumennya pemohon IMB pun harus lebih dievaluasi dan diteliti lagi jadi
antara pemohon dan petugas pun lebih enak.” (Wawancara Selasa, 5
Oktober 2018)
Mengenai respon yang diberikan pihak DPM-PTSP Gresik pun didukung
juga oleh pernyataan dari Ibu Farida pada bidang Pengelola Sistem Informasi
sebagai berikut :
“Proses evaluasi itu bisa jadi ada berkas yang masih harus dilengkapi dan
dipersyaratkan. Contohnya, masalah, tanah yang tidak jelas. Contohnya,
ketika ada fasum fasos yang belum direncanakan. Pemohon bisa membuka
website DPM-PTSP di portal kami di http//:dpmptsp.gresikkab.go.id guna
untuk melihat informasi persyaratan apa saja yang diperlukan dan harus
dilengkapi dalam permohonan perizinan mendirikan bangunan. Setelah
mengunggah berkas-berkas secara lengkap, maka perugas akan meninjau
di lokasi sesuai dengan berkas yang telah diajukan. (Wawancara Selasa, 5
Oktober 2018)
Dengan merespon dan menanggapi banyaknya keluhan tentang kurangnya
informasi mengenai pesyaratan berkas dan dokumen, DPM-PTSP mengundang
puluhan pemohon IMB untuk memberi pengarahan dan kejelasan mengenai IMB
dan retribusinya.
Gambar 5.3 sosialisasi terbuka dengan masyarakat
Sumber: dpmptsp.gresikkab.go.id
Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Kabupaten Gresik mengundang 50 pemohon izin dan mengajak mereka mengikuti
Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gresik Nomor 6 tahun 2017
Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Mereka adalah para pemohon yang
mengajukan izin untuk mengembangkan perumahan dan industri.
Dalam pertemuan yang bertempat di gedung DPM-PTSP Kabupaten Gresik,
mereka mengeluhkan penghentian pelaksanaan bangunan karena tidak
mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kepala Bidang Pelayanan
Perizinan Usaha, Perizinan Tertentu Dan Non Perizinan, Bambang Irianto
bersikukuh, bahwa proses pembangunan baru bisa dilakukan setelah sudah ada
IMB seperti yang disampaikan sebagai berikut :
“Kami adil dan taat aturan yaitu sesuai Perda nomer 6 tahun 2017. Untuk itu
kami berharap kepada para pemohon untuk mengurus sendiri semua izin.
Agar penjelasan dan pemberitahuannya bisa sampai dan dipahami sehingga
proses dalam pembangunan pun tidak terhambat. Tidak ada kerugian di
kemudian hari dalam perijinan dan dokumen-dokumen penting lainnya
terkait IMB bangunan perumahan”. (Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018)
Dalam pertemuan tersebut, pihak DPM-PTSP juga meminta beberapa
pendapat para undangan yang hadir untuk memberikan masukan terkait
penyederhanaan standar operational prosedur (SOP) dalam pengurusan perizinan
yang ada di Gresik. Selain mensosialisasikan cara pengurusan IMB, Dinas
Penanaman Modal Dan Pelayanan (PTSP) juga menyampaikan adanya
pelaksanaan sertifikasi layak fungsi (SLF) yang dikeluarkan Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang (PUTR).
SLF ini disyaratkan pada bangunan tidak
sederhana untuk kepentingan umum seperti apartemen, hotel, mall, bangunan
industri dan pabrik.
Seperti yang disampaikan bapak Bambang Irianto selaku Kepala Bidang
Pelayanan Perizinan Usaha, Perizinan Tertentu Dan Non Perizinan. Beliau
menambahkan penyataan sebagai berikut:
“Dari masukan semua pihak, kami akan mereview kembali SOP perizinan
yang ada dan disesuaikan dengan aturan saat ini sehingga semua
pengurusan perizinan terstandarisasi persyaratan dan waktu penyelesaian
perizinannya terutama IMB. Untuk proses IMB pada bangunan dimaksud
harus melengkapi SLF. Tim dari Dinas Pekerjaan Umum sudah menyiapkan
tim ahli bangunan gedung yang akan memberikan rekomendasi terkait
kelayakan gedung yang dimintakan IMB”. (Wawancara Selasa, 5 Oktober
2018)
Dari berbagai penyataan wawancara diatas dapat disimpulkan, bahwa pihak
pengelola perizinan IMB yang di lakukan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik
mengaku jika pihak DPM-PTSP Kabupaten Gresik sudah berkomitmen dan taat
kepada peraturan nomor 6 Tahun 2007 tentang IMB dan retribusi IMB nya pada
perda Nomor 23 Tahun 2004, mulai dari SOP yang diterapkan hingga mekanisme
dan implementasi dari perda tentang IMB itu sendiri. Pihak DPM-PTSP pun tidak
tinggal diam guna untuk merespon permasalahan yang ada terkait susahnya surat
izin yang keluar untuk perizinan perumahan rumah tempat tinggal yang sudah
diajukan oleh masyarakat. Sehingga sebagai bentuk pertanggungjawabannya
maka DPM-PTSP mengundang 50 pengusaha selaku pengguna atau pemohon
perizinan untuk menyampaikan keluh kesah, kritik ataupun saran mengenai proses
perizinan dari awal hingga akhir. Apa-apa saja yang harus dilengkapi dan
dilakukan pemohon sehingga proses perizinan segera dapat di proses dan keluar.
Selain dari para pemohon perizinan yang diundang dalam pertemuan di
kantor DPM-PTSP kabupaten Gresik, peneliti juga melakukan beberapa
wawancara kepada pemilik ruah tinggal perseorangan (tidak perumahan) guna
untu mengetahui lebih lanjut apakah informasi mengenai Izin Mendirikan
Bangunan Kabupaten Gresik efektif atau telah diketahui oleh masyarakat selaku
kelompok sasaran yang ditekankan melalui kebijakan retribusi IMB oleh Ibu Mia
sebagai berikut:
“saya tidak tahu mbak mengenai retribusi IMB itu yang seperti apa, yang
bagaimana bentuknya, soalnya saya juga tidak mengetahui jika rumah
tempat tinggalpun ada IMB-nya. Mau mengurus juga jauh kalau mau ke
kantornya mbak, lagian tidak ada pengecekan secara rutin jadi menurut
saya, perizinan itu agak kurang penting kalau di kampung macam begini.
Dan saya juga tidak tau dimana kalau mau mengurus tentang IMB itu, dari
dinasnya kerumah saya ini jauh sekali soalnya mbak”. (Wawancara Jum’at,
8 Oktober 2018)
Pernyataan lain yang senada juga di sampaikan oleh Ibu Ris terkait
kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan, sebagai berikut :
“saya belum mempunyai surat izin mendirikan bangunan ataupun
retribusinya belum pernah saya mengurusnya, ini rumah dikampung mbak,
jadi nggak tau kalau diharuskan rumah tempay ti nggal ada surat IMB dan
retribusinya itu. Paling cuman rutin membayar Pajak Bumi Bangunan saja”.
(Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018)
Gambar 5.4 Rumah Warga
Sumber : Data Observasi Lapangan
Berdasarkan hasil wawancara dua masyarakat diatas, dapat diketahui
bahwa alasan masyarakat tidak mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan yakni
kurangnya informasi bagaimana mekanisme atau cara untuk mengurus surat
perizinan IMB dan jarak rumah tinggal yang cukup jauh dari Dinas Penanaman
Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik.
Jika kedua masyarakat tersebut diatas tidak mempunyai surat Izin
Mendirikan Bangunan dan retribusinya, maka masyarakat kali ini mempunyai surat
izin Mendirikan Bangunan:
“iya mbak rumah tempat tinggal saya sudah mempunyai IMB nya. Kebetulan
memang saya bertempat tinggal tidak jauh dari DPM-PTSP. Jadi informasi
mengenai perizinan entah itu izin usaha atau IMB pun tidak susah untuk
mendapatkannya. Tinggal langsung ke dinasnya langsung diberikan
keterangan informasi mengenai bagaimana cara mengurus IMB nya. Lalu
diberikan formulir permohonan IMB nya sama petugas disana. Serta harus
melengkapi persyaratan-persyaratan yang sudah ada. Kalau nggak faham,
dan saya lagi di luar kota, saya langsung telpon langsung di dinasnya mbak”.
(Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018)
Hal serupa juga didukung oleh pernyataan dari Ibu Mar yang sudah
mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik. Berikut adalah wawancara dengan Ibu Mar :
“saya sudah mengurus surat Izin Mendirikan Bangunan sebelum saya
merencanakan untuk membangun rumah tempat tinggal ini mbak. Menurut
saya biar pembangunan lebih aman. Sehingga surat-surat yang berkenaan
dengan persyaratan tersebut saya sudah tanyakan dan saya persiapkan,
seperti fotocopy KTP, fotocopy PBB, copy sertifikat tanah, denah bangunan,
ataupun surat izin kepada tentangga yang bisa langsung diwakili oleh pak
RT setempat misalnya. Jadi untuk pembangunan saya aman menurut
hukum mbak.” (Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018)
Gambar 5.5 Rumah Warga Ber-IMB
Sumber : Data Observasi Lapangan
Menurut wawancara diatas dengan masyarakat dimana rumah tempat
tinggalnya sudah mempunyai surat IMB yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik, bahwa menurut masyarakat tersebut mengurus surat IMB
penting guna untuk keamanan dan legalitas secara hukum dan negara. Menurut
masyarakat/ warga tersebut informasi yang didapatkan tidak terlalu sulit karena
bisa ditanyakan melalui telepon, melihat website DPM-PTSP ataupun datang ke
dinas secara langsung, dan jarak rumah tempat tinggal dan dinas tidak terlalu jauh.
Petugas DPM-PTSP pun memberi arahan akan informasi yang dibutuhkan, seperti
perizinan IMB rumah tempat tingga dimana berikut merupakan contoh Formulir
Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik :
Gambar 5.6 Formulir Permohonan Legalisir IMB Rumah Tempat Tinggal
Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Gambar diatas merupakan formulir permohonan izin mendirikan bangunan
yang diberikan oleh DPM-PTSP untuk proses perizinan mendirikan bangunan
sebelum melengkapi persyaratan-persyaratannya administrasinya, sebagai
berikut :
Tabel 5.5 Penjelasan Persyaratan Administrasi
NO
PERSYARATAN
PENJELASAN
1
Copy KTP Pemohon
Sudah jelas
2
Surat Kuasa dan Copy KTP penerima kuasa
Sudah jelas
3
Copy NPWP`
Sudah jelas
4
Copy TDP
Sudah jelas
5
Copy bukti kepemilikan Tanah
(beserta sketsa denah gabungan jika dokumen
pertanahan lebih dari 1)
6
Copy lunas PBB
Sertifikat, letter C beserta peta bidang dalam
proses sertifikat, akte sewa menyewa beserta
obyek tanahnya, akte pinjam pakai beserta obyek
tanahnya, akte jual beli beserta obyek tanahnya.
Tahun terakhir
7
Copy lunas BPHTB dan telah divalidasi
Untuk BPHTB yg tidak bisa melampirkan
diwajibkan untuk
minta surat keterangan dari
Notaris
8
Copy Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya,
Sudah jelas
beserta Pengesahannya
9
Copy Izin Usaha (IPPM/SIUP/TDI/IU)
Sesuai karakteristik permohonan
10
Copy IPR atau copy Izin Lokasi jika luas > 1 ha
Sudah jelas
11
Copy PTP jika tanah kurang dari 1 ha
Sudah jelas
12
13
Copy Izin Tata Ruang beserta gambar Blok Plan/site
plan
Gambar Site Plan beserta soft copy
Bagi kawasan dan yang sudah memiliki SK Tata
Ruang
Rangkap 4 berupa gambar situasi berskala
14
Dokumen Lingkungan yang disahkan BLH
Bagi kawasan (perumahan, pergudangan,
kawasan industri), bangunan khusus
15
Gambar konstruksi / instalasi / mesin beserta
softcopy autocad
16
Copy IMB sebelumnya beserta gambar
Rangkap 4 meliputi : , denah bangunan, gambar
pondasi, atap, tampak depan, tampak samping,
potongan melintang, denah instalasi gambar
mesin lengkap dengan dimensi dan gambar lain
yang dibutuhkan.
Sudah jelas
17
Surat Pernyataan keabsahan penggunaan tanah,
Sudah jelas (format terlampir)
kesanggupan memenuhi ketentuan teknis, serta
pertanggungjawaban keandalan bangunan
18
Surat Persetujuan Tetangga (asli)
Minimal depan, belakang, kanan, kiri yang
berbatasan langsung (format terlampir)
Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Seperti yang sudah dijelaskan diawal jika oleh sub bagian pengelola sitem
informasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik jika persyaratan-persyaratan administrasi yang
ditentukan antara lain copy KTP, copy npwp, copy TDP, copy bukti kepemilikan
tanah, copy lunas PBB tahun terakhir, copy BPHTB yang tervalidasi, copy akta
pendirian perusahaan/ bangunan dan perubahannya jika ada perubahan, copy IPR
izin lokasi jika luas >1 ha, copy PTP jika tanah kurang dari >1 ha, copy izin tata
ruang beserta gambar blok plan/ site plan beserta soft copy nya bagi kawasan
yang sudah memiliki SK tata ruang, dokumen lingkungan yang disahkan BLH bagi
kawasan perumahan, pergudangan, kawasan industri dan bangunan khusus,
gambar konstruksi beserta soft copy autocad (Rangkap 4 meliputi : denah
bangunan, gambar pondasi, atap, tampak depan, tampak samping, potongan
melintang, denah instalasi gambar mesin lengkap dengan dimensi dan gambar
lain yang dibutuhkan), copy IMB sebelumnya beserta gambar jika perpanjangan
atau ada perubahan, surat pernyataan keabsahan penggunaan tanah, dan surat
persetujuan tetangga (minimal tetangga depan, belakang, kanan, kiri yang
berbatasan langsung dengan bangunan yang akan dibangun). Berikut merupakan
contoh persyaratan yang diunduh dari sub bagian pengelola sistem informasi
DPM-PTSP Kabupaten Gresik untuk surat pernyataan keabsahan penggunaan
tanah, kesanggupan memenuhi ketentuan teknis seta pertanggungjawaban
keandalan bangunan:
Gambar 5.7 Surat Pernyataan
Keabsahan Penggunaan Tanah, Kesanggupan Memenuhi Ketentuan
Teknis Serta Pertanggungjawaban Keandalan Bangunan
Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Gambar diatas merupakan surat pernyataan yang di ajukan kepada DPMPTSP Kabupaten Gresik guna untuk memenuhi salah satu persyaratan
pengurusan perizinan IMB. Berikut ini merupakan contoh surat persetujuan
tetangga yang dilampirkan untuk persyaratan Izin mendirikan Bangunan:
Gambar 5.8 Surat Persetujuan Tetangga
Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Kemudian menurut wawancara diatas pula, menyiratkan bahwa sebagian
masyarakat Kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya mengetahui
bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya retribusinya yang
sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa
terlaksana dengan baik dan merata. Namun dengan contoh gambar-gambar diatas
sebagai persyaratan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang
telah dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik oleh sub bagian pengelola
sistem informasi, formulir persyaratan ini juga bisa diakses di website DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik
http://dpmptsp.gresikkab.go.id
sehingga
diharapkan
masyarakat bisa secara efektif dan efisien dalam mengakses informasi mengenai
mekanisme tata cara perizinan IMB serta retribusinya di Kabupaten Gresik.
2.
Tipe Manfaat
Tipe manfaat seperti yang disebutkan Grindle (1980) bertujuan untuk
menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat
beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
implementasi kebijakan yang dilaksanakan. Tipe manfaat dalam impelementasi
Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 ini berdasarkan wawancara yang
dilakukan penulis bersama dengan Bapak Johar Gunawan bidang pelayanan
perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah
daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya
adalah nomor 6 tahun 2017 tentang IMB. Lalu untuk biaya retribusi untuk
bagunan baru atau pemutihan pun sudah sudah diatur didalam perda Nomor
23 Tahun 2004 tentang bagaimana penentuan besaran biaya retribusi IMB.
Artinya, penerbitan IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat
karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk masyarakat. Malah dengan
adanya perda ini, dampaknya adalah selain target anggaran Kabupaten
Gresik meningkat, juga untuk masyarakat pun lebih aman dalam
pembangunan bangunan karen dilindungi oleh pemerintah karena legalitas
hukumnya sudah dilakukan dan ada”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Farida selaku bagian di bidang
pengelola sistem informasi di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“Menurut saya pribadi kebijakan IMB itu sangat cocok diterapkan di
Kabupaten Gresik ini, saya rasa tidak hanya Kabupaten Gresik akan tetapi
di semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti
aturan-aturan yang telah diberlakukan di wilayah Kabupaten Gresik misalnya
sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya untuk apa sebelum
membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang
bandel menunggu ada uang dan sebagainya sehingga mayoritas
membangun dulu baru melengkapi izin, ini yang membuat kita bingung harus
diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak ingin mengambil resiko khawatir
masyarakat menuntut ganti rugi. Kalau masalah aturan yang memang
sangat cocok saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya
seperti itu guna untuk legalitas hukum dan manfaatnya juga untuk
masyarakat sendiri jika bangunannya aman secara hukum yang berlaku.
Adapaun juga manfaat lain bagi yang sudah mempunyai surat IMB yakni
meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau
agunan, syarat transaksi jual beli atau sewa menyewa, jaminan kredir bank,
peningkatan status tanah ataupun informasi peruntukan dan rencana jalan”.
”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018)
Selain manfaat bagi masyarakat, peraturan daerah mengenai retribusi IMB
ini pun juga memiliki tujuan dan manfaat baik bagi kalangan pengguna atau
pengelola perusahaan, pemilik bangunan, pembangunan kabupaten/kota, APBD
kabupaten/kota sampai kepada masyarakat luas seperti yang tertuang dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan dimana aktivitas pembangunan di Kabupaten Gresik yang
terbilang cukup tinggi dikarenakan kabupaten gresik merupakan kabupaten
penyangga setelah Kota Surabaya. Selain itu manfaat lain yang dapat
kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian dan perlindungan
hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan
sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah,
jaminan kredit bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi
peruntukan dan rencana jalan.
Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat melalui perda ini, seperti yang
disampaikan oleh salah satu masyarakat Ibu DS yang telah mempunyai IMB
adalah:
“saya tahu manfaat adanya surat Izin Mendirikan Bangunan itu untuk
masyarakat juga. Tapi terkadang kan selama ini buktinya banyak yang nggak
bisa mendapatkan perizinannya karna lama proses pengeluarannya mbak.
Terkadang nggak seberapa merasakan manfaatnya secara langsung sih
mbak. Cuman kemungkinan dari segi hukum legalitas bisa aman daripada
tidak mempunyai IMB”. ”.(Wawancara Jum,at, 8 Oktober 2018)
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa manfaat yang
dirasakan oleh mansyarakat tidak signigfikan dirasakan secara langsung. Tetapi
manfaat yang dirasakan masyarakat yang mempunyai surat Izin Mendirikan
Bangunan adalah keamanan hukum yang lebih terjamin bagi bangunan yang telah
berdiri.
3.
Derajat Perubahan yang Diinginkan
Suatu kebijakan dan atau peraturan dibuat tentu untuk dapat merubah suatu
atau bahkan seluruh lapisan masyarakat. Perubahan yang diinginkan oleh
pemerintah tentu menuju kepada perubahan yang lebih baik. Untuk menuju
perubahan yang diinginkan tentu tidak selalu mudah dalam prosesnya, Grindle
(1980) mengatakan bahwa perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
harus memiliki skala yang jelas. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap
dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit untuk diimplementasikan daripada
program yang bersifat memberikan keuntungan yang dapat dirasakan langsung
oleh kelompok sasaran atau masyarakat.
Derajat perubahan yang diinginkan melalui peraturan retribusi Izin
Mendirikan Bangunan ini kemudian dipaparkan oleh Bapak Johar Gunawan pada
bidang pelayanan perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“karena Kabupaten Gresik merupakan daerah tujuan investasi ditinjau dari
letak geografis Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga (hinterland)
kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan barang dan jasa
terbesar di kawasan Indonesia Timur dan sekaligus pintu yang
menghubungkan dunia luar baik regional maupun internasional dengan
dukungan pelabuhan dan bandara internasional. Kondisi ini yang
melatarbelakangi semakin tertariknya para investor untuk menanamkan
modalnya di Kabupaten Gresik. Ditambah lagi keterbatasan ruang dan
pengembangan wilayah Kota Surabaya serta harga tanah yang tinggi
menjadi pertimbangan lain bagi pengusaha untuk memilih Kabupaten Gresik
sebagai daerah tujuan investasi”. ”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018)
Hal senada juga dinyatakan oleh Bapak Ulul Azmi selaku staff pada bidang
pelayanan perizinan non Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut:
“Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015
mengalami kenaikan signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai
7,06% pada tahun 2014. Pertumbuhan ini mengindikasikan bahwa dalam
kurun waktu tersebut memang ada akselerasi pergerakan nyata ekonomi
daerah yang cukup dinamis. Perekonomian Kabupaten Gresik yang diukur
dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun
2011 sebesar Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp.
93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami
peningkatan
sebesar
Rp. 26.515.693.040.000,00 atau
39,40%”.”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan yang
ingin dicapai melalui peraturan Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan adalah mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan
fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dan mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan IMB. Selain itu, karena Kabupaten Gresik merupakan daerah
tujuan investasi ditinjau dari letak geografis Kabupaten Gresik sebagai daerah
penyangga (hinterland) kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan
barang dan jasa terbesar di kawasan Indonesia Timur sehingga Pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015 mengalami kenaikan
signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai 7,06% pada tahun 2014.
Perekonomian Kabupaten Gresik yan g diukur dengan besaran PDRB
Dasar
Harga
Berlaku
(ADHB)
Tahun
2011
sebesar
Atas
Rp.
67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00,
sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp.
26.515.693.040.000,00 atau 39,40%, secara rinci dapat dilihat sebagaimana tabel
berikut:
Tabel 5.6 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Gresik
N
Uraian
Satuan
2011
Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan
Juta Rp
4.763.914,97
B
Pertambangan dan Penggalian
Juta Rp
9.390.910,55
C
Industri Pengolahan
Juta Rp
D
Pengadaan Listrik dan Gas
E
Pengadaan air, Pengelolahaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
Konstruksi
2012
2013*
2014**
o.
A
6.305.971,72
7.254.894,30
9.827.424,26
10.245.762,79
11.493.102,34
32.308.521,35
36.088.595,40
39.960.124,34
45.213.679,15
Juta Rp
335.390,92
360.991,47
363.811,14
376.934,26
Juta Rp
Juta Rp
42.990,03
5.176.064,24
46.488,60
5.765.918,04
52.878,83
6.623.078,59
56.577,78
7.771.712,32
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Juta Rp
7.298.021,20
8.340.282,89
9.564.482,23
10.617.743,21
H
Transportasi dan Pergudangan
Juta Rp
1.421.512,92
1.589.251,34
1.794.461,81
2.045.565,11
I
Penyediaan Akodasi dan
Makanan dan Minuman
Juta Rp
687.506,74
789.221,92
892.743,70
1.051.827,94
J
Informasi dan Komunikasi
Juta Rp
2.408.072,75
2.687.928,82
3.019.245,00
3.221.708,46
K
L
M,
N
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estat
Jasa Perusahaan
Juta Rp
Juta Rp
Juta Rp
653.694,58
811.707,74
174.760,15
763.654,31
875.947,69
194.965,47
888.457,38
968.157,82
221.696,00
997.535,45
1.037.164,51
245.394,83
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan jaminan Sosial
Wajib
Juta Rp
869.599,56
1.005.892,82
1.063.516,29
1.095.668,28
F
5.535.009,41
Perdagangan Besar dan
G
O
Jasa Pendidikan
P
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
Q
Juta Rp
531.209,36
611.016,63
679.522,49
751.311,55
Juta Rp
230.900,22
262.153,53
292.050,94
332.793,24
Jasa Lainnya
R,S,T,U
192.825,75
201.541,64
218.772,84
249.683,35
Produk Domestik Regional Bruto
67.297.603,03
74.946.284,24
83.154.733,91
93.813.296,08
Produk Domestik Regional Bruto Tanpa Migas
58.587.475,26
65.910.866,81
73.688.679,84
83.247.833,34
Sumber : RPJMD Kab.Gresik Tahun 2016-2021
Menurut rincian diatas dapat disimpukan bahwa perekonomian Kabupaten
Gresik yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
tahun 2011 sebesar Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp.
93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011
peningkatan
sebesar
s.d
2014
mengalami
Rp. 26.515.693.040.000,00 atau 39,40% dengan uraian
perolehan Real estate pada tahun 2011 sebesar Rp 811.707,74 serta mengalami
peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp 1.037.164,51. Hal ini menandakan
bahwa kebijakan derajat perubahan oleh peraturan retribusi IMB guna untuk
realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara
signifikan.
4.
Letak Pengambilan Keputusan
Dalam menjalankan suatu kebijakan, letak pengambilan keputusan tentu
menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan karena melalui keputusan yang dibuat
itulah kemudian menjadi salah satu penentu nasib kebijakan akan menuju
kemana, baik kearah keberhasilan atau bahkan kegagalan. Pengambilan
keputusan dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ditentukan dan disahkan oleh
Pemerintah Eksekutif yakni Bupati Kabupaten Gresik. Seperti yang disebutkan
Oleh Bapak Ali Miftah pada bidang Pelayanan Perizinan Non PM sebagai berikut:
“sebenarnya ini kewajiban kita bersama untuk melakukan permohonan Izin
Mendirikan Bangunan, terlepas untuk mendongkrak Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kabupaten Gresik. Tanggungjawab bersama untuk kontribusi
dalam pembangunan daerah yang diperlukan dari semua pihak”.
(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018)
Selain itu dengan maraknya pembangunan yang terjadi di Kabupaten
Gresik, Pemerintah Kabupaten Gresik menyikapi dengan acuan Perda mengenai
IMB menegaskan bahwa sejumlah bangunan yang telah atau akan dibangun harus
mengantongi izin IMB yang disesuaikan status IMB bangunannya dengan kondisi
saat ini. Dan seperti yang telah dibahas diatas Pemkab Gresik juga telah
melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengajak para pemilik
bangunan untuk berdiskusi dan diberikan sosialisasi terkait dengan pengurusan
perijinan di Kabupaten Gresik khususnya terkait dengan IMB. Seperti yang
dinyatakan oleh Bapak Mulyanto sebagai berikut:
“Tujuan kami melakukan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan
kesadaran dan menambah pengetahuan masyarakat terkait dengan proses
perijinan, terutama tentang peraturan IMB sesuai dengan arahan dari bapak
Bupati juga. Kami harapkan kesadaran masyarakat dalam mengikuti
prosedur yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Pemerintah telah
memfasilitasi seluruh proses perijinan dengan berbagai kemudahan.
Sehingga masyarakat tak perlu khawatir dalam mengurus perijinan”
(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018)
Dapat disimpulkan dari pernyataan wawancara diatas oleh Bapak Mulyanto
selaku kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik bahwa pemilik bangunan atau
masyarakat diharapkan untuk melakukan permohonan perijinan khususnya IMB
dan segera melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPM-PTSP Kabupaten
Gresik atau bisa dilakukan secara online di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id
untuk melihat kejelasan informasi mengenai IMB dan mengajukan perubahan IMB
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Pelaksana Program
Dalam menjalankan implementasi suatu kebijakan atau program atau
peraturan, tentu akan ada pelaksana program yang terintegrasi antara satu bidang
dengan bidang yang lainnya. Dimana para pelaksana program inilah yang nantinya
memiliki peran dalam menjalankan kebijakan. Pelaksana program dalam
implementasi perda Nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi Izin mendirikan
Bangunan ini adalag Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Posisi DPM-PTSP kabupaten Gresik adalah
merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Gresik yang
pada salah satu tugas dan fungsinya sebagai pengembangan investasi, pelayanan
perizinan, pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal serta kebijakan dan
kerjasama di Kabupaten Gresik serta embantu bupati dalam melaksanakan
kebijakan teknis urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal dan PTSP.
DPM-PTSP Kabupaten Dalam menjalankan kebijakan, tentu akan ada
pelaksana program yang terintegrasi antara satu bidang dengan bidang yang
lainnya. Dimana para pelaksana program inilah yang nantinya memiliki peran
dalam menjalankan kebijakan. Serta fungsi-fungsinya yang telah tertuang pada
Peraturan Bupati Nomor 60 yakni:
1. pelaksanaan pengkoordinasian penyusunan kebijakan dan program
pelaksanaan urusan Penanaman Modal dan PTSP;
2. pengkoordinasiaan pelaksanaan kebijakan dan program urusan
Penanaman Modal dan PTSP;
3. pengkoordinasian pelaksanaan pelayanan administrasi, pelayanan
perizinan, dan penandatanganan izin urusan penanaman modal dan
PTSP;
4. pengkoordinasian pelaksanan pengendalian kebijakan urusan
penanaman modal dan PTSP;
5. pengkoordinasian pelaksanan pembinaan dan fasilitasi proses
pelaksanaan kebijakan urusan penanaman modal dan PTSP;
6. pengkoordinasian pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kebijakan urusan Penanaman Modal dan PTSP;
7. pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan bidang tugasnya.
Seperti yang disebutkan pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Izin Mendirikan Bangunan Pasal 20 (1) disebutkan bahwa pembagian
kewenangan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf b
diatur sebagai berikut :
a. Bupati menerbitkan IMB untuk bangunan gedung sederhana, tidak
sederhana;
b. Bupati dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan IMB kepada
Instansi yang menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dan/atau untuk bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai tunggal dapat
didelegasikan kepada Kecamatan
c. Kepala PTSP menyampaikan laporan secara keseluruhan atas kegiatan
pelayanan IMB yang akan diproses maupun yang sudah terbit kepada
Bupati
d. Kepala PTSP dalam menerbitkan IMB untuk bangunan yang bersifat
strategis, pemanfaatan kearifan lokal pada pembangunan kawasan harus
mendapat pertimbangan dari Bupati
6.
Sumber Daya yang dilibatkan
Sumber daya yang terlibat dalam tugas implementasi peraturan menjadi
salah satu faktor yang penting. Keberadaan sumber daya ini bertugas sebagai
pelaksana yang menggerakkan, mengelola, dan mendukung kebijakan agar dapat
mencapai keberhasilan. Jika berbicara mengenai sumber daya, maka sumber
daya utama dalam suatu kebijakan tentunya adalah sumber daya manusia.
Kehadiran sumber daya manusia tidak berhenti sampai disitu saja, sumber daya
manusia dalam suatu kebijakan harus memenuhi beberapa syarat yang memang
cukup kompleks. Seperti sumber daya manusia yang terlibat dalam kebijakan
harus memiliki jumlah atau kuantitas yang cukup, agar dapat melaksanakan tugas
tidak tumpang tindih dan dapat fokus kepada bidang masing-masing.
Dari total 54 (lima puluh empat) pegawai di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam
pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang.
-
Izin Pemanfaatan Ruang
Izin Lokasi dan Perubahannya
Izin Block Plan
dan Perubahannya
Izin Mendirikan Bangunan
Izin Usaha Toko Modern
IPPM
Izin Usaha
Izin Gangguan (HO)
Izin Mendirikan Satuan Pendidikan
Dasar (SD,SMP)
5. Izin Operasional Satuan Pendidikan
1.
2.
3.
4.
TDP
SIUP
Tanda Daftar Usaha Pariwisata
Izin Membawa Cagar
Budaya keLuar Kabupaten
5. IzinApotik
1.
2.
3.
4.
1. Izin Penyelenggaraan Reklame
2. Izin Laboratorium
3. Izin Penyimpanan Sementara Limbah
B3 dan atau Pengumpulan Limbah
B3
4. Izin Lingkungan
-
Izin Usaha Pengendalian Pasar
Tradisional
Izin Usaha Perbelanjaan
Dasar (SD,SMP)
6. Izin Mendirikan PAUD
7. Izin Operasional PAUD
8. Izin Pendirian Satuan Pendidikan Non
Formal
9. Izin Mendirikan Rumah Sakit
10. Izin Operasional Rumah Sakit
11. Izin Mendirikan Klinik
12. Izin Operasional Klinik
13. Izin Operasional Perusahaan
Pemberantasan Hama (Pest Control)
14. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
15. Surat Izin Operasional Lembaga
Penempatan Tenaga Kerja Swasta
(SIO- LPTKS)
16. Izin Usaha Angkutan Orang
17. Izin Trayek Angkutan
Kota/Angkutan Perdesaan
18. Izin Usaha Insidentil Angkutan Orang
19. Izin Operasional Taxi
20. Rekomendasi Izin Usaha
Angkutan Pariwisata
21. Rekomendasi Izin
Angkutan PenumpangSewa
22. Izin Angkutan Karyawan/
Angkutan Sekolah
23. Izin Usaha Angkutan Barang
24. Izin Usaha Angkutan Penyeberangan
25. Penerbitan Izin Usaha Penyelenggaraan
Angkutan Sungai dan Danau sesuai
dengan Domisili
6. Izin Toko Obat
7. Izin Penyelenggaraan Optikal
8. Izin Produksi Makanan dan
Minuman pada IRT SPPIRT
9. Izin Usaha Mikro
ObatTradisional (UMOT)
10. Izin Toko Alat Kesehatan
11. Izin Pendirian Lembaga
Latihan Swasta
12. Perpanjangan Izin
Memperkerjakan Tenaga Asing
(IMTA)
13. IzinKerja Malam
Tenaga KerjaWanita
14. Proses Rekomendasi
LOkasi Perairan (DLKR –
DLKP)
15. Proses RekomendasiReklamasi
16. Izin Pembangunan dan
Pengoperasian Pelabuhan
Pengumpan Lokal
17. Persetujuan Pengoperasian Kapal
Penyeberangan Gresik Bawean
18. Izin Operasi Penyeberangan Sungai
di Wilayah Kabupaten Gresik
19. Izin Pengerukan
20. Penerbitan IzinTrayek
Penyelenggaraan Angkutan Sungai
dan Danau untuk Kapal yang
Melayani Trayek Dalam Daerah
Kabupaten
21. Izin Pembangunan dan
5. Izin Pembuangan Limbah Cair
6. Izin Pendaurulang
Sampah/Pengelolaan Sampah,
Pengangkutan Sampah dan
Pemrosesan Akhir Sampah yang
Diselenggarakan oleh Swasta
7. Persetujuan Hasil Analisis
Dampak Lalu Lintas untuk Jalan
Kabupaten
8. Penerbitan Izin Pengumpulan
Sumbangan Dalam Daerah
Kabupaten
9. Penerbitan Izin Penggunaan Arsip
yang BersifatTertutup yang Disimpan
di LembagaKerasipan Daerah
Kabupaten
10. Izin Pemanfaatan Langsung Panas
Bumi Dalam Daerah Kabupaten
26. Penerbitan Usaha Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan sesuai
dengan Domisili Usaha
27. Izin Usaha Jasa Perawatan dan
Perbaikan Kapal
28. Izin Usaha Perikanan
29. Izin Usaha Peternakan
30. IzinTempat Pemotongan Hewan
31. Izin Usaha Peredaran Obat Hewan
(poultry shop)
32. Rekomendasi Izin Usaha Industri Primer
Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK)
33. Penetapan Tempat
PenampunganTerdaftar (TPT)
34. Tanda Daftar Gudang
35. Rekomendasi Penerbitan PKAPT
(Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar)
36. Tanda Daftar Industri (TDI)
37. Penerbitan Izin Usaha Simpan Pinjam
untuk Koperasi
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Pengoperasian Pelabuhan Sungai
dan Danau
Izin Usaha Badan Usaha Pelabuhan
di Pelabuhan Pengumpan Lokal
Penerbitan Izin Pengoperasian
Pelabuhan selama 24 jam untuk
Pelabuhan Pengumpan Lokal
Penerbitan Izin Pengelolaan
Terminal untuk KepentinganSendiri
(TUKS) di dalam DLK/DLKP
Izin Usaha, Izin Pembangunan dan
Izin Operasi Prasarana
Perkeretaapian Umum yang
Jaringan Jalurnya dalam daerah
Kabupaten
Penerbitan Izin Operasi Sarana
Perkeretaapian Umum yang
Jaringan Jalurnya Melintasi Batas
dalam 1 Daerah Kabupaten
Penerbitan Izin Pengadaan atau
Pembangunan Perkeretaapian
Khusus, Izin Operasi dan Penetapan
Jalur Kereta Api Khusus yang
Jaringannya dalam Daerah
Kabupaten
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
TPI
Surat Izin Menempati Stand Kios
(SIM)
Surat TandaPendaftaran Waralaba
Izin Pembukaan Kantor
CabangPembantudan Kantor Kas
Koperasi
Tabel 5.7 Struktur Organisasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Sumber : Rencana Strategis DPM-PTSP
Sesuai struktur organisasinya, tugas dari Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian tugas pelayanan, fasilitasi dan pembinaan di bidang
Penanaman Modal dan Perizinan.
Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah sebanyak 54
(lima puluh empat) orang. Berikut disajikan komposisi sumber daya manusia yang
ada di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik:
Tabel 5.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan
Uraian
Pendidikan
No.
Jumlah
Pangkat/ Golongan
SD
D3
S1
S2
2
3
4
5
6
7
8
9
Juru Muda (Ia)
-
-
-
-
-
-
-
Juru Muda Tingkat I (Ib)
-
-
-
-
-
-
-
Juru (Ic)
-
-
-
-
-
-
-
Juru Tingkat I (Id)
-
-
-
-
-
-
-
Pengatur Muda (IIa)
-
-
-
-
-
-
-
Pengatur Muda Tingkat I (IIb)
-
-
3
-
-
-
3
Pengatur (IIc)
-
-
8
-
-
-
8
Pengatur Tingkat I (IId)
-
-
4
-
-
4
Penata Muda (IIIa)
-
-
-
1
-
-
1
Penata Muda Tingkat I (IIIb)
-
-
4
-
13
-
17
Penata (IIIc)
-
-
-
-
6
2
8
Penata Tingkat I (IIId)
-
-
-
-
4
3
7
Pembina (IVa)
-
-
-
-
-
4
4
1
1.
2.
3.
4.
SMP SMA
Pembina Tingkat I (IVb)
-
-
-
-
-
1
1
Pembina Utama Muda (IVc)
-
-
-
-
-
1
1
Pembina Utama Madya (IVd)
-
-
-
-
-
-
-
Pembina Utama (IVe)
-
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
-
-
15
5
23
11
54
Sumber : Renstra DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Namun, kecukupan kuantitas sumber daya dalam implementasi suatu
kebijakan tidak semerta kemudian dapat menjamin keberhasilan kebijakan jika
kuantitas sumber daya ternyata berbanding terbalik dengan kualitas yang
dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui, menjadi implementator suatu kebijakan
peraturan bukanlah hal yang mudah karena menyangkut tanggung jawab kepada
banyak orang, dan tentu saja kepada kebijakan itu sendiri.
Tidak terkecuali dalam kebijakan implementasi mengenai Perda Nomor 23
Tahun 2004 tentang retribusi IMB di DPM-PTSP Kabupaten Gresik tersebut.
Implementasi pada Peraturan Daerah ini juga memiliki beberapa kendalan
menyangkut dengan sumber daya aparaturnya, seperti kurangnya personil dalam
implementasinya, seperti yang dijelaskan oleh ibu Santi selaku staff bidang
pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP kabupaten Gresik sebagai berikut :
“izin mendirikan bangunan ini kan salah satu bentuk dari usaha daerah
dengan dinas untuk pengembangan investasi dan tata wilayah kota juga.
Meskipu cenderung meningkat dalam hal perkembangan dan
pembangunannya, tapi DPM-PTSP terkadang masih sulit menjangkau
secara detail dalam hal data ataupun melakukan kunjungan ke setiap rumah
meskipun sudah ada bantuan dan rekapan data dari kecamatan-kecamatan
yang ada di Kab Gresik. Dikarenakan masih kurangnya sumber daya
manusia guna untuk terjun langsung ke lapangan secara
menyeluruh”.(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Ririn Susi selaku staff bidang
pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut:
“iya benar mbak, memang kalau dibilang dari sumberdaya personilnya
dalam hal implementasi dan terjun kelapangan kurang mencukupi ya mbak.
Karena selain untuk maintanance menyeluruh, disamping itu juga karena
bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani juga banyak, jadi
seperti banyaknya permohonan izin yang nambah itu kurang didukung
dengan jumlah personil yang menanganinya”. (Wawancara, Senin 4 Oktober
2018)
Berdasarkan keterangan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa sumber
daya dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih sedikit terhalang dengan kuantitas atau
jumlah sumber daya manusianya dikarenakan bertambahnya jumlah permohonan
izin yang harus dilayani tidak didukung dengan kuantitas personil yang kurang
memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses perijinannya.
5.1.1.2 Konteks Kebijakan
1.
Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi Aktor yang Terlibat
Keberhasilan kebijakan kemudian dapat diukur melalui konteks kebijakan,
yang mana salah satunya adalah melihat Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi
Aktor yang Terlibat. Karena sebelum kebijakan dibuat tentu melalui proses yang
panjang, dan proses ini melalui beberapa pintu kepentingan dari pihak eksekutif
dan legislatif. Lembaga-lembaga yang berkuasa ini kemudian yang berhak
mengesahkan suatu kebijakan peraturan.
Berdasarkan hasil wawancara, kepentingan yang ingin dicapai oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik adalah meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) melalui penetapan Retribusi Daerah di Kabupaten Gresik yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, selain itu juga pendapatan dari
retribusi daerah khususnya dari retribusi IMB yang dibayarkan oleh masyarakat
juga digunakan untuk menunjang pembangunan dan perkembangan di Kabupaten
Gresik. Pemerintah melihat potensi pendapatan retribusi daerah khususnya
retribusi IMB di Kabupaten Gresik yang cukup menjanjikan, dan penetapan
retribusi ini bukan tanpa alasan namun karena sektor pendapatan daerah yang
cukup besar bagi Kabupaten Gresik berasal dari retribusi daerah.
Untuk mewujudkan kepentingan tersebut, maka strategi yang dilakukan oleh
DPM-PTSP dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 tahun 2004 ini
berdasarkan wawancara bersama bapak Mulyanto selaku Kepala DPM-PTSP
Kabupaten Gresik sebagai berikut :
”secara luas, Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi SKPD adalah
kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam
perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi SKPD
dimasa datang. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu trategis adalah
keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang
lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan
menghilangkan peluang untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat
dalam jangka panjang. Dari isu-isu strategis diatas, kabupaten gresik ini
sangat berkembang secara pesat dalam hal pembangunan. Sehingga
strategi awal untuk membangun kota adalah dengan memperbaiki sistem
informasinya tentang pelayanan izin mendirikan bangunan khususnya.”
(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018)
Strategi dalam impelentasi peraturan daerah mengenai retribusi ini juga
ditambahkan oleh Bapak Ali Miftah yang mengatakan bahwa :
“kita berusaha semaksimal mungkin guna untuk melaksanakan peratuan
daerah tentang retribusi pelayanan IMB ini mbak. Salah satu yang sudah
kami lakukan yakni dengan melakukan pendekatan ke tiap kecamatan yang
ada di Kabupaten Gresik, sehingga kita bisa melakukan pendataan serta
keakuratan informasi perihal pelayanan izin mendirikan bangunan yang ada
disetiap kecamatan di kabupaten Gresik. Sehingga kemudahan-kemudahan
bagi pemohon dalam penurusan pun tidak siampang siur dan terkesan
menyulitkan. Justru kami memfasilitasi untuk mempermudah masyarakat
atau pengguna yang akan melakukan pengurusan pelayanan IMB atau
sekedar mendapatkan informasi di tiap kecamatan setempat.” (Wawancara,
Senin 4 Oktober 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan kepentingan yang
ingin dicapai melalui implementasi peraturan daerah nomor 23 tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah untuk menunjang
pemasukan atau pendapatan asli daerah Kabupaten Gresik. Pemerintah
Kabupaten Gresik dan SKPD yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu memiliki wewenang dan tanggung jawab
dalam impelemntasi peraturan daerah tersebut meyakini bahwa untuk
mewujudkan pembangunan dan kemajuan daerah, maka pemerintah dan
masyarakat harus bersinergi dan bekerjasama dan berkontribusi dalam hal
pelayanan perizinan atau retribusinya yang dikelola oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik. Kemudian hal tersebut juga diwujudkan melalui strategi
berupa komunikasi terbuka dengan masyarakat pengguna pelayanan IMB
guna untuk keakuratan informasi yang sampai secara efektif kepada
masyarakat.
2.
Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
Implementasi suatu kebijakan tentu didukung oleh implementor selaku
pelaksana kebijakan tersebut. Disebutkan oleh Grindle (1980) bahwa suatu
kebijakan dipengaruhi oleh lingkungan kebijakan, salah satunya adalah lembaga
yang berkuasa ataupun bertanggungjawab atas program atau kebijakan yang
dijalankan.
Tidak terkecuali dalam kebijakan peraturan daerah ini dimana pelaksana
kebijakannya yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Gresik, dalam menjalankan perda nomor 23 Tahun 2004
tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, DPM-PTSP Kabupaten Gresik
seperti yang disampaikan oleh Bapak Chandra Utomo selaku staff bidang
pengelola sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah
daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya
adalah nomor 6 tahun 2017 dan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunannya. itupun sudah diatur
didalamnya tentang bagaimana penentuan besaran biaya retribusi IMB.
Artinya, penerbitan IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat
karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk masyarakat.” (Wawancara,
Selasa 5 Oktober 2018)
Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu Fawaz Nurul selaku staff pengawasan
lingkungan DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut:
“Menurut saya pribadi kebijakan IMB itu sangat cocok diterapkan di
Kabupaten Gresik, saya rasa tidak hanya Kabupaten Gresik akan tetapi di
semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti
aturan-aturan yang telah diberlakukan di wilayah Kabupaten Gresik misalnya
sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya untuk apa sebelum
membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang
bandel menunggu ada uang, pemikiran bahwa pengurusan itu ribet, dan
sebagainya sehingga mayoritas membangun dulu baru melengkapi izin, ini
yang membuat kita bingung harus diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak
ingin mengambil resiko khawatir masyarakat menuntut ganti rugi. Tapi yang
pasti untuk pelanggaran atau snksi, Kabupaten Gresik dimana DPM-PTSP
sudah mempunyai kewenangan bersama satpol PP berdasar peraturan
bupati dan peraturan tentang IMB apakah adanya teguran, pemberhentian
bangunan, atau dibongkar berdasarkan kebijakan dari pimpinan dan
ketegasan pemerintah. Kalau masalah aturan yang memang sangat cocok
saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya seperti itu.”
(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018)
Dari hasil wawancara diketahui bahwa Peraturan Daerah tentang Retribusi
IMB sangat cocok dan sudah seharusnya diterapkan di Kabupaten Gresik karena
dari peraturan sudah tertulis lengkap pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan berikut
mengenai besarnya biaya retribusi serta perubahan atau tambahan pada
bangunannya, persyaratan yang harus dilampirkan mengenai proses perizinan
bangunan baru atau lama, ataupun sanksi yang diberikan kepada pelanggar
dimana Pengawasan pelaksanaan peinbangunan dilakukan oleh Tim Pengawas
Bangunan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gresik.
3.
Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana
Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pada dasarnya adalah memaksa
individu, kelompok atau bahkan seluruh lapisan masyarakat untuk mematuhinya.
Dalam perjalanannya, tidak semua kebijakan dapat dipatuhi dan disetujui oleh
masyarakat. Tingkat kepatuhan inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor
penting lainnya yang turut menjadi penentu keberhasilan suatu kebijakan, karena
ketika tingkat kepatuhan masyarakat terhadap suatu kebijakan berada pada level
yang rendah, maka rendah pula peluang keberhasilan dari implementasi kebijakan
tersebut.
Salah satu bentuk kepatuhan yang ditemui oleh penulis di lapangan adalah
rumah tempat tinggal baru di kecamatan Kebomas yang telah melakukan dan
memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan oleh Ibu DS sebagai berikut:
“saya sudah mempunyai surat izin mendirikan bangunan dari saya membeli
rumah ini mbak, sudah dilengkapi segala hal tentang legalitasnya sehingga
rumah ini kedepannya tidak ada permasalahan berarti perihal izinnya
sehingga lebih tenang untuk saya. Selain itu untuk informasi terkait
melakukan izinnya juga saya dibantu oleh pihak kecamatan yang langsung
memberi pengarahan yang terkoneksi oleh dinas perizinan Kabupaten
Gresik. Untuk persyaratan yang tidak saya pahami saya juga langsung tanya
kepada petugas melalui telepon yang tertera dan mereka menjelaskan apa
maksudnya” (Wawancara, Jum’at 8 Oktober 2018)
Selain itu adapun masyarakat Ibu Mar yang belum mematuhi aturan
perizinan mendirikan bangunan, sebagai berikut :
“saya tidak mengetahui adanya informasi tentang IMB ini mbak. Karena
pihak petugas juga tidak ada pengecekan satu persatu di rumah. Saya kira
juga tidak perlu pengurusan surat-surat lagi. Lagian ini dikampung mbak,
jalannya juga tidak besar seperti perumahan-perumahan, jadi kemungkinan
tidak masalah jika tidak ada kelengkapan surat-surat IMB itu.” (Wawancara,
Sabtu 9 Oktober 2018)
Pengakuan dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan
nyatanya masih ada karena dianggap rumah yang berada di perkampungan tidak
diharuskan melakukan dan memiliki IMB yang dikeluarkan oleh DPM-PSTP
Kabupaten Gresik padahal besar bangunan pun sudah memenuhi syarat dalam
kepemilikan surat izin mendirikan bangunan. Selain itu ketidak patuhan tersebut
juga disinyalir pemilik rumah yang belum memiliki surat IMB sebagai ketidaktahuan
informasi mengenani proses mekanisme dan sosialisasi keharusan masyarakat
dalam memiliki, dan mematuhi peraturan daerah mengenai Izin Mendirikan
Bangunan.
5.1.1.3 Hasil Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
1.
Dampak pada Masyarakat, Individu, dan Kelompok
Kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tentu memiliki dampak baik
secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat ataupun target
kebijakan. Dampak kepada masyarakat ini kemudian juga menjadi salah satu
faktor untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan. Dampak kebijakan kepada
masyarakat selaku lingkungan kebijakan dapat berupa dampak positif atau negatif.
Dikatakan positif jika kebijakan tersebut memberikan dampak yang bermanfaat,
demikian sebaliknya, dikatakan negatif jika memberikan dampak yang tidak
diharapkan. Karena kebijakan pada dasarnya bersifat memaksa, maka bukanlah
hal baru jika suatu kebijakan berdampak negatif kepada masyarakat.
Berdampak negatif, bukan selalu berarti bahwa kebijakan itu merugikan
masyarakat, karena bisa jadi dampak negatif yang muncul adalah adanya
penolakan ataupun keberatan dari masyarakat selaku lingkungan kebijakan yang
nyatanya tidak bisa disepelekan. Jika masyakat yang menjadi target kebijakan
kemudian tidak mematuhi kebijakan yang ada, maka kebijakan tersebut akan
berujung kepada kegagalan, atau setidaknya tidak dapat berjalan dengan baik
seperti yang diharapkan.
Dalam implementasi peraturan daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, juga terdapat dampat negatif berupa ketidak
tahuan informasi mengenani pelayanan IMB yang datang dari masyarakat selaku
target sekaligus lingkungan kebijakan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah
satu masyarakat Ibu RS pemilik rumah tempat tinggal sebagai berikut:
“saya kurang tau mengenai peraturan izin mendirikan bangunan ini mbak.
Saya di perkampungan yang kalau tidak dikasih tau sama petugas kelurahan
tentang surat-surat apa yang harus diurus ya nggak tau. Kalau PBB saya
bayar rutin, tapi kalau IMB saya belum tau bagaimana cara
membayarkannya dan untuk apa kegunaan dari IMB itu”. (Wawancara,
Jum’at 8 Oktober 2018)
Keterangan yang diberikan oleh masyarakat diatas tentang dampak negatif
juga dipaparkan oleh Bapak GM masyarakat lain di beda kecamatan, sebagai
berikut:
“saya agak malas untuk mengurus izin IMB sebenarnya mbak karna banyak
persyaratan yang harus dilengkapi. Saya berusaha memberikan
kelengkapan persyaratan tersebut, tetapi banyak revisi yang diminta oleh
dinasnya. Dan ketika kesana lagi, masih ada yang belum beres.”
(Wawancara, Sabtu 9 Oktober 2018)
Berbeda halnya dengan pandangan masyarakat Ibu DS yang lebih positif
dalam memiliki surat izin mendirikan bangunan, seperti berikut ini :
“sebenarnya dengan diharuskannya setiap bangunan mempunyai surat izin
mendirikan bangunan itu gunannya untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan dikemudian hari sehingga hal tersebut dilindungi oleh hukum.
Kalau untuk informasi kita juga harus aktif bertanya e kelurahan setempat,
sering-sering membaca berita tentang lingkungan setempat jadi sebagai
warga yang baik juga tidak hanya tingga diam saja, harus lebih aktif sehingga
sebagai masyarakat yang pintar kita tau apa yang harus dilakukan mengenai
semua kewajiban dan hak sebagai warga setempat. Melek informasi tentang
imb untuk kerjasama antar stakeholder pemerintah dan masyarakat. Cuman
kemugkinan yang harus diperhatikan adalah petugasnya harus lebih
diperhatikan jumlahnya, karna bangunan di gresik sangat banyak jadi surat
yang masuk dan keluar tidak hanya efektif tetapi juga cepat.” (Wawancara,
Jum’at 8 Oktober 2018)
Sesuai dengan hasil wawancara diatas, dapat memberi gambaran bahwa
kebijakan implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan ini juga ada yang menanggapinya secara negatif oleh
masyarakat, tanggapan negatif ini kemudian memunculkan ketidak percayaan dan
sikap defensif dari masyarakat terhadap pemerintah pengelola retribusi IMB
Kabupaten Gresik.
Selain itu disebutkan dari wawancara diatas adalah
pandangan postif pun memberikin sumbangsih kritik saran yakni dengan
bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tetapi tidak didukung dengan jumlah
petugas/ sumber daya manusia yang menanganinya sehingga hal tersebut
memperlama proses perizinan yang membutuhkan kelengapan persayaratan yang
cukup banyak. Selain itu koordinasi agar terciptanya sinergitas antara pemerintah
atau pengelola dengan kelurahan atau kecamatan setempat terkait status riwayat
tanah sehingga meminimalisir revisi kelengkapan persyaratan pelayanan IMB
pada masyarakat.
2.
Perubahan dan Penerimaan Masyarakat
Sesuatu yang baru yang datang dan hadir ditengah-tengah kehidupan
masyarakat akan membawa pengaruh kepada masyarakat, menimbulkan sebab
akibat. Seperti halnya kebijakan, yang merupakan sesuatu yang baru ditengah
masyarakat, khususnya kebijakan mengenai pajak kos ini dampak kebijakan
terhadap masyarakat yang terdapat dalam poin sebelumnya kemudian
berhubungan dengan perubahan dan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan
tersebut.
Seperti yang telah disinggung diatas tentang perubahan dan penerimaan
masyarakat mengenai implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin mendirikan Bangunan ini, respon masyarakat oleh Bapak S
sebagai pengguna pun juga terjadi sebagaimana wawancara sebagai berikut :
“pada awalnya saya tidak mempunyai surat IMB dikarenakan tidak tau
menahu dimana mendapatkan informasi mengenai izin tersebut, jadi
otomatis juga tidak mengetahui proses, alur mekanismenya. Terus
mengurus izin mengenai itu dianggapan saya juga ribet. Tidak praktis. Jadi
saya juga enggan untuk mengurus IMB di dinas perijinan. Tetapi saya tau
kalau memang pengurusan perijinan IMB untuk bangunan tempat tinggal
harus dipunyai. Karna saya juga tidak mau ambil resiko dikemudian hari
karna masalah bangunan yang tidak ada surat resmi dari pemerintah.”
(Wawancara, Jumat 8 Oktober 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu DS selaku masyarakat yang sudah
mengantongi surat perijinan Izin Mendirikan Bangunan yang telah dikeluarkan oleh
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai berikut :
“menurut saya juga kalau bisa ya harus punya surat izin mendirikan
bangunan ini sih mbak, terlepas digunakan untuk persyaratan bank atau apa,
pemerintah bilang untuk peningkatan PAD ya seperti sedia payung sebelum
hujan saja. Jadi tidak ada sengketa hanya tidak ada kelengkapan surat
tersebut.” (Wawancara, Jumat 8 Oktober 2018)
Pernyataan masyarakat melalui hal tersebut diatas menunjukkan bahwa
masyarakat yang pada mau mengurus izin mendirikan bangunan, diluar fakta jika
pada awalnya masyarakat tidak mempunyai surat izin dikarenakan tidak
mengetahui informasi mengenai perizinan IMB, kurang informasi tentang alur
mekanismenya. Namun setelah adanya informasi secara lengkap yang didapat
bisa
dilakukan
dan
diakses
melalui
potal
website
DPM-PTSP
pada
http://dpmptsp.gresikkab.go.id gunauntuk kejelasan informasi serta hal hal yang
berkaitan dengan proses perijinan sesuai peraturan yang berlaku di Kabupaten
Gresik.
5.1.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Dalam menjalankan suatu peraturan, pemerintah tentu mengalami
dorongan atau bahkan hambatan dalam proses implementasinya. Implementasi
atau penerapan peraturan yang tidak selalu mudah dan penuh hambatan,
kemudian menjadikan suatu implementasi suatu peraturan sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor diluar kebijakan itu sendiri. Faktor ini yang kemudian pada
gilirannya bisa menjadi pendukung ataupun penghambat kebijakan tersebut.
Dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung dan penghambat pula.
5.1.2.1 Faktor Pendukung
Implementasi suatu kebijakan menuju hasil yang diharapkan tentu didukung
oleh faktor yang menjadi pendukung implementasi kebijakan tersebut. Faktor
pendukung ini kemudian pada gilirannya memiliki peran yang penting agar
keberhasilan
implementasi
kebijakan
semakin
mudah
dicapai.
Dalam
implementasi mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang tertuang pada
Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004, terdapat faktor pendukung, yaitu :
1.
Dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan
Sesuai dengan struktur organisasinya, tugas dari DPM-PTSP Kabupaten
Gresik adalah membantu bupati dalam melaksanakan sebagian tugas
pelayanan, fasilitasi dan pembinaan di bidang penanaman modal dan
perizinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala DPM-PTSP
meyelenggaraan fungsinya sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana program dan kegiatan di bidang Penanaman
Modal dan Perizinan;
b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan Penanaman Modal dan
Perizinan
c. Penyusunan dan penetapan kebijakan pengembangan penanaman
modal
daerah
sesuai
dengan
program
pembangunan
daerah,
berkoordinasi dengan pemerintah provinsi
d. Pelaksanaan pelayanan perizinan terkait dengan penanaman modal dan
atau persetujuan prinsip, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah, Izin
Mendirikan Bangunan, Izin Gangguan, dan Izin Usaha Tetap
e. Pelaksanaan
pelayanan
izin-izin
lain
yang
telah
dilimpahkan
kewenangannya berdasarkan peraturan bupati
f.
Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan penanaman modal
dan perizinan
g. Pelaksanaan pengelolaan sistem informasi penanaman modal dan
perizinan serta pengembangan kawasan;
h. Pelaksanaan pengendalian usaha dan penanaman modal;
i.
Pelaksanaan pengembangan iklim investasi daerah;
j.
Pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi terhadap kerjasama investasi dan
pengembangan komunitas dan kemitraan;
k. Pelaksanaan pembinaan dan fasilitasi permasalahan penanaman modal
dan perizinan;
l.
Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelayanan penanaman
modal dan perizinan;
m. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan bidang tugasnya.
2.
Kerjasama Antar Staf Pegawai Yang Terjalin Dengan Baik
Dalam pembagian tugasnya untuk implementasi Peraturan Daerah Nomor
23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, DPM-PTSP
Kabupaten Gresik juga mengedepankan kerjasama antar staf pegawai yang
terjalin
baik,
hal
tersebut
tidak
terlepas
dengan
beberapa
hal
yang
mempengaruhinya, misalnya struktur birokrasi di dalam DPM-PTSP Kabupaten
Gresik yang baik akan mengahsilkan kerjasama antar staf pegawai yang terjalin
baik pula sehingga kinerja pun meningkat. Struktur birokrasi yakni alat dalam
penanganan keperluan publik. Pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa
yang harus dilakukan dan memiliki sumber daya yang memadai, namun tidak
menutup kemungkinan hal tersebut masih menghalangi proses implementasi
karena struktur organisasi yang dimiliki. Dua ciri utama dari birokrasi adalah
Standard Operating Procedures (SOPs) dan pembagian tugas dan fragmentasi
atau kesesuaian organisasi birokrasi. Standard Operating Procedures (SOPs)
adalah rutinitas yang memungkinkan pejabat publik untuk membuat keputusan
yang berurutan. SOPs meminimalisir waktu yang digunakan, dimana SOPs
seringkali dibutuhkan karena suatu masalah dari sumber daya. Pemegang jabatan
biasanya kekurangan staff yang memiliki kemampuan untuk menganalisa
masalah, maka dari itu mereka harus bisa membuat keputusan dengan cepat dan
membuat situasi yang ada menjadi lebih sederhana. Dengan berfokus pada tugas
fungsional masing-masing, birokrat akan dengan mudah beradaptasi dengan
SOPs. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Johar pada bidang Pelayanan
Perizinan Non Penanaman Modal sebagai berikut :
“SOPs itu seperti rutinitas yang harus dilaksanakan oleh personel pegawai
yang ada disini untuk mempermudah dalam masalah pengambilan
keputusan. SOP ini menghemat waktu dengan memungkinkan pejabat untuk
menghindari membuat tindakan sepihak mengenai situasi tertentu, namun
meskipun dibuat untuk membuat implementasi kebijakan menjadi lebih
mudah juga ada hambatan-hambatan pula yang terjadi dalam prosesnya.
Jika suatu kebijakan peraturan ada yang relatif masih baru atau ada
perubahan dalam jumlah staff atau personel pegawai dpm-ptsp ini,
perubahan peraturan diatasnya, SOPs akan lebih mudah dilakukan karena
mereka lebih fleksibel” (Wawancara, senin 4 Oktober 2018)
Selain itu, hal yang juga berpengaruh dalam tercapainya suatu
keberhasilan suatu implementasi yakni struktur birokrasi di DPM-PTSP Kabupaten
Gresik yang sudah disinggung diatas dimana dari total 54 (lima puluh empat)
pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam
pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang
dan bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni kasubid
pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan kawasan
di proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni kasubid
pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid
pelayanan perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang
III dibagi 2 bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid
pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada
bidang IV juga terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan
iklim investasi yang diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan
komunitas kemitraan yang di proses oleh 6 orang.
Hal tersebut juga disebutkan oleh Bapak ali selaku staf di bidang pelayanan
perizinan non penanaman modal sebagai berikut :
“kerjasama antar staf pegawai disini terjalin dengan baik, karena didukung
dengan adanya pertemuan rutin sepeti rapat bulanan yang diselenggarakan
oeh DPM-PTSP Kbupaten Gresik. Dari rapat evaluasi tersebut, dapat
diketahui sejauh mana para pegawai dapat enyesuaikan diri dengan
kemampuannya dalam menjalankan tugasnya di bidang masing-masing
dalam memberi pelayanan kepada masyarakat” (Wawancara, senin 4
Oktober 2018)
Hal senada juga di paparkan oleh Ibu Mufarokhah selaku staf pada bidang
pengawasan kawasan DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“di DPM-PTSP ini, suasana kantor dan hubungan antar pegawai berjalan
cukup baik. Bahkan, hubungan antar pimpinan dan pegawai juga terjalin
dengan bagus. Saya sendiri juga menghimbau kepada para pegawai untuk
tidak segan dala memberikan tanggapan, saran ataupun kritik kepada antar
pegwai ataupun kepada pimpinan sekalipun. Karena dengan hal tersebut
bisa saling mengingatkan untuk kemajuan kualitas pelayanan pada kantor
ini.” (Wawancara, selasa 5 Oktober 2018)
Berdasarkan hal tersebut, dapat disipulkan bahwa kekompakan dan
kerjasama yang baik pada pegawai DPM-PTSP Kabupaten Gresik berpengaruh
untuk terlaksananya jaringan kerja yang profesional.
3.
Tersedianya data dan informasi perijinan dan penanaman modal
Tersedianya data secara transparan dan mudah merupakan hal yang
penting untuk bagaimana informasi mengenai perda tentang IMB ini dapat
tersampaikan dengan baik kepada masyarakat luas, khususnya di Kabupaten
Gresik. Data-data yang berkaitan dengan bagaimana proses pengurusan retribusi
IMB pun telah disebutkan pada Perda Nomor 6 tahun 2017 Izin Mendirikan
Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik. Hal tersebut juga dapat di akses pada website
http://dpmptsp.gresikkab.go.id, email dpmptsp@gresikkab.go.id
Gambar 5.9 website DPM-PTSP Kab.Gresik
Sumber : http://dpmptsp.gresikkab.go.id
Pada portal website DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dapat dilihat jika seluruh
informasi yang berkaitan mengenai proses penanaman modal dan perizinan dapat
dilihat serta diakses di website resmi tersebut. Di website DPM-PTSP Kabupaten
Gresik terdapat beberapa portal yakni layanan pengaduan, layanan perizinan,
pengumuman, sistem informasi geografi, submit izin, cek status perizinan dengan
E-Tracking, berita, LKPM online, dashboard perizinan, atau buku elektronik yang
memuat peraturan-peraturan yang terkait.
4.
Terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat
Masyarakat merupakan suatu unsur yang penting guna untuk melihat, dan
merasakan bagaimana komitmen para aparatur daerah dalam memberikan
pelayanan yang efektif, efisien dan prima. Salah satu hal yang mendukung dalam
implementasi yang efektif yakni dengan melibatkan masyarakat dalam proses
pembangunan pelayanan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Hal ini terlihat di
tahun 2017, DPM-PTSP Kabupaten Gresik mengundang 50 pemohon izin dan
mengajak mereka mengikuti sosialisasi peraturan daerah Kabupaten gresik
mengenai Izin Mendirikan Bangunan.
Gambar 5.10 sosialisasi dengan masyarakat di DPM-PTSP Kab.Gresik
Sumber : http://gresikkab.go.id (diakses pada Tanggal 12 November 2018)
Dalam pertemuan sosialisasi tersebut membahas tentang bagaimana
pemberian informasi, sosialisasi kepada masyarakat tentang Izin Mendirian
Bangunan, seperti yang disebutkan Kepala Bidang pelayanan Perizinan Usaha,
perizinan tertentu dan non perizinan, Bapak Irianto sebagai berikut :
“proses pembangunan baru bisa dilakukan setelah sudah mendapatkan
surat Izin Mendirikan Bangunan dari DPM-PTSP. Kami adil dan taat aturan
sesuai dengan payung hukum yang berlaku yakni perda nomor 6 tahun 2017
dan mengenai retribusinya yakni perda nomor 23 tahun 2004. Kami berharap
jika para pemohon untuk mengurus sendiri semua proses perizinannya. Hal
ini bertujuan agar informasi dapat diterima, sampai dan dipahami dengan
jelas oleh masing-masing pemohon.” (Wawancara, selasa 5 Oktober 2018)
Hal lain disebutkan oleh Bapak Mulyanto selaku Kepala DPM-PTSP Kabupaten
Gresik sebagai berikut :
“ada aturan baru pengurusan IMB dari yang sebelumnya, sekarang ada
perubahan seperti yang disebutkan pada perda nomor 6 tahun 2004 dan
pera nomor 23 tahun 2004 mengenai retribusinya. Dari semua pihak pun
kami harapkan untuk memberikan beberapa masukan terkait
penyederhanaan SOP dalam pengurusan perizinan yang ada di Kabupaten
Gresik. Dari semua pihak, kami akan mereview kembali SOP perizinan yang
ada dan disesuaikan dengan aturan saat ini sehingga seluruh pengurusan
perizinan terstandarisasipersyaratan dan waktu penyelesaian khususnya
mengenai IMB” (Wawancara, senin 4 Oktober 2018)
Dari penyataan yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian layanan pun sangat
diperukan sehingga titik temu, penyampaian informasi pun dapat sesuai dengan
kondisi masyarakat yang ada, sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga
pelaksanaan pelayanan yang baik pun dapat diterima oleh semua pihak.
5.1.2.2 Faktor Penghambat
Penghambat pelaksanaan pelayanan perijinan IMB yang diberikan kepada
masyarakat merupakan salah satu hal indikator yang dapat dijadikan pemicu
upaya perbaikan kualitas pelayanan kedepannya, agar efektifitas pelayanan dapat
tercapai.berikut ini beberapa faktor penghambat dalam implementasi Peraturan
Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentag Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik :
1.
Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan
Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal
peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan
pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda
No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda
Retribusi IMB). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang
masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan
prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II,
pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur
dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah
mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan
IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No.24/PRT/M/2007 dan
Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda
Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi
IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda
Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya
garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian
diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan
Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun
2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda
Retribusi IMB.
Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan sebagaimana diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik
Tahun 2000 Nomor 8 Seri B diubah sebagai
1. Ketentuan pasal 1 huruf e berbunyi sebagai berikut:
Kepala Dinas Pekerjaan Umum adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Gresik
2.
Ketentuan pasal 6 huruf d berbunyi sebagai berikut:
Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian izin
dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Izin
Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (perorangan) untuk
bangunan lama (pemutihan) maupun bangunan baru;
Dari pemamaparan diatas mengenai faktor penghambat dalam implementasi
perda nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dimana
penghambat tersebut juga dikarenakan adanya tumpang tindih peraturan. Bapak
Achmad Shohib selaku staf pada bidang Pengawasan Pemanfatan Lahan dan
Bangunan menyatakan hal sebagai berikut:
“pada awalnya memang sedikit bingung mengenai Standar Operasional
Prosedur yang ditetapkan karena adanya tumpang tindih peraturan
mengenai prosedur IMB ini. Pada pasal 22 tahun 2000 yang diatur dalam
Perda Kabupaten Gresik Nomor 5 Tahun 2011 dan Perda nomor 29 Tahun
2011. Lalu mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang pada awalya
diatur pada perda Nomor 22 Tahun 2000 pada akhirnya adanya
pembaharuan yang diatur pada perda nomor 23 Tahun 2004. Sehingga
mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan akhirnya memakai dasar
hukum nomor 23 Tahun 2004” (Wawancara, senin 11 Oktober 2018)
Hal senada juga dipaparkan dalam wawancara dengan Bapak Tomi Indarto
yang juga staf pada bidang Pengawasan Pemanfaatan Lahan dan Bangunan di
DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“seperti yang sudah disampaikan oleh bapak shohib diatas mbak mengenai
adanya tumpang tindih peraturan yang pada awalnya menjadikan
kebingungan dalam pelaksanaan retribusi IMB. Yang pada akhirnya perda
nomor 22 tahun 2000 digantikan dengan perda nomor 23 tahun 2004 untuk
dasar hukumnya. Hal itu dikarenakan penerbitan IMB dalam perda retribusi
tidak sinkron dengan PU nomor 24/PRT/M/2007 dan tidak sinkron dengan
Permendagri nomor 32 tahun 2010. Selain itu untuk masalah teknis
bangunannya juga mbak. Pada bab IV perda nomor 29 tahun 2011
mengenai bangunan gedung juga diatur dalam bagian III perda tersebut. Hal
tersebut menjadikan kebingunan dalam proses pelaksanaanya. Jadi
overlaping juga karena ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam perda
retribusi IMB. Sehingga pergantian dasar hukum kepada perda nomor 23
tahun 2004 tentang retribusi IMB ini yang pada akhirnya dipakai di DPMPTSP Kabupaten Gresik”. (Wawancara, senin 11 Oktober 2018)
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa tumpang tindih peraturan yang
menjadikan kebingungan dalam proses pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada pasal 59 Perda Nomor 22 Tahun 2004 terkait prosedur IMB itu juga
diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011 dan dalam Perda Nomor 29
Tahun 2011. Sehingga terjadi tumpang tindih dasar hukum untuk proses
implementasi Retribusi IMB. Pada akhirnya dasar hukum yang
digunakan adalah dengan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan karena dianggap perda tersebut
lebih relevan dengan situasi dan kondisi yang ada di Kabupaten Gresik
saat ini.
2. Ketentuan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan dalam Perda Retribusi
tidak sinkron dengan PU nomor 24/PRT/M/2007 dan tidak sinkron
dengan Permendagri Nomor 32 Tahun 2010. Hal ini dikarenakan adanya
masalah teknis bangunan yang diatur dalam Perda Nomor 29 Tahun
2011 pada bab IV yang juga diatur pada bagian III pada perda yang sama
sehigga pada akhirnya diganti pada Perda Nomor 23 Tahun 2004
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Tetapi pada Perda Nomor
29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur
dalam Perda tersebut yang seharusnya sudah diatur dan digunakan
pada Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang lebih relevan digunakan pada situasi dan kondisi
Kabupaten Gresik pada saat ini.
2.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang Menangani
Faktor penghambat lain selain dengan adanya tumpang tindih peraturan
yang mengakibatkan kebingungan dasar hukum yang digunakan dalam
implementasi retribusi Izin mendirikan Bangunan ini yakni adalah keterbatasan
Sumber Daya Manusia yang menangani pelayanan perizinan yang ada pada
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gresik.
Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah sebanyak 54
(lima puluh empat) orang. Berikut disajikan komposisi sumber daya manusia yang
ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Gresik:
No.
Tabel 5.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan
Uraia
Pendidikan
n
Pangkat/ Golongan
SD SMP SMA D3
S1
1
1.
2.
3.
2
Jumlah
S2
3
4
5
6
7
8
9
Juru Muda (Ia)
-
-
-
-
-
-
-
Juru Muda Tingkat I (Ib)
-
-
-
-
-
-
-
Juru (Ic)
-
-
-
-
-
-
-
Juru Tingkat I (Id)
-
-
-
-
-
-
-
Pengatur Muda (IIa)
-
-
-
-
-
-
-
Pengatur Muda Tingkat I (IIb)
-
-
3
-
-
-
3
Pengatur (IIc)
-
-
8
-
-
-
8
Pengatur Tingkat I (IId)
-
-
4
-
-
4
Penata Muda (IIIa)
-
-
-
1
-
-
1
Penata Muda Tingkat I (IIIb)
-
-
4
-
13
-
17
Penata (IIIc)
-
-
-
-
6
2
8
4.
Penata Tingkat I (IIId)
-
-
-
-
4
3
7
Pembina (IVa)
-
-
-
-
-
4
4
Pembina Tingkat I (IVb)
-
-
-
-
-
1
1
Pembina Utama Muda (IVc)
-
-
-
-
-
1
1
Pembina Utama Madya (IVd)
-
-
-
-
-
-
-
Pembina Utama (IVe)
-
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
-
-
15
5
23
11
54
Sumber : Renstra DPM-PTSP Kabupaten Gresik
Namun, kecukupan kuantitas sumber daya dalam implementasi suatu
kebijakan tidak semerta kemudian dapat menjamin keberhasilan kebijakan jika
kuantitas sumber daya ternyata berbanding terbalik dengan kualitas yang
dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui, menjadi implementator suatu kebijakan
peraturan bukanlah hal yang mudah karena menyangkut tanggung jawab kepada
banyak orang, dan tentu saja kepada kebijakan itu sendiri.
Tidak terkecuali dalam kebijakan implementasi mengenai Perda Nomor 23
Tahun 2004 tentang retribusi IMB di DPM-PTSP Kabupaten Gresik tersebut.
Implementasi pada Peraturan Daerah ini juga memiliki beberapa kendala
menyangkut dengan sumber daya aparaturnya, seperti kurangnya Sumber Daya
Manusia dalam implementasinya, seperti yang dijelaskan oleh ibu Santi selaku
staff bidang pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP kabupaten Gresik sebagai
berikut :
“izin mendirikan bangunan ini kan salah satu bentuk dari usaha daerah
dengan dinas untuk pengembangan investasi dan tata wilayah kota juga.
Meskipu cenderung meningkat dalam hal perkembangan dan
pembangunannya, tapi DPM-PTSP terkadang masih sulit menjangkau
secara detail dalam hal data ataupun melakukan kunjungan ke setiap rumah
meskipun sudah ada bantuan dan rekapan data dari kecamatan-kecamatan
yang ada di Kab Gresik. Dikarenakan masih kurangnya sumber daya
manusia guna untuk terjun langsung ke
menyeluruh”.(Wawancara, Senin 4 oktober 2018)
lapangan
secara
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Ririn Susi selaku staff bidang
pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut:
“iya benar mbak, memang kalau dibilang dari sumberdaya personilnya
dalam hal implementasi dan terjun kelapangan kurang mencukupi ya mbak.
Karena selain untuk maintanance menyeluruh, disamping itu juga karena
bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani juga banyak, jadi
seperti banyaknya permohonan izin yang nambah itu kurang didukung
dengan jumlah personil yang menanganinya”. (Wawancara, Senin 4 oktober
2018)
Berdasarkan keterangan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa sumber
daya dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih sedikit terhalang dengan kuantitas atau
jumlah sumber daya manusianya dikarenakan bertambahnya jumlah permohonan
izin yang harus dilayani tidak didukung dengan kuantitas personil yang kurang
memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses perijinannya khususnya
dalam hal perizinan Izin Mendirikan Bangunan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik.
Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah
melayani pemohon sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh)
pelanggan , sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik, data terlampir sebagai
berikut:
NO
Tabel 5.3 Rekapitulasi Penerbitan Izin di DPM-PTSP Kab.Gresik
TAHUN
JENIS IZIN
2011
2012
2013
2014
2015
1
IPPM
76
172
200
332
322
2
IU
50
77
58
52
73
3
IPR
99
190
206
212
278
4
LOKASI
47
54
40
62
55
5
TATA RUANG
120
357
300
19
60
6
IMB
791
404
439
420
495
7
HO
146
170
123
83
275
8
KEPELABUHANAN
0
4
14
1
8
9
REKLAME
727
115
228
197
213
10
IZIN PERTAMBANGAN
21
13
15
18
-
11
TDP
1054
1315
1704
1750
1981
12
ABT
7
58
58
71
-
3131
2929
3385
3199
3760
TOTAL
Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP
Bisa diasumsikan bahwa sejak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik berdiri di tahun 2007, maka selama kurun
waktu 9 (sembilan) tahun terakhir, apabila diasumsikan dalam satu tahun ada
kurang lebih 3000 (tiga ribu) berkas maka Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah melayani 27.000 (dua puluh tujuh ribu)
customer. Sedangkan pada akhir Februari tahun 2016, sesuai data yang ada di
sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1.287 (seribu dua ratus delapan
puluh tujuh) investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Gresik.
Pada bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni
kasubid pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan
kawasan di proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni
kasubid pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid
pelayanan perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang
III dibagi 2 bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid
pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada
bidang IV juga terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan
iklim investasi yang diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan
komunitas kemitraan yang di proses oleh 6 orang.
Dengan jumlah berkas yang tidak sedikit, pegawai di Badan Penanaman
Modal dituntut untuk professional dalam melakukan pelayanan dengan mengacu
pada sistem pelayanan yang distandarkan. Ditambah lagi dengan amanat dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 30 tentang
Administrasi Pemerintahan yang mengamanatkan penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tidak seimbang
dengan jumlah sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik membutuhkan sumber daya
manusia yang tidak hanya memenuhi kualitas secara akademis namun harus telah
siap bekerja melayani masyarakat.
3.
Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan
kewenangan pemberian ijin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan
Surat Ijin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk
bangunan lama (Pemutihan) maupun bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut
juga tak terlepas mengenai tata cara persyaratan guna untuk pendaftaran IMB.
Dalam pemberian izin, pemohon harus menyiapkan berkas-berkas persyaratan
yang akan digunakan untuk perizinan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial
baru, seperti yang disampaikan oleh Ibu Farida pada bidang pengelola sistem
informasi, sebagai berikut:
“guna untuk melakukan pendaftaran IMB ini, ada beberapa syarat yang
harus disiapkan terlebih dahulu untuk persyaratan izin mendirikan rumah
tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti fotokopi kartu tanda
penduduk (KTP) yang terdaftar oleh dispendukcapil Kabupaten Gresik,
fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir, fotokopi surat hak atas tanah yang
akan dimohonkan, serta gambar denah lokasi, dan surat yang telah
diinformasikan. Pada persyaratan gambar bangunan atau konstruksi untuk
bangunan sosial baru, perinciannya meliputi gambar situasi/layoutplan,
gambar denah, gambar rencana pondasi, gambar rencana atap, gambar
potongan memanjang dan potongan melintang bangunan tersebut, serta
gambar tampak dari depan, samping dan detail konstruksinya”.
(Wawancara, Senin 4 oktober 2018)
Tetapi pada fakta empirisnya, terdapat beberapa masalah atau kendala yang
teridentifikasi dalam implementasi tentang retribusi izin mendirikan bangunan di
Kabupaten Gresik, seperti : respon pemerintah terhadap layanan IMB dirasa
kurang maksimal sepenuhnya sehingga masyarakat pun kurang mengerti akan
informasi dan bagaimana pengajuan permohonan izin dan mekanisme terhadap
retribusi pelayanan IMB Kabupaten Gresik. Selain itu masyarakat beranggapan
jika waktu pengurusan IMB yang relatif lama karna banyak persyaratan yang
kurang jelas pada informasi di awal. Adanya tumpang tindih peraturan sehingga
pimpinan SKPD sering membuat kebijakan secara kasuistis ketika permasalahan
muncul. Bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani, tetapi adanya
keterbatasan jumlah personil yang menanganinya. Ataupun setelah pemeriksaan
lapangan, terdapat revisi (gambar) atau penambahan kelengkapan dokumen yang
tidak
segera
permasalahan
ditindak
yang
lanjuti
muncul
oleh
dalam
pemohon.
Sehingga
implementasi
permasalahan-
perizinan
IMB
juga
mempengaruhi dalam hal pemenuhan target pencapaian kinerja di DPM-PTSP
Kabupaten Gresik, dan target realisasi investasi di Kabupaten Gresik.
Keluhan mengenai proses perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP ini
juga disampaikan oleh Ibu Novi selaku masyarakat atau pemohon yang merasa
jika prosesnya cenderung berbelit-belit sehingga surat izinnya belum juga keluar,
sebagai berikut:
“kami ini terkadang bingung dengan persyaratan yang katanya harus
dilengkapi, saya sudah mengajukan permohonan izin pengembangan
industri dan ditugasi untuk mengurus suarat perizinan mendirikan bangunan.
Tetapi sampai sekarang ketika saya tanya ke dinasnya, kata orang dinas
masih harus melengkapi surat-surat denah yang belum lengkap. Intinya
persyaratannya masih belum lengkap juga. Sehingga izinnya nggak keluar
mbak. Kalau surat izinnya belum juga keluar, maka pembangunan juga
masih belum bisa diteruskan karna akan menyalahi aturan dan kami kan juga
takut jika tidak ada surat resminya dari kantor. Berhenti pembangunannya
mbak, madak gitu masihan untuk perumahan soalnya ini”. (Wawancara,
Senin 4 oktober 2018)
Melalui wawancara diatas, maka dapat dikatakan bahwa informasi mengenai
mekanisme ataupun tata cara perizinan IMB untuk rumah tempat tinggal pun
masih belum tersampaikan secara efektif kepada masyarakat. Dengan adanya hal
seperti diatas, maka DPM-PTSP pun melalui Kepala DPM-PTSP Kabupaten
Gresik bapak Muyanto menerangkan kembali bagaimana seharusnya mekanisme
pelayanan IMB serta retribusinya dapat efektif dan efisien terlaksana dengan baik,
sebagai berikut:
“pemohon IMB yang kembali itu, bisa jadi karena kelengkapan persyaratan
dokumne-dokumen yang diperlukan sbelum lengkap sehingga izinnya belum
keluar, tetapi jika ada yang menyatakan sudah lengkap tetapi perizinan
masih belum keluar juga, kemungkinan ternyata gambar ada yang tidak
sesuai dengan kondisi di lapangan. Seperti ada yang melanggar garis
sepadan padar dan garis sepadan bangunan. Apalagi berhubungan dengan
izin peruntukkan ruang, ini harus sesuai dengan perda tata ruang. Sehingga
denah bangunannya tidak ada permasalahan. Selain itu juga berkas
dokumennya pemohon IMB pun harus lebih dievaluasi dan diteliti lagi jadi
antara pemohon dan petugas pun lebih enak.” (Wawancara, Senin 4 oktober
2018)
Mengenai respon yang diberikan pihak DPM-PTSP Gresik pun didukung
juga oleh pernyataan dari Ibu Farida pada bidang Pengelola Sistem Informasi
sebagai berikut :
“Proses evaluasi itu bisa jadi ada berkas yang masih harus dilengkapi dan
dipersyaratkan. Contohnya, masalah, tanah yang tidak jelas. Contohnya,
ketika ada fasum fasos yang belum direncanakan. Pemohon bisa membuka
website DPM-PTSP di portal kami di http//:dpmptsp.gresikkab.go.id guna
untuk melihat informasi persyaratan apa saja yang diperlukan dan harus
dilengkapi dalam permohonan perizinan mendirikan bangunan. Setelah
mengunggah berkas-berkas secara lengkap, maka perugas akan meninjau
di lokasi sesuai dengan berkas yang telah diajukan sebagian masyarakat”
(Wawancara, Senin 4 oktober 2018)
seperti yang disebutkan dari hasil wawancara diatas maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya
mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya
retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini
kurang bisa terlaksana dengan baik dan merata. Hal ini dikarenakan kurangnya
kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana proses yang baik
dan benar dalam mengurus surat izin mendirikan bangunan.
4.
Adanya Praktek Usaha Perijinan Ilegal (Calo) Di Dinas Penanaman
Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik
Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Gresik dalam menjalankan tugasnya masih mendapati hambatan-hambatan
dalam mengatasai para calo pengurusan izin dari pihak-pihak atau oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disampaikan oleh Bapak Yunus pada
Bidang Pengawasan Kawasan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut :
“problem calo-calo dalam proses pembuatan perizinan IMB secara ilegal ini
pada kenyataanya masih ada. Biasanya para oknum ilegal ini menawarkan
jasa kepada pemohon izin dengan iming-iming pengurusan izin yang lebih
cepat dibanding apabila mengurus sendiri karena memang sedikit
mengeluarkan waktu untuk melengapi persyaratan-persyaratan yang kurang
lengkap, namun mereka memanipulasi biaya kepada pemohon izin yang
jauh lebih besar dibanding dengan biaya retribusi yang ditetapkan DPMPTSP. Oleh karenanya, banyak pemohon yang terlanjur menggunakan jasa
calo ilegal ini merasa tertipu dan dirugikan. Jadi kalaupun pemohon itu tidak
mengurus secara langsung, sebaiknya jangan mengurus secara langsung,
sebaiknya memakai jasa notaris atau orang yang dipercaya dengan
memberikan surat kuasa, sehingga legalitasnya pun terjamin”. (Wawancara,
Selasa 5 oktober 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Fauzi Budi pada Bidang
Pengawasan Kawasan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut :
“untuk masalah praktek calo di DPM-PTSP ini memang tidak dipungkiri
kalau masih ada, dikarenakan kemungkinan yang mengurus izin tidak harus
yang mempunyai bangunan. Sehingga banyak calo yang menawarkan jasa
untuk mengurus IMB. Tetapi masalah pungutan biaya kami tidak tahu berapa
jumlah uang yang sudah dikeluarkan oleh pemilik bangunan ke calo dalam
pengurusan izinnya. Disarankan pemilik rumah atau bangunan memakai
jasa notaris ataupun ke orang yang dapat dipercaya dengan melampirkan
surat kuasa sehingga dasar hukumnya jelas. Selain itu anyak yang
mengurus ke calo karena masyarakat tidak memiliki informasi bagaimana
cara
mengurusnya,
sebaiknya
membuka
website
di
http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk tau lengkap informasi ketikan akan
membutuhkan dalam pengurusan IMB.” (Wawancara, Selasa 5 oktober
2018)
Dari beberapa pernyataan yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa para
calo atau oknum-oknul ilegal dalam pengurusan izin mendirikan bangunan di
DPM-PTSP Kabupaten masih ada dengan menawarkan iming-iming pengurusan
izin mendirikan bangunan dengan lebih cepat dan tidak berbelit-belit. Kondisi ini
justru akan menimbulkan paradigma yang negatif bagi DPM-PTSP Kabupaten
Gresik, padahal ketentuan dan informasi mengenai pengurusan perizinan
mendirikan
bangunan
bisa
dilihat
dan
diakses
di
website
http://dpmptsp.gresikkab.go.id meskipun belum semua masyarakat mengerti akan
pentingnya mengurus izin, terutama Izin Mendirikan Bangunan.
5.1.3
Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor
23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Suatu kebijakan pada gilirannya akan menuju kepada hasil kebijakan
berdasarkan implementasi yang telah dilakukan. Hasil ini kemudian yang
menunjukkan sejauh mana keberhasilan kebijakan jika dilihat secara keseluruhan.
Mengenai hasil kebijakan ini, kemudian ditanggapi Bapak Ulul Azmi yang berada
di bidang Perizinan Non Penanaman Modal sebagai berikut :
“Kalau secara keseluruhan saya melihat kebijakan ini bertujuan baik yaitu
untuk menunjang pemasukan ataupun pendapatan bagi Kabupaten Gresik.
Memang masih perlu penyesuaian, masih perlu perbaikan, masih ada
kekurangan. Tapi pelan-pelan kita perbaiki itu semua supaya kebijakan ini
bisa berjalan sebagaimana mestinya dan menjadi kebijakan yang berhasil.”
(Wawancara, Senin 4 oktober 2018)
Kemudian hasil kebijakan mengenai implementasi retribui IMB ini
ditambahkan oleh Bapak yunus di bidang Pengawasan Kawasan, sebagai berikut
:
“Kebijakan ini pada dasarnya memiliki hasil yang relatif dilihat dari UU Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian diturunkan dalam sebuah perda
yang mengatur tentang retribusi khususnya retribusi dalam izin mendirikan
bangunan merupakan suatu objek yang perlu ditindaklanjuti dikarenakan
dari retribusi itu ada hasil yang signifikan dalam PAD Gresik” (Wawancara,
Selasa 5 oktober 2018)
Hasil kebijakan retribusi izin mendirikan bangunan berdasarkan Perda
Nomor 23 Tahun 2004 Kabupaten Gresik berdasar data hasil yang berhasil
dihimpun oleh penulis yakni sebagai berikut :
Tabel 5.9 Rencana dan Realisasi Investasi Kab.Gresik thn 2010-2015
TAHUN
N
URAIAN
O
1
Rencana Investasi
2010
2011
2012
2013
2014
2015
1.796.671,60
3.030.760,90
18.987.306,90
15.445.440,60
17.158.985,2
24.639.278,4
246.483,40
1.418.761,20
299.057,10
83.364,70
250.584,40
398.273,6
PMDN (juta rupiah)
2
Rencana
Investasi
3
PMA (US$ ribu)
Realisasi Investasi
941.109,2
2.763.367,1
1.196.139,7
2.986.515,5
8.009.042,0
671.413,6
4
PMDN (juta rupiah)
Realisasi Investasi
349.173,20
117.964,80
144.164,60
79.299,80
215.390,80
152.925,40
PMA (US$ ribu)
Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik
Berdasarkan tabel di atas, bahwa antara tahun 2010 sampai dengan tahun
2012 terjadi kenaikan yang signifikan. Di tahun 2011 terjadi kenaikan rencana
investasi penanaman modal dalam negeri sebesar 68,69%. Kenaikan secara
signifikan terjadi di tahun 2012 karena di tabel bisa dilihat bahwa rencana investasi
PMDN di tahun tersebut mengalami kenaikan 526,49% dari angka 3.030.760,90
(dalam juta rupiah) di tahun 2011 dan naik menjadi 18.987.306,90 (dalam juta
rupiah) di tahun 2012. Meski sempat mengalami perlambatan di tahun 2013 seperti
yang telah dijelaskan di awal bahwa hampir di seluluruh bagian dunia mengalami
perlambatan ekonomi, namun rencana investasi kembali mengalami kenaikan di
tahun 2014 sebesar 11,09% dari angka 15.445.440,60 (dalam juta rupiah) di tahun
sebelumnya menjadi 1.713.544,6 (dalam juta rupiah) di tahun 2014. Sedangkan di
tahun 2015 angka rencana investasi pemodal dalam negeri di Kabupaten Gresik
naik secara signifikan menjadi 7.480.293,2 (dalam juta rupiah). Hal ini artinya
bahwa rencana investasi melonjak 43,59% dibandingkan tahun sebelumnya.
Lalu untuk rekapitulasi penerbitan yang telah dilakukan oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik khususnya Izin Mendirikan Bangunan hingga akhir tahun 2016,
sebanyak lebih dari lima ratur izin yang sudah ditindak lanjuti sebagaimana hasil
yang ditunjukkan oleh tabel berikut ini :
Tabel 5.3 rekapitulasi penerbitan izin DPM-PTSP Tahun 2016
Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP 2016-2021
Untuk tabel rekapitulasi penerbitan izin pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik
yang telah diketahui diatas, jika untuk penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, telah
tercatat jika permohonan dalam IMB mencapai 599 pemohon, sedangkan
penebitan Izin Mendirikan Bangunan yang telah terproses dan melengkapi
persyaratan sejumlah 511 surat izin. Dengan data rekapitulasi penerbitan izin
tersebut diatas, maka berikut juga analisa tabel capaian kerja DPM-PTSP
Kabupaten Gresik sebagai berikut :
NO.
KINERJA
FORMULA
Thn Dsr 2009
INDIKATOR
SATUAN
Tabel 5.10 Capaian Target Kinerja DPM-PTSP Kab. Gresik
Target
2011
2011
2012
2013
2014
2015
2012
Realisasi
2013
2014
2015
Realisasi PMDN thn ini –
1.
Nilai Realisasi
Realisasi PMDN lalu
Milyar
PMDN
------------------ x100
Realisasi PMDN lalu
Rupiah
690,20
735,5
772,30
810,9
851,5
894,00
876,80
898,95
942,53
7.606,33
4.601,53
100
100
100
100
100
34/36 X
100 =
54/60 x
100
62 / 60 x
100 =
55 /59 x
100 =
94,44%
= 90%
40 /
62 x
100 =
64.52
%
103,33 %
93,22 %
12/18 X
100 =
66,67%
13/13 x
100
= 100%
15 /
20 x
100 =
18/23 x
100 =
78,26%
Jumlah ijin yang diselesaikan
Ijin Lokasi
2.
------------------- x100
%
100,00
Jumlah permohonan ijin
Jumlah ijin yang diselesaikan
3.
Ijin
Pertambangan
------------------- x100
Jumlah permohonan ijin
%
82,00
100
100
100
100
100
Daerah (SIPD)
Ijin Gangguan
(HO)
4.
Jumlah ijin yang diselesaikan
%
84
100
100
100
100
100
146/18
5 x 100
------------------- x100
=
Jumlah pemoho izin
78,92%
494/54
7 X 100
Jumlah ijin yang
Ijin
5.
%
95
100
100
100
100
100
diselesaikan-------------------
Mendirikan
x100
Bangunan
Jumlah permohonan ijin
Ijin Prinsip
%
%
100
100
100
100
100
100
404/53
6x
100
83 /120 x
100 =
69,16 %
%
275 /256
x 100 =
107,42
%
739 /
700 x
100 =
105.5
7
%
421 / 630
x 100 =
495 /561
x 100 =
66,83 %
88,24 %
206 /
263 x
100 =
78.33
212 / 267
x 100 =
79.40 %
278 /
263 x
100 =
105,70
= 75%
190/210
x 100
%
83,33%
Jumlah ijin yang diselesaikan
34/36 x
100 =
95%
------------------- x100
Jumlah permohonan ijin
x 100
= 77%
123 /
162 x
100 =
75.93
= 90%
Jumlah permohonan ijin
Ijin Usaha
100/12
0 X 100
170/218
=
------------------- x100
7.
=
90,31
Jumlah ijin yang diselesaikan
6.
-
75 %
%
100
100
100
Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik
100
100
100
244/253
x 100
= 96%
58 /
62 x
100 =
93.55
%
%
52 / 52 x
100 = 100
%
73 /81 x
100 =
90.12 %
Tabel 5.11 Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019
No
Program
Prosentase
Kegiatan
Penyelesaian
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Target
Rp
Target
Rp
Target
Rp
75%
2.270.026.000
75%
2.441.575.375
75%
3.470.277.000
Tahun 2019
Target
Rp
Izin
1.
Peningkatan
HO : 69,14%
Pelayanan
IMB : 66,83%
75%
3.020.166.100
Perizinan PM IPR : 78,33%
IU : 90,12%
IL : 64,12 %
2.
Operasional
Output :
Penerbitan
Berita Acara
IMB dan
Pemeriksaan
Tata
Lapangan
Ruang/Site
(BAP) dan
Plan
750
371.840.000
750
971.840.000
1000
990.432.000
1250
BAP
Berita Acara
Rapat
Klarifikasi
BPHTB
Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP Kab. Gresik
BAP
BAP
BAP
1.039.953.600
Berdasarkan indikator capaian kinerja Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik pada tabel 5.13 diatas dapat
disimpulkan bahwa pencapaian nilai realisasi investasi melebihi target yang telah
ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2015. Pada tahun
2011 terjadi pelampauan target sebesar 112.19% dari target realisasi yang
ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi investasi juga melampaui target
sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013, pelampauan target investasi
mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi kenaikan yang signifikan dari
tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%. Tidak jauh berebeda dengan
kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman modal juga melampaui target
sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di tahun 2015 yaitu sebesar 894
miliar rupiah.
Indikator capaian kinerja selanjutnya yakni Target Kinerja Program Kegiatan
dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 oleh DPM-PTSP
Kabupaten Gresik dengan data capaian peningkatan penyelesaian izin dan
kerangka pendanaan yang selalu meningkat dari beberapa tahun sebelumnya,
pada tahun 2016 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.270.026.000, di
tahun 2017 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.441.575.375, di tahun
2018 mencapai target 75% dengan target sebesar 3.470.277.000.
Adapun perincian pendapatan dari retribusi daerah pada tahun anggaran
2016 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.12 Rincian Pendapatan dari Retribusi Daerah tahun 2016
Sumber : Lakip Kabupaten Gresik
5.2
Pembahasan
5.2.1 Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan
Dasar keilmuan dan kajian dalam kebijakan adalah administrasi publik. Dimana
administrasi publik seperti yang didefinisikan oleh Zauhar (2001:31) bahwa public
administration is the organization and management of men and materials to achieve
the purposes of government and public administration is the art of science of
management as applied affairs of state. Definisi Zauhar diatas memberikan gambaran
perihal fokus utama lingkup keilmuan administrasi publik mencakup penyelenggaraan
negara, yang berkaitan dengan pemerintah dengan kebijakan yang dibuat.
Hal tersebut kemudian disebut sebagai public policyatau kebijakan publik. Untuk
menjadi suatu kebijakan publik, yang menuntut masyarakat untuk mematuhinya, ada
beberapa ciri yang harus dipenuhi. Seperti yang disebutkan oleh Abidin (2012:23)
bahwa setidaknya ada lima ciri-ciri, seperti: (1) public policy is purposive, goal-oriented
behavior rather than random or chance behavior; (2) public policy consists of courses
of action rather than separate, discrete decision, or actions performed by government
officials; (3) policy is what government do, not what they say will do or what they intend
to do; (4) public policy may either negative or postive; (5) public policy is based on law
and is authoritative.
Setelah memenuhi ciri-ciri tersebut diatas barulah kemudian kebijakan dapat
melalui tahap-tahap selanjutnya, seperti yang disebutkan oleh Dunn dalam Winarno
(2007:32-34) yang menyebutkan bahwa tahap-tahap tersebut adalah tahap
penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap
implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi.
Kebijakan publik yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan setelah melalui
proses-proses seperti yang disebutkan diatas, barulah kemudian kebijakan mengenai
retribusi IMB ini dapat diimplementasikan di Kabupaten Gresik. Implementasi
kebijakan seperti yang disebutkan oleh Gupta (2001:61-62) bahwa setelah suatu
kebijakan publik diadopsi, kemudian tahap selanjutnya adalah diimplementasikan.
Dalam prosesnya, implementasi suatu kebijakan menuntut implementor untuk
mengerti kompleksitas kebijakan, dilihat dari lingkungan tempat kebijakan itu
diimplementasikan.
Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan
yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur
tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Pada perda Nomor
23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian ijin
dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Ijin Mendirikan Bangunan
Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk bangunan lama (Pemutihan) maupun
bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut juga tak terlepas mengenai tata cara
persyaratan guna untuk pendaftaran IMB. Hal ini menjadi perhatian Pemerinth Daerah
dalam rangka penerimaan pendapatan asli daerah karena retribusi mempunyai
kontribusi besar dalam peningkatannya. Hasil pendapatan asli daerah yang dihasilkan
dari retribusi daerah dimana retribusi izin mendirikan bangunan menjadi salah satu
pembiayaan penyelenggaraan pemeritahan dan pembangunan daerah sebesar
165.928.872.000 rupiah di tahun 2017.
Tidak hanya besaran PAD yang dihasilkan bagi pemerintah daerah Kabupaten
Gresik. Dalam proses implementasi Perda retribusi IMB ini, tetapi ada hal-hal lain yang
juga menjadi hambatan bagi proses implementasinya, yakni ada tumpang tindih
peraturan yang menyebabkan kebingungan dalam penerapan proses pemberian izin,
keterbatasan personel sehingga sedikit mempengaruhi keluaran surat yang keluar,
kurangnya kesadaran masyarakat dalam pembuatan izin retribusi IMB sehingga tidak
semua bangunan yang sudah melengkapi dan mengantongi izin mendirikan
bangunan padahal hal itu penting bagi legalitas keamanan secara hukum bangunan
miliknya. Serta masih adanya calo atau oknum yang secara ilegal menjanjikan
percepatan keuarnya surat izin mendirikan bangunan dengan biaya yang melebihi
ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Berdasarkan hal tersebut diatas,
maka implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 masih terdapat beberapa
kekurangan yang jika diperbaiki dan dikaji dapat menjadi implementasi yang baik bagi
pelayanan publik dan peningkatan dalam pembangunan daerah.
Secara lebih mendalam, kebijakan ini kemudian diukur menggunakan model
implementasi kebijakan Merilee S. Grindle (2017) yang menyebutkan bahwa
kebijakan dapat diukur melalui Isi Kebijakan (Content of Policy) dan Lingkungan
Kebijakan (Context of Implementation) serta Hasil Kebijakan. Dalam Isi Kebijakan
terdiri dari beberapa indikator yaitu kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat,
derajat perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana
program, dan sumber daya yang dilibatkan. Sementara Konteks Kebijakan terdiri dari
beberapa indikator berupa kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat,
karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, serta tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana. Kemudian ada Hasil Kebijakan yang terdiri dari dampak pada
masyarakat, individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan masyarakat.
Adapun penyimpulan yang dapat ditarik jika mengukur kebijakan melalui
implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izjn
Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik berdasarkan masing-masing indikator,
adalah sebagai berikut :
Konten Kebijakan, yang terdiri dari (1) kepentingan kelompok sasaran, dimana
dalam hal ini sebagian masyarakat Kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya
mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya
retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa
terlaksana dengan baik dan merata. (2) Tipe Manfaat, apabila kelengkapan IMB
terpenuhi
maka
mendapatkan
kepastian
dan
perlindungan
hukum
pada
bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan
atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredir bank
yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana
jalan. (3) derajat perubahan yang diinginkan, peraturan retribusi IMB guna untuk
realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara
signifikan. (4) letak pengambilan keputusan, dalam kebijakan ini ditentukan dan
disahkan oleh Bupati Kabupaten Gresik yang kemudian dilimpahan kepada DPMPTSP sebagai pengelolanya. (5) Pelaksana Program, DPM-PTSP Kabupaten Gresik
yang diberi kewenangan oleh Bupati kabupaten Gresik sebagai pelaksana yang dapat
didelegasikan kepada kecamatan. (6) sumber daya yang dilibatkan, dalam kebijakan
ini yang dilibatkan yakni 54 pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat
langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 orang.
Kemudian jika melihat dari indikator konteks kebijakan yang terdiri dari (1)
kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat maka dapat diketahui bahwa
kekuasaan dan kepentingan dalam kebijakan ini adalah untuk mewujudkan
peningkatan pendapatan asli daerah yang kemudian dilakukan dengan stategi berupa
sosialisasi atau komunikasi terbuka yang melibatkan masyarakat dan juga kerjasama
dengan kecamatan sebagai bentuk pendelegasian. (2) karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa, DPM-PTSP berupaya melibatkan masyarakat atau komunikasi
terbuka guna untuk disiplin mengurus perijinan IMB melalui keterbukaan informasi dan
sosialisasi serta ketegasan berupa sanksi apabila melanggar ketentuan. (3) tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, dimana dalam kebijakan mengenai
retribusi IMB ini tidak semua masyarakat patuh dengan berbagai faktor yang salah
satunya adalah ketidaktahuan pengetahuan informasi mengenai pengurusan retribusi
IMB di Kabupaten Gresik.
Indikator selanjutnya adalah hasil kebijakan, dimana didalamnya terdapat (1)
dampak pada masyarakat, individu dan kelompok, yang mana memiliki dampak baik
berupa kritik kepada DPM-PTSP untuk menambah jumlah pegawai sehingga izin
keluar lebih cepat, sekaligus ada dampak negatifnya pula, yakni ketidakpercayaan
dan sikap defensif masyarakat karena terkesan berbelit-belit. (2) perubahan dan
penerimaan masyarakat, pada kebijakan ini dengan adanya sosialisasi yang
melibatkan masyarakat dan adanya website DPM-PTSP sehingga informasi lebih
mudah untuk didapatkan.
Kemudian, dalam implementasinya kebijakan implementasi Perda Nomor 23
Tahun 2004 ini terdapat faktor penghambat maupun pendukungnya. Diketahui bahwa
faktor pendkungnya ini (1) adanya dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan
(2) kerjasama antar staff pegawai yang terjalin dengan baik (3) tersedianya data dan
informasi perizinan dan penanaman modal (4) terlaksananya kegiatan sosialisasi
yang melibatkan masyarakat. Sementara untuk faktor penghambatnya terdiri dari (1)
terjadinya tumpang tindih peraturan, (2) keterbatasan SDM yang menanganinya, (3)
kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang izin mendirikan
bangunan, serta (4) Masih adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik.
Hasil yang dapat diketahui melalui kebijakan ini adalah bahwa target
penerimaan yang disusun setiap tahun mengalami kenaikan sementara kenaikan
target tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran masyarakat dalam
mengurus retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Pembahasan lebih lanjut mengenai
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan akan dibahas dalam poin dibawah ini :
5.2.1.1 Konten Kebijakan
1.
Kepentingan Kelompok Sasaran
Kepentingan kelompok sasaran dalam kebijakan retribusi perizinan yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 adalah masyarakat
Kabupaten Gresik dimaksudkan untuk dapat memberikan kontribusi kepada
pemerintah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan juga bagi
pembangunan di Kabupaten Gresik.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Grindle (2017) yang mengatakan
kepentingan kelompok sasaran dalam suatu kebijakan pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauh mana kepentingan itu membawa pengaruh dalam
implementasinya. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kepentingan yang ditonjolkan
dalam kebijakan retribusi perizinan mendirikan bangunan ini adalah potensi retribusi
yang dapat meningkatkan pendapatan bagi Kabupaten Gresik.
Dalam perjalanannya, kebijakan retribusi perizinan mendirikan bangunan ini
mendapat reaksi dari sebagian masyarakat, baik berupa hal yang positif maupu yang
negatif. Masyarakat mempertanyakan perihal kemudahan, cara dan ketegasan para
aparatur pegawai yang menganggap bahwa dari cara, informasi dan penetapan
persyaratan-persyaratan tersebut terkesan berbelit-belit, lama, dan juga ada juga
masyarakat yang beranggapan jika mereka kurang bisa tau akan informasi mengenai
bagaimana mekanisme dalam membuat dan mengurus retribusi izin mendirikan
bangunan untuk rumah tempat tinggal mereka. Kebijakan publik, seperti yang
disebutkan oleh Sueuer & Sunkin dalam Nugroho (2012:40) bahwa kebijakan publik
ibaratnya sebuah warna yang dapat megaliri sungai, ibarat racun yang dapat mengalir
melalui aliran sungai, yang pada akhirnya akan berdampak kepada masyarakat
secara luas tergantung kebijakan yang dibuat. Selain itu merujuk pada Perda Nomor
6 Tahun 2017 mengenai IMB peran masyarakat dilakukan untuk membantu
pemerintah daerah dengan mengikuti prosedur dan memperhatikan niai sosial budaya
setempat dengan
Jika dilihat kembali kepada Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini retribusi perizinan
mendirikan bangunan tersebut dikeluarkan dpm-ptsp bagi perumahan penduduk
(perorangan) untuk bangunan lama maupun bangunan baru setelah pemohon
melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan dengan proses perizinan pemutihan
sebesar 50% dan biaya retribusi I bangunan baru sebagaimana yang tercantum pada
tabel 5.3 biaya retribusi dan pekerjaan lain-lain. Setiap balik nama atas izin yang telah
dikeluarkan dikenakan retribusi sebesar 2% dari retribusi izin mendirikan bangunan
atau sekurang-kurangnya 10.000 rupiah. Dan setiap legalisasi izin atas izin yang teag
dikenakan retribusi sebesar 5% dan retribusi IMB atau sekurang-kurangnya 10.000
rupiah.
Berdasarkan uraian diatas, kepentingan kelompok sasaran dalam kebijakan
ini sudah tepat sasaran jika merujuk kepada peraturan yang berlaku, meskipun dalam
implementasinya
kebijakan
retribusi
izin
mendirikan
bangunan
ini,
terjadi
miskomunikasi atau ketidaktahuan masyarakat dalam mengakses informasi sehingga
pengurusan perizinan ini terkesan lama, berbelit-belit walaupun sudah bisa diakses di
website www.dpmptsp.gresikkab.com, dimana di website tersebut juga sudh terdapat
pelayanan pengaduan, layanan perizinan, pengumuman mengenai kegiatan dpmptsp Kabupaten Gresik, psubmit izin dimanapun dan kapanpun, cek status perizinan,
maupun buku elektronik mengenai dasar hukum yang digunakan atau bisa datang
langsung ke Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau juga
ditanyakan di kantor masing-masing kecamatan.
2.
Tipe Manfaat
Suatu kebijakan dibuat tentu memiliki tujuan untuk dapat bermanfaat secara
positif
dan
menjadi
lebih
baik
dibandingkan
sebelum
kebijakan
tersebut
diimplementasikan. Seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara yang menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah, keputusan yang
dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan
tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang
berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.
Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004, beberapa
tipe manfaat yang ingin dicapai melalui implementasi kebijakan ini yang pertama,
Pemerintah Kabupaten Gresik berusaha untuk menggali potensi pendapatan asli
daerah yang ada di Kabupaten Gresik, dan retribusi izin mendirikan bangunan
dianggap layak dan sesuai dengan situasi dan kondisi Kabupaten Gresik saat ini.
Selain itu, IMB juga dimaksudkan agar segala kegiatan pembangunan sudah disetujui
oleh lembaga yang berwenang dan mematuhi semua peraturan yang berlaku.
Sehingga rencana pembangunan perlu disetujui terlebih dahulu sebelum dikeluarkan
untuk legalitas status tanah atau bangunan.
Selain itu, tipe manfaat yang dirasakan masyarakat jika melakukan retribusi IMB
ini adalah dengan adanya keamanan legalitas untuk tanah dan bangunan. Selain itu
manfaat lain yang dapat kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian
dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan,
dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa
menyewa rumah, jaminan kredir bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah
dan informasi peruntukan dan rencana jalan.
Masyarakat dipermudah dengan keterbukaan informasi dan pengetahuan
mengenai retribusi izin mendirikan bangunan ini kapanpun dan dimanapun dengan
membuka website http://dpmptsp.gresikkab.go.id atau dengan datang langsung ke
pelayanan terpadu satu pintu maupun lewat birojasa legal (notaris) dalam melakukan
retribusi izin mendirikan bangunan ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa manfaat yang dirasakan
oleh mansyarakat tidak signigfikan dirasakan secara langsung. Tetapi manfaat yang
dirasakan masyarakat yang mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan adalah
keamanan hukum yang lebih terjamin bagi bangunan yang telah berdiri.
3.
Derajat perubahan yang diinginkan
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dari adanya tujuan yang
ingin dicapai melalui kebijakan tersebut. Hal ini sejalan dengan salah satu ciri-ciri
kebijakan yang disebutkan oleh Anderson dalam Abidin (2012:23) yang menyebutkan
bahwa setiap kebijakan harus memiliki tujuan, bukan hanya karena ada kesempatan
tanpa tujuan yang jelas. Grindle (2017) kemudian menjadikan derajat perubahan yang
diinginkan sebagai salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan suatu
kebijakan. Selain itu, dalam indikator ini Grindle (2017) menyebutkan bahwa suatu
program atau kebijakan yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok
sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan jika dibandingkan dengan program atau
kebijakan yang bersifat bantuan.
Apa yang disebut Grindle (2017) tersebut, kemudian terjadi dalam kebijakan
Implementasi Perda retrbusi IMB ini. Dimana salah satu derajat perubahan yang
diinginkan oleh pemerintah yang tertuang dalam Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini
yakni mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan tata ruang, yang
diselenggarakan secara tertib untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung
dan mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IMB. Selain itu, karena
Kabupaten Gresik merupakan daerah tujuan investasi ditinjau dari letak geografis
Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga (hinterland) kota Surabaya yang
merupakan pusat perdagangan barang dan jasa terbesar di kawasan Indonesia Timur
sehingga Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015
mengalami kenaikan signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai 7,06% pada
tahun 2014. Perekonomian Kabupaten Gresik yan g diukur dengan besaran PDRB
Atas
Dasar
Harga
Berlaku
(ADHB)
Tahun
2011
sebesar
Rp.
67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00,
sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp.
26.515.693.040.000,00 atau 39,40%. . Hal ini menandakan bahwa kebijakan derajat
perubahan oleh peraturan retribusi IMB guna untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara signifikan.
4.
Letak Pengambilan Keputusan
Letak pengambilan keputusan memainkan peran yang penting dalam suatu
kebijakan. Kebijakan retribusi IMB ini tertuang daam Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2004 ditentukan oleh Bupati Kabupaten Gresik selaku pemerintah Eksekutif.
Dalam implementasinya, intansi yang ditunjuk untuk membantu pemerintah dalam
menjalankan dan mengelola kebijakan perda retribusi ini ada Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik.
Pemerintah selaku pihak yang berwenang mengambil keputusan, memiliki
peran yang penting dimulai kebijakan itu masih dalam tahap formulasi sampai kepada
evaluasi. Sebagai pihak yang memiliki wewenang yang besar, kebijakan yang dibuat
pemerintah ini kemudian mengarah kepada pengertian kebijakan publik menurut Dye
dalam Nugroho (2012:38) yang menyebutkan bahwa understanding public policy is
through whatver governments choose to do or not to do. Public policy is what
government does, why governments does it, and what difference does it makes. Apa
yang disebutkan Dye dalam Nugroho (2012:38) diatas menekankan bahwa kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya sebatas apa yang pemerintah lakukan dan
tidak lakukan. Namun, pemerintah harus memiliki alasan yang berdasar mengapa
kebijakan itu dibuat dan apa perbedaan yang akan ditimbulkan jika kebijakan itu
diimplementasikan di tengah masyarakat.
Kebijakan retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Perda Nomor 23 Tahun
2004 erat kaitannya dengan sinergi anatara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena
itu, agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, dapat mencapai tujuan dari
kebijakan tersebut, dan dapat mencapai keberhasilan, maka dibutuhkan dukungan
masyarakat dalam bentuk kepatuhan dalam retribusi IMB. Sinergi yang jika terjalin
dengan baik antara pemerintah dan masyarakat kemudian pada gilirannya akan
membawa kebijakan ini kepada hasil yang diinginkan yaitu menunjang penerimaan
dan pendapatan bagi daerah Kabupaten Gresik.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa letak pengambilan
keputusan dalam kebijakan mengenai retribusi IMB ini adalah Bupati Kabupaten
Gresik yang kemudian berkorrdinasi dengan DPM-PTSP sebagai instansi yang
ditunjuk dalam implementasi kebijakan Perda Retribusi IMB ini.
5.
Pelaksana Program
Pelaksana program adalah sumber daya manusia yang dilibatkan dalam
menjalankan suatu kebijakan, yang kemudian disebut sebagai implementor.
Implementor ini kemudian yang memiliki peran yang penting, yang berujung kepada
bagaimana pencapaian atau hasil dari suatu kebijakan. Karena akan berujung kepada
kegagalan jika suatu kebijakan dijalankan oleh sumber daya manusia atau
implementor yang tidak capable (cakap), tidak peduli sebaik ataupun sesempurna apa
suatu kebijakan telah dirancang.Maka dari itu kualitas dan kuantitas implementor
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Pelaksana program inilah yang nantinya memiliki peran dalam menjalankan
kebijakan. Pelaksana program dalam implementasi perda Nomor 23 tahun 2004
tentang retribusi Izin mendirikan Bangunan ini adalah Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Posisi DPM-PTSP
kabupaten Gresik adalah merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Kabupaten Gresik yang pada salah satu tugas dan fungsinya sebagai pengembangan
investasi, pelayanan perizinan, pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal
serta kebijakan dan kerjasama di Kabupaten Gresik serta embantu bupati dalam
melaksanakan kebijakan teknis urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal
dan PTSP sesuai dengan wewenang yang sudah di berikan oleh Bupati Kabupaten
Gresik.
6.
Sumber Daya yang dilibatkan
Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, dibutuhkan tidak hanya
sekedar sumber daya yang cukup secara kuantitas, namun juga cukup secara
kualitas. Karena sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan menjadi salah
satu bagian dari sistem elemen kebijakan yaitu termasuk kedalam lingkungan
kebijakan. Ketika lingkungan kebijakan ini kemudian tidak memenuhi standar yang
dibutuhkan maka akan menjadi ‘kerikil’ yang menghalangi jalannya kebijakan. Melihat
pentingnya sumber daya yang dilibatkan dalam suatu kebijakan, Grindle (1980)
menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang
mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Menilik dari pendapat ahli diatas, kebijakan mengenai retribusi izin mendirikan
bangunan pada DPM-PTSP Kabupaten Gesik ini nyatanya mengalami masalah dalam
hal sumber daya manusia secara kuantitas. Kekurangan ini tentu menjadi penghalang
karena kebijakan tidak akan mampu berjalan dengan maksimal jika kekurangan
implementor selaku pihak yang menjalankan kebijakan tersebut.
Sumber daya dalam implementasi kebijakan mengenai retribusi IMB ini
mengalami masalah dan hambatan dalam hal kuantitas, dimana DPM-PTSP selaku
instansi yang bertanggung jawab dalam kebijakan ini kekurangan sumber daya
manusia dalam proses melakukan implementasi retribusi ke lapangan seperti hanya
sedikitnya personel yang turun kelapangan untuk mengecek data lapangan padahal
permohonan yang masuk sangat banyak menunggu untuk ditindaklanjuti sehingga
dapat melaksanakan tugas tidak tumpang tindih dan dapat fokus kepada bidang
masing-masing.
5.2.1.2 Konteks Kebijakan
1.
Kekuasaan, Kepentingan dan Strategi Aktor yang Terlibat
Kekuasaan serta kepentingan yang ingin dicapai melalui suatu kebijakan akan
mengarah kepada strategi yang akan digunakan demi tercapainya maksud dan tujuan
dari suatu kebijakan. Dalam kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 ini, kekuasaan dan kepentigan yang ingin
diwujudkan adalah sesuai dengan tujuan implementasi kebijakan ini, yaitu retribusi
menjadi potensi yang dapat menunjang pendapatan dan penerimaan bagi daerah
khususnya Kabupaten Gresik. selain itu juga pendapatan dari retribusi daerah
khususnya dari retribusi IMB yang dibayarkan oleh masyarakat juga digunakan untuk
menunjang pembangunan dan perkembangan di Kabupaten Gresik. Seperti halnya
yang telah disebutkan oleh David Osborne dan Peter Plastrik (2000:202) Para
pegawai harus memahami misi organisasinya, sasaran dan terget kinerjanya.
Sehingga mampu memutuskan cara menggunakan dana publik, cara merespon
permintaan dari pelanggan dan cara mengorganisir agar berjalan dengan baik ( nilai
dan visi bersama dan akuntabilitas kinerja). Oleh karena itu Pemerintah melihat
potensi pendapatan retribusi daerah khususnya retribusi IMB di Kabupaten Gresik
yang cukup menjanjikan, dan penetapan retribusi ini bukan tanpa alasan namun
karena sektor pendapatan daerah yang cukup besar bagi Kabupaten Gresik berasal
dari retribusi daerah.
Salah satu strategi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gresik melalui
pengelolaan
DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik
ini
adalah
dengan
melakukan
pendekatan-pendekatan ke tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik sehingga
bisa melakukan pendataan secara akurat perihal bangunan yang ada di tiap-tiap
wilayah. Strategi selanjutnya yakni dengan melakukan sosialisi yang melibatkan
masyarakat untuk duduk bersama mebahas tentang informasi retribusi IMB serta
melibatkan masyarakat untuk menyuarakan pendapat guna penyederhanaan
Standard Operating Procedures di DPM-PTSP Kabupaten Gresik.
2.
Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan kemudian dapat diukur melalui karakter
lembaga yang berkuasa dalam implementasi kebijakan. Disebutkan oleh Grindle
(2017) bahwa suatu kebijakan dipengaruhi oleh lingkungan kebijakan, salah satunya
adalah lembaga yang berkuasa ataupun bertanggungjawab atas program atau
kebijakan yang dijalankan. Dalam kebijakan yang tertuang dalam Peratran Daerah
Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, lembaga
yang berkuasa atau yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam
implementasinya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPM-PTSP) Kabupaten Gresik.
Dalam menjalankan kebijakan mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan,
DPM-PTSP selaku instansi yang ditunjuk dalam implementasi kebijakan ini juga
menggandeng tim pengawas bangunan untuk mengecek kelengkapan persyaratan
yang harus dilampirkan mengenai proses perizinan bangunan baru atau lama,
ataupun sanksi yang diberikan kepada pelanggar yang telah ditetapkan dengan
keputusan Bupati Gresik.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DPM-PTSP
telah engupayakan salah satu cara untuk menarik perhatian dan atensi masyarakat
agar dapat menerima kebijakan ini dengan terbuka yang diwujudkan melalui edukasi
bersama DPM-PTSP Kabupaten Gresik.
3.
Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana
Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan serta respon dari
pelaksana kebijakan merupakan hal yang sangat penting dikarena masyarakat dan
pelaksana kebijakan adalah bagian dari elemen sistem kebijakan itu sendiri. Seperti
yang disebutkan oleh Dunn (2003) elemen sistem kebijakan terdiri dari tiga elemen
pembentuk yaitu, kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policy
stakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment).
Ketiga elemen kebijakan ini kemudian membutuhkan sinergi atau kerjasama,
karena ketiga elemen ini memiliki andil dan pengaruh dalam rangka menggiring
kebijakan menuju pada arah keberhasilan. Dalam implementasi diketahui bahwa
masih banyak ditemukan bangunan rumah tinggal yang belum mengantongi perizinan
retribusi izin mendirikan bangunan dengan alasan tidak mengetahui adanya kebijakan
tersebut dari pemerintah gresik sehingga informasi mengenai IMB belum sepenuhnya
mereka dapatkan. Selain itu masyarakat menganggap apabila mengurus perizinan
IMB akan berbelit-belit pada proses pengurusannya. Selain itu ketidakpatuhan oleh
mayarakat terjadi pada rumah tempat tinggal yang berada di perkampungan padahal
besar dari bangunan tersebut sudah memenuhi syarat dalam kepemilikan surat Izin
Mendirikan Bangunan.
5.2.1.3 Hasil Implementasi Kebijakan
1.
Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok
Kebijakan mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
yang membidik masyarakat dalam implementasi ini cukup dominan. Kebijakan yang
dibuat dan diimplementasikan tentu memiliki dampak baik secara langsung ataupun
tidak langsung kepada masyarakat ataupun target kebijakan. Dikatakan positif jika
kebijakan tersebut memberikan dampak yang bermanfaat, demikian sebaliknya,
dikatakan negatif jika memberikan dampak yang tidak diharapkan. Dampak menurut
Irfan Islamy (2002:115) dampak kebijakan adalah akibat-akibat dan konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan.
Dari hal diatas, ada dampat positif yang terjadi pada masyaraat, masyarakat
diikutsertakan
dalam
perumusan dan
penyederhanaan
Standard
Operating
Procedures DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Dengan adanya sosialiasi terbuka kepada
masyarakat agar penyampaian informasi tentang Izin Mendirikan Bangunan ini dapat
tersampaikan secara efektif. Selain itu dengan adanya hal tersebut, dampak positif
lainnya yakni dengan dimudahkannya masyarakat dalam pengurusan persyaratan
mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dengan dilimpahkannya wewenang
DPM-PTSP Kabupaten Gresik kepada 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik
selain dapat diakses di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id.
Selain dampak positif yang terjadi pada masyakat sesuai dengan hasil diatas,
dapak negatif pun terjadi pada implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini.
Berdampak negatif, bukan selalu berarti bahwa kebijakan itu merugikan masyarakat,
karena bisa jadi dampak negatif yang muncul adalah adanya penolakan ataupun
keberatan dari masyarakat selaku lingkungan kebijakan yang nyatanya tidak bisa
disepelekan. Jika masyakat yang menjadi target kebijakan kemudian tidak mematuhi
kebijakan yang ada, maka kebijakan tersebut akan berujung kepada kegagalan, atau
setidaknya tidak dapat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Salah satu
dampak negatif dalam implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini berupa
ketidaktahuan informasi mengenai pelayanan IMB yang datang dari masyarakat
selaku target sekaligus lingkungan kebijakan. Hal ini ketidakmauan masyarakat dalam
mencari
tau
dengan
http://dpmptsp.gresikkab.go.id
datang
ataupun
ke
DPM-PTSP,
dengan
membuka
menanyakan
kepada
website
pihak
kecamatan masing-masing di 18 kecamatan Kabupaten Gresik. Selain itu, munculnya
memunculkan ketidak percayaan dan sikap defensif dari masyarakat terhadap
pemerintah pengelola retribusi IMB Kabupaten Gresik dikarenakan banyak
persyaratan yang harus dilengkapi tetapi selalu masih banyak revisi yang diminta oleh
dinas.
Sehingga pihak DPM-PTSP Kabupaten Gresik melakukan sosialisasi terbuka
dengan masyarakat sehingga ada sumbangsih kritik saran dengan bertambahnya
jenis izin yang harus dilayani tetapi tidak didukung dengan jumlah petugas/ sumber
daya manusia yang menanganinya sehingga hal tersebut memperlama proses
perizinan yang membutuhkan kelengapan persayaratan yang cukup banyak. Selain
itu koordinasi agar terciptanya sinergitas antara pemerintah atau pengelola dengan
kelurahan atau kecamatan setempat terkait status riwayat tanah sehingga
meminimalisir revisi kelengkapan persyaratan pelayanan IMB pada masyarakat.
2.
Perubahan dan Penerimaan Masyarakat
Perubahan
dan
penerimaan
masyarakat
setelah
suatu
kebijakan
diimplementasikan menjadi petunjuk perihal sejauh mana suatu kebijakan berhasil
merubah masyarakat untuk menerima atau menolak kebijakan tersebut.Pro-kontra
dalam menanggapi suatu kebijakan, merupakan hal yang biasa terjadi ditengah
masyarakat, karena setiap masyarakat tentu memiliki pandangan dan keinginan yang
berbeda. Namun, sikap pro-kontra ini kemudian dapat dijadikan sebagai pentunjuk
atau gambaran bagi pemerintah mengenai sejauh mana atensi masyarakat terhadap
kebijakan yang dibuat, dan sejauh mana kebijakan ini mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
Sama halnya dengan kebijakan Implementasi Peraturan daerah Nomor 23
Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang juga tidak luput dari
pro-kontra, penerimaan dan penolakan. Adanya penerimaan karena masyarakat
menganggap dengan mempunyai Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh
DPM-PTSP Kabupaten Gresik ini maka keamanan legaitas bangunan dikemudian hari
akan lebih terjamin sehingga mereka bisa mengakses informasi di website
http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk mengetahui informasi mengenai pengurusan
pelayanan izin mendirikan bangunan. Selain penerimaan dari masyarakat, kontra pun
terjadi, yakni salah satunya dengan adanya sikap defensif masyarakat karena
menganggap pelaksanaan dalam pengurusan yang cenderung lama dan berbelit.
Jadi, dapat disimpulkan kebijakan mengenai retribsui Izin Mendirikan Bangunan ini
menimbulkan dua jenis perubahan setelah diimplementasikan. Ada masyarakat yang
menolak kebijakan ini, ada pula masyarakat yang menerima dengan syarat berupa
ketepatan waktu dalam proses penyelesaian sekaligus kemudahan informasi.
5.2.2
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Gresik
Dalam menjalankan suatu kebijakan, pemerintah tentu mengalami dorongan
atau bahkan hambatan dalam prosesnya. Perjalanan kebijakan yang tidak selalu
mudah dan tanpa hambatan, kemudian menjadikan suatu kebijakan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kebijakan itu sendiri. Faktor ini yang kemudian
pada gilirannya bisa menjadi pendukung ataupun penghambat kebijakan tersebut.
Dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 ini, tidak terlepas dari
faktor-faktor pendukung atau penghambat dalam implementasinya. Oleh karena itu,
dibawah ini akan disebutkan dan dijelaskan mengenai faktor pendukung.
5.2.2.1 Faktor Pendukung
Implementasi suatu kebijakan dalam mencapau keberhasilannya, dipengaruhi
beberapa hal seperti faktor pendukung ataupun faktor penghambat. Faktor
pendukung ini menjadi salah satu peran penting agar keberhasilan implementasi
semakin mudah tercapai. Dalam implementasi mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004, terdapat
faktor pendukung, yakni :
1.
Dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan
Kebijakan Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik ini tidak terlepas dari para personel
staf dan pimpinan DPM-PTSP yang mempunyai pengetahuan apa yang harus
dilakukan dalam implementasi retribusi pelayanan IMB, namun juga memiliki
kemampuan dalam menjalankan kebijaka perda tersebut. Seperti halnya komitmen
yang kuat dari kepala DPM-PTSP yang mempunyai tugas dalam menjalankan
fungsinya salah satunya yakni menyusun rencana program dan kegiatan, perumusan
masalah, penetapan kebijakan, ataupun melaksanakan semua pelayanan perizinan
yang diberikan oleh bupati hingga pelaksanaan monitoring, evaluasi dan
pelaporannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari David Osborne dan Peter
Plastrik (2000:130-131) yang menyebutkan bahwa harus ada strategi konsekuensi
sebagai pendongkrak untuk ‘memaksa’ pegawai negeri bertanggungjawab atas hasil
kerjanya. Dan dinamika yang muncul dari dalam stategi konsekuensi ini adalah
pembaru memperkenalkan insentif berbasis kompetensi, selanjutnya membiarkan
segalanya berjalan dengan sendirinya, ereka membuat konsekuensi sebagai strategi
yang sangat berdaya.
Selain itu sikap, komitmen dan ketegasan dari pimpinan DPM-PTSP
Kabupaten Gresik dalam impelementasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan juga
dilihat dari himbauan yang mengharuskan bahwa sejumlah bangunan yang telah atau
akan dibangun harus mengantongi izin IMB yang disesuaikan status IMB
bangunannya dengan kondisi saat ini. Dan hal tersebut juga difasilitasi oleh
Pemerintah Kabupaten gresik yang berupaya dengan mengajak para pemilik
bangunan untuk berdiskusi dan diberikannya sosialisasi terkait dengan pengurusan
perijinan di Kabupaten Gresik. Komitmen selanjutnya yakni dengan melakukan
pengembangan sistem informasi mengenai seluruh pelayanan perizinan dan
penanaman modal yang dapat diakses di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id
untuk melihat kejelasan informasi mengenai IMB dan mengajukan perubahan IMB
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dapat diketahui jika
dukungan dan komiten yang kuat dari pimpinan sehingga staf dibawahnya juga
mampu melaksanakan maksud dan tugasnya dalam memberikan pelayanan perizinan
dapat terlaksana dengan baik dan berdedikasi baik bagi kepentingan masyarakat
Kabupaten Gresik.
2.
Kerjasama Antar Staf Pegawai Yang Terjalin Dengan Baik
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan cukup
dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana cara
melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi
kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi”.
Struktur mencakup aspek-aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan,
hubungan antara unit-unit organisasi dan sebagainya. Demikian pula dengan jelas
tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, system dan prosedur
pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan
tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara
organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan
implementasi kebijakan.
Merujuk tentang pernyataan diatas bahwa struktur birokrasi mencakup aspekaspek seperti struktur birokrasi, pembagian wewenang, hubungan antar unit-unit
organisasi dalam menjalankan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan
kewenangan dan harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana yang
merupakan faktor menentukan keberhasilan suatu implementasi suatu kebijakan.
Seperti dalam pembagian tugas implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun
2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, DPM-PTSP Kabupaten Gresik juga
mengedepankan kerjasama antar staf pegawai yang terjalin baik, hal tersebut tidak
terlepas dengan beberapa hal yang mempengaruhinya yakni struktur birokrasi di
DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang sudah disinggung diatas dimana dari total 54
(lima puluh empat) pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung
dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima)
orang dan bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni kasubid
pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan kawasan di
proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni kasubid
pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid pelayanan
perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang III dibagi 2
bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid pengawasan
pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada bidang IV juga
terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan iklim investasi yang
diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan komunitas kemitraan yang di
proses oleh 6 orang. Berdasarkan hal tersebut, dapat disipulkan bahwa kekompakan
dan kerjasama yang baik pada pegawai DPM-PTSP Kabupaten Gresik berpengaruh
untuk terlaksananya jaringan kerja yang profesional.
3.
Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan Penanaman Modal
Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku
kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka
persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan
sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan. Proses
penyampaian
informasi
dimana
DPM-PTSP
kabupaten
Gresik
sebagai
komunikatornya, kepada komunikan yakni masyarakat dengan Tersedianya data
secara transparan dan mudah merupakan hal yang penting untuk bagaimana
informasi mengenai perda tentang IMB ini dapat tersampaikan dengan baik kepada
masyarakat luas agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus
dipersiapkan untuk menjalankan kebijakan Perda Nomor 6 tahun 2017 Izin Mendirikan
Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan dengan menyediakan dan diakses masyarakat kapanpun dan dimanapun
pada website http://dpmptsp.gresikkab.go.id, email dpmptsp@gresikkab.go.id.
Pada portal website DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dapat dilihat jika seluruh
informasi yang berkaitan mengenai proses penanaman modal dan perizinan dapat
dilihat serta diakses di website resmi tersebut. Di website DPM-PTSP Kabupaten
Gresik terdapat beberapa portal yakni layanan pengaduan, layanan perizinan,
pengumuman, sistem informasi geografi, submit izin, cek status perizinan dengan ETracking, berita, LKPM online, dashboard perizinan, atau buku elektronik yang
memuat peraturan-peraturan yang terkait.
Sehingga dapat disimpulkan dari hal tersebut diatas bahwa proses
penyampaian data informasi mengenai pelayanan perizinan di DPM-PTSP Kabupaten
Gresik sudah disampaikan secara baik dengan mengunggah informasi di portal
website sehingga masyarakat bisa mengakses dimanapun dan kapanpun sehingga
hal tersebut termasuk faktor pendukung yang mempengaruhi keberhasilan suatu
kebijakan khususnya Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan.
4.
Terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat
komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi
(trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). (1) Dimensi tranmisi
menghendaki agar kebijakan publik disampaikan kepada pelaksana (implementors)
kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain
yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) Dimensi
kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana,
target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari
kebijakan publik tersebut sehingga masingmasing akan mengetahui apa yang harus
dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara
efektif dan efisien. (3) Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan
yang diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan,
target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Merujuk dengan beberapa indikator tentang komunikasi dengan beberapa
dimensi, yakni dimensi tranmisi, dimensi kejelasan, dan dimensi konsistensi, DPMPTSP Kabupaten Gresik juga berupaya dalam memberikan dan melaksanakan
kebijakan secara efektif dan efisien. Salah satu upayanya yaitu dengan melibatkan
masyarakat dalam proses pembangunan pelayanan oleh DPM-PTSP Kabupaten
Gresik. Hal ini terlihat di tahun 2017, DPM-PTSP Kabupaten Gresik mengundang 50
pemohon izin dan mengajak mereka mengikuti sosialisasi peraturan daerah
Kabupaten gresik mengenai Izin Mendirikan Bangunan. Dalam pertemuan sosialisasi
tersebut membahas tentang bagaimana pemberian informasi, sosialisasi kepada
masyarakat tentang Izin Mendirian Bangunan sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun
2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Selain itu pada sosialisasi tersebut juga
membahas dan mengkaji kembali tentang sumbangsing masyarakat dalam
penyerdahanaan SOP (Standar Operational Procedur) sehingga seluruh pengurusan
perizinan terstandarisasi dalam hal persyaratan dan waktu penyelesaiannya. Dari
penyataan yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian layanan pun sangat diperukan
sehingga titik temu, penyampaian informasi pun dapat sesuai dengan kondisi
masyarakat yang ada, sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga pelaksanaan
pelayanan yang baik pun dapat diterima dengan jelas oleh semua pihak.
5.2.2.2 Faktor Penghambat
Penghambat pelaksanaan pelayanan perijinan IMB yang diberikan kepada
masyarakat merupakan salah satu hal indikator yang dapat dijadikan pemicu upaya
perbaikan kualitas pelayanan kedepannya, agar efektifitas pelayanan dapat tercapai.
Berikut ini beberapa faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor
23 Tahun 2004 tentag Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik :
1.
Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan
Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik, adanya payung hukum yang melandasi sebagai
dasar dalam pelaksanaan suatu kebijakan adalah hal yang harus diperhatikan.
Karena peraturan tersebut merupakan pedoman para pelaksana dlam menentukan
sikap dalam proses implementasi khususnya retribusi Iin Mendirikan Bangunan.
Merujuk mengenai peraturan yang dibuat Menurut Wahab (2016) “implementasi
kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang (1) pembuat kebijakan, (2) pejabat-pejabat
pelaksana di lapangan, dan (3) sasaran kebijakan (target group)”. Perhatian utama
pembuat kebijakan menurut Wahab (2016) memfokuskan diri pada “sejauh mana
kebijakan tersebut telah tercapai dan apa alasan yang menyebabkan keberhasilan
atau kegagalan kebijakan tersebut”. Seperti teori yang dikemukakan oleh Wahab
diatas, yakni sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dengan baik atau
menemui kendala dalam implementasinya. Dalam pembuatan kebijakan dengan
dasar aturannya, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan yang digunakan
yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun
2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Perda No.
22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang
retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB).
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), “komunikasi kebijakan memiliki
beberapa dimensi, yaitu dimensi tranmisi, kejeasan dan konsistensi. Dimana dimensi
konsistensi diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak siampang siur sehingga
membingungkan pelaksana kebijakan, trget grup dan pihak yang berkepentingan”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam
Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan
IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan
IMB dalam Perda Retribusi IMB yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan
Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB.
Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi,
khususnya
Permen
PU
No.24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Tumpang tindih pengaturan
dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis
bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis
bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis
tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No.
29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda
Retribusi IMB.
Jadi dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat
dalam kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
adalah tumpang tindihnya kebijakan yang mengakibatkan kebingungan dasar hukum
para pegawai dalam menindaklanjuti kebijakan yang telah diberikan sesuai dengan
peraturan mana yang mereka pergunakan.
2.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang Menangani
Sumber daya manusia tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor yang
sangat diperhatikan dalam implementasi suatu kebijakan. Tanpa sumber daya
manusia, mustahil kebijakan dapat berjalan dengan baik. Pentingnya kuantitas dan
kualitas sumber daya menjadi salah satu faktor yang menjadi penghambat jika dalam
implementasi suatu kebijakan mengalami kekurangan sumber daya manusia.Sumber
daya manusia, yang mana termasuk ke dalam hal teknis yang turut mempengaruhi
suatu kebijakan, Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan.
Kecukupan secara kuantitas, namun tidak dibarengi dengan kecakapan atau
kualitas sumber daya manusia dalam mengimplementasikan kebijakan hanya akan
menambah masalah dan membuang anggaran dalam hal penggajian pegawai,
kebijakan menjadi tidak efektif dan efisien. Demikian juga sebaliknya, jika kebijakan
hanya didukung oleh kualitas sumber daya tanpa kuantitas yang memadai maka juga
akan berujung kepada masalah dalam kebijakan itu sendiri.
Dalam menjalankan kebijakan Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004,
DPM-PTSP selaku instansi ang ditunjuk mengalami keterbatasan sumber daya yang
menangani. Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah
sebanyak 54 (lima puluh empat) orang. Sumber daya dalam implementasi Peraturan
Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih
sedikit terhalang dengan kuantitas atau jumlah sumber daya manusianya dikarenakan
bertambahnya jumlah permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan
kuantitas personil yang kurang memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses
perijinannya khususnya dalam hal perizinan Izin Mendirikan Bangunan di DPM-PTSP
Kabupaten Gresik. Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016,
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah
melayani customer sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) pelanggan
, sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Bisa diasumsikan bahwa sejak
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik
berdiri di tahun 2007, maka selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir, apabila
diasumsikan dalam satu tahun ada kurang lebih 3000 (tiga ribu) berkas maka Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah melayani 27.000 (dua
puluh tujuh ribu) customer. Sedangkan pada akhir Februari tahun 2016, sesuai data
yang ada di sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1.287 (seribu dua ratus
delapan puluh tujuh) investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Gresik.
Dengan jumlah berkas yang tidak sedikit, pegawai di Badan Penanaman
Modal dituntut untuk professional dalam melakukan pelayanan dengan mengacu pada
sistem pelayanan yang distandarkan. Ditambah lagi dengan amanat dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 30 tentang Administrasi
Pemerintahan yang mengamanatkan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu. Bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tidak seimbang dengan jumlah
sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Gresik.
3.
Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Tentang Izin
Mendirikan Bangunan
Masyarakat yang berada di negara maju dengan pemerintahan yang maju tentu
memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan masalah perizinan dan retribusi. Hal ini
disebabkan karena di negara maju, masyarakat tidak hanya aktif membayar dan
mengetahui informasi mengenai perizinan retribusi, tidak hanya sebatas kesadaran
semata, tetapi merupakan salah satu bentuk nyata dalam hal solidaritas bagi
kemajuan dan kesejahteraan negara dan masyarakat di dalamnya. Masyarakat yang
sadar akan pentingnya perizinan retribusi untuk bangunannya, juga menjadi lebih
kritis dalam memahami seputar maslah tersebut. Hal ini dapat tejadi karena
masyarakat di negara maju merasakan dan menikmati manfaat dari perizinan retribusi
bangunan.
Sejalan dengan hal tersebut seperti yang sudah disebutkan komunikasi diartikan
sebagai
“proses
penyampaian
informasi
komunikator
kepada
komunikan”.
Komunikasi kebijakan memiliki dimensi kejelasan atau clarity yaitu menghendaki agar
kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang
berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi
maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga
masingmasing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan
untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien.
Kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik
masih terbentur dengan kesadaran dalam mengetahui dan memenuhi persyaratan
Retribusi Perizinan Mendirikan Bangunan, dan hal tersebut masih menjadi hal yang
masih diperjuangkan perubahannya. Seperti halnya kesadaran masyarakat dalam
melaporkan bangunan yang dimiliki masih rendah dan menjadi konsekuensi yang
paling mungkin terjadi saat menggunakan sistem pelaporan secara mandiri. Hal ini
yan kemudian menjadi masalah, tingkat kesadaran masih rendah. Pemerintah
memiliki tugas yang berat dalam merebut kembali kepercayaan masyarakat ditengah
maraknya kemerosotan moral para oknum pejabat negara yang melakukan korupsi
terhadap uang rakyat.Ketika masyarakat memiliki kepercayaan yang rendah kepada
pemerintah, maka kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan selalu dipandang sinis
dan disikapi dengan penolakan. Terlebih dalam kebijakan soal pajak, yang
menyangkut uang dan beban tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari rendahnya kesadaran masyarakat, pihak DPM-PTSP
Kabupaten Gresik kemudian mensosialisasikan hal Perizinan Mendirikan Bangunan
dengan mengundang 50 orang masyarakat guna untuk penyampaian informasi
sekaligus memberi pendapat untuk memberikan masukan terkait penyederhanaan
SOP pengurusan perizinan yang ada di Gresik. Selain itu DPM-PTSP juga
memfasilitasi keterbukaan informasi dengan mengunggah segala informasi yang
berkenaan dengan berbagai macam data termasuk mengenai retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di website resmi http://dpmptsp.gresikkab.go.id. Cara ini diakui merupakan
cara yang cukup efektif untuk secara terbuka berkomunikasi dengan masyarakat
perihal perlunya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan
keberhasilan kebijakan mengenai Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 yang
ada di Kabupaten Gresik.
Namun, upaya yang dilakukan DPM-PTSP tersebut tidak semulus sebagaimana
mestinya. Meskipun keterbukaan informasi melalui website tersebut sudah dengan
mudah diakses dan didapat dimanapun dan apanpun, tetapi masih banyak
masyarakat yang masih belum sepenuhnya bisa menerima hal tersebut sebagai
pemberian informasi yang masih banyak masyarakat yang belum melek teknologi
sehingga cara ini juga tidak terlalu efektif dilakukan sebagai solusi terbaik. Namun
sosialisasi terbuka dan website apabila tidak dilakukan maka akan semakin
memperkecil kemungkinan untuk mencapai target kebijakan sementara menunggu
kesadaran masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat
dalam kebijakan tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 di
Kabupaten Gresik adalah kesadaran masyarakat yang masih kurang memahami dan
mengetahui bagaimana informasi dan mekanisme pengurusan retribusi izin
mendirikan bangunan seharusnya dilakukan. Selain itu, kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah turut menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran
masyarakat dalam memahami tentang perizinan khususnya retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik.
4.
Adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik
Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik
dalam menjalankan tugasnya masih mendapati hambatan-hambatan dalam
mengatasai para calo pengurusan izin dari pihak-pihak atau oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan. Salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan yakni sumberdaya manusia dan sumberdaya kewenangan.
Dengan hambatan lain seperti kuranyan personel yang mengurusi 86 jenis
perizinan dengan jumlah personel yang hanya 54 orang saja membuat adanya
kesempatan dan celah yang dimanfaatkan oleh calo yang menawarkan iming-iming
pengurusan Izin Mendirikan Bangunan dengan lebih cepat dari standar operasional
yang semestinya dan memanipulasi biaya kepada pengguna jasanya dari biaya yang
dikeluarkan oleh DPM-PTSP sehingga banyak pemohon yang menggunkan jasa calo
ini yang merasa tertipu dan dirugikan. Jika pun diwakilkan bisa memakai jasa notaris
atau orang yang dipercaya dengan memberikan surat kuasa sehingga legalitasnya
terjamin tanpa menyimpang dari aturan yang berlaku.
Sumberdaya lain yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan suatu
implementasi kebijakan adalah kewenangan. Kewenangan (authority) yang cukup
untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan
mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini
menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk
segera diselesaikan dengan suatu keputusan.
Dengan melihat dari penyataan tersebut, maka kewenangan yang mampu
menyelesaikan permasalahan ini adalah DPM-PTSP sebagai instansi yang
mempunyai kewenangan untuk keberhasilan implementasi retribusi IMB. Maka dari
itu salah satu upaya yang dilakukan DPM-PTSP sebagai pemegang kewenangan
yakni:
adanya upaya penataan dan penempurnaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Kabupaten Gresik yang mengarah pada perbaikan mutu pelayanan perizinan. Dengan
pelayanan perijinan satu pintu (PTSP) termasukmemfasilitasi penerimaan berkas dan
penyerahan produk Kajian Teknis, sepertiSiteplan, Amdal, UKL/UPL, Andalalin, dan
sebagainya dalam satu tempat tanpa mengambil kewenangan masing-masing SKPD
teknis sesuai dengan Perpres 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dibidang penanaman modal (pelimpahan kewenangan izin).
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten
dan berkesinambungan, diperlukan adanya Standard Operating Procedures yang
juga bermanfaat untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterrupted atau
tidak tersendat/berbelit-belit dan dapat meminimalisir terjadinya praktek calo ilegal.
Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani suatu
proses berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya. Oleh karena
itu proses pelayanan dapat berjalan terus. Selain itu, SOP ini juga berguna untuk
memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan
prosedur, jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan sesuai dengan SOP Perda
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun
2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, disamping dengan upaya yang
sudah dilakukan DPM-PTSP dengan promosi melalui media massa dan situs websitu
http://dpmptsp.gresikkab.go.id dan adanya pertemuan rutin seperti sosialisasi terbuka
kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengurus sendiri karena sudah
paham dengan jelas bagaimana kebijakan retribusi IMB ini berjalan tanpa harus
menggunakan calo ilegal dalam pegurusan perizinan.
5.2.3
Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Kebijakan mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan memang akan
menimbulkan banyak reaksi pada masyarakat Kabupaten Gresik, baik itu positif
maupun reaksi negatif. Namun, kita tidak bisa menutup mata bahwa kebijakan
pemerintah dalam memberlakukan dan melaksanakan peraturan retribusi izin
mendirikan bangunan ini adalah untuk kepentingan masyarakat kedepannya, selain
sebagai salah satu penerimaan terbesar pemerintah dalam peningkatan Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Gresik. Reaksi terhadap diimplementasikannya retribusi izin
mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik ini juga diperparah dengan maraknya
kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ada di Indonesia sehingga
menjadikan tingkat kepercayaan dan sikap apatis masyarakat kepada semua
kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembiayaan dan perizinan. Hal-hal
seperti inilah yang ada akhirnya sedikit banyak berpengaruh pada hasil kebijakan,
salah satunya adalah kebijakan implementasi mengenai Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Gresik.
Jika
dilihat
secara
positif,
retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
yang
diimplementasikan di Kabupaten Gresik ini tidak dipungkiri sebagai salah satu potensi
terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah dibahas sebelumnya. Untuk
kepentingan masyarakat yang mengurus perizinan ini pun ada keuntungannya yakni
sebagai keamanan legalitas bangunan di kemudian hari. Sehingga terpantau dan
dilindungi oleh pemerintah untuk bangunan yang sudah mendapat perizinan
mendirikan bangunan.
Bila dilihat kembali pada tabel 5.13 rekapituasi penerbitan Izin mendirikan
Bangunan pada tahun 2016 di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, terdapat 599 berkas
yang masuk oleh pemohon, sedangkan penerbitan IMB yang telah terproses dan
melengkapi persyaratan sejumlah 511 surat izin. Dengan data rekapitulasi diatas,
maka disebutkan bahwa analisis capaian kinerja DPM-PTSP Kabupaten Gresik pun
semakin baik karena dilihat terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Pencapaian nilai
realisasi investasi melebihi target yang telah ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari
2010 sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 terjadi pelampauan target sebesar
112.19% dari target realisasi yang ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi
investasi juga melampaui target sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013,
pelampauan target investasi mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi
kenaikan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%.
Tidak jauh berebeda dengan kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman
modal juga melampaui target sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di tahun
2015 yaitu sebesar 894 miliar rupiah.
Target dan Pencapaian kinerja juga terlihat pada tahun 2016 hingga 2019 awal
oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Disebutkan pada tabel 5.15 bahwa Indikator
capaian kinerja selanjutnya yakni Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka
Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik dengan
data capaian peningkatan penyelesaian izin dan kerangka pendanaan yang selalu
meningkat dari beberapa tahun sebelumnya, pada tahun 2016 mencapai target 75%
dengan target sebesar 2.270.026.000, di tahun 2017 mencapai target 75% dengan
target sebesar 2.441.575.375, di tahun 2018 mencapai target 75% dengan target
sebesar 3.470.277.000.
Selain itu dari hasil Retribusi Perizinan Tertentu yang meliputi : (a) Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan, (b) Retribusi Izin Gangguan/Keramaian, (c) Retribusi Izin
Trayek, maka Pendapatan Hasil Retribusi Daerah pada Tahun anggaran 2016
direncanakan
sebesar
Rp136.653.281.000,00
terealisasi
sebesar
Rp 77.108.109.540,65 atau 56,43%. Dengan perincian Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan pada tahun 2016 di rencanakan sebesar 105.000.000.000 (seratus lima
miliar rupiah) terealisasi sebesar 48.779.861.569,85 (empat puluh delapan miliar tujuh
ratus tujuh pulus sembilan juta delapan ratus enam puluh satu ribu lima ratus enam
puluh sembilan rupiah) atau 46,6%
Hal tersebut tidak terlepas pada di sinergitas masyarakat dengan Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik,
dengan salah satunya kebijakan perubahan regulasi yang tumpang tindih yang
mengakibatkan kebingungan dalam pelaksanaan Perda Nomor 23 Tahun 2004 retang
retribusi izin mendirikan bangunan, dengan kebijakan pengembangan layanan
perizinan terpadu berbentuk PTSP sehingga keefektifan dan keefisienan waktu pun
dapat dipangkas, kemudahan-kemudahan informasi dan layanan yang didapakan
masyarakat kapanpun dan dimanapun dalam mengunggah persyaratan perizinan dan
keterlibatan masyarakat dalam proses penyederhanaan SOP perizinan bersamsa
DPM-PTSP Kabupaten Gresik.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat
ditarik dalam tulisan mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik)
A.
Berdasarkan pengukuran implementasi kebijakan menggunakan model Grindle
(1980) yang terdiri dari konten kebijakan, konteks kebijakan, dan hasil kebijakan.
Dimana Konten Kebijakan, yang terdiri dari:
1.
Kepentingan kelompok sasaran, dimana dalam hal ini sebagian
masyarakat
Kabupaten
Gresik
juga
merasa
belum
sepenuhnya
mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan
biaya retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga
implementasi dari Perda ini kurang bisa terlaksana dengan baik dan
merata.
2.
Tipe Manfaat, apabila kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan
kepastian dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan
nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat
transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredir bank yang
lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan
rencana jalan.
3.
Derajat perubahan yang diinginkan, peraturan retribusi IMB guna untuk
realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh
secara signifikan.
4.
Letak pengambilan keputusan, dalam kebijakan ini ditentukan dan
disahkan oleh Bupati Kabupaten Gresik yang kemudian dilimpahan
kepada DPM-PTSP sebagai pengelolanya.
5.
Pelaksana
Program,
DPM-PTSP
Kabupaten
Gresik
yang
diberi
kewenangan oleh Bupati kabupaten Gresik sebagai pelaksana yang dapat
didelegasikan kepada kecamatan. Sumber daya yang dilibatkan, dalam
kebijakan ini yang dilibatkan yakni 54 pegawai di DPM-PTSP Kabupaten
Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan
back office sebanyak 35 orang.
Kemudian jika melihat dari indikator konteks kebijakan yang terdiri dari:
6.
Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat maka dapat
diketahui bahwa kekuasaan dan kepentingan dalam kebijakan ini adalah
untuk mewujudkan peningkatan pendapatan asli daerah yang kemudian
dilakukan dengan stategi berupa sosialisasi atau komunikasi terbuka yang
melibatkan masyarakat dan juga kerjasama dengan kecamatan sebagai
bentuk pendelegasian.
7.
Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, DPM-PTSP berupaya
melibatkan masyarakat atau komunikasi terbuka guna untuk disiplin
mengurus perijinan IMB melalui keterbukaan informasi dan sosialisasi
serta ketegasan berupa sanksi apabila melanggar ketentuan.
8.
Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, dimana dalam
kebijakan mengenai retribusi IMB ini tidak semua masyarakat patuh
dengan berbagai faktor yang salah satunya adalah ketidaktahuan
pengetahuan informasi mengenai pengurusan retribusi IMB di Kabupaten
Gresik.
Indikator selanjutnya adalah hasil kebijakan, dimana didalamnya
terdapat:
9.
Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok, yang mana memiliki
dampak baik berupa kritik kepada DPM-PTSP untuk menambah jumlah
pegawai sehingga izin keluar lebih cepat, sekaligus ada dampak
negatifnya pula, yakni ketidakpercayaan dan sikap defensif masyarakat
karena terkesan berbelit-belit.
10.
Perubahan dan penerimaan masyarakat, pada kebijakan ini dengan
adanya sosialisasi yang melibatkan masyarakat dan adanya website
DPM-PTSP sehingga informasi lebih mudah untuk didapatkan.
B.
Kemudian, dalam implementasinya kebijakan implementasi Perda Nomor 23
Tahun 2004 ini terdapat faktor penghambat maupun pendukungnya. Diketahui
bahwa faktor pendukungnya adalah :
1.
adanya dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan
2.
kerjasama antar staff pegawai yang terjalin dengan baik
3.
tersedianya data dan informasi perizinan dan penanaman modal
4.
terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat.
Sementara untuk faktor penghambatnya terdiri dari
1.
terjadinya tumpang tindih peraturan,
2.
keterbatasan SDM yang menanganinya,
3.
kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang izin
mendirikan bangunan,
4.
Masih adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik.
C.
Hasil dari kebijakan ini menunjukkan bahwa target kebijakan implementasi
Perda Nomor 23 Tahun 2004 cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat
kesadaran masyarakat dalam perizinan bangunan oleh masyarakat, meskipun
target yang setiap tahun dari tahun 2011 hingga 2017 cenderung mengalami
kenaikan yang cukup signifikan.
6.2
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan di atas, maka
secara generalisasi atau secara umum peneliti dapat memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1.
Melakukan deregulasi dan harmonisasi regulasi perizinan pusat dan daerah
serta penyederhanaan peraturan tentang Izin Mendirikan Bangunan, Melakukan
koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Desa atau
Kelurahan terkait dengan riwayat status tanah.
2.
Perlunya penambahan kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia pegawai
atau staff Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui :
a.
Pelatihan Awareness / Spiritual Quotient (SQ) / Emotional Quotient (EQ) /
Outbond.
b.
Penambahan struktur organisasi pada bidang pengembangan investasi,
pengembangan kawasan dan perizinan mendirikan bangunan di lapangan
yang hanya ditangani oleh 9 orang personel saja.
c.
Melaksanakan kegiatan percepatan pelayanan perizinan pada tahun 2015
dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu
3.
Melakukan Program Promosi dan Penyediaan Layanan Informasi Penanaman
Modal sehingga tepat sasaran. Misalnya seperti :
a. Pelaksanaan sosialisasi dan klinik pelayanan sehari jadi (One Day Service)
di Kecamatan-Kecamatan bekerja sama dengan berbagai pihak.
b. Penyebaran brosur/ poster perijinan, serta promosi melalui media radio dan
surat
kabar,
serta
website
DPM-PTSP
mengenai
perizinan
di
(http://dpmptsp.gresikkab.go.id)
4.
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berkaitan tentang Izin
Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan secara tegas
konsisten. Hal ini dimaksudkan agar proses implementasi kebijakan berjalan
tidak tersendat. serta jika petugas yang menangani hal tersebut berhalangan
maka dapat digantikan dengan petugas lainnya, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya praktek calo ilegal dengan penelusuran terhadap kesalahan prosedur
jika terjadi penyimpangan dalam implementasi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika.
Agustinus, leo. 2006. Politik dan Kebijakan publik. Bandung: AIPI.
Budi Winarno. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Dey, Ian. 1992. Qualitative Data Analysys A User-Friendly Guide for Social Scientists:
New York.
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta:
University of Gajah Mada Press.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara
Berkembang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Easton, David. 1965. A Systems Analysis of Political Life. New York: Wiley.
Koryati. 2004. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Wilayah. YPAPI.
Yogyakarta.
Goggin, Malcolm L et al. 1990.Implementation, theory and Practice: Toward A Third
Generation. USA: Scott, Foresmann and Company.
Gupta, Dipak K. 2001. Analyzing public policy: concepts, tools, & techniques.
Washington D.C, CQ Press.
Grindle, Merilee S., (ed). 2017. Politics and Policy Implementation in The Third World.
New Jersey: Princetown University Press.
Hogwood, Brian W & Gun, Lewis A. 1984. Policy Analysis For The Real World.
London: Oxford University Press.
Islamy, M. Irfan. 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara
Mahmudi. 2007.Manajemen Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
Marzuki. 2002.Metodologi Riset, BPFE UII Yogyakarta: Yogyakarta.
Miles, Matthew dan Huberman, Johny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A
Methods Sourcebook. Edisi Ketiga. Sage Publication,Inc. Terjemahan Tjetjep
Rohindi Rohidi, UI-Press.
Moleong. 2007.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Raffia. 2009. E-Governance for Improved Public Service Delivery in Fiji. School of
Management and Public Administration, Faculty of Business and Economics,
The University of the South Pacific, Fiji Islands.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy for The Developing Countries. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha. Seri Manajemen Strategi No.3. Terjemahan Abdul
Rosyid Ramelan. Jakarta: Penerbit PPM.
Rochmadditia, Achmad Fachri. 2014. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance
Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Di Badan
Penanaman Modal Dan Perijinan Kabupaten Gresik. Skripsi Ilmu Sosial
Universitas Negeri Surabaya.
Sarundajang. 2012. Birokrasi dalam Otonomi Daerah. Jakarta : Kata Hasta Pustaka.
Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta : PT. Bumi
aksara.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Subagyo.1991. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Suhirman. 2002. Analisis Kualitas Pelayanan Perizinan Investasi di Badan Koordinasi
Penanaman Modal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Sujarto. 1996.Pengendalian dan Pengelolaan Pengembangan Kota Baru di Indonesia
dalam Sidharta, B Arief. Butir-Butir Gagasan Tentang Penyelenggaraan
Hukum dan Pemerintahan yang Layak.Bandung, Citra Aditya Bakti.
Trenda. 2013. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dalam Pelaksanaan
Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo).Tesis Ilmu Administrasi Publik.
Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
Wahab, Solichin Abdul. 2016. Analisis Kebijakan, Dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo, Joko. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis
Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media.
Wouter, Sarah and Annie. 2006. Public Service Motivation in an International
Comparative Perspective: The UK and Germany. Public Administration
Committee Vol 21, Issue 1.
Zauhar, Soesilo. 2001. Administrasi Publik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Referensi Undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan Menteri :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Distribusi Daerah.
Peraturan Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan, Penetapan, Dan Penerapan Standar Pelayanan.
Peraturan Menteri PANRB Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan.
Lampiran Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kabupaten
Gresik Akhir Tahun Anggaran 2016
Rencana Strategi Badan Penanamam Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Gresik Tahun 20162021
Referensi Sumber Internet :
http://gresikkab.go.id/ Kamis, 30 november 2017. Pemkab gresik tegas harus kantongi
imb sebelum membangun. (Diakses pada tanggal 12 November 2018)
http://beritagresik.com/ 28 Maret 2018. Urus perizinan di Gresik kini sangat mudah,
bisa lewat online. (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018)
http://dpmptsp.gresikkab.go.id/ (Diakses pada tanggal 30 November 2018)
LAMPIRAN
Gambar 6.1 suasana antrean perizinan mendiikan bangunan di DPM-PTSP
Gambar 6.2 loket registrasi (Front office) di DPM-PTSP