Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (Studi Pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik) TESIS INDIRA ARUNDINASARI NIM. 166030101111036 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK MALANG 2019 viii ix Riwayat Hidup x Indira Arundinasari, Lahir pada tanggal 21 Mei 1993 di Kabupaten Gresik. Merupakan anak 1 (pertama) dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Bapak Sukri dan Ibu Dharma Setyani. Memulai pendidikan Formal pada tahun 1999 di SDNU 1 Trate Gresik, yang kemudian pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Gresik dan di tahun 2008 melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kebomas. Pada Tahun 2011 mulai menempuh jenjang pendidikan S1 (Sarjana) pada Fakultas Ilmu Administrasi, Jurusan Administrasi Pubik di Universitas Brawijaya Malang, yang kemudian di tahun 2016 melanjutkan pada jenjang S2 (Magister) di Fakultas Ilmu Administrasi, Jurusan Ilmu Administrasi Publik, dengan kekhususan minat Kebijakan Publik pada Universitas Brawijaya Malang. Malang, Penulis Indira Arundinasari xi RINGKASAN Indira Arundinasari, 2019, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik), Dr. Muhammad Makmur,MS , Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP, M.AP, MMG. Otonomi Daerah menjadikan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber keuangan untuk pengelolaan daaerahnya sendiri agar meminimalisir ketergantungan terhadap pemerintah pusat adalah syarat dalam sistem pemerintahan negara. Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah berasal dari Pajak Daerah; Retribusi Daerah; Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pengertian retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, ini diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga diharapkan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor perizinan retribusi derah yang dikelola oleh DPMPTSP sebagai instansi pemerintah yang betugas menjalankan kebijakan mengenai Retribusi Daerah perizinan mendirikan bangunan. Masyarakat mendapatkan manfaat dari retribusi mendirikan bangunan ini karna legalitas dan kepastian hukum yang lebih terjamin atas bangunan masyarakat dengan adanya dukungan seperti perbaikan sistem informasi dari internal DPM-PTSP atau eksternal masyarakat yang mempunyai sumbangsih saran dan masukan kepada instansi. Sehingga realisasi dari implementasi peraturan daerah nomor 23 tahun 2004 ini cenderung mengalamai kenaikan yang cukup signifikan. Kata Kunci: Implementasi, kebijakan publik, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. SUMMARY xii Indira Arundinasari, 2019, Implementation Of Regional Regulation Of Gresik District Number 23 Of 2004 Concerning Retribution Of License To Establish Building (Study of Investment Agency and One-Door Integrated Service of Gresik Regency), Dr. Muhammad Makmur, MS , Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP, M.AP, MMG. Regional Autonomy makes Regional Income as a financial source for the management of its own area so as to minimize dependence on the central government is a requirement in the state government system. Sources of Regional Income are derived from Regional Taxes; Regional Retribution; Results of Management of Separate Regional Wealth and Others Legitimate Local Revenues. Law No. 28 of 2009, the definition of regional retribution, is regional levies as payment for services or the granting of certain permits specifically provided and / or given by local governments for the benefit of individuals or entities, this is regulated in Gresik District Regulation Number 23 of 2004 about Building Permit Levy so that it is expected that there will be an increase in Regional Income from the regional levies licensing sector managed by DPM-PTSP as a government agency that is responsible for implementing the Regional Levies licensing policy for building construction. Communities benefit from retribution to build this building because legality and legal certainty are more secure for community buildings with the support of improvements to information systems from internal DPM-PTSP or external communities that have contributions and suggestions to agencies. So that the realization of the implementation of regional regulation number 23 of 2004 tends to experience a significant increase. Keywords: Implementation, Public Policy, Building Permit Levies KATA PENGANTAR xiii Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal tesis dengan judul “Implementasi Pertauran Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik)”. Dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam IV (empat) BAB yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, analisa social setting, dan metode penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan penulis dalam menyelesaikan proposal tesis ini. Oleh Karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan sehingga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan menjadi bahan belajar bagi penelitian lain yang akan melakukan penelitian serupa. Malang, Juni 2019 Penulis, Indira Arundinasari DAFTAR ISI xiv Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN TESIS ii PENYATAAN ORISINALITAS TESIS iii RIWAYAT HIDUP......................................................................................................iv RINGKASAN v SUMMARY vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ .12 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................................ .12 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................................ xv .13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 15 2.2 Kebijakan Publik ............................................................................................................ 30 2.2.1 Konsep Kebijakan Publik 30 2.2.2 Implementasi Kebijakan 34 2.3 Otonomi Daerah 47 2.3.1 Pendapatan Asli Daerah ................................................................................................... 49 2.4 Perizinan 50 2.4.1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 53 2.4.2 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 53 BAB III ANALISA GAMBARAN SOSIAL PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Gresik……………………………… ............................................................................................................ 57 3.2 Gambaran Umum DPM-PTSP .......................................................................................................... 62 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .................................................................................................... xvi 68 4.2 Fokus Penelitian .......................................................................................................... 69 4.3 Lokasi dan Situs Penelitian .......................................................................................................... 71 4.4 Jenis dan Sumber Daya .......................................................................................................... 72 4.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................................................... 76 4.6 Instrumen Penelitian .......................................................................................................... 82 4.7 Analisis Data .......................................................................................................... 82 4.8 Keabsahan Data .......................................................................................................... 86 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ............................................................................................................ 91 5.1.1 Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan .......................................................................................... 91 5.1.1.1 Konten Kebijakan ................................................................................................... xvii 108 1. Kepentingan Kelompok Sasaran ........................................................................................ 108 2. Tipe Manfaat ........................................................................................ 123 3. Derajat Perubahan yang diinginkan ........................................................................................ 125 4. Letak Pengambilan Keputusan ........................................................................................ 128 5. Pelaksana Program ........................................................................................ 130 6. Sumber Daya yang dilibatkan ........................................................................................ 131 5.1.1.2 Konteks Kebijakan 138 1. Kekuasaan, kepentingan dan Strategi Aktor yang Terlibat ................................................................................... 138 2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa ................................................................................... 140 3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana ................................................................................... 142 5.1.1.3 Hasil Implementasi 143 1. Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok ............................................................................... 143 2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat ............................................................................... 145 5.1.2 Faktor Pendukung dan Penghambat 147 5.1.2.1 Faktor Pendukung 147 1. Dukungan dan Komitmen yang Kuat dari Pimpinan ................................................................................... 147 2. Kerjasama Antar Staff Pegawai yang Terjalin Baik ................................................................................... 149 3. Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan Penanaman Modal ................................................................................... 151 4. Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan Masyarakat ................................................................................... 152 5.1.2.2 Faktor Penghambat 154 1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan ................................................................................... 155 2. Keterbatasan SDM yang menangani ................................................................................... 158 3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat tentang Retribusi IMB ................................................................................... 158 4. Adanya Praktek Perizinan Ilegal (calo) di DPM- PTSP Kabupaten Gresik ................................................................................... 165 5.1.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi IMB ................................................................................................... 167 5.2 Pembahasan 175 5.2.1 Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ................................................................................................... 175 5.2.1.1 Konten Kebijakan ................................................................................................... 180 1. Kepentingan Kelompok Sasaran 180 2. Tipe Manfaat 182 3. Derajat Perubahan yang diinginkan 184 4. Letak Pengambilan Keputusan 185 5. Pelaksana Program 187 6. Sumber Daya yang dilibatkan 188 5.2.1.2 Konteks Kebijakan ................................................................................................... 189 1. Kekuasaan, kepentingan dan Strategi Aktor yang Terlibat ................................................................................... 189 2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa ................................................................................... 190 3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana ................................................................................... 191 5.2.1.3 Hasil Implementasi 192 1. Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok ............................................................................... 192 2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat ............................................................................... 194 5.2.2 Faktor Pendukung dan Penghambat 195 5.2.2.1 Faktor Pendukung 195 1. Dukungan dan Komitmen yang Kuat dari Pimpinan ............................................................................... 195 2. Kerjasama Antar Staff Pegawai yang Terjalin Baik ............................................................................... 197 3. Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan Penanaman Modal ................................................................................... 198 4. Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan Masyarakat 200 5.2.2.2 Faktor Penghambat ............................................................................... 201 1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan ............................................................................... 201 2. Keterbatasan SDM Yang Menangani 203 3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat tentang Retribusi IMB 205 4. Adanya Praktek Perizinan Ilegal (calo) di DPM-PTSP 208 5.2.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi IMB 210 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan....................................................................................................214 6.2 Saran 217 DAFTAR PUSTAKA 219 LAMPIRAN 223 57 DAFTAR TABEL Halaman 1.1 Ringkasan Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017 ............................................................................................................... 8 1.2 Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain ............................................................................................................... 9 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................................................... 24 5.1 Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017 ............................................................................................................... 93 5.2 PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011-2015 ............................................................................................................... 95 5.3 Rekapitulasi Penerbitan Izin DPM-PTSP Kabupaten Gresik ............................................................................................................... 97 5.4 Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain ............................................................................................................... 104 5.5 Penjelasan Persyaratan Administrasi ............................................................................................................... 119 5.6 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Gresik ............................................................................................................... 127 5.7 Struktur Organisasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik 57 58 ............................................................................................................... 135 5.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan ............................................................................................................... 159 5.9 Rencana dan Realisasi Investasi Kabupaten Gresik Tahun 2010-2015 ............................................................................................................... 168 5.10 Capaian Target Kinerja DPM-PTSP Kabupaten Gresik ............................................................................................................... 170 5.11 Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 ............................................................................................................... 172 5.12 Rincian Pendapatan Dari Retribusi Daerah Tahun 2016 ............................................................................................................... 174 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Faktor yang mempengaruhi implementasi 59 kebijakan 2.2 46 Kerangka Penelitian 56 3.1 Lambang Kabupaten Gresik 61 3.2 Struktur Organisasi DPM-PTSP 65 4.1 Model Analisis Data Miles, Huberman dan Saldana 80 5.1 Alur Mekanisme Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan 101 5.2 Forum Shareholders Investasi Untuk Evaluasi Pelaksanaan Penanaman Modal di Ruang Rapat DPM-PTSP 105 5.3 Sosialisasi Terbuka dengan Masyarakat 112 5.4 Rumah Warga 115 5.5 Rumah Warga ber-IMB 117 5.6 Formulir Permohonan Legalisir IMB Rumah Tempat Tinggal 118 5.7 Surat Pernyataan Keabsahan Penggunaan Tanah, Kesanggupan Memenuhi Ketentuam Teknis Serta Pertanggungjawaban Keandalan Bangunan 121 5.8 Surat Persetujuan Tetangga 122 5.9 Website DPM-PTSP 159 5.10 Terlaksananya Kegiatan Sosialisasi yang Melibatkan Masyarakat 153 6.1 Suasana antren perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP 224 60 6.2 Loket registrasi (Front Office) di DPM-PTSP 224 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dimana semua penyelenggaraan daerah yang pada awalnya diatur oleh pusat, kini di serahkan langsung ke daerah otonom untuk mengatur potensinya masing-masing untuk salah satunya peningkatan Pendapatan Asli Daerah . Hubungan antara pusat dan daerah dilaksanakan bertujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat (8) menjelaskan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi”. Berlakunya desentralisasi membuat pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan proses pemerintahan. Pemerintah mendesentralisasikan sebagian urusan pemerintah pusat Daerah kepada pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1 ayat (7) tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa: “Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 61 berdasarkan otonomi daerah”.Otonomi daerah diberikan kepada daerah bertujuan untuk melihat kemampuan daerah untuk dapat mengelola potensipotensi daerah yang kemungkinan dapat dikembangkan. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara dan penanggungjawab dalam pemerintahan harus dapat menjadi wadah bagi aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah diberikan hak otonom dari pemerintah pusat sebagai sarana untuk melaksanakan tugasnya yaitu mengatur rumah tangga daerah”. Melalui pelimpahan sebagian wewenang dari pusat kepada daerah tersebut, pemerintah pusat dapat dikatakan memotivasi atau mendorong setiap daerah untuk bisa lebih mengeksplorasi potensi daerahnya masing-masing, dengan harapan daerah dapat lebih kreatif dan inovatif untuk terus membangun daerahnya. Dengan kata lain, menurut Abidin (2012:101) bahwa: “melalui otonomi daerah, urusan pemerintahan didekatkan kepada rakyat, sehingga pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien. Menjadi lebih efektif karena penyelenggaraan pemerintahan berlangsung dalam wilayah yang lebih kecil, lebih memungkinkan penguasaan materi permasalahan dan penampungan aspirasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. Semakin dekat kepada rakyat, semakin menghindari terjadinya perumusan yang sia-sia karena rakyat dapat mengawasi jalannya pemerintahan secara langsung”. Melalui otonomi daerah inilah, pemerintah daerah kemudian mengeluarkan peraturan berupa produk-produk kebijakan yang menjadi sebuah kebijakan publik dalam lingkup daerah yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Jika dilihat berdasarkan hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah Daerah/Provinsi, Keputusan Gubernur, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, serta Keputusan Bupati/Walikota. Suatu daerah mampu berotonomi dilihat dari kemampuan keuangan daerah. Artinya, harus mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin 62 sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah berasal dari : (1) Pajak Daerah; (2) Retribusi Daerah; (3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan, (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Oleh sebab itu, PAD merupakan faktor penting dalam otonomi daerah. Dengan menggali berbagai potensi pada suatu daerah diharapkan daerah dapat memanfaatkan potensi yang ada untuk meningkatkan pembangunan daerahnya. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, maka daerah memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat. Oleh karena itu, disamping fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, adanya otonomi daerah otomatis menuntut pemerintah daerah dalam hal menggali berbagai potensi daerah yang ada. Menurut Sujamto dalam Sarundajang (2012:53) menyebutkan bahwa tugas pokok pemerintah adalah melakukan pelayanan untuk masyarakat dan melakukan pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat pula. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang mampu memenuhi standar pelayanan yang ada sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dinyatakan bahwa ”Standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji 63 penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur”. Peningkatan pelayanan publik yang cepat, tepat, dan murah adalah keinginan yang harus dipenuhi. Memberikan pelayanan yang baik dan informatif memanglah harus dilakukan untuk kebaikan semua pihak, baik pemberi layanan ataupun penerima layanan sehingga pelayanan dapat berjalan secara efektif, cepat dan mudah. Dalam prosesnya, kebijakan publik ini melalui berbagai tahap sebelum diimplementasikan. Tahap tersebut menurut Dunn dalam Winarno (2007:32) yaitu tahap penyusunan agenda kebijakan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi kebijakan. Tahaptahap tersebut memiliki kaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Namun, tahap yang digarisbawahi adalah tahap penyusunan agenda kebijakan, tahap formulasi dan tahap adopsi kebijakan adalah tahap yang menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan. Pendapat Winarno tersebut berbanding terbalik dengan pendapat Agustino (2016:129) yang mengatakan bahwa: “implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan karena melalui prosedur inilah suatu masalah publik dapat diselesaikan atau tidak”. Kemudian, Huntington dalam Abidin (2012:145) menyebutkan bahwa: “perbedaan yang paling penting antara satu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan negara itu untuk melaksanakan pemerintahan, dimana hal tersebut dapat dilihat dalam kemampuan mengimplementasikan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat”. Implementasi kebijakan menurut Howlett dan Ramesh dalam Agustino (2016:128) adalah menjalankan konten atau isi kebijakan kedalam aplikasi yang diamanatkan oleh kebijakan itu sendiri. Kemudian, Grindle (2017) menyatakan bahwa : 64 “untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan. Pehatian perlu diarahkan karena melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat berpartisipasi memberi kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya yang positif atau negatif”. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka peneliti mengacu pada model implementasi kebijakan Marilee S.Grindle (2017) yang menjelaskan makna implementasi kebijakan sebagai berikut: “impementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik yang merupakan pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system” yang menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu. Implementasi kebijakan merupakan suatu fungsi dari implementasi program dan berpengaruh terhadap pencapaian outcome‐ nya. Oleh karena itu studi terhadap proses implementasi kebijakan hampir selalu menggunakan metode investigasi dan analisis dari aktivitas program.” Salah satu hal dan hambatan yang harus diantisipasi dalam kebijakan implementasi adalah komitmen para aparatur untuk memberikan pelayanan.Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering dikeluhkan karena tidak efisien, tidak efektif, tidak mampu melakukan halhal yang sesuai dan tepat, mudah dan tidak berbelit dalam segi waktu pelayanan ataupun dalam penyampaian informasi-informasi tentang mekanisme pelayanan maupun persyaratan dokumen-dokumen guna keperluan proses pelayanan yang efektif, cepat, dan mudah sehingga masih banyaknya pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk rasa kurang dalam pelayanan publik. Pelayanan penanaman modal dan perizinan yang dikelola oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) yang berganti nama menjadi Dinas 65 Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) merupakan instansi pemerintah daerah yang bertugas sebagai pelayan publik maupun lembaga pemerintah yang membantu bupati dalam melaksanakan sebagian tugas pelayanan, memfasilitasi dan melakukan pembinaan di bidang penanaman modal dan perizinan. Seperti halnya di Kabupaten Gresik, fungsi utama DPM-PTSP Kabupaten Gresik adalah badan yang memberi pelayanan dan informasi perizinan investasi.Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kepala DPM-PTSP dibantu oleh sekretariat dan bidang-bidang, antara lain bidang pengembangan investasi yang bertugas melaksanakan sebagian tugas penanaman modal dan perizinan di bidang pengelolaan system informasi dan pengembangan kawasan. Selanjutnya bidang pelayanan perizinan yang terdiri dari sub bidang pelayanan perizinan penanaman modal dan sub bidang pelayanan perizinan non penanaman modal. Bidang lain adalah bidang pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal yang terdiri dari sub bidang pengawasan usaha dan sub bidang pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan. Bidang kebijakan dan kerjasama yang terdiri dari sub bidang kerjasama dan pengembangan iklim investasi dan sub bidang pengembangan komunitas dan kemitraan. Sesuai dengan bidang-bidang yang dijalankan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sangat berkaitan dengan Iklim industri yang tinggi di Kabupaten Gresik menjadikan jumlah investasi yang masuk juga sangat besar sehingga diperlukan pelayanan yang prima terutama dalam hal perizinan investasi guna untuk pengembangan investasi Kabupaten Gresik. tahun lalu. Menurut Faqih Usman selaku Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Gresik Target investasi ditetapkan pada tahun 2016 adalah sebesar Rp 27 triliun. tetapi Pencapaiannya cukup memukau, yakni Rp 31 triliun. pemerintah dalam merespons fenomena bisnis dan 66 iklim industri yang sedang berkembang memang harus tanggap dan responsif dalam menangkap peluang tersebut. Dengan begitu, investasi yang masuk ke Gresik bisa menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik. Salah satu bentuk dari bidang Penanaman Modal adalah izin mendirikan bangunan (IMB). IMB berpotensi meningkatkan PAD. Setiap perusahaan yang berinvestasi di Gresik tidak lepas berurusan dengan perizinan IMB karena adanya retribusi yang terserap melalui izin itu. Semakin banyak perusahaan yang masuk, penyerapan dari sektor tersebut akan meningkat. Untuk membuktikan apakah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik yang ada mampu memberikan kontribusi optimal terhadap realisasi pendapatan daerah Kabupaten Gresik berikut dipaparkan struktur pendapatan daerah Kabupaten Gresik, sebagaimana tertera dalam Tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Ringkasan Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017 67 Sumber : http://gresikkab.go.id Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 79 Tahun 2016 diringkasan penjabaran anggaran pendapatan asli daerah Kabupaten Gresik pada tahun 2017 mampu mencapai 2.931.804.877.461 rupiah. Berdasarkan penjabaran diatas pula bahwa Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat 68 dengan jumlah 165.928.872.000 rupiah. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ketentuan pasal 52 pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 berbunyi Besarnya retribusi untuk Ijin Mendirikan Bangunan bagi Bangunan Perumahan (Perorangan) dengan proses perijinan pemutihan adalah sebesar 50 % dan biaya retribusi I bangunan baru sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1.2 Biaya Retribusi IMB Pekerjaan Lain-lain NO. BIAYA JENIS PEKERJAAN RETRIBUSI PERUBAHAN/ TAMBAHAN (RP) 1. Pekerjaan pagar, tembok, 500,00/M2 750,00/BH 10.00,00/BH 10.000,00/BH 30.00,00/BH 50.000/M2 30.00,00/BH 20.000,00/M3 besi, kawat 2. Pekerjaan sumur peresap/septic tank 3. Pekerjaan menara air 4. Pekerjaan tandon air bawah tanah 5. Pekerjaan Duiker, - 5.000,00/M2 Jembatan 6. Pekerjaan gorong-gorong, 300,00/M2 500,00/M2 saluran air, drainase 7. Pekerjaan jalan aspal 500,00/M2 600,00/M2 8. Pekerjaan jalan makadam 350,00/M2 500,00/M2 69 9. Pekerjaan Jalan Beton, 600,00/M2 750,00/M2 500,00/M2 500,00/M2 1.000,00/M2 1.000,00/M2 100,00/M2 150,00/M2 2.500,00/BH 2.500,00/BH 2.500,00/M2 2.500,00/M2 250.000,00/BH 250.000,00/BH paving stone 10. Pekerjaan lantai jemur 11. Pekerjaan gudang terbuka beton, aspal, paving 12. Pekerjaan pematangan Tanah 13. Pekerjaan tiang pancang, pondasi, mesin 14. Pekerjaan rehap tampak, konstruksi bangunan 15. Kilang dan tangka Sumber : Perda Kab. Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tetapi pada kenyataan empirisnya ada beberapa masalah atau kendalakendala dalam implementasi tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik, seperti: pertama, terjadinya tumpang tindih peraturan sehingga menimbulkan kebingungan para petugas dalam implementasi retribusi IMB. Waktu pengurusan IMB relatif lama. Faqih Usman juga menuturkan bahwa hanya 50 persen yang bisa dilayani dengan baik, sisanya masih dalam proses dan sering tidak selesai dalam setahun dalam proses waktu penyelesaian perizinannya. Kedua, terjadinya tumpang tindih peraturan sehingga pimpinan Satuan Kerja 70 Perangkat Daerah yang dikelola oleh DPM-PTSP sering membuat kebijakan secara kasuistis ketika permasalahan muncul. Ketiga, bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan jumlah sumber daya manusia yang menanganinya. Keempat, kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai perizinan mendirikan bangunan serta retribusinya , dan yang terakhir masih adanya praktek usaha perizinan ilegal (calo) dalam pengurusan perizinan. Namun dengan hambatan dan dukungan serta proses dalam implementasi peraturan daerah nomor 23 tahun 2004 ini, rekapitulasi penerbitan izin di DPMPTSP Kabupaten Gresik dimana penerbitan izin tiap tahunnya mencapai 511 surat izin yang sudah ditindak lanjuti, prosentase penyelesaian izin untuk Izin Mendirikan Bangunan mencapai 66,83% dari target, maka tidak dipungkiri jika Pendapatan Asli Daerah di tahun 2017 dari Retribusi Izin mendirikan Bangunan, dengan target 105 miliar rupiah bisa terealisasi sebanyak 48,7 miliar rupiah atau sebesar 50%. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (STUDI PADA DINAS PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GRESIK)” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yaitu: 71 1. Bagaimanakah Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ? 2. Apakah faktor pendukung dan penghambat Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ? 3. Apakah Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan memenuhi target yang diharapkan ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah: 1. Menganalisis mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 2. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 3. Menganalisis target dan realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memiliki kontribusi bagi pihak-pihak yang terkait,baik manfaat akademis maupun manfaat praktis, antara lain: 72 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Administrasi Publik dan memberikan informasi ilmiah berupa pengembangan teoritis yang lebih luas dan mendalam khususnya mengenai Implementasi Kebijakan Perizinan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Selainitu, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitianpenelitian selanjutnya berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Perizinan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan merumuskan kualitas masukan bagi para kebijakan-kebijakan pengambil keputusan strategis untuk untuk meningkatkan pelayanan penanaman modal dan perizinan melalui Implementasi Kebijakan Perizinan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. b. Sebagai acuan bagi para pejabat penanaman modal dan perizinan Pemerintah Daerah dalam menciptakan suatu proses pelayanan yang lebih transparan, efektif, efesien dan ekonomis. c. Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan bagi penelitian serupa guna memberikan kontribusi pemikiran Kabupaten Gresik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu terhadap Pemerintah 73 Sebelum penelitian ini diadakan, terdapat sejumlah penelitian yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan, yang mengambil topik dan menyoroti permasalahan kebijakan publik. Penelitian-penelitian tersebut menyoroti implementasi kebijakan publik dari berbagai sudut pandang konsep dan teori yang melandasinya. Beberapa penelitian terdahulu tentang implementasi kebijakan, pelayanan perizinan, dan perizinan izin mendirikan bangunan yang akan digunakan baik secara pembanding maupun sebagai rujukan dalam penelitian ini antara lain : 1. Royhan Fathan (2015) dengan judul Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah IMB di Kota Serang. Penelitian ini ditulis oleh Royhan Fathan. Latar belakang penelitian ini adalah belum optimalnya penerimaan retribusi daerah dari sektor perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Teori implementasi yang digunakan adalah Metter dan Horn dalam Agustino (2008) dengan metode deskriptif, pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian implementasi Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya IMB secara umum sudah baik karena sudah adanya inisiatif pemerintahan setempat yang mengarah pada upaya peningkatan realisasi penerimaan retribusi IMB peningkatan pelayanan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang, serta dengan mengesahkan Peraturan Walikota (Perwal) 74 pelimpahan IMB rumah tinggal kepada pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang. Meskipun, penerimaan retribusi IMB belum sepenuhnya optimal karena kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB. Saran yang dapat diberikan yaitu mengoptimalkan SDM khususnya tenaga teknis lapangan dari segi kualitas dan kuantitas, memberdayakan pihak kecamatan dalam menyelenggarakan IMB rumah tinggal, sosialisasi yang lebih merata kepada masyarakat, serta pemberian sanksi yang tegas pada bangunan yang tidak memiliki izin. 2. Mohammad Sholahuddin Yusuf, Sjamsiar Sjamsuddin, dan Tjahjanulin Domai (2014) Dalam judul Implementasi Kebijakan Verifikasi Perizinan Usaha Guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik. Penelitian ini dilakukan karena industri merupakan sebuah objek penerimaan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan usaha. Kurang maksimalnya kepatuhan hukum dalam mentaati peraturan pemerintah daerah Kabupaten Gresik, ini menjadi sorotan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan. Maka dari itu Badan Penanaman Modal dan Perizinan membentuk program Verifikasi Perizinan Usaha guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik dengan bentuk verifikasi yang dilakukan secara langsung terhadap perusahaan yang berdiri kurang lebih 5 tahun dan dilakukan pula pengkajian dokumen-dokumen perizinan usaha. Verifikasi Perizinan Usaha bertujuan agar tercapainya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi Verifikasi Perizinan Usaha. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil Pembahasan diatas dapat ditarik 75 kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha di Kabupaten Gresik belum bisa berjalan secara baik. Implementasi pada prosedur pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha masih terkendala terhadap pelaksanaan pemeriksaan di lokasi perusahaan, masih banyak ditemui pelanggaranpelanggaran yakni temuan izin gangguan yang telah mati setelah 5 (lima) tahun dan perluasan izin mendirikan pembangunan yang belum diizinkan selain itu ketika perluasan sudah dilakukan verifikasi dan ditemukan temuan pelanggaran yang perlu diurus izinya dan dilakukanya rapat tindak lanjut Berita Acara Pemeriksaan banyak perusahaan yang tidak hadir dan belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk melengkapi dokumen– dokumen perizinan. Selain itu Hasil dari Verifikasi Perizinan Usaha yakni dari total 75 perusahaan yang telah diverifikasi hanya 9 perusahaan yang telah membayar retribusi jadi hanya 12% perusahaan yang membayar retribusi dan 21% perusahaan yang mengajukkan izin. Verifikasi belum bisa berhasil karena kurang patuhnya perusahaan terhadap proses perizinan yang ada di Badan Penanaman Modal dan Perizinan di Kabupaten Gresik. Namun disatu sisi Verifikasi Perizinan Usaha mampu memberikan dampak positif terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan usaha. Selama satu tahun verifikasi perizinan usaha dilaksanakan didapatkan pendapatan verifikasi perizinan melalui retribusi Rp. 1.302.441.411 (satu miliar tiga ratus dua juta empat ratus empat puluh satu empat ratus sebelas rupiah). 3. M.Syukur (2014) dengan judul Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan Pada Dinas Penataan Ruang Dan Perumahan Kota Palu. Hal yang melatar belakangi penelitian ini adalah salah satunya kebijakan yang dilaksanakan Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu sebagai 76 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diberikan kewenangan, tugas pokok, dan tanggung jawab untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang penataan ruang dan perumahan Kota Palu adalah memberikan rekomendasi izin mendirikan bangunan pada pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang telah memenuhi syarat. Dalam hal ini pemerintah telah mengatur dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010, Tentang Pedoman Pemberian IMB, yang menyatakan bahwa izin mendirikan bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku Jenis penelitian yang digunakan sebagai cerminan dasar perancangan penelitian dalam rangka mendapatkan data adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian yang ditetapkan peneliti adalah Dinas Penataan Ruang dan Perumahan (DPRP) Kota Palu. Penelitian ini dilakukan oleh M.Syukur (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, implementasi kebijakan IMB yang dilaksanakan DPRP Kota Palu belum efektif, dapat dilihat dari beberapa aspek pertama; sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim yang mengakibatkan ketidaktahuan masyarakat tentang asas dan manfaat IMB. Kedua; faktor yang menyebabkan kinerja personil tim pemanfaatan ruang tidak maksimal karena terbatasnya tenaga yang melakukan pengawasan dan penertiban bangunan. Ketiga; tidak tegasnya sanksi yang diberikan oleh aparat DPRP, sehingga tidak terbangun kesadaran masyarakat yang pada gilirannya tidak patuh dan taat 77 pada hukum. Keempat; koordinasi yang dilakukan antar organisasi yang setingkat, terkait dengan IMB belum maksimal. 4. Muhammad Darwis (2015) dengan judul Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dan Penanaman Modal (KPTSP & PMD) Kabupaten Mamuju Utara. Penelitian ini dilakukan oleh Muhamad Darwin (2015). Penelitian ini membahas mengenai beberapa kendala dalam pelaksanaan pelayanan IMB anara lain yakni 1) Masih ada warga masyarakat dan pemilik usaha yang belum memahami tentang prosedur dalam mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 2) Kemampuans umberdaya masih terbatas; 3) Sosialisasi belum berjalan maksimal; 4) Jumlah personil/pegawai masih kurang yaitu hanya 14 orang, sudah termasuk kepala dan sekretaris Kantor; 5) Profesionalisme pegawai/petugas yang belum terlihat; 6) Sarana, peralatan dan fasilitas pendukung masih terbatas; dan 7) Koordinasi dengan instasi terkait lainnya belum efektif, dan kendala lainnya yang bersifat teknis. Kondisit tersebut dapat berdampak pada tidak maksimalnya implementasi kebijakan / program pelayanan perizinan yang telah ditetapkan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Dan hasil dari penelitian M. Darwis adalah Implementasi kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Mamuju Utara sudah dijalankan, namun belum maksimal disebabkan content of policy (isi kebijakan) seperti derajat perubahan yang diinginkan belum terlihat karena sikap dan perilaku masyarakat hanya mengurus IMB jika mereka membutuhkannya sebagai persyaratan jika mengurus sesuatu di Bank. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan menyebabkan pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran masyarakat rendah mengurus IMB. Sumberdaya yang dilibatkan 78 memiliki keterbatasan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sedangkan context implementation (lingkungan implementasi) yang belum maksimal disebabkan tingkat kepatuhan sasaran kebijakan yang rendah akibat adanya pelayanan yang lambat dan berbelit-belit. 5. Maria Kurnia Sari dan Sundarso (2017). Dalam judul Implementasi Kebijakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kota Magelang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 Penelitian ini dilakukan oleh Maria Kurnia Sari dan Sundarso (2017). Latar belakang dari penelitian ini karena melihat bahwa bertambahnya jumlah bangunan setiap tahunnya tidak sebanding dengan jumlah bangunan yang memiliki IMB. Dari 27.030 bangunan yang ada di tahun 20015 hanya 8100 bangunan yang memiliki IMB atau sekitar 22,5% dari total bangunan yang ada. Selain itu PAD yang diterima oleh Pemerintah Kota Magelang juga masih belum maksimal. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Implementasi kebijakan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Magelang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Tata Kota (DKPT) Magelang. Target kebijakan ini adalah seluruh bangunan yang ada di Kota Magelang dengan berbagai fungsi. Baik itu untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat beribadah. Kebijakan retribusi IMB di Kota Magelang ini dimaksudkan agar pemerintah dapat mengawasi dan mengatur perkembangan bangunan yang ada di kota. Sehingga perkembangan yang ada dapat sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan begitu keseimbangan akan terjaga. 79 6. Nisvi Sumaryati (2017). Dalam Judul Perlindungan Arsip Izin Mendirikan Bangunan (Imb) Sebagai Arsip Vital Di Dinas Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Yogyakarta Pada penelitian ini menggunakan metode observasi, studi pustaka dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa arsip IMB merupakan arsip vital di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta. Proses identifikasi arsip vital dilakukan dengan cara analisis fungsidan analisis resiko. Metode yang digunakan dalam proses perlindungan arsip IMB yaitu perlindungan fisik arsip dan perlindungan isi informasi arsip. Kendala yang dihadapi dalam pelaksaan perlindungan arsip adalah kurangnya sarana dan prasarana, anggaran yang minim, dan sumber daya manusia yang kurang dalam bidang kearsipan 7. Ina Shaskia (2012). Dalam Judul Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Jagakarsa. Pada Penelitian ini menggunakan Metode penelitian Kualitatif Tipe Deskriptif Analitis. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan bangunan di Kecamatan Jagakarsa dengan berdasarkan pada ketentuan peruntukkan tata ruang. 8. Agus Dwi Yudha (2008). Dengan Judul Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Depok. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan wawancara dan deskriptif. Hasil penelitian oleh Agus dwi yudha ini yakni sosialisasi akan pentingnya dokumen IMB bagi warga depok harus lebih 80 digencarkan lagi dengan cara menebar brosur, memberikan penyuluhan, memanfaatkan momentum tertentu untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai Izin Mendirikan Bangunan, lalu Dinas Tata Kota dan Bangunan agar lebih menyederhanakan proses pembuatan dokumen izin mendirikan bangunan dengan cara semua pengurusan dilakukan pada satu atap, yakni pada Dinas Tata Kota dan Bangunan saja. 9. Kasman Siburian (2008). Dengan Judul Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Pada penelitian ini kasman menggunakan metode penelitian secara deskriptif analitis, metode pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitiannya adalah pemerintahan Kota Medan dalam rangka mengimplementasikan Perda Nomor 9 taahun 2002 telah melaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin. Serta kurangnya personel yang tidak mampu melakukan pengarahan atas pelaksanaan pembangunan tersebut serta tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang tudas pemerintahan. 10. Andika Prayuda (2017). Dengan judul Pengawasan Terhadap Izin Tata Ruang Dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif, menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni melakukan analisis terhadap permasalahan. Hasil dari penelitian ini yakni Pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan, Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 telah melaksanakan 81 pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin. Untuk meringkas mengenai penelitian terdahulu yang telah dipaparkan diatas, maka berikut adalah tabel penelitian terdahulu dalam bentuk yang lebih sederhana, seperti dibawah ini : Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu No. 1. Nama, Tahun dan Judul Penelitian Royhan Fathan (2015). Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah (Studi Kasus Retribusi Izin Mendirikan Bangunan) di Kota Serang. Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan dengan Penelitian ini metode deskriptif, pendekatan kualitatif Implementasi Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya IMB secara umum sudah baik karena sudah adanya inisiatif pemerintahan setempat yang mengarah pada upaya peningkatan realisasi penerimaan retribusi IMB . Serta dengan mengesahkan Peraturan Walikota (Perwal) pelimpahan IMB rumah tinggal kepada pihak kecamatan di masingmasing wilayah Kota Serang. Meskipun, penerimaan retribusi IMB belum sepenuhnya optimal karena kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus dan lokus peneltian. Dalam penelitian Royhan disebutkan bahwa fokus yang diteliti adalah implementasi Perda Nomor 13 Tahun 2011 di Kota Serang. Sementara penelitian ini meneliti tentang Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi IMB di Kabupaten Gresik dan Lokus pada DPM-PTSP Kabupaten 82 2. Mohammad Sholahuddin Yusuf, Sjamsiar Sjamsuddin, Tjahjanulin Domai (2014). Implementasi Kebijakan Verifikasi Perizinan Usaha Guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif 3. M.Syukur (2014). Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan Pada Dinas Penataan Ruang Dan Perumahan Kota Palu. metode deskriptif, pendekatan kualitatif belum memadai, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB. Hasil Pembahasan adalah Pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha di Kabupaten Gresik belum bisa berjalan secara baik. Implementasi pada prosedur pelaksanaan Verifikasi Perizinan Usaha masih terkendala terhadap pelaksanaan pemeriksaan di lokasi perusahaan, masih banyak ditemui pelanggaran. Verifikasi belum bisa berhasil karena kurang patuhnya perusahaan terhadap proses perizinan yang ada di Badan Penanaman Modal dan Perizinan di Kabupaten Gresik. Namun disatu sisi Verifikasi Perizinan Usaha mampu memberikan dampak positif terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi perizinan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan IMB yang dilaksanakan DPRP Kota Palu belum efektif, seperti sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim. Kedua; faktor yang Gresik. Penelitian oleh Mohammad Sholahuddin berfokus pada implementasi kebijakan verivikasi usaha dalam peningkatan PAD Kabupaten Gresik. Sedangkan penelitian ini berfokus pada Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi IMB di Kabupaten Gresik dan Lokus pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik. M.Syukur pada penelitiannya berfokus membahas tentang Impementasi Kebijakan IMB di Kota Palu dan dengan lokus di Dinas Penataan Ruang dan 83 4. Muhammad Darwis (2014). Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dan Penanaman Modal (KPTSP & PMD) Kabupaten Mamuju Utara Metode deskriptif. Pendekatan kualitatif menyebabkan kinerja personil tim pemanfaatan ruang tidak maksimal karena terbatasnya tenaga yang melakukan pengawasan dan penertiban bangunan. Ketiga; tidak tegasnya sanksi yang diberikan oleh aparat DPRP, Keempat; koordinasi yang dilakukan antar organisasi yang setingkat, terkait dengan IMB belum maksimal. Hasil dari penelitian M. Darwis adalah Implementasi kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Mamuju Utara sudah dijalankan, namun belum maksimal disebabkan content of policy (isi kebijakan) seperti derajat perubahan yang diinginkan belum terlihat karena sikap dan perilaku masyarakat hanya mengurus IMB jika mereka membutuhkannya sebagai persyaratan jika mengurus sesuatu di Bank. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan menyebabkan pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran masyarakat rendah mengurus IMB. Sumberdaya yang dilibatkan memiliki Perumahan Kota Palu. Sedangkan penelitian ini berfokus pada Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi IMB di Kabupaten Gresik yang berlokus di DPMPTSP Kabupaten Gresik. Penelitian yang dilakukan oleh M.Darwis adalah dengan menggunakan model implementasi grindle dengan menilisik lebih dalam mengenai isi kebijakan dan lingkungan implementasinya. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada implentasi perda nomor 23 tahun 2004 di DPM-PTSP Kabupaten Gresik. 84 5. Maria Kurnia Sari dan Sundarso (2017). Implementasi Kebijakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kota Magelang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 Metode Deskriptif pendekatan kualitatif 6. Nisvi Sumaryati (2017). Perlindungan Arsip Izin Mendirikan Bangunan metode observasi, studi pustaka dan wawancara. keterbatasan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sedangkan context implementation (lingkungan implementasi) yang belum maksimal disebabkan tingkat kepatuhan sasaran kebijakan yang rendah akibat adanya pelayanan yang lambat dan berbelitbelit. Implementasi kebijakan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Magelang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Tata Kota (DKPT) Magelang. Target kebijakan ini adalah seluruh bangunan yang ada di Kota Magelang dengan berbagai fungsi. Baik itu untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat beribadah. Kebijakan retribusi IMB di Kota Magelang ini dimaksudkan agar pemerintah dapat mengawasi dan mengatur perkembangan bangunan yang ada di kota. Hasil ini menunjukan bahwa arsip IMB merupakan arsip vital di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta. Proses identifikasi Penelitian Maria Kurnia Sari berfokus pada Perda Nomor 19 tahun 2011 tentang retribusi IMB di Kota Magelang. Sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004. Perbedaan dengan penelitian ini yakni fokusnya dan lokusnya. Fokus nisvi terkait dengan 85 (Imb) Sebagai Arsip Vital Di Dinas Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Yogyakarta arsip vital dilakukan dengan cara analisis fungsidan analisis resiko. Metode yang digunakan dalam proses perlindungan arsip IMB yaitu perlindungan fisik arsip dan perlindungan isi informasi arsip. 7. Ina Shaskia (2012). Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Jagakarsa. Metode kualitatif. Tipe deskriptif analitis bahwa pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan bangunan di Kecamatan Jagakarsa dengan berdasarkan pada ketentuan peruntukkan tata ruang. 8. Agus Dwi Yudha (2008). Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Depok. Metode wawancara dan deskriptif dengan pendekatan kuantitatif sosialisasi akan pentingnya dokumen IMB bagi warga depok harus lebih digencarkan lagi dengan cara menebar brosur, memberikan penyuluhan, memanfaatkan momentum tertentu untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai Izin Mendirikan Bangunan perlindungan fisik dan isi informasi kearsipan dengan lokus di DPM Yogyakarta. Sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi perda nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi IMB di Kabupaten Gresik Ina Shaskia berfokus pada pengendalian laju pertumbuhan bangunan dengan lokus di Jagakarsa. Sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi perda nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi IMB di Kabupaten Gresik Agus dwi yudha dalam penelitiannya menggunakan pendekatan kuantitatif sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang berlokus pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik. 86 9. Kasman Siburian (2008). Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Metode penelitian secara deskriptif analitis, metode pendekatan yuridis empiris 10. Andika Prayuda (2017). Pengawasan Terhadap Izin Tata Ruang Dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Jenis penelitian hukum normatif. Pendekatan yuridis normatif pemerintahan Kota Medan dalam rangka mengimplementasikan Perda Nomor 9 tahun 2002 telah melaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai Pelaksanaan izin tata ruang dan bangunan Kota Medan, Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 telah melaksanakan pengawasan dan sekaligus mengambil tindakan hukum terhadap pelaksanaan pembangunan bangunan berupa pembongkaran apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan dan pelaksanaan mendirikan bangunan Kasman siburian berfokus pada implementasi no.9 tahun 2002. Sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi perda no.23 tahun 200 tentang retribusi IMB di Kabupaten Gresik. Andika berfokus pda perda No.3 tahun 2015 berlokus pada Kota Medan. Sedangkan penelitian ini berfkus pada perda nomor 23 tahun 2004 berlokus di DPMPTSP Kabupaten Gresik Sumber : diolah oleh peneliti 2.2 Kebijakan Publik 2.2.1 Konsep Kebijakan Publik Banyak definisi mengenai kebijakan publik: ”... what governments do, why they do it, and what difference it makes” Dye (1992:2). Merujuk dari definisi 87 tersebut dapatlah disimpulkan kebijakan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah (entah itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan sumberdaya manusia, menghentikan tindakan terorisme, ataupun lainnya) dan kerja tersebut menghasilkan sesuatu (what difference it makes). Bahkan dalam sudut pandang lain, Dye (1992:2) menulis pula kebijakan publik sebagai: “Anything a govrnment chooses to do or not to do.” Menurut takrif ini, semua pilihan-pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu adalah kebijakan publik. Berbeda dengan Dye, kajian klasik Laswell (1956:4) menyatakan kebijakan publik sebagai: “...a project program of goals, values, and practices.” Manakala Easton (1965:212) memaknainya sebagai: “... the impact of government activity.” Lebih lanjut Easton menjelaskan, kebijakan publik adalah sebuah keputusan politik yang di kembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah yang mempunyai otoritas dalam sistim politik. Mereka ialah: “... para birokrat senior (eksekutif), legislatif, para hakim dan sebagainya”(Easton 1965: 214). Dari kedua scholars ini dapat di simpulkan bahwa kebijakan adalah aktifitas pemerintah yang mempunyai tujuan, memiliki nilai tertentu dan memberikan dampak (positif) bagi masyarakat luas. Definisi lain ditawarkan oleh Friedrich (1969:79) yang menuliskan kebijakan sebagai: ... a proposed course of action of a person, group, or government within given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or a purpose. Makna kebijakan sebagai serangkaian tindakan atau kegitan ditambahkan Friedrich (1969:80) sebagai upaya yang selalu berhubungan dengan usaha untuk mencapai beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dicapai, tetapi ide bahwa kebijakan 88 melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian terpenting dari definisi kebijakan milik Friedrich. Bagaimanapun juga, kebijakan harus menunjukkan “apa yang sesungguhnya dikerjakan” daripada “apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan” pada suatu masalah. Definisi lain pernah juga diajukan oleh Euliau & Prewitt (1973:465) yang menyatakan: Kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Usaha untuk menafsirkan kebijakan publik juga dilakukan oleh William I. Jenkins (1978). Beliau menjelaskan, kebijakan publik: ... a set of interrelated decision taken by political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where those decision should, in principle, be within the power of those decision should, in principle, be within the power of those actors to achive (Jenkins 1978:4). Jenkins memandang kebijakan publik sebagai sebuah proses, tidak seperti Dey (1992) yang menilainya sebagai pilihan pemerintah. Bahkan lebih jelas lagi, Jenkins menyatakan kebijakan publik sebagai “serangkaian keputusan yang saling berhubungan”. Dalam kata lain, Jenkins hendak menjelaskan bahwa kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan yang komprehensif menyertakan banyak stakeholders. Sementara itu, Anderson (1990:3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.” Di dalam bahasa yang sederhana, kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan. Lebih 89 lanjut menurut Anderson (1990:30), kebijakan adalah, “... purposive or goal oriented action rather than random or change behavior...” Selain itu, “..., policy consist of courses or patterns of action by governmental officials rather than their separate discrete decision.” Dan, “... policy is what government actually do in regulating ..., not what they intend to do or say they are going to do.” Pengertian Anderson di atas, menurut penulis, setidaknya memperkaya definisi kebijakan yang disampaikan oleh Jenkins (1978). Pertama, dilihat dari aspek aktor; kebijakan merupakan keputusan yang diambil oleh bebrapa aktor pembuat kebijakan. Kebijakan seringkali merupakan hasil dari diskusi panjang para aktor yang melibatkan peran stakeholders. Justru tidak jarang dari para stakeholders inilah kebijakan yang terbaik muncul. Kedua, dilihat dari aspek antara “aksi kebijakan” dan persepsi para pembuat kebijakan”. Dari kedua aspek inilah definisi Anderson menyempurnakan lagi takrif kebijakan yang dibuat oleh Jenkins. Pada level yang berbeda, Theodoulou (1995:7) menyatakan kebijakan public haruslah dapat menyelesaikan atau mendorong beberapa hal seperti: “... resolving conflict over scarce resources, regulating behavior, motivating, collective action, protecting rights, and directing benefits toward the public interest.” Dalam kata lain, kebijakan mestinya dapat menyelesaikan konflik atas kelangkaan sumber-sumber daya, mengatur perilaku, melindungi hak-hak dasar, dan lainnya. Ini semua harus dilakukan oleh kebijakan publik, karena inilah tugas penting dari sebuah negara. Wilson (2006:154) pula menjelaskan kebijakan sebagai: “... the actions, objectives, and pronouncements of governments on particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement them, and the explanations they give for what happens (or does not happen).” Pelajaran apa yang dapat dipetik dari berbagai definisi kebijakan publik 90 diatas dimana tidak ada definisi baku mengenai kebijakan publik. Tetapi setidaknya, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik mempunyai beberapa karakteristik utama. Pertama, kebijakan publik merupakan sebuah tindakan yang memiliki maksud atau tujuan tertentu; kebijakan tidak bersifat acak tetapi mempunyai sasaran dan berorientasi pada tujuan tertentu; kebijakan tidak bersifat acak, tetapi mempunyai sasaran dan berorientasi pada tujuan. Kedua, kebijakan publik dibuat oleh pihak berwenang. Ketiga, kebijakan publik pada dasarnya merupakan keputusan yang simultan dan bukan keputusan yang terpisah-pisah. Keempat, kebijakan merupakan “apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah”, Kelima, kebijakan publik bisa bersifat popular (pemberian insentif, pelaksanaan bantuan keuangan kepada rakyat miskin dan lainnya) tetapi juga dapat tidak popular (pencabutan subsidi, penerapan suku bunga tinggi dan sebagainya). Keenam, kebijakan dapat berbentuk positif maupun negatif. Untuk yang positif, kebijakan melibatkan tindakan untuk menangani suatu masalah (a deliberately purposive action); sedangkan yang negatif, kebijakan dapat melibatkan suatu keputusan untuk tidak melakukan suatu tindakan atau mengerjakan apapun (a deliberately purposive decision not to take action). Ketujuh, kebijakan didasarkan atas aturan hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah. 2.2.2 Implementasi Kebijakan Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan 91 yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Metter dan Carl dalam Widodo (2010:86) memberikan pengertian implementasi dengan mengatakan: “Policy implementation encompasesses those action by public and private individual (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decision. This include both one time efforts to transfrom decisions into operational terms, as well as continuing efforts to achieve the large and small changes mandated by policy decision.” Dan Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo (2010:87) menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan : “To understand what actually happens after a program is enacted or formulated is the subject of policy implementation. Those event and activities that occur after the isuing of outhoritative public policy directives, wich included both the effort to administer and the subtantives, which impacts on the people and event.” Sehingga Widodo (2010:88) memberikan kesimpulan pengertian bahwa Implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok). Proses tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. Sebuah implementasi kebijakan yang melibatkan banyak organisasi dan tingkatan birokrasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut Wahab (2016) “implementasi kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang (1) pembuat kebijakan, (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan (3) sasaran kebijakan (target group)”. Perhatian utama pembuat kebijakan menurut Wahab (2016) memfokuskan diri pada “sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dan apa alasan yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut”. Dari sudut pandang implementor, menurut Wahab (2016) implementasi akan terfokus pada “tindakan pejabat dan instansi di lapangan untuk mencapai keberhasilan 92 program”. Sementara dari sudut pandang targetgroups, menurut Wahab (2016) implementasi akan lebih dipusatkan pada “apakah implementasi kebijakan tersebut benar-benar mengubah pola hidupnya dan berdampak positif panjang bagi peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka”. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna penyederhanaan pemahaman, maka akan digunakan model-model implementasi kebijakan. Terdapat banyak model implementasi menurut para ahli, diantaranya model implementasi kebijakan publik menurut Van Metter dan Van Horn, George Edward III, Grindle, Masmanian dan Sabatier, dan Jan Merse. A) Model Van Metter dan Van Horn Model yang diperkenalkan oleh duet Donald Van Metter dengan Carl Van Horn dalam Subarsono (2005:99), menegaskan bahwa “Implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik”. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi dan yang menyangkut dalam proses kebijakan publik adalah: a. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi. b. Karakteristik dan agen pelaksana/implementor. c. Kondisi ekonomi, sosial dan politik, dan d. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor. Implementasi kebijakan dilakukan untuk meraih kinerja yang tinggi dan berlangsung dalam antar hubungan berbagai faktor. Suatu kebijakan menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. B) Model George Edward III Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang 93 mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi. a. Komunikasi Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo (2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). 1) Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan public disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang trasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masingmasing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. 94 3) Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan. b. Sumberdaya Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa factor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:98) bahwa sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, dan sumberdaya peralatan dan sumberdaya kewenangan 1) Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:98) menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing policy is staff”. Edward III dalam Widodo (2010:98) menambahkan “no matter how clear and consistent implementation order are and no matter accurately they are transmitted, if personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementing will not effective” 2) Sumberdaya Anggaran Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan dalam kesimpulan studinya “budgetary limitation, and citizen opposition limit the acquisition of adequate facilities. This is turn limit the quality of service that implementor can be provide to public”. Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat juga terbatas. 95 Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan bahwa “new towns studies suggest that the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of the program”. Menurut Edward III, terbatasnya insentif yang diberikan kepada implementor merupakan penyebab utama gagalnya pelaksanaan program. Edward III dalam Widodo (2010:101) menyimpulkan bahwa terbatasnya sumber daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. 3) Sumberdaya Peralatan Edward III dalam Widodo (2010:102) menyatakan bahwa sumberdaya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:102) menyatakan : Physical facilities may also be critical resources in implementation. An implementor may have sufficient staff, may understand what he supposed to do, may have authority to exercise his task, but without the necessary building, equipment, supplies and even green space implementation will not succeed 4) Sumberdaya Kewenangan Sumberdaya lain yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan adalah kewenangan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:103) menyatakan bahwa: Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu 96 lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan. Oleh karena itu, Edward III dalam Widodo (2010:103), menyatakan bahwa pelaku utama kebijakan harus diberi wewenang yang cukup untuk membuat keputusan sendiri untuk melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya. c. Disposisi Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo 2010:104) dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III dalam Widodo (2010:104-105) mengatakan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus (2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari: 1) Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang 97 memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. 2) Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi. d. Struktur birokrasi Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu: 1) Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluankeperluan publik (public affair). 2) Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya. 3) Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda. 4) Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas. 5) Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati. 6) Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar. 98 Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan cukup dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya, namun Edward III dalam Widodo (2010:106) menyatakan bahwa “implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi”. Struktur birokasi ini menurut Edward III dalam Widodo (2010:106) mencangkup aspekaspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organnisasi dan sebagainya. Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: ”Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi”. Menurut Winarno (2005:150), ”Standard Operating Procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas”. Edward III dalam Widodo (2010:107) menyatakan bahwa : demikian pula dengan jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, system dan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan implementasi kebjakan. Namun, berdasakan hasil penelitian Edward III dalam Winarno (2005:152) menjelaskan bahwa: SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. 99 Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi Edward III dalam Winarno (2005:155) menjelaskan bahwa ”fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi” Edward III dalam Widodo (2010:106), mengatakan bahwa: “struktur birokrasi yang terfragmentasi (terpecah-pecah atau tersebar) dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalam pelaksanaan kebijakan, semakin membutuhkan koordinasi yang intensif”. C) Model Merilee S. Grindle Pendekatan implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Grindle dikenal dengan “Implementation as a Political and Administrative Process”. Menurut Grindle, keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhirnya (outcomes) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Model Grindle dalam Nugroho (2006: 134) ditentukan oleh “isi kebijakan dan konteks implementasinya”. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan”. Dalam model Grindle tingkat keberhasilannya sangat ditentukan implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup: a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan c. Derajat perubahan yang diinginkan d. Kedudukan pembuat kebijakan e. Pelaksana program, dan f. Sumber daya yang dikerahkan. oleh derajat 100 Sementara itu, konteks implementasinya adalah: a. Kekuasaan, kepentingan, strategi aktor terlibat b. Karakteristik lembaga dan penguasa c. Kepatuhan dan daya tanggap D) Model Mazmanian dan Sabatier Model kerangka analisis implementasi (a framework for implementation analysis) yang diperkenalkan oleh Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Nugroho (2006: 129) mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel, yaitu: a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan yang dikehendaki. b. Variabel interventing, yaitu variable kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan dan lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dan pejabat pelaksana. c. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, 101 penerimaan atas hasil nyata, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. Gambar 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Sumber : Merilee S. Grindle. 2017. Politics and Policy Implementation in the Third World, Princeton University Press, New Jersey, p. 11 E) Model Jan Merse Jan Merse dalam Koryati (2004:16) mengemukakan bahwa “Model implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Informasi b. Isi kebijakan c. Dukungan masyarakat (fisik dan non fisik), dan d. Pembagian potensi. Khusus dukungan masyarakat, berkaitan erat dengan partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam proses pelaksanaan program. 102 Penegasan di atas membuktikan bahwa setiap implementasi program tetap membutuhkan dukungan masyarakat atau partisipasi masyarakat sebagai stakeholder. 2.3 Otonomi Daerah Istilah Otonomi atau autonomic berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri dan “nomos” yang berarti undang-undang, Menurut Priyatmoko (2000:12) mengartikan otonomi sebagai: 1. Rakyat untuk atau berpartisipasi masyarakat dan setempat melakukan memiliki kesempatan pengawasan atas jalannya pemerintahan 2. Pemerintah atau pemegang kekuasaan politik akan lebih responsif dan akomodatif terhadap tuntutan rakyat, lebih bertanggung jawab dan transparan dalam menjalankan kekuasaannya a. Pemerintah rela berbagi kekuasaan dengan rakyat atau dengan berbagai komponen, dalam masyarakat b. Terbuka kesempatan untuk saling belajar ke arah penyelenggaraan good and clean governance c. Rakyat dan aparat pemerintah harus lebih aktif dan kreatif mencari jalan untuk memajukan kehidupan bersama d. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta pengelolaan sumber daya daerah hendaklah menjadi lebih efisien dan efektif. Menurut Sarundajang (2012:88) tujuan dari pemberian otonomi itu adalah: 103 1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik 2. Pengembangan kehidupan birokrasi 3. Distribusi pelayanan publik yang semakin baik, merata dan adil 4. Penghormatan terhadap budaya lokal 5. Perhatian atas potensi dan keanekaragaman daerah. Sementara itu berdasarkan penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bahwa tujuan diberikannya otonomi daerah, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat (5) dalam ketentuan umum tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Otonomi menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengandung pengertian: 1. Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain ataupun kekuatan lain adalah bentuk pemerintahan sendiri, yaitu hak memerintah atau menentukan nasib sendiri 3. Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tidak adanya kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah atau terhadap minoritas suatu bangsa 4. Pemerintah otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun dalam pencapaian tujuan hidup secara adil 2. Otonomi 104 5. Pemerintahan otonomi memiliki supremasi atau dominasi kekuasaan atau hukum yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas tersebut, dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah-daerah otonom untuk mengurus sendiri daerahnya berdasarkan potensi-potensi yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga hal yaitu: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peratuan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi: 1. Pajak daerah; 2. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan 4. 2) Lain-lain PAD yang sah. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendananai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu pembiayaan yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman 105 daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2.4 Perizinan Perizinan pada dasarnya merupakan suatu instrumen kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum melalui mekanisme perizinan, pemerintah daerah dapat melakukan pengendalian yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas sosial maupun ekonomi, mengalokasikan barang publik secara efisien dan adil, mencegah asimetris informasi, dan perlindungan hukum atas kepemilikan dan penyelenggara kegiatan. Kebijakan perizinan harus didasarkan pada prinsip bahwa kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya, kecuali memiliki izin terlebih dahulu dari pemerintah atau instansi yang berwenang . (Suhirman, 2002:24). Perizinan yang merupakan ujung tombak dari peranan birokrasi pemerintahan dalam penataan investasi perlu diskenariokan dalam format desentralisasi perizinan (decentralized licensing), yang dinilai sebagai salah satu alternatif solusi efektif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut investasi. Sehubungan sistem pemerintahan yang didesentralisasikan (decentralized government), desentralisasi perizinan merupakan format kebijakan pemerintahan yang urgent sejalan kebutuhan untuk menata sistem investasi sebagai pilar utama perekonomian Indonesia. Dikaitkan dengan teori kebijakan publik, perizinan merupakan bagian dari pendekatan command and control, yaitu pendkatan kebijakan investasi dari sudut kewenangan regulasi pemerintah. Perdefinisi, izin dapat diartikan sebagai suatu 106 persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang- undangan. Mendasarkan pada definisi tersebut, perizinan akan selalu berkaitan dengan aktivitas aktivitas yang menjadi pengawasan terhadap obyek perizinan. Pengawasan terhadap investasi sebagai aktivitas obyek perizinan akan mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu : pemberi izin (aparat perizinan), pelaku investasi (subyek perizinan), dan aktivitas investasi (obyek perizinan). Ketiga aspek dalam perizinan tersebut dalam dijelaskan sebagai berikut: pertama, pengawasan terhadap pemberi izin harus diberi makna kebutuhan untuk membenahi kondisi birokrasi, dengan melakukan pengawasan secara intensif dan efektif terhadap aparat pemerintahan. Kedua, subyek perizinan (pelaku investasi) juga menjadi faktor yang sangat menentukan untuk memperkuat sistem pengawasan birokrasi itu sendiri. Pelaku investasi harus memiliki visi investasi yang jelas dalam kaitannya dengan kemanfaatan publik (public benefit) dari investasi yang ditanamkan. Sehubungan dengan aktivitas investasi oleh pelau investasi. Grand design mengenai peta investasi diharapkan dapat ditempatkan dalam suatu strategi investasi yang mampu meresistensi langkah-langkah pragmatic dalam investasi yang selalu berorientasi profit tanpa meninjau segi kemanfaatannya bagi publik dannegara. Ketiga, aktivitas investasi harus dapat dilakukan secara mudah sejauh telah dipenuhi syarat-syarat dalam perizinan, antara lain syarat yang menyangkut investasi yang berwawasan lingkungan (eco-investment) dan bersifat padat karya. Wawasan lingkungan diperlukan agar investasi yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Sedangkan harus bersifat padat karya, artinya mampu membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal. Hal tersebut 107 dilakukan dengan membuat desain perizinan investasi terpadu dalam konteks desentralisasi perizinan, sehingga mampu untuk mengatasi keruwetan birokrasi perizinanyangselamainidinilaimemberipeluangbagiaparatperizinanuntukmengamb il keuntungan tidak resmi, yang berdampak pada tingginya social cost dalam investasi. Peluang partisipasi publik (public participation) dan pengawasan oleh media massa dalam turut melakukan pengawasan publik (mass control) akan mendorong perwujudan good governance yang menjadi faktor positif bagi investasi. Pertimbangan yang harus dimasukkan dala penetapan suatu perizinan (sekaligus juga merupakan tujuan perizinan) adalah : a. Melindungi kepentingan umum (publicinterest) b. Menghindari eksternalitasnegative c. Menjamin pembangunan sesuai rencana, serta standar kualitas minimum yangditetapkan Suhirman (2002:26) menyatakan bahwa sebagi instrument pengendalian, perizinan memerlukan rasionalitas yang jelas dan tertuang dalam bentuk kebijakan pemerintah sebagai sebuah acuan. Perizinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Lisensi (License) yaitu izin yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu yang tidak memerlukan ruang misalnya SIUP, izin prinsip, izin trayek, SIM, danlainnya. 2. Izin (Permit) yaitu izin yang berkaitan dengan lokasi serta pemanfaatan dan kualitas ruang, misalnya izin lokasi, izin pemanfaatan ruang, misalnya SITU; lingkungan, misalnya AMDAL, HO, konstruksi misalnya IMB; khusus pemanfaatan SDA 108 misalnyaSIPA. 2.4.1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menurut Sidharta, merupakan suatu izin pembangunan fisik setiap bangunan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan berisi perizinan tentang tapak bangunan, arsitektur bangunan, ketentuan bangunan dari segi KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan), ketinggian bangunan, garis sempandan, konstruksi dan jaringan utilitas serta prasyarat lingkungan. Penetapan IMB mempertimbangkan kesesuaian bangunan dan lingkungannya (1994, dikutip Sujarto, 1996:61). Pengertian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan usaha untuk rencana kegiatan mendirikan jenis bangunan tertentu pula. Sehingga dapat dipahami apabila IMB diberikan tidak hanya kepada orang pribadi tetapi juga badan usaha, dan kegiatan pendirian bangunan yang berbeda jenis serta dengan kegunaannya yang berbeda, maka pada akhirnya akan membedakan persyaratan yang harus dipenuhi di dalam penerbitannya. 2.4.2 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk 109 kepentingan orang pribadi atau badan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan penggunaan jasa (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan UndangUndang dan Peraturan Daerah yang berkenaan; 2. Hasil Penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah; 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya; 4. Retribusi terutang apabila jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dinikmasti oleh orang atau badan; 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan-RI (2004:60), Kontribusi retribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kabupaten pemerintah kota yang relatif tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai peranan/ kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. 110 111 KERANGKA PENELITIAN Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Identifikasi permasalahan: 1. Terjadinya tumpang tindih peraturan (overlap regulation) dalam berbagai perda sehingga pimpinan kerap membuat kebijakan secara kasuistis ketika terjadi permasalahan. 2. Bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani, tetapi jumlah SDM (personil) terbatas. 3. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap Gamb penyelenggaraan IMB, khususnya pemilik tempat tinggal di Kabupaten Gresik. 4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Daerah akan manfaat IMB. 5. Kurangnya komitmen pemohon dalam menindaklanjuti kelengkapan dokumen. Model Implementasi menurut Marilee S. Grindle (2008) dengan indikator: 1. Konten Kebijakan 2. Konteks Kebijakan 3. Hasil Kebijakan Output Penelitian: Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik dari sector perizinan retribusi daerah. Outcome Penelitian: Terciptanya pembangunan yang serasi dan berwawasan lingkungan bagi masyarakat Kabupaten Gresik. Gambar 2.2 Kerangka Penelitian Sumber : Diolah Peneliti 112 BAB III ANALISA GAMBARAN SOSIAL PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum KabupatenGresik Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertasusila(Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan jawa timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritime, pendidikan dan industri wisata. Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbangkertosusila dan juga sabagai wilayah industri, maka kota gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara tetapi juga ke seluruh dunia yang ditandai dengan munculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia. Posisi geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur Timur dan sampai 7° sampai 8° Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten gresik sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan LautJawa 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura dan KotaSurabaya 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto 4. Sebelah barat berbatasan dengan KabupatenLamongan. Kabupaten Gresik mempunyai wilayah kepulauan, yaitu Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas wilayah Gresik seluruhnya 1.191,25 113 Km2, terdiri dari 993,83 Km2 luas wilayah daratan ditambah sekitar 197,42 Km2 luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773,80 Km2 yang sangat potensial dari subsektor perikanan laut. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 140 Km meliputi Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Ujungpangkah, Sidayu dan Panceng, serta Kecamatan Tambak dan Sangkapura yang berada di Pulau Bawean. Kabupaten Gresik merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut. Daya saing merupakan kemampuan sebuah daerah untuk menghasilkan barang dan jasa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat. Daya saing daerah di Kabupaten Gresik dapat dilihat dari aspek kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya manusia. Kabupaten Gresik adalah salah satu dari wilayah penyangga kota Surabaya (Surabaya Metropolitan Area). Dimana Kota Surabaya adalah ibu kota sekaligus pusat ekonomi Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur dan fungsi wilayah penyangga bagi Kabupaten Gresik dapat bernilai positif secara ekonomis, jika Kabupaten Gresik dapat mengantisipasi dengan baik kejenuhan perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta permukiman Kota Surabaya, yaitu dengan menyediakan lahan alternatif pembangunan kawasan industri, perdagangan representatif,kondusif, dan jasa, serta permukiman yang 114 dan strategis. Daya saing bidang perekonomian, keuangan, perijinan dan investasi meliputi : 1. PDRB, pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomitinggi 2. Tersedianya komoditas unggulan, antara lain : sarung, kopyah, busana muslim, makanan khas,dsb 3. Pendapatan Asli Daerah yang cukuptinggi 4. Pelayanan perijinan investasi melalui sistem satuatap 5. Pelayanan di bidang perijinan yang berkualitas dan profesional dengan standarISO. a) Visi danMisi 1) Visi KabupatenGresik Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan yang didalamnya berisi suatu gambaran yang berisikan tentang masa depan, cita dan citra yang ingin diwujudkan. Visi dari Kabupaten Gresik adalah Gresik Yang Agamis, Adil, Makmur Dan Berkehidupan Yang Berkualitas Secara filosofi visi tersebut dapat dijelaskan melalui makna yang terkandung di dalamnya, yaitu : 1. Gresik : adalah satu kesatuan masyarakat dengan segala potensi dan sumber dayanya dalam sistem Pemerintahan KabupatenGresik. 2. Agamis adalah suatu kondisi masyarakat yang hidup dalam sistem tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah hubungan antar manusia danlingkungannya. 3. Adil adalah perwujudan kesamaan hak dan kewajiban secara proporsional dalam segala aspek kehidupan tanpa membedakan 115 latar belakang suku, agama, ras dangolongan. 4. Makmur adalah kondisi kehidupan individu dan masyarakat yang terpenuhi kebutuhannya. 5. Berkehidupan yang berkualitas adalah hidup yang sehat dengan berlatarbelakang pendidikan yang sesuai jaman serta pemenuhan pendapatan yangmemadai. 2) Misi Kabupaten Gresik Misi adalah implementasi dari keinginan menyatukan langkah dari gerak dalam melaksanakan visi yang telah ditetapkan. Adapun misi yang dimiliki oleh Kabupaten gresik adalah: 1. Mendorong tumbuhnya perilaku masyarakat yang sejuk, santun dan saling menghormati dilandasi oleh nilai-nilai agama sesuai dengan simbol Gresik sebagai Kota Wali dan KotaSantri 2. Meningkatkan pelayanan yang adil dan merata kepada masyarakat melalui tata kelola kepemerintahan yangbaik 3. Mendorong pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara merata melalui pengembangan ekonomi lokal, konsep ekonomi kerakyatan dan pembangunan yang berwawasanlingkungan 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat serta pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. 116 b) Lambang Kabupaten Gresik Gambar 3.1 Lambang Kabupaten Gresik Sumber: Statistik Kabupaten Gresik Berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Gresik No. 3 tahun 1975 lambang daerah Kabupaten Gresik terdiri dari Sebelas bagian dengan bentuk, macam dan maknanya sebagai berikut: 1. Segilima, melambangkan Pancasila yang mendasari sosio cultural, histories, dan aktivitas ekonomi 2. Warna kuning, melambangkan keluhuran budi dan kebijaksanaan, sedangkan warna tepi hitam melambangkan sikap tetap teguh dan abadi 3. Kubah masjid, melambangkan agama yang dianut mayoritas yakni Islam 4. Rantai yang tiada ujung pangkal melambangkan persatuan dan kesatuan 5. Segitiga sama kaki sebagai puncak kubah masjid, melambangkan bahwa tidak ada kekuasaan yang tertinggi selain Tuhan Yang Maha Kuasa. 117 6. Gapura berwarna abu-abu muda, melambangkan suatu pintu gerbang pertama masuk dalam suatu daerah sebagaimana penghubung antara keadaan diluar dan dalam daerah 7. Tujuh belas lapisan batu. Melambangkan tanggal 17 yang merupakan pencetus revolusi Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu penjajah 8. Ombak laut yang berjumlah delapan, melambangkan bahwa pada bulan Agustus merupakan awal tercetusnya revolusi Indonesia 9. Mata rantai 45 (empat puluh lima) melambangkan bahwa pada tahun 1954 merupakan tonggak sejarah dan tahun peralihan dari jaman penjajahan menuju jaman kemerdekaan Indonesia yang jaya kekal abadi. 10. Cerobong asap, melambangkan bahwa Kabupaten Gresik adalah daerah pengembangan industri yang letaknya amat strategis bila ditinjau dari persilangan komunikasi baik darat, laut maupun udara. 11. Perahu Layar, garam, ikan laut dan tanah melambangkan bahwa mata pencaharian rakyat Kabupaten Gresik adalah nelayan dan petani. 3.2 Gambaran Umum Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2008 paragraf 4 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gresik, disebutkan bahwa: 118 Pasal 39 1) Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan. 2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyelenggarakanfungsi: a. perumusan kebijakan teknis di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan; b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahanan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan; c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan; d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya Pasal 40 1) Susunan Organisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu terdiri dari: 1. Kepala Badan. 2. Sekretariat, terdiri dari: a) sub bagian umum dan kepegawaian; b) sub bagian program dan pelaporan; c) sub bagian keuangan. 119 3. Bidang Pengembangan Investasi, terdiri dari: a) sub bidang pengelolaan sistem informasi; b) sub bidang pengembangan kawasan. 4. Bidang Pelayanan Perizinan, terdiri dari: a) sub bidang pelayanan perizinan penanaman modal; b) sub bidang pelayanan perizinan non penanaman modal. 5. Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal,terdiri dari: a) sub bidang pengawasan usaha; b) sub bidang pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan; 6. Bidang Kebijakan dan Kerjasama, terdiri dari: a) sub bidang kerjasama dan pengembangan iklim investasi; b) sub bidang pengembangan komunitas dankemitraan; 7. Kelompok jabatan fungsional. 8. Unit Pelaksana Teknis Badan. 120 2) Bagan struktur organisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII. Gambar 3.2 Struktur Organisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sumber : perijinan.gresikkab.go.id a) Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik 1) Visi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik Terwujudnya Kabupaten Gresik sebagai daerah tujuan investasi pada tahun 2015. 2) Misi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik a. Mewujudkan pengembangan pengelolaan kawasan sistem dalam informasi rangka dan memberikan pelayanan pada masyarakat dan dunia usaha sebagai upaya peningkatan investasi b. Mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan profesional dibidang penanaman modal dan perizinan c. Mewujudkan peningkatan pengendalian pelaksanaan penanaman modal d. Mewujudkan iklim yang lebih kondusif untuk investasi dengan meningkatkan kerjasama dan kemitraan. b) Tugas pokok dan fungsi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan, pengembanagan dan pengkoordinasian pelayanan penanaman modal, serta kegiatan perizinan untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai fungsi: a. Penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja 91 b. Perumusan kebijakan teknis c. Perencanaan, monitoring dan evaluasi Penanaman Modal d. Mengevaluasi kebijakan penanaman modal e. Pembinaan dan pengembangan iklim penanaman modal f. Pengoordinasian fasilitasi dan pelaksanaan kegiatan perizinan g. Pelayanan terpadu bidang penanaman modal h. Fasilitasi, pelayanan, pembinaan dan pengendalian rekomendasi dan/atau perizinan penanaman modal i. Pembinaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kerjasama penanaman modal. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang mempunyai relevansi dengan masalah yang diteliti dimana metode penelitian tersebut berguna dalam pengumpulan data. Oleh karena itu metode penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan arah dan kegiatan dan memudahkan dalam pencapaian tujuan. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantitatif (pengukuran).Menurut Sugiyono (2011) metode penelitian administrasi atau manajemen dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang administrasi dan manajemen. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang merupakan penelitian terhadap fenomena tertentu yang diperoleh penelitian dari subyek berupa kelompok atau perspektif lain. Tujuan dari penelitian ini ingin memberikan gambaran atau penjelasan tentang aspek-aspek yang rentan dari fenomena yang diamati sedang penjelasan yang diberikan dalam studi deskriptif hanya berkisar pada besar, bentuk deskriptif atau keberadaan suatu variabel. Serta menggambarkan suatu keadaan yang sedang berjalan pada saat penelitian dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu yang berupa fakta tertulis atau lisan dari sumber atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Moleong (2007:30) adalah: “Suatu metode yang mengarah pada keadaan atau individu-individu secara utuh. Jadi pokok kajiannya tidak akan disederhanakan pada variable yang telah ditata atau suatu hipotesa yang telah direncanakan sebelumnya”.Penelitian ini berusaha mendeskripsikan mengenai seputar Izin Mendirikan Bangunan (IMB), baik itu tentang pelaksanaannya, pelayanannya, dan mekanismenya. Selain itu juga dibahas tentang penerapan faktor pendukung dan penghambat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka optimalisasi pelayanan publik di Kabupaten Gresik sehingga penulis dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai Implentasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 200 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu). 4.2. Fokus Penelitian Ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan masalah penelitian dengan memanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi yang kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-inklusi atau kriteria masuk keluar suatu informasi yang masuk di lapangan (Moleong, 2007:94). Dalam suatu penelitian, fokus penelitian sangat dibtuhkan karena bertujuan agar cakupan dalam penelitian menjadi lebih terarah dan tidak teralu luas maupun menyimpang dari rumusan yang telah ditetapkan. Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka fokus penelitian diarahkan pada DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kabupaten Gresik sebagai salah satu instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu fokus dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Kemudian Penulis Menggunakan model implementasi Marilee S. Grindle (2008) untuk melihat sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan yang indikatornya adalah: 1) Konten kebijakan yang mencakup beberapa hal yang menentukan keberhasilan dari suatu implementasi adalah: a. Kepentingan kelompok sasaran b. Tipe manfaat c. Derajat perubahan yang diinginkan d. Letak pengambilan keputusan e. Pelaksana program f. Sumber daya yang dilibatkan 2) Konteks kebijakan juga mencakup beberapa hal yang menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan, yaitu: a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana 3) Hasil kebijakan, yaitu: a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan masyarakat 2. Faktor pendukung dan penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 3. Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 4.3. Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya dari obyek yang akan diteliti. Sedangkan situs penelitian adalah letak atau tempat peneliti mengungkapkan keadaan sebenarnya dari keadaan yang diteliti. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Gresik dengan situs pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik yang mengurusi pelayanan di bidang perizinan, khususnya IMB. Alasan mengambil penelitian mengenai layanan IMB pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kabupaten Gresik merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur dan mempunyai peran yang strategis dalam menunjang laju pertumbuhan daerah sekitarnya. 2. Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik merupakan salah satu instansi yang bertugas memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dalam bidang perizinan. 3. Tersebarnya dasar hukum perda terkait perizinan yang mengatur IMB dalam beberapa perda. Sehingga menimbulkan tumpeng tindih peraturan, hal ini berdampak pada proses penerbitan perizinan mendirikan bangunan itu sendiri, dan pimpinan SKPD terkait seringkali harus membuat kebijakan secara kasuistis ketika muncil permasalahan. Maka dari itu penulis lebih mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 4.4. Jenis dan Sumber Data Sumber data disini adalah sumber data yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan dokumen-dokumen yang dianggap penting. Beberapa jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang melalui wawancara, observasi, dan alat lainnya (Subagyo, 1991:87). Data primer didapatkan langsung dari sumbernya (subyek penelitian) yang langsung berhubungan dengan peneliti dan mampu memberikan informasi. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pemberi informasi adalah: a. Pegawai Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik b. Masyarakat (publik) sebagai pengguna dan penerima jasa layanan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Menurut Subagyo (1991:88), data sekunder adalah data yang mendukung data primer, dapat berupa catatan-catatan resmi, laporanlaporan, atau dokumen, majalah, karya tulis ilmiah, jurnal, makalah, serta pendukung data lainnya. Data sekunder ini dapat diperoleh dari publikasi otentik, baik dari instansi maupun publikasi ilmiah. Adapun batasan dari data sekunder tersebut adalah sepanjang mendukung isi dan pembahasan yang akan diperlukan dalam penelitian ini. Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut sumbersumber penyedia informasi yang dapat mendukung informasi tentang hal-hal yang menjadi pusat perhatian peneliti. Sedangkan menurut Arikunto (1998:90) yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Yang menjadi sumber data dari penelitian ini adalah: 1. Informan Menurut Moleong (2007:90), informan adalah orang dalam yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pemberi informasi adalah: a. Pegawai Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. 1) Bidang Pengelolaan Sistem Informasi 2) Bidang Pelayanan Perizinan Non Penanaman Modal 3) Bidang Pengawasan Kawasan 4) Bidang Pengawasan Pemanfaatan Lahan dan Bangunan Informasi yang didapat dari para pegawai adalah informasi tentang upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan suatu ijin, bagaimana penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu, serta apa yang menjadi tolak ukur kualitas pelayanan perijinan dengan adanya penempatan pelayanan perizinan terpadu. b. Beberapa masyarakat Kabupaten Gresik sebagai publik pengguna jasa layanan perijinan di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Informasi yang di dapat dari masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat tentang pelayanan publik khususnya dalam pengurusan izin yang diberikan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai penyedia layanan jasa. 2. Dokumen Dokumen yang digunakan adalah data yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian yang didapatkan dari pengumpulan data dengan cara pencatatan data-data yang tersedia di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Dokumen tersebut dapat berupa arsip, buku referensi, dan catatan mengenai kegiatan yang dilakukan di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Dokumen yang digunakan adalah: a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal c. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu d. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. f. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik. g. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal Kabupaten Gresik h. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 36 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu i. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 3. Peristiwa Peristiwa yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kegiatankegiatan yang dilakukan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Sumber informasi ini dapat dilakukan dengan cara melakukan observasi yaitu melihat langsung kegiatan yang dilakukan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Peristiwa ini dapat dilihat dari adanya antrian ketika pemohon (masyarakat/publik) mengajukan pengurusan izin, tinjau lapangan, rapat rekomendasi izin, dan proses waktu pengurusan perijinan ketika masyarakat mengajukan surat-surat sebagai persyaratan pengurusan perijinan. 4.5. Teknik Pengumpulan Data Beberapa proses dan prosedur yang dianggap relevan oleh penulis dalam rangka mengumpulkan data adalah pertama, memasuki lokasi penelitian (getting in), kedua, hubungan dengan subjek penelitian (getting along) dan ketiga, mengumpulkan data (logging the data) 1. Memasuki lokasi penelitian(getting in) Pada tahap awal, peneliti memasuki lokasi penelitian. Peneliti terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yangdiperlukan terutama berkaitan dengan suratijin penelitian yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Gresik (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) berdasarkan surat pengantar penelitian yang diberikan oleh Program Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang. Dengan adanya surat penelitian tersebut secara langsung peneliti telah berusaha memasuki lokasi penelitian sesuai degan prosedur dari Pemerintah Kabupaten Gresik. 2. Hubungan dengan subjek penelitian(getting along) Terjadinya hubungan baik antara peneliti dengan subjek peneliti akan memudahkan dalam bertukar informasi. Untuk itu perlu dibangun sebuah hubungan yang jujur, saling bertukar informasi secara bebas dan terbuka, yang dimulai dengan menemukan masalah di lapangan dan selanjutnya didiskusikan. Posisi peneliti dalam hal ini adalah sebagai instrumen utama agar memperoleh kepercayaan dan keyakinan dari informan kunci yaitu masyarakat sebagai pemohon perizinan mendirikan bangunan, kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu, bidang Pengelolaan Sistem Informasi DPM-PTSP, Bagian Program dan Pelaporan, sub bidang pelayanan perizinan penanaman modal, dan bidang pengembangan kawasan DPM-PTSP Kabupaten Gresik, 3. Metode Mengumpulkan Data(logging the data) Metode mengumpulkan data penelitian ini dilakukan dengan tiga teknik yaitu, 1) wawancara, 2) observasi, 3) studi dokumen dan literatur. Ketiga teknik tersebut merupakan teknik dasar dalam mengumpulkan data penelitian kualitatif. 1) Wawancara Wawancara adalah sebuah interaksi yang didalamnyaterdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu orang yang melakukan atau memulai pembiacaraan sementara yang lain hanya mendengarkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancarasemi terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Pertanyaan terbuka, namun ada batasan lama dan alur pembicaraan b. Ketepatan wawancara dapat diprediksi c. Fleksibel, tetapi terkontrol d. Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokam dalam alur, urutan, dan penggunaan kata e. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena Sedangkan wawancara tidak terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Pertanyaan yang sangat terbuka, jawabannya lebih luas dan bervariasi b. Kecepatan wawancara sulit diprediksi c. Sangat fleksibel d. Pedoman wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur pembicaraan e. Tujuan wawancara adalah untuk memahamisuatu fenomena Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan narasumber sebagai berikut: a. Bapak Mulyanto selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu. b. Kepala Bidang dan staff Bidang pengelola sistem informasi c. Kepala Bidang dan staff pelayanan perizinan non penanaman modal d. Kepala Bidang dan staff pengawasan pengembangan kawasan e. staff bidang pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan h. Masyarakat di kecamatan kebomas, kecamatan gresik, kecamatan manyar dan kecamatan sidayu Kabupaten Gresik sebagai pemohon IMB. 2) Observasi Observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dan Cartwright dalam Herdiansyah 2010:131). Sedangkan menurut (Herdiansyah, 2010:131) inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Dalam penelitian ini, terdapatdua macam observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu : a. Observasi partisipatif Observasi partisipatif melibatkan peneliti dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Menurut Stainback dalam (Sugiyono, 2007:65), observasi partisipatif adalah “in participant observation, the researcher observes what people dp, listen to what they sat, and participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yangdikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapakan, dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka. Selanjutnya dijelaskan oleh (Sugiyono, 2012;311-312) observasi partisipatif yang dilakukan adalah termasuk dalam bentuk partisipasi pasif dan moderat. Observasi partisipasi pasif dapat dijelaskan bahwa peneliti datang ke tempat kegiatan, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Sedangkan observasi partisipasi moderat dapat dijelaskan bahwa peneliti dapat menjadi orang dalam dan sekaligus menjadi orang luar. Hal ini ditunjukkan dalam mengumpulkan data peneliti dengan mengikuti beberapa kegiatan sumber data tetapi tidak semuanya. b. Observasi Terus Terang atau Tersamar Menurut Sugiyono (2012:213) dalam observasi ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa dia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktifitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat peneliti dalam observasi juga melakukan tindakan tidak terus terang atau tersamar. Hal ini digunakan untuk menghindarkan apabila suatu data yang dicari merupakan datayang masih dirahasiakan. Kemungkinan bila dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan dijinkan untuk melakukan observasi. 3) Dokumentasi Dokumentasi atau yang dapat disebut dengam studi dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan (Herdiansyah, 2010:143). Dokumen yang dijadikan sebagai bahan studi adalah dokumen resmi. Dokumen resmi dipandang mampu memberikan gambaran mengenai aktifitas, keterlibatan individu pada suatu komunitas tertentu dalam setting sosial. Selain itu, perjalanan karier, jabatan, dan tanggung jawab yang pernah diterima oleh individu tertentu mampu memberikan gambaran kepribadian dan karakter dari orang yang bersangkutan. Dokumen resmi terdiri dari dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal dapat berupa catatan, memo, pengumuman, instruksi, aturan sebuah lembaga, sistem yang diberlakukan, hasil notulensi rapat keputusan pimpinan, dan lain sebagainya. Dokumen eksternal dapat berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial seperti majalah, koran, buletin, surat pernyataan, dan lain sebagainya (Moleong, 2008). Selanjutnya, dokumen resmi yang dijadikan sebagai bahan studi dalam penelitian ini adalah bahan-bahan laporanyang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tata kelola dampak lingkungan akibat aktifitas pertambangan marmer baik berupa perundang-undangan dan bentuk peraturan lainnya. 4.6. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yang berwujud sarana atau benda. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peneliti Sendiri Hal ini sesuai dengan metode penelitian yang dipakai yaitu metode penelitian kualitiatif, dimana pengumpulan data lebih tergantung pada diri peneliti sendiri. Di sini peneliti sebagai instrumen utama (instrument guide) dengan mengunakan panca indera untuk menyaksikan dan mengamati proyek atau fenomena dalam penelitian. 2. Pedoman Wawancara (Interview Guide) Yaitu serangkaian pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden yang mana hal ini akan digunakan sebagai petunjuk pada saat melakukan wawancara. 3. Catatan Lapangan (Field Note) Catatan ini dibuat setelah peneliti mengadakan pengamatan ataupun wawancara. Catatan ini merupakan hasil dari penelitian yang didengar, dilihat, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian kualitatif. 4.7. Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh. Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif dalam Moleong (2005:248) Metodologi Penelitian Kualitatif adalah: “upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan merumuskan apa yang dapat diceritakan kepada oranglain.” Data yang terkumpul harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjawab perumusan masalah yang diteliti. Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Model interaktif dalam analisis data kualitatif dipakai untuk menganalisis data selama dilapangan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada yang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dimana data yang diperoleh akan dianalisis dan dikembangkan menjadi sebuah hipotesis atau asumsi dasar. Kemudian data- data lain terus dikumpulkan dan ditarik kesimpulan. Kesimpulan tersebut akan dapat memberikan suatu hasil akhir apakah asumsi dasar penelitian yang telah dibuat sesuai dengan data yang ada atau tidak. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif mengikuti konsep yang dipaparkan oleh Miles dan Hubberman (2009:1520) dalam Analisis Data Kualitatif. Menurut mereka bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion;drawing/verification. Gambar 4.1 Model Analisis Data Miles, Huberman dan Saldana Sumber : Miles dan Huberman (Miles, Huberman dan Saldana, 2014:14) Dari gambar 4.1 dapat dilihat Menurut Miles, Huberman dan Saldana (2014:31-33) di dalam analisis data kualitatif terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu: Data Condensation, Data Display, dan Conclusion. 1. Kondensasi Data (Data Condensation) Kondensasi data merujuk pada proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya. 2. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dari infomasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data membantu dalam memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman. 3. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing) Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutantuntutan pemberi dana. 4.8. Keabsahan Data Menurut Lincoln & Guba (1985, dikutip Riyanto, 2003:103) terdapat empat kriteria yang dapat digunakan dalam mengukur keabsahan data pada sebuah penelitian kualitatif, yakni: derajad kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). 1. Credibility. Kriteria ini untuk memenuhi kriteria bahwa data dan informasi yang dikumpulkan harus mengandung nilai kebenaran, yang berarti bahwa hasil penelitian kualitatif harus dapat dipercaya oleh para pembaca yang kritis dan dapat diterima oleh orang-orang (responden) yang memberikan informasi yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung.Agar hasil penelitian itu memperoleh kredibilitas yang tinggi maka Lincoln dan Guba merekomendasi tujuh teknik yang perlu dilakukan oleh para peneliti yaitu melakukan: prolonged engagement, persistent observation, triangulation, pear debriefing, negative case analisis, referential adequacy chechs, dan member checking. Namun dalam tesis ini, peneliti tidak memasukkan unsur negatif case analisis dan member checking karena peneliti disini hanya memfokuskan riset pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik dan riset ini juga dilakukan oleh peneliti sendiri secara individu. 2. “Prolonged Engagement” artinya bahwa peneliti harus tinggal ditempat penelitian yang cukup lama, dengan tujuan : (1) agar dapat menumbuhkan kepercayaan dari subyek yang diteliti: (2) agar memahami atau mengalami sendiri kompleksitas situasi, dan (3) agar dapat menghindarkan distorsi akibat kehadiran peneliti di lapangan. Lamanya waktu bagi seorang peneliti kualitatif untuk tinggal di tempat penelitian tidak dapat ditetapkan dan tergantung pada sempit atau luasnya cakupan masalah penelititan. 3. “Persistent Observation”, atau observasi yang dilakukan terus menerus adalah suatu teknik yang digunakan untuk memahami suatu gejala yang lebih mendalam. Dengan teknik ini maka peneliti akan dapat menetapkan aspek-aspek mana yang penting dan yang tidak dan kemudian memusatkan perhatian kepada aspek-aspek yang relevan dengan topik penelitiannya. Dengan pelaksanaannya di lapangan, peneliti melakukan pengamatan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan pelayanan perijinan IMB pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik. 4. “Triangulation” atau melihat sesuatu dari berbagai sudut, artinya bahwa verifikasi dari penemuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai metode pengumpulan data. Dalam hal ini penulis menyebutnya sebagai multiangulation mengingat tidak hanya terbatas tiga sudut, tetapi bisa lebih atau bahkan boleh hanya dua sudut saja kalau memang dirasa cukup dan atau tidak memungkinkan menambah menjadi tiga sudut. 5. “Pear Debrieffing”. Dalam hal ini dilakukan pembicaraan yang intensif dan komprehensif dengan teman sejawat atau kolega untuk memperoleh masukan atas kelemahan-kelemahan internal. Dapat dilakukan oleh peneliti dengan jalan meminta kepada koleganya. Kolega itu dapat menanyakan berbagai hal termasuk metode yang digunakan juga mengenai simpulan-simpulan sementara yang diperoleh peneliti serta kemungkinan adanya bias-bias yang disebabkan oleh peneliti. 6. “Referencial Adequacy Checks”. Ini termasuk pengarsipan data yang dikumpulkan selama penelitian lapangan. Arsip-arsip ini akan digunakan sebagai bahan referensi untuk mengecek apakah menyangsikan atau tidak. Apabila ada kesesuaian antara data/informasi dan kesimpulankesimpulan hasil penelitian (melalui proses validasi) maka dapat dikatakan bahwa kesimpulan itu dapat dipercaya (credible). 7. Transferability. Kriteria ini untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu (di mana penelitian di lakukan) dapat diaplikasikan atau ditransfer kepada konteks atau setting yang lain.Harus diakui bahwa hasil penelitian dapat ditransfer atau tidak adalah merupakan pertanyaan empiris yang tidak dapat dijawab oleh peneliti itu sendiri. Agar dapat disimpulkan bahwa penelitian dapat ditransfer kedalam konteks lain maka calon penggunaan hasil penelitian harus membandingkan sendiri konteks dimana penelitian itu dilakukan dengan konteks dimana hasil penelitian akan diterapkan. Pembandingan itu dengan tujuan untuk mencari perbedaan dan kesamaan antara kedua konteks yang dimaksud. Semakin banyak persamaan kedua konteks tersebut semakin menghasilkan hasil penelitian itu dapat ditransfer,dan keputusan untuk dapat ditransfer atau tidak terletak pada calon pengguna hasil penelitian. 8. Dependability. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Untuk mengecek apakah hasil penelitian kualitatif bermutu atau tidak seseorang hendaknya melihat apakah si peneliti sudah hati-hati atau belum bahkan membuat kesalahan dalam (1) mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, (2) mengumpulkan data, dan (3) menginterpretasikan data atau informasi yang telah dikumpulkan dalam suatu laporan penelitian yang telah ditulis. Cara yang paling baik untuk menetapkan bahwa hasil penelitian itu dapat dipertahankan (dependable) adalah dengan menggunakan teknik dependability audit. Yaitu dengan jalan meminta independen auditor guna mereview aktivitas yang dilakukan oleh peneliti (berupa catatan yang disebut “audittrail”), disamping catatan-catatan data/informasi dari lapangan, arsip-arsip serta laporan penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.Auditordependability penelitian ini adalah pembimbing tesis masing-masing: Dr.M. Makmur, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Alfi Haris wanto, SAP, MAP, MMG selaku Anggota Komisi Pembimbing. 9. Confirmability. Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah hasil penelitian itu bermutu atau tidak. Jika “dependability audit” digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti sampai dapat membuahkan hasil penelitian, maka “confirmability audit” digunakan untuk menilai kualitas hasil penelitian itu sendiri. “Confirmability audit” dapat dilakukan bersamaan dengan “dependability audit”. Tetapi tekanan dari “confirmability audit” adalah berkaitan dengan pertanyaan apakah data dan informasi serta interprestasi dan lain-lain dalam laporan penelitian didukung oleh materi-materi yang tersedia/digunakan dalam “audittrail”. Untuk memenuhi penelusuran dan pelacakan audit ini, peneliti menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan seperti data, hasil analisis, dan catatan tentang hasil penelitian. Peneliti juga melakukan diskusi dengan Komisi Pembimbing baik secara informal maupun formal melalui proses konsultasi dan sidang komisi dari tahapan-tahapan tersebut, Komisi Pembimbing telah memastikan bahwa hasil penelitian ini benar-benar berasal dari data dan berusaha untuk menelaah keabsahan data apakah sudah memadai atau tidak sehingga layak untuk diujikan. Kepastian dan obyektifitas penelitian tentunya juga didasarkan pada audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen penelitian sebagai sebuah tradisi penelitian kualitatif. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil penelitiam merupakan penjelasan data yang diterima dan didapatkan dari hasil kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini mengenai Implementasi Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Gresik terdapat beberapa hal yang dihasilkan yakni antara lain Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, faktor pendukung serta penghambat dalam implementasinya dan bagaimana target dan realisasi yang dihasilkan dalam implementasi retribusi IMB sebagai berikut : 5.1.1 Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dewasa ini, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang harus dipenuhi seperti sandang, pangan maupun papan. Terlebih bahwa papan, atau yang biasa kita sebut bangunan adalah hal penting yang diperlukan guna untuk melindungi diri, sehingga di jaman sekarang, bangunan merupakan aspek yang terus cepat pembangunannya sehingga hal ini haruslah diatur oleh pemerintah. Kabupaten Gresik merupakan wilayah yang berada di Jawa Timur yang pembangunan sarana dan infrastruktur yang cukup pesat dalam hal bangunan pribadi atau perumahan atau bangunan tempat tinggal, maupun pembangunan bangunan yang bersifat bisnis komersial atau profit. Pemerintah dalam merespons fenomena bisnis dan iklim industri yang sedang berkembang memang harus tanggap dan responsif dalam menangkap peluang tersebut. Dengan begitu, investasi yang masuk ke Gresik bisa menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik. Salah satu bentuk dari bidang Penanaman Modal adalah izin mendirikan bangunan (IMB). IMB berpotensi meningkatkan PAD. Setiap perusahaan yang berinvestasi di Gresik tidak lepas berurusan dengan perizinan IMB karena adanya retribusi yang terserap melalui izin itu. Semakin banyak perusahaan yang masuk, penyerapan dari sektor tersebut akan meningkat. Tabel 5.1 Penjabaran APBD Kabupaten Gresik Tahun 2017 Sumber : gresikkab.go.id Berdasarkan tabel diatas mengenai penjabaran anggaran pendapatan asli daerah Kabupaten Gresik pada tahun 2017 mampu mencapai 2.931.804.877.461 rupiah. Berdasarkan penjabaran diatas pula bahwa Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat dengan jumlah 165.928.872.000 rupiah. Sehingga dapat dikatakan bahwa retribusi daerah memberikan cukup banyak sumbangsih kepada pembangunan Kabupaten Gresik. Salah satu indikator capaian kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah pencapaian nilai realisasi investasi melebihi target yang telah ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 terjadi pelampauan target sebesar 112.19% dari target realisasi yang ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi investasi juga melampaui target sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013, pelampauan target investasi mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi kenaikan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%. Tidak jauh berebeda dengan kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman modal juga melampaui target sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di tahun 2015 yaitu sebesar 894 miliar rupiah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mendukung peningkatan realisasi investasi, diantaranya 1. Sektor industri masih mendominasi perekonomian di Kabupaten Gresik dalam pembentukan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun, seperti nampak pada tabel berikut ini: SEKTOR PDRB Pertanian,Kehutanan&Perkebunan Pertambangan&Penggalian 2011(%) 9,22 1,40 2012(%) 8,94 3,99 TAHUN 2013(%) 8,88 2014(%) 8,65 2015(%) 7,73 3,96 3,81 12,25 Industri Pengolahan 45,20 50,16 50,23 49,95 48,20 Pengadaan Listrik&Gas 0,40 Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah&Daur Ulang Konstruksi 4,50 1,62 1,61 1,59 0,06 5,96 1,24 1,24 1,30 8,28 Perdagangan Besar&Eceran,Reparasi Mobil&Sepeda Motor Transportasi&Pergudangan 25,60 23,23 24,01 11,32 3,16 3,10 3,04 - - - - 1,12 2,88 - 2,97 - 2,96 - 2,94 - 1,06 1,11 3,17 Informasi&Komunikasi Penyediaan Akomodasi&Makan Minum Jasa Keuangan&Asuransi Real Estate 23,09 2,18 3,43 Tabel 5.2 PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011-2015 Sumber : Rencana Strategis DPM-PTSP Tahun 2016-2021 Semakin pesatnya perkembangan pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Gresik yang mengarah pada banguanan-bangunan bertingkat, dimana keterbatasan lahan tanah yang semakin lama semakin sempit, maka sangat diperlukan adanya suatu penataan, penertiban, pengendalian keamanan dan keselamatan bangunan serta Iingkungan disekitarnya maka setiap daerah berhak mengaturnya yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, khususnya tentang Retribusi IMB sebagai pedoman dalam pengaturannya. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan, Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung. Serta mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IMB yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik melaksanakan dua fungsi sekaligus yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pembangunan. Fungsi pembangunan artinya bahwa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik ikut melaksanakan programprogram pembangunan melalui optimalisasi pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan untuk fungsi pelayanan, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik bertugas melayani masyarakat sesuai prinsip-prinsip good governance melalui pelayanan yang prima. Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah melayani customer sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) pelanggan, sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Berikut merupakan rekapitulasi penerbitan izin pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik yang diringkas pada tabel dibawah ini: Tabel 5.3 Rekapitulasi Penerbitan Izin DPM-PTSP Kabupaten Gresik TAHUN NO JENIS IZIN 2011 2012 2013 2014 2015 1 322 IPPM 76 172 200 332 2 IU 50 77 58 52 73 3 IPR 99 190 206 212 278 4 LOKASI 47 54 40 62 55 5 TATA RUANG 120 357 300 19 60 6 IMB 791 404 439 420 495 7 HO 146 170 123 83 275 8 KEPELABUHANAN 0 4 14 1 8 9 REKLAME 727 115 228 197 213 10 IZIN PERTAMBANGAN 21 13 15 18 - 11 TDP 1054 1315 1704 1750 1981 12 ABT 7 58 58 71 - 3131 2929 3385 3199 3760 TOTAL Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP 2016-2021 Bisa diasumsikan bahwa dari rekapitulasi penerbitan izin pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik ini selama 5 (lima) tahun terakhir mulai dari tahun 2011 hingga 2015 diasumsikan setiap tahunnya ada kurang lebih 3000 berkas izin yang masuk. Khusus untuk Izin Mendirikan Bangunan, pada tahun 2011 hingga 2015 tercatat ada sekitar 2549 berkas perizinan yang telah masuk. Hal ini seperti yang disampaikan oleh bapak Ulul selaku staff pada bidang Pelayanan Perizinan non Penanaman Modal di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut: “Sejak DPM-PTSP Kabupaten Gresik berdiri pada tahu 2007, atau dalam kurun 10 tahun terakhir, apabila diasumsikan secara rata-rata, dalam satu tahun berkas yang masuk bisa mencapai 3000 berkas atau mungkin bisa lebih. Dan DPM-PTSP telah melayani sekitar 27.000 pemohon perizian. Sedangkan pada akhir Februari pada tahun 2016, sesuai data yang ada di sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1287 pemohon yang mendaftarkan perizinannya” (Wawancara, Rabu 3 Februari 2018) Seperti yang telah disinggung pada Bab I bagian latar Belakang permasalahan, disebutkan bahwa pengaturan retribusi IMB menjadi fokus yang akan di teliti karena selain retribusi sudah mempunyai dasar hukum tersendiri dalam IMB, retribusi juga berkontribusi cukup besar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gresik pada APBD tahun 2017. Hasil pendapatan asli daerah yang dihasilkan dari nretribusi daerah mencapai 165.928.872.000 rupiah yang merupakan sebagai salah satu pembiayaan penyelenggaraan pemerintahaan dan pembangunan daerah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas serta dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 20 tahun 1997 tentang Retribusi Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 tahun 1997 tentang Pcdoman Tata Cara Pemugutan Rctribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Gresik ini sebagai pengganti Peraturan yang lama. Berkembangnya pembangunan yang bersifat profit dan non profit ini yang mengharuskan pemerintah daerah Kabupaten Gresik menaungi hal tersebut dalam bentuk peraturan yang mengatur dalam Izin Mendirikan Bangunan dalam hal retribusinya yakni dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda Retribusi IMB. Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B diubah sebagai 1. Ketentuan pasal 1 huruf e berbunyi sebagai berikut: Kepala Dinas Pekerjaan Umum adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik 2. Ketentuan pasal 6 huruf d berbunyi sebagai berikut: Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian izin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (perorangan) untuk bangunan lama (pemutihan) maupun bangunan baru; Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian ijin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Ijin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk bangunan lama (Pemutihan) maupun bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut juga tak terlepas mengenai tata cara persyaratan guna untuk pendaftaran IMB. Persyaratan pengurusan IMB, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Johar Gunawan bagian Pelayanan dan Perizinan Non Penanaman Modal, bahwa: “dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, sebelumnya harus mengetahui informasi-informasi apa saja yang harus disiapkan dalam pengurusan retrubusinya. Sehingga saling memudahkan dalam hal penyiapan berkas-berkas terlampir dan kemudahan sebelum mengakses persyaratan retribusi IMB yang dibutuhan sampai Surat Izin tersebut bisa terbit”. (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018) FRONT OFFICE Pemohon menyerahkan Berkas BACK OFFICE Dokumen Lengkap Cek dokumen : 1. Persyaratan administrasi 2. Pertanahan 3. Gambar Register Permohonan Kepala Bidang Disposisi kepada kasubid, kasubid menunjuk staf, Menandatangani SP BAP Berkas diberi nama staf pemroses Tanda terima register permohonan bernomor Berkas diberi nomor Dokumen Kurang Publikasi aplikasi melalui WEB Pemeriksaaan lapangan (BAP Dokumen Benar 1. Perhitungan Volume 2. Pembuatan SKR 3. Pengesahan SKR Kepala Bidang Surat permintaan kekurangan berkas Dokumen kurang sesuai. diperlukan persyaratan tambahan Gambar 5.1 Alur Mekanisme Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik 2016-2021 Penyerahan SKR, Penomoran oleh bendahara penerima Pembayaran retribusi Pembuatan SK 1. Kasubid (koreksi kesesuian ketentuan teknis dengan dokumen , gambar, ukuran bangunan dll) 2. Kepala Bidang ( koreksi kedua ) Sekretaris Penyerahan SK kepada pemohon Tanda Terima SK Kepala Badan 1. Tanda tangan pengantar pengesahan 2. Paraf SK Proses pengesahan Register SK Publikasi melalui WEB Dalam pemberian izin, pemohon harus menyiapkan berkas-berkas persyaratan yang akan digunakan untuk perizinan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti yang disampaikan oleh Ibu Farida pada bidang pengelola sistem informasi, sebagai berikut: “guna untuk melakukan pendaftaran IMB ini, ada beberapa syarat yang harus disiapkan terlebih dahulu untuk persyaratan izin mendirikan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) yang terdaftar oleh dispendukcapil Kabupaten Gresik, fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir, fotokopi surat hak atas tanah yang akan dimohonkan, serta gambar denah lokasi, dan surat yang telah diinformasikan. Pada persyaratan gambar bangunan atau konstruksi untuk bangunan sosial baru, perinciannya meliputi gambar situasi/layoutplan, gambar denah, gambar rencana pondasi, gambar rencana atap, gambar potongan memanjang dan potongan melintang bangunan tersebut, serta gambar tampak dari depan, samping dan detail konstruksinya”. (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018) Selain pemberian izin untuk rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, juga ada pemberian izin tempat tinggal dan bangunan sosial lama atau pemutihan yang juga di jelaskan oleh Ibu Farida pada bidang pengelola sistem informasi, sebagai berikut : “selain izin mendirikan bangunan untuk rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, ada juga persyaratan mengenai retribusi untuk rumah tempat tinggal dan bangunan sosial lama atau disebut dengan pemutihan. Persyaratannya hampir sama dan tidak jauh berbeda dengan bangunan sosial baru, yakni fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) yang terdaftar oleh dispendukcapil Kabupaten Gresik, fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir, fotokopi surat hak atas tanah yang akan dimohonkan, serta gambar denah lokasi, dan surat yang telah diinformasikan. Pada pesyaratan bangunan lama, untuk gambar bangunan atau konstruksinya, biasanya hanya memuat gambar situasi atau outplan, gambar denah, gambar tampak depan, dan gambar tampak samping”. (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018) Pernyataan diatas juga dijelaskan didalam impementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan tersebut, disebutkan persyaratan-persyaratan pemberkasan yang harus dilampirkan pemohon guna pengurusan izin rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru serta persyaratan Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial lama (Pemutihan) seperti ketentuan pasal 10 ayat (2), ayat (3), huruf 1 berbunyi sebagai berikut: Permohonan tersebut pada ayat (1) pasal ini, untuk bangunan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial harus dilampiri persyaratan atau sebagai berikut: A. Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial baru: 1. Permohonan; 2. Foto copy KTP yang masih berlaku; 3. Foto Copy Tanda Pelunasan PBB tahun terakhir; 4. Foto copy Surat Hak atas tanah yang diketahui oleh Pejabat yang berwenang atau surat-surat bukti lain yang berhubungan dengan status penguasaan hak atas tanah; 5. Surat Persetujuan Tetangga; 6. Gambar Bangunan/Konstruksi; a. Gambar situasi/Lay Out Plan; b. Gambar Denah; c. Gambar rencana pondasi; d. Gambar Rencana Atap/Kap; e. Gambar Potongan melintang f. Gambar potongan memanjang; g. Gambar tampak depan; h. Gambar tampak samping; i. Gambar Detail Konstruksi. B. Rumah Tempat tinggal dan bangunan sosial lama (Pemutihan): 1. Permohonan; 2. Foto copy KTP yang masih berlaku; 3. Foto Copy Tanda Perlunasan PBB tahun terakhir; 4. Foto copy Surat Hak atas tanah yang diketahui oleh Pejabat yang berwenang atau surat-surat bukti lain yang berhubungan dengan status penguasaan hak atas tanah; (3) 5. Surat Persetujuan Tetangga; 6. Gambar Bangunan/Konstruksi : 1. a. Gambar situasi/OutPlan; b. Gambar Denah; c. Gambar tampak depan; d. Gambar tampak samping. Lampiran surat pertimbangan SKP3 (Surat Ketentuan Perencanaan Pelaksanaan dan Pembangunan dan seksi Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik. Pada proses pembiayaan retribusi izin mendirikan bangunan, Untuk hal tersebut seperti yang dijelaskan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 pada Ketentuan pasal 52 tempat tinggal/ perumahan (perorangan) dan bangunan sosial lama (pemutihan) adalah sebesar 50 %. Dan biaya retribusi I bangunan baru sebagai mana tercantum dalam tabel pekerjaan lain-lain sebagai berikut : Tabel 5.4 Biaya retribusi IMB pekerjaan lain-lain NO. 1. JENIS PEKERJAAN Pekerjaan pagar, tembok, BIAYA RETRIBUSI PERUBAHAN/ TAMBAHAN (RP) 500,00/M2 750,00/BH 10.00,00/BH 10.000,00/BH besi, kawat 2. Pekerjaan peresap/septic tank sumur 3. Pekerjaan menara air 4. Pekerjaan tandon air 30.00,00/BH 50.000/M2 30.00,00/BH 20.000,00/M3 Bawah tanah 5. Pekerjaan Duiker, Jembatan - 6. Pekerjaan gorong-gorong, 5.000,00/M2 300,00/M2 500,00/M2 saluran air, drainase 7. Pekerjaan jalan aspal 500,00/M2 600,00/M2 8. Pekerjaan jalan macadam 350,00/M2 500,00/M2 9. Pekerjaan 600,00/M2 750,00/M2 500,00/M2 500,00/M2 1.000,00/M2 1.000,00/M2 100,00/M2 150,00/M2 2.500,00/BH 2.500,00/BH 2.500,00/M2 2.500,00/M2 250.000,00/BH 250.000,00/BH Jalan Beton, paving stone 10. Pekerjaan lantai jemur 11. Pekerjaan gudang terbuka beton, aspal, paving 12. Pekerjaan pematangan Tanah 13. Pekerjaan tiang pancang, pondasi, mesin 14. Pekerjaan rehap tampak, Konstruksi bangunan 15. Kilang dan tangki Sumber : Perda Nomor 23 tahun 2004 Tentang Retribusi IMB Kab. Gresik Selanjutnya untuk pembiayaan retribusi lainnya dijelaskan oleh Bapak Chandra Utama pada Bidang pengelola sistem informasi, sebagai berikut : “selain retribusi pembangunan perumahan dan bangunan sosial, ada juga retribusi balik nama sekitar 2% atau sekurang-kurangnya 10.000 rupiah. Dan untuk legalisasi izin tersebut juga dikenakan biaya retribusi sebesar 5% atau juga sekurang-kurangnya 10.000 rupiah” (Wawancara Senin, 4 Oktober 2018) Hal ini tercantum juga pada Perda Nomor 23 Tahun 2004 pada Ketentuan pasal 53 huruf a dan d berbunyi sebagai berikut: a. setiap balik nama atas izin atau izin yang dikeluarkan dikenakan retribusi sebesar 2% dari retribusi izin mendirikan bangunan atau sekurang-kurangnya Rp 10.000,- d. setiap legalisasi izin atas izin yang telah dikenakan retribusi sebesar 5% dan retribusi izin mendirikan bangunan atau sekurang-kurangnya Rp 10.000,- untuk mengontrol implementasi kebijakan ini, dalam perda Nomor 23 Tahun 200 tertera bahwa ada ancaman pidana yang tercantum pada ketentuan pasal 63 yang terdiri sebagai berikut : (1) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana dengan pidana kurang paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak kali jumlah retribusi yang terutang. (2) tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Selain adanya pengontrolan melalui ancaman pidana kurang paling lama 3 bulan dan denda paling banyak kali jumlah retribusi yang terutang, pada ketentuan pasal 64 ayat (4) juga menyebutkan bahwa pengawasan pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh tim pengawas bangunan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gresik. Tetapi pada fakta empirisnya, terdapat beberapa masalah atau kendala yang teridentifikasi dalam implementasi tentang retribusi izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik, seperti : respon pemerintah terhadap layanan IMB dirasa kurang maksimal sepenuhnya sehingga masyarakat pun kurang mengerti akan informasi dan bagaimana pengajuan permohonan izin dan mekanisme terhadap retribusi pelayanan IMB Kabupaten Gresik. Selain itu masyarakat beranggapan jika waktu pengurusan IMB yang relatif lama karna banyak persyaratan yang kurang jelas pada informasi di awal. Adanya tumpang tindih peraturan sehingga pimpinan SKPD sering membuat kebijakan secara kasuistis ketika permasalahan muncul. Bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani, tetapi adanya keterbatasan jumlah personil yang menanganinya. Ataupun setelah pemeriksaan lapangan, terdapat revisi (gambar) atau penambahan kelengkapan dokumen yang tidak segera permasalahan ditindak yang lanjuti muncul oleh pemohon. dalam Sehingga implementasi permasalahan- perizinan IMB juga mempengaruhi dalam hal pemenuhan target pencapaian kinerja di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dan target realisasi investasi di Kabupaten Gresik. Suatu kebijakan tentulah memiliki sisi positif dan sisi negatifnya, memiliki penerimaan dan penolakan, dan tentu saja tidak selalu lancar dalam proses implementasinya. Proses implementasi (menjalankan atau melaksanakan kebijakan) kemudian menjadi salah satu faktor yang pada akhirnya dapat menjadikan hal tersebut meraih keberhasilan bahkan kegagalan. Kegagalan suatu kebijakan, seperti yang disebutkan oleh Hogwood dan Gunn (1984) bahwa kegagalan dalam implementasi kebijakan dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitubad implementation, bad policy, atau bad luck. Dalam menganalisis implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, penulis menggunakan model implementasi Grindle yang menyebutkan bahwa dalam mengukur keberhasilan implementasi terdiri dari konten kebijakan, konteks kebijakan, dan hasil kebijakan dimana ketiga variabel itu akan dibahas lebih lanjut melalui pembahasan dibawah ini: 5.1.1.1 Konten Kebijakan 1. Kepentingan Kelompok Sasaran Jika merujuk kepada kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, maka kelompok sasaran pertama dalam implementasi ini adalah masyarakat. Masyarakat memiliki peran yang penting karena masyarakat sebagai pemohon sekaligus pembayar retribusi IMB melalui sistem online. Sampai saat ini, sudah ada 20 macam perizinan di Kabupaten Gresik yang dilayani via online. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gresik bahkan telah menerbitkan sebanyak 1.306 sertifikat perizinan hingga Maret 2018. Perizinan yang dikeluarkan lewat pengurusan online meliputi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 4 sertifikat, Izin operasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 71 sertifikat, Tanda Daftar Industri (TDI) 4 sertifikat, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 572 sertifikat, Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 632 sertifikat dan Izin Angkutan Orang 1 sertifikatHal itu terungkap dalam kegiatan “Forum Shareholders Investasi untuk evaluasi pelaksanaan Penanaman Modal” yang diikuti sekitar 200 orang pengusaha di ruang rapat DPM-PTSP Gresik. Gambar 5.2 forum Shareholders Investasi untuk evaluasi pelaksanaan Penanaman Modal di ruang rapat DPM-PTSP Gresik Sumber: http://www.beritagresik.com (Diakses Tanggal 12 Oktober 2018) Dengan adanya forum Shareholders di DPM-PTSP diharapkan masyarakat sebagai pemohon atau pengguna dan pengelola atau personil pemberi izin mendapatkan kemudahan segala informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan investasi di Kabupaten Gresik. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan kemudahan tersebut dalam pengurusan beberapa perizinan melalui online. Hal tersebut juga didukung oleh penyataan Bapak Mulyanto sebagai Kepala DPMPTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut: ”ketika semua data atau berkas persyarataan perizinan di unggah dengan lengkap, maka kami selaku pengelola pemberi perizinan akan datang sekaligus membuat Surat Keputusan (SK) penerbitan izinnya ditempat. Sehingga hal ini diharapkan dapat menjadi pelayanan yang memberikan kemudahan serta transparan dalam proses pelayanan perizinannya”. (Wawancara Kamis, 4 Oktober 2018) Apa yang disampaikan tersebut juga disetujui dan didukung oleh pernyataan dari Ibu Purwati Cahyiningrum selaku Kepala Bidang Pengembangan Iklim Promisi, Data dan Investasi Penanaman Modal DPM-PTSP Gresik, sebagai berikut: “sejak awal 2018 ada 20 layanan perizinan secara online dibanding tahun sebelumnya yang hanya 17 layanan saja. Layanan tersebut berlaku sejak Januari 2018 di Kabupaten Gresik, antara lain ada SIUP, TDI, IPR, IL, Site plan/blok plan, IMB, TDG, Izin pendirian satuan Pendidikan dasar (SD,SMP), IzinPendirian PAUD, TDP, IUJK, Izin Usaha angkutan orang, Izin trayek angkot/angdes, Izin Usaha angkutan barang, Izin pendirian Rumah Sakit, Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), Izin apotik, Izin Toko Obat”. (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018) Selaku kelompok sasaran yang ditekankan melalui kebijakan perda tentang retribusi IMB ini, maka penulis dirasa perlu melakukan wawancara untuk meminta gambaran, pendapat dan pandangan yang dimiliki oleh masyarakat, dimana melalui percakapan bersama masyarakat atau pemohon atau pengguna IMB, penulis menemukan beberapa keluhan yang disampaikan masyarakat oleh Ibu N.F atau pengguna yang mengatakan bahwa: “ada beberapa hal yang sangat disayangkan dalam pengajuan izin mendirikan bangunan. Sudah dari beberapa tahun yang lalu saya melakukan permohonan IMB di dinas. Tapi nyatanya izin belum juga keluar. Padahal persyaratanpun saya berusaha selalu melengkapinya. Retribusi IMB pun sudah saya bayarkan. Ketika diminta konfirmasi ke dinas, cenderung kurang diperhatikan, sehingga kemudahan itu kurang bisa terealisasi dengan baik. Seharusnya seperti yang sudah di infokan oleh dinas kan jika persyaratan sudah lengkap, proses perizinan bisa keluar maksima 2 minggu. Tapi kok masih ada yang belum terbit juga. Jadinya terkesan berbelit-belit dalam proses perizinannya”. (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018) Keluhan mengenai proses perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP ini juga disampaikan oleh masyarakat Ibu RS atau pemohon yang merasa jika prosesnya cenderung berbelit-belit sehingga surat izinnya belum juga keluar, sebagai berikut: “kami ini terkadang bingung dengan persyaratan yang katanya harus dilengkapi, saya sudah mengajukan permohonan izin pengembangan industri dan ditugasi untuk mengurus suarat perizinan mendirikan bangunan. Tetapi sampai sekarang ketika saya tanya ke dinasnya, kata orang dinas masih harus melengkapi surat-surat denah yang belum lengkap. Intinya persyaratannya masih belum lengkap juga. Sehingga izinnya nggak keluar mbak. Kalau surat izinnya belum juga keluar, maka pembangunan juga masih belum bisa diteruskan karna akan menyalahi aturan dan kami kan juga takut jika tidak ada surat resminya dari kantor. Berhenti pembangunannya mbak, madak gitu masihan untuk perumahan soalnya ini”. (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018) Selain mengenai keluhan pemohon pelayanan perizinan mendirikan bangunan yang mengeluhkan jika surat izin belum dikantongi, padahal persyaratan sudah dilengkapi di dinas perizinan. Lain halnya dengan masyarakat yang ada di Kecamatan Kebomas Ibu Salma, yang mengaku tidak memiliki IMB pada rumahnya dikarenakan tidak tau bagaimana informasi tata cara atau mekanisme dari persyaratan Izin Mendirikan Bangunan “ saya tidak mempunyai surat IMB mbak, karena saya tidak tau gimana cara ngurusnya. Surat IMB itu kyak gimana bentuknya dan dimana tempat kalau ngurusnya. Lagian dari dulu juga begini-begini aja. Gak ada ditanyai petugas yang ada datang untuk cek kelengkapan surat-suratnya. Tapi kalau PBB saya selalu bayar kok. IMB nya yang gak punya karena tidak tau” (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018) Melalui wawancara diatas, maka dapat dikatakan bahwa informasi mengenai mekanisme ataupun tata cara perizinan IMB untuk rumah tempat tinggal pun masih belum tersampaikan secara efektif kepada masyarakat. Dengan adanya hal seperti diatas, maka DPM-PTSP pun melalui Kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik bapak Muyanto menerangkan kembali bagaimana seharusnya mekanisme pelayanan IMB serta retribusinya dapat efektif dan efisien terlaksana dengan baik, sebagai berikut: “pemohon IMB yang kembali itu, bisa jadi karena kelengkapan persyaratan dokumne-dokumen yang diperlukan sbelum lengkap sehingga izinnya belum keluar, tetapi jika ada yang menyatakan sudah lengkap tetapi perizinan masih belum keluar juga, kemungkinan ternyata gambar ada yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Seperti ada yang melanggar garis sepadan padar dan garis sepadan bangunan. Apalagi berhubungan dengan izin peruntukkan ruang, ini harus sesuai dengan perda tata ruang. Sehingga denah bangunannya tidak ada permasalahan. Selain itu juga berkas dokumennya pemohon IMB pun harus lebih dievaluasi dan diteliti lagi jadi antara pemohon dan petugas pun lebih enak.” (Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Mengenai respon yang diberikan pihak DPM-PTSP Gresik pun didukung juga oleh pernyataan dari Ibu Farida pada bidang Pengelola Sistem Informasi sebagai berikut : “Proses evaluasi itu bisa jadi ada berkas yang masih harus dilengkapi dan dipersyaratkan. Contohnya, masalah, tanah yang tidak jelas. Contohnya, ketika ada fasum fasos yang belum direncanakan. Pemohon bisa membuka website DPM-PTSP di portal kami di http//:dpmptsp.gresikkab.go.id guna untuk melihat informasi persyaratan apa saja yang diperlukan dan harus dilengkapi dalam permohonan perizinan mendirikan bangunan. Setelah mengunggah berkas-berkas secara lengkap, maka perugas akan meninjau di lokasi sesuai dengan berkas yang telah diajukan. (Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Dengan merespon dan menanggapi banyaknya keluhan tentang kurangnya informasi mengenai pesyaratan berkas dan dokumen, DPM-PTSP mengundang puluhan pemohon IMB untuk memberi pengarahan dan kejelasan mengenai IMB dan retribusinya. Gambar 5.3 sosialisasi terbuka dengan masyarakat Sumber: dpmptsp.gresikkab.go.id Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Gresik mengundang 50 pemohon izin dan mengajak mereka mengikuti Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gresik Nomor 6 tahun 2017 Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Mereka adalah para pemohon yang mengajukan izin untuk mengembangkan perumahan dan industri. Dalam pertemuan yang bertempat di gedung DPM-PTSP Kabupaten Gresik, mereka mengeluhkan penghentian pelaksanaan bangunan karena tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Usaha, Perizinan Tertentu Dan Non Perizinan, Bambang Irianto bersikukuh, bahwa proses pembangunan baru bisa dilakukan setelah sudah ada IMB seperti yang disampaikan sebagai berikut : “Kami adil dan taat aturan yaitu sesuai Perda nomer 6 tahun 2017. Untuk itu kami berharap kepada para pemohon untuk mengurus sendiri semua izin. Agar penjelasan dan pemberitahuannya bisa sampai dan dipahami sehingga proses dalam pembangunan pun tidak terhambat. Tidak ada kerugian di kemudian hari dalam perijinan dan dokumen-dokumen penting lainnya terkait IMB bangunan perumahan”. (Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Dalam pertemuan tersebut, pihak DPM-PTSP juga meminta beberapa pendapat para undangan yang hadir untuk memberikan masukan terkait penyederhanaan standar operational prosedur (SOP) dalam pengurusan perizinan yang ada di Gresik. Selain mensosialisasikan cara pengurusan IMB, Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan (PTSP) juga menyampaikan adanya pelaksanaan sertifikasi layak fungsi (SLF) yang dikeluarkan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR). SLF ini disyaratkan pada bangunan tidak sederhana untuk kepentingan umum seperti apartemen, hotel, mall, bangunan industri dan pabrik. Seperti yang disampaikan bapak Bambang Irianto selaku Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Usaha, Perizinan Tertentu Dan Non Perizinan. Beliau menambahkan penyataan sebagai berikut: “Dari masukan semua pihak, kami akan mereview kembali SOP perizinan yang ada dan disesuaikan dengan aturan saat ini sehingga semua pengurusan perizinan terstandarisasi persyaratan dan waktu penyelesaian perizinannya terutama IMB. Untuk proses IMB pada bangunan dimaksud harus melengkapi SLF. Tim dari Dinas Pekerjaan Umum sudah menyiapkan tim ahli bangunan gedung yang akan memberikan rekomendasi terkait kelayakan gedung yang dimintakan IMB”. (Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Dari berbagai penyataan wawancara diatas dapat disimpulkan, bahwa pihak pengelola perizinan IMB yang di lakukan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik mengaku jika pihak DPM-PTSP Kabupaten Gresik sudah berkomitmen dan taat kepada peraturan nomor 6 Tahun 2007 tentang IMB dan retribusi IMB nya pada perda Nomor 23 Tahun 2004, mulai dari SOP yang diterapkan hingga mekanisme dan implementasi dari perda tentang IMB itu sendiri. Pihak DPM-PTSP pun tidak tinggal diam guna untuk merespon permasalahan yang ada terkait susahnya surat izin yang keluar untuk perizinan perumahan rumah tempat tinggal yang sudah diajukan oleh masyarakat. Sehingga sebagai bentuk pertanggungjawabannya maka DPM-PTSP mengundang 50 pengusaha selaku pengguna atau pemohon perizinan untuk menyampaikan keluh kesah, kritik ataupun saran mengenai proses perizinan dari awal hingga akhir. Apa-apa saja yang harus dilengkapi dan dilakukan pemohon sehingga proses perizinan segera dapat di proses dan keluar. Selain dari para pemohon perizinan yang diundang dalam pertemuan di kantor DPM-PTSP kabupaten Gresik, peneliti juga melakukan beberapa wawancara kepada pemilik ruah tinggal perseorangan (tidak perumahan) guna untu mengetahui lebih lanjut apakah informasi mengenai Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Gresik efektif atau telah diketahui oleh masyarakat selaku kelompok sasaran yang ditekankan melalui kebijakan retribusi IMB oleh Ibu Mia sebagai berikut: “saya tidak tahu mbak mengenai retribusi IMB itu yang seperti apa, yang bagaimana bentuknya, soalnya saya juga tidak mengetahui jika rumah tempat tinggalpun ada IMB-nya. Mau mengurus juga jauh kalau mau ke kantornya mbak, lagian tidak ada pengecekan secara rutin jadi menurut saya, perizinan itu agak kurang penting kalau di kampung macam begini. Dan saya juga tidak tau dimana kalau mau mengurus tentang IMB itu, dari dinasnya kerumah saya ini jauh sekali soalnya mbak”. (Wawancara Jum’at, 8 Oktober 2018) Pernyataan lain yang senada juga di sampaikan oleh Ibu Ris terkait kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan, sebagai berikut : “saya belum mempunyai surat izin mendirikan bangunan ataupun retribusinya belum pernah saya mengurusnya, ini rumah dikampung mbak, jadi nggak tau kalau diharuskan rumah tempay ti nggal ada surat IMB dan retribusinya itu. Paling cuman rutin membayar Pajak Bumi Bangunan saja”. (Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018) Gambar 5.4 Rumah Warga Sumber : Data Observasi Lapangan Berdasarkan hasil wawancara dua masyarakat diatas, dapat diketahui bahwa alasan masyarakat tidak mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan yakni kurangnya informasi bagaimana mekanisme atau cara untuk mengurus surat perizinan IMB dan jarak rumah tinggal yang cukup jauh dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Jika kedua masyarakat tersebut diatas tidak mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan dan retribusinya, maka masyarakat kali ini mempunyai surat izin Mendirikan Bangunan: “iya mbak rumah tempat tinggal saya sudah mempunyai IMB nya. Kebetulan memang saya bertempat tinggal tidak jauh dari DPM-PTSP. Jadi informasi mengenai perizinan entah itu izin usaha atau IMB pun tidak susah untuk mendapatkannya. Tinggal langsung ke dinasnya langsung diberikan keterangan informasi mengenai bagaimana cara mengurus IMB nya. Lalu diberikan formulir permohonan IMB nya sama petugas disana. Serta harus melengkapi persyaratan-persyaratan yang sudah ada. Kalau nggak faham, dan saya lagi di luar kota, saya langsung telpon langsung di dinasnya mbak”. (Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018) Hal serupa juga didukung oleh pernyataan dari Ibu Mar yang sudah mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Berikut adalah wawancara dengan Ibu Mar : “saya sudah mengurus surat Izin Mendirikan Bangunan sebelum saya merencanakan untuk membangun rumah tempat tinggal ini mbak. Menurut saya biar pembangunan lebih aman. Sehingga surat-surat yang berkenaan dengan persyaratan tersebut saya sudah tanyakan dan saya persiapkan, seperti fotocopy KTP, fotocopy PBB, copy sertifikat tanah, denah bangunan, ataupun surat izin kepada tentangga yang bisa langsung diwakili oleh pak RT setempat misalnya. Jadi untuk pembangunan saya aman menurut hukum mbak.” (Wawancara Sabtu, 9 Oktober 2018) Gambar 5.5 Rumah Warga Ber-IMB Sumber : Data Observasi Lapangan Menurut wawancara diatas dengan masyarakat dimana rumah tempat tinggalnya sudah mempunyai surat IMB yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik, bahwa menurut masyarakat tersebut mengurus surat IMB penting guna untuk keamanan dan legalitas secara hukum dan negara. Menurut masyarakat/ warga tersebut informasi yang didapatkan tidak terlalu sulit karena bisa ditanyakan melalui telepon, melihat website DPM-PTSP ataupun datang ke dinas secara langsung, dan jarak rumah tempat tinggal dan dinas tidak terlalu jauh. Petugas DPM-PTSP pun memberi arahan akan informasi yang dibutuhkan, seperti perizinan IMB rumah tempat tingga dimana berikut merupakan contoh Formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik : Gambar 5.6 Formulir Permohonan Legalisir IMB Rumah Tempat Tinggal Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik Gambar diatas merupakan formulir permohonan izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh DPM-PTSP untuk proses perizinan mendirikan bangunan sebelum melengkapi persyaratan-persyaratannya administrasinya, sebagai berikut : Tabel 5.5 Penjelasan Persyaratan Administrasi NO PERSYARATAN PENJELASAN 1 Copy KTP Pemohon Sudah jelas 2 Surat Kuasa dan Copy KTP penerima kuasa Sudah jelas 3 Copy NPWP` Sudah jelas 4 Copy TDP Sudah jelas 5 Copy bukti kepemilikan Tanah (beserta sketsa denah gabungan jika dokumen pertanahan lebih dari 1) 6 Copy lunas PBB Sertifikat, letter C beserta peta bidang dalam proses sertifikat, akte sewa menyewa beserta obyek tanahnya, akte pinjam pakai beserta obyek tanahnya, akte jual beli beserta obyek tanahnya. Tahun terakhir 7 Copy lunas BPHTB dan telah divalidasi Untuk BPHTB yg tidak bisa melampirkan diwajibkan untuk minta surat keterangan dari Notaris 8 Copy Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya, Sudah jelas beserta Pengesahannya 9 Copy Izin Usaha (IPPM/SIUP/TDI/IU) Sesuai karakteristik permohonan 10 Copy IPR atau copy Izin Lokasi jika luas > 1 ha Sudah jelas 11 Copy PTP jika tanah kurang dari 1 ha Sudah jelas 12 13 Copy Izin Tata Ruang beserta gambar Blok Plan/site plan Gambar Site Plan beserta soft copy Bagi kawasan dan yang sudah memiliki SK Tata Ruang Rangkap 4 berupa gambar situasi berskala 14 Dokumen Lingkungan yang disahkan BLH Bagi kawasan (perumahan, pergudangan, kawasan industri), bangunan khusus 15 Gambar konstruksi / instalasi / mesin beserta softcopy autocad 16 Copy IMB sebelumnya beserta gambar Rangkap 4 meliputi : , denah bangunan, gambar pondasi, atap, tampak depan, tampak samping, potongan melintang, denah instalasi gambar mesin lengkap dengan dimensi dan gambar lain yang dibutuhkan. Sudah jelas 17 Surat Pernyataan keabsahan penggunaan tanah, Sudah jelas (format terlampir) kesanggupan memenuhi ketentuan teknis, serta pertanggungjawaban keandalan bangunan 18 Surat Persetujuan Tetangga (asli) Minimal depan, belakang, kanan, kiri yang berbatasan langsung (format terlampir) Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik Seperti yang sudah dijelaskan diawal jika oleh sub bagian pengelola sitem informasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik jika persyaratan-persyaratan administrasi yang ditentukan antara lain copy KTP, copy npwp, copy TDP, copy bukti kepemilikan tanah, copy lunas PBB tahun terakhir, copy BPHTB yang tervalidasi, copy akta pendirian perusahaan/ bangunan dan perubahannya jika ada perubahan, copy IPR izin lokasi jika luas >1 ha, copy PTP jika tanah kurang dari >1 ha, copy izin tata ruang beserta gambar blok plan/ site plan beserta soft copy nya bagi kawasan yang sudah memiliki SK tata ruang, dokumen lingkungan yang disahkan BLH bagi kawasan perumahan, pergudangan, kawasan industri dan bangunan khusus, gambar konstruksi beserta soft copy autocad (Rangkap 4 meliputi : denah bangunan, gambar pondasi, atap, tampak depan, tampak samping, potongan melintang, denah instalasi gambar mesin lengkap dengan dimensi dan gambar lain yang dibutuhkan), copy IMB sebelumnya beserta gambar jika perpanjangan atau ada perubahan, surat pernyataan keabsahan penggunaan tanah, dan surat persetujuan tetangga (minimal tetangga depan, belakang, kanan, kiri yang berbatasan langsung dengan bangunan yang akan dibangun). Berikut merupakan contoh persyaratan yang diunduh dari sub bagian pengelola sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik untuk surat pernyataan keabsahan penggunaan tanah, kesanggupan memenuhi ketentuan teknis seta pertanggungjawaban keandalan bangunan: Gambar 5.7 Surat Pernyataan Keabsahan Penggunaan Tanah, Kesanggupan Memenuhi Ketentuan Teknis Serta Pertanggungjawaban Keandalan Bangunan Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik Gambar diatas merupakan surat pernyataan yang di ajukan kepada DPMPTSP Kabupaten Gresik guna untuk memenuhi salah satu persyaratan pengurusan perizinan IMB. Berikut ini merupakan contoh surat persetujuan tetangga yang dilampirkan untuk persyaratan Izin mendirikan Bangunan: Gambar 5.8 Surat Persetujuan Tetangga Sumber : DPM-PTSP Kabupaten Gresik Kemudian menurut wawancara diatas pula, menyiratkan bahwa sebagian masyarakat Kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa terlaksana dengan baik dan merata. Namun dengan contoh gambar-gambar diatas sebagai persyaratan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik oleh sub bagian pengelola sistem informasi, formulir persyaratan ini juga bisa diakses di website DPM-PTSP Kabupaten Gresik http://dpmptsp.gresikkab.go.id sehingga diharapkan masyarakat bisa secara efektif dan efisien dalam mengakses informasi mengenai mekanisme tata cara perizinan IMB serta retribusinya di Kabupaten Gresik. 2. Tipe Manfaat Tipe manfaat seperti yang disebutkan Grindle (1980) bertujuan untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh implementasi kebijakan yang dilaksanakan. Tipe manfaat dalam impelementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 ini berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis bersama dengan Bapak Johar Gunawan bidang pelayanan perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut : “Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya adalah nomor 6 tahun 2017 tentang IMB. Lalu untuk biaya retribusi untuk bagunan baru atau pemutihan pun sudah sudah diatur didalam perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang bagaimana penentuan besaran biaya retribusi IMB. Artinya, penerbitan IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk masyarakat. Malah dengan adanya perda ini, dampaknya adalah selain target anggaran Kabupaten Gresik meningkat, juga untuk masyarakat pun lebih aman dalam pembangunan bangunan karen dilindungi oleh pemerintah karena legalitas hukumnya sudah dilakukan dan ada”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Farida selaku bagian di bidang pengelola sistem informasi di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “Menurut saya pribadi kebijakan IMB itu sangat cocok diterapkan di Kabupaten Gresik ini, saya rasa tidak hanya Kabupaten Gresik akan tetapi di semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti aturan-aturan yang telah diberlakukan di wilayah Kabupaten Gresik misalnya sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya untuk apa sebelum membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang bandel menunggu ada uang dan sebagainya sehingga mayoritas membangun dulu baru melengkapi izin, ini yang membuat kita bingung harus diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak ingin mengambil resiko khawatir masyarakat menuntut ganti rugi. Kalau masalah aturan yang memang sangat cocok saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya seperti itu guna untuk legalitas hukum dan manfaatnya juga untuk masyarakat sendiri jika bangunannya aman secara hukum yang berlaku. Adapaun juga manfaat lain bagi yang sudah mempunyai surat IMB yakni meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jual beli atau sewa menyewa, jaminan kredir bank, peningkatan status tanah ataupun informasi peruntukan dan rencana jalan”. ”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Selain manfaat bagi masyarakat, peraturan daerah mengenai retribusi IMB ini pun juga memiliki tujuan dan manfaat baik bagi kalangan pengguna atau pengelola perusahaan, pemilik bangunan, pembangunan kabupaten/kota, APBD kabupaten/kota sampai kepada masyarakat luas seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dimana aktivitas pembangunan di Kabupaten Gresik yang terbilang cukup tinggi dikarenakan kabupaten gresik merupakan kabupaten penyangga setelah Kota Surabaya. Selain itu manfaat lain yang dapat kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredit bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana jalan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat melalui perda ini, seperti yang disampaikan oleh salah satu masyarakat Ibu DS yang telah mempunyai IMB adalah: “saya tahu manfaat adanya surat Izin Mendirikan Bangunan itu untuk masyarakat juga. Tapi terkadang kan selama ini buktinya banyak yang nggak bisa mendapatkan perizinannya karna lama proses pengeluarannya mbak. Terkadang nggak seberapa merasakan manfaatnya secara langsung sih mbak. Cuman kemungkinan dari segi hukum legalitas bisa aman daripada tidak mempunyai IMB”. ”.(Wawancara Jum,at, 8 Oktober 2018) Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa manfaat yang dirasakan oleh mansyarakat tidak signigfikan dirasakan secara langsung. Tetapi manfaat yang dirasakan masyarakat yang mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan adalah keamanan hukum yang lebih terjamin bagi bangunan yang telah berdiri. 3. Derajat Perubahan yang Diinginkan Suatu kebijakan dan atau peraturan dibuat tentu untuk dapat merubah suatu atau bahkan seluruh lapisan masyarakat. Perubahan yang diinginkan oleh pemerintah tentu menuju kepada perubahan yang lebih baik. Untuk menuju perubahan yang diinginkan tentu tidak selalu mudah dalam prosesnya, Grindle (1980) mengatakan bahwa perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan harus memiliki skala yang jelas. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit untuk diimplementasikan daripada program yang bersifat memberikan keuntungan yang dapat dirasakan langsung oleh kelompok sasaran atau masyarakat. Derajat perubahan yang diinginkan melalui peraturan retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini kemudian dipaparkan oleh Bapak Johar Gunawan pada bidang pelayanan perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut : “karena Kabupaten Gresik merupakan daerah tujuan investasi ditinjau dari letak geografis Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga (hinterland) kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan barang dan jasa terbesar di kawasan Indonesia Timur dan sekaligus pintu yang menghubungkan dunia luar baik regional maupun internasional dengan dukungan pelabuhan dan bandara internasional. Kondisi ini yang melatarbelakangi semakin tertariknya para investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Gresik. Ditambah lagi keterbatasan ruang dan pengembangan wilayah Kota Surabaya serta harga tanah yang tinggi menjadi pertimbangan lain bagi pengusaha untuk memilih Kabupaten Gresik sebagai daerah tujuan investasi”. ”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Hal senada juga dinyatakan oleh Bapak Ulul Azmi selaku staff pada bidang pelayanan perizinan non Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik sebagai berikut: “Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015 mengalami kenaikan signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai 7,06% pada tahun 2014. Pertumbuhan ini mengindikasikan bahwa dalam kurun waktu tersebut memang ada akselerasi pergerakan nyata ekonomi daerah yang cukup dinamis. Perekonomian Kabupaten Gresik yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2011 sebesar Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp. 26.515.693.040.000,00 atau 39,40%”.”.(Wawancara Selasa, 5 Oktober 2018) Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan yang ingin dicapai melalui peraturan Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung dan mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IMB. Selain itu, karena Kabupaten Gresik merupakan daerah tujuan investasi ditinjau dari letak geografis Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga (hinterland) kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan barang dan jasa terbesar di kawasan Indonesia Timur sehingga Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015 mengalami kenaikan signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai 7,06% pada tahun 2014. Perekonomian Kabupaten Gresik yan g diukur dengan besaran PDRB Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2011 sebesar Atas Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp. 26.515.693.040.000,00 atau 39,40%, secara rinci dapat dilihat sebagaimana tabel berikut: Tabel 5.6 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Gresik N Uraian Satuan 2011 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Juta Rp 4.763.914,97 B Pertambangan dan Penggalian Juta Rp 9.390.910,55 C Industri Pengolahan Juta Rp D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan air, Pengelolahaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi 2012 2013* 2014** o. A 6.305.971,72 7.254.894,30 9.827.424,26 10.245.762,79 11.493.102,34 32.308.521,35 36.088.595,40 39.960.124,34 45.213.679,15 Juta Rp 335.390,92 360.991,47 363.811,14 376.934,26 Juta Rp Juta Rp 42.990,03 5.176.064,24 46.488,60 5.765.918,04 52.878,83 6.623.078,59 56.577,78 7.771.712,32 Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Juta Rp 7.298.021,20 8.340.282,89 9.564.482,23 10.617.743,21 H Transportasi dan Pergudangan Juta Rp 1.421.512,92 1.589.251,34 1.794.461,81 2.045.565,11 I Penyediaan Akodasi dan Makanan dan Minuman Juta Rp 687.506,74 789.221,92 892.743,70 1.051.827,94 J Informasi dan Komunikasi Juta Rp 2.408.072,75 2.687.928,82 3.019.245,00 3.221.708,46 K L M, N Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estat Jasa Perusahaan Juta Rp Juta Rp Juta Rp 653.694,58 811.707,74 174.760,15 763.654,31 875.947,69 194.965,47 888.457,38 968.157,82 221.696,00 997.535,45 1.037.164,51 245.394,83 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan Sosial Wajib Juta Rp 869.599,56 1.005.892,82 1.063.516,29 1.095.668,28 F 5.535.009,41 Perdagangan Besar dan G O Jasa Pendidikan P Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Q Juta Rp 531.209,36 611.016,63 679.522,49 751.311,55 Juta Rp 230.900,22 262.153,53 292.050,94 332.793,24 Jasa Lainnya R,S,T,U 192.825,75 201.541,64 218.772,84 249.683,35 Produk Domestik Regional Bruto 67.297.603,03 74.946.284,24 83.154.733,91 93.813.296,08 Produk Domestik Regional Bruto Tanpa Migas 58.587.475,26 65.910.866,81 73.688.679,84 83.247.833,34 Sumber : RPJMD Kab.Gresik Tahun 2016-2021 Menurut rincian diatas dapat disimpukan bahwa perekonomian Kabupaten Gresik yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2011 sebesar Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011 peningkatan sebesar s.d 2014 mengalami Rp. 26.515.693.040.000,00 atau 39,40% dengan uraian perolehan Real estate pada tahun 2011 sebesar Rp 811.707,74 serta mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp 1.037.164,51. Hal ini menandakan bahwa kebijakan derajat perubahan oleh peraturan retribusi IMB guna untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara signifikan. 4. Letak Pengambilan Keputusan Dalam menjalankan suatu kebijakan, letak pengambilan keputusan tentu menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan karena melalui keputusan yang dibuat itulah kemudian menjadi salah satu penentu nasib kebijakan akan menuju kemana, baik kearah keberhasilan atau bahkan kegagalan. Pengambilan keputusan dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ditentukan dan disahkan oleh Pemerintah Eksekutif yakni Bupati Kabupaten Gresik. Seperti yang disebutkan Oleh Bapak Ali Miftah pada bidang Pelayanan Perizinan Non PM sebagai berikut: “sebenarnya ini kewajiban kita bersama untuk melakukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan, terlepas untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik. Tanggungjawab bersama untuk kontribusi dalam pembangunan daerah yang diperlukan dari semua pihak”. (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Selain itu dengan maraknya pembangunan yang terjadi di Kabupaten Gresik, Pemerintah Kabupaten Gresik menyikapi dengan acuan Perda mengenai IMB menegaskan bahwa sejumlah bangunan yang telah atau akan dibangun harus mengantongi izin IMB yang disesuaikan status IMB bangunannya dengan kondisi saat ini. Dan seperti yang telah dibahas diatas Pemkab Gresik juga telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengajak para pemilik bangunan untuk berdiskusi dan diberikan sosialisasi terkait dengan pengurusan perijinan di Kabupaten Gresik khususnya terkait dengan IMB. Seperti yang dinyatakan oleh Bapak Mulyanto sebagai berikut: “Tujuan kami melakukan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan menambah pengetahuan masyarakat terkait dengan proses perijinan, terutama tentang peraturan IMB sesuai dengan arahan dari bapak Bupati juga. Kami harapkan kesadaran masyarakat dalam mengikuti prosedur yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Pemerintah telah memfasilitasi seluruh proses perijinan dengan berbagai kemudahan. Sehingga masyarakat tak perlu khawatir dalam mengurus perijinan” (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Dapat disimpulkan dari pernyataan wawancara diatas oleh Bapak Mulyanto selaku kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik bahwa pemilik bangunan atau masyarakat diharapkan untuk melakukan permohonan perijinan khususnya IMB dan segera melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPM-PTSP Kabupaten Gresik atau bisa dilakukan secara online di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk melihat kejelasan informasi mengenai IMB dan mengajukan perubahan IMB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Pelaksana Program Dalam menjalankan implementasi suatu kebijakan atau program atau peraturan, tentu akan ada pelaksana program yang terintegrasi antara satu bidang dengan bidang yang lainnya. Dimana para pelaksana program inilah yang nantinya memiliki peran dalam menjalankan kebijakan. Pelaksana program dalam implementasi perda Nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi Izin mendirikan Bangunan ini adalag Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Posisi DPM-PTSP kabupaten Gresik adalah merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Gresik yang pada salah satu tugas dan fungsinya sebagai pengembangan investasi, pelayanan perizinan, pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal serta kebijakan dan kerjasama di Kabupaten Gresik serta embantu bupati dalam melaksanakan kebijakan teknis urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal dan PTSP. DPM-PTSP Kabupaten Dalam menjalankan kebijakan, tentu akan ada pelaksana program yang terintegrasi antara satu bidang dengan bidang yang lainnya. Dimana para pelaksana program inilah yang nantinya memiliki peran dalam menjalankan kebijakan. Serta fungsi-fungsinya yang telah tertuang pada Peraturan Bupati Nomor 60 yakni: 1. pelaksanaan pengkoordinasian penyusunan kebijakan dan program pelaksanaan urusan Penanaman Modal dan PTSP; 2. pengkoordinasiaan pelaksanaan kebijakan dan program urusan Penanaman Modal dan PTSP; 3. pengkoordinasian pelaksanaan pelayanan administrasi, pelayanan perizinan, dan penandatanganan izin urusan penanaman modal dan PTSP; 4. pengkoordinasian pelaksanan pengendalian kebijakan urusan penanaman modal dan PTSP; 5. pengkoordinasian pelaksanan pembinaan dan fasilitasi proses pelaksanaan kebijakan urusan penanaman modal dan PTSP; 6. pengkoordinasian pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan urusan Penanaman Modal dan PTSP; 7. pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya. Seperti yang disebutkan pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Pedoman Izin Mendirikan Bangunan Pasal 20 (1) disebutkan bahwa pembagian kewenangan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf b diatur sebagai berikut : a. Bupati menerbitkan IMB untuk bangunan gedung sederhana, tidak sederhana; b. Bupati dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan IMB kepada Instansi yang menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan/atau untuk bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai tunggal dapat didelegasikan kepada Kecamatan c. Kepala PTSP menyampaikan laporan secara keseluruhan atas kegiatan pelayanan IMB yang akan diproses maupun yang sudah terbit kepada Bupati d. Kepala PTSP dalam menerbitkan IMB untuk bangunan yang bersifat strategis, pemanfaatan kearifan lokal pada pembangunan kawasan harus mendapat pertimbangan dari Bupati 6. Sumber Daya yang dilibatkan Sumber daya yang terlibat dalam tugas implementasi peraturan menjadi salah satu faktor yang penting. Keberadaan sumber daya ini bertugas sebagai pelaksana yang menggerakkan, mengelola, dan mendukung kebijakan agar dapat mencapai keberhasilan. Jika berbicara mengenai sumber daya, maka sumber daya utama dalam suatu kebijakan tentunya adalah sumber daya manusia. Kehadiran sumber daya manusia tidak berhenti sampai disitu saja, sumber daya manusia dalam suatu kebijakan harus memenuhi beberapa syarat yang memang cukup kompleks. Seperti sumber daya manusia yang terlibat dalam kebijakan harus memiliki jumlah atau kuantitas yang cukup, agar dapat melaksanakan tugas tidak tumpang tindih dan dapat fokus kepada bidang masing-masing. Dari total 54 (lima puluh empat) pegawai di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang. - Izin Pemanfaatan Ruang Izin Lokasi dan Perubahannya Izin Block Plan dan Perubahannya Izin Mendirikan Bangunan Izin Usaha Toko Modern IPPM Izin Usaha Izin Gangguan (HO) Izin Mendirikan Satuan Pendidikan Dasar (SD,SMP) 5. Izin Operasional Satuan Pendidikan 1. 2. 3. 4. TDP SIUP Tanda Daftar Usaha Pariwisata Izin Membawa Cagar Budaya keLuar Kabupaten 5. IzinApotik 1. 2. 3. 4. 1. Izin Penyelenggaraan Reklame 2. Izin Laboratorium 3. Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3 dan atau Pengumpulan Limbah B3 4. Izin Lingkungan - Izin Usaha Pengendalian Pasar Tradisional Izin Usaha Perbelanjaan Dasar (SD,SMP) 6. Izin Mendirikan PAUD 7. Izin Operasional PAUD 8. Izin Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal 9. Izin Mendirikan Rumah Sakit 10. Izin Operasional Rumah Sakit 11. Izin Mendirikan Klinik 12. Izin Operasional Klinik 13. Izin Operasional Perusahaan Pemberantasan Hama (Pest Control) 14. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 15. Surat Izin Operasional Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (SIO- LPTKS) 16. Izin Usaha Angkutan Orang 17. Izin Trayek Angkutan Kota/Angkutan Perdesaan 18. Izin Usaha Insidentil Angkutan Orang 19. Izin Operasional Taxi 20. Rekomendasi Izin Usaha Angkutan Pariwisata 21. Rekomendasi Izin Angkutan PenumpangSewa 22. Izin Angkutan Karyawan/ Angkutan Sekolah 23. Izin Usaha Angkutan Barang 24. Izin Usaha Angkutan Penyeberangan 25. Penerbitan Izin Usaha Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau sesuai dengan Domisili 6. Izin Toko Obat 7. Izin Penyelenggaraan Optikal 8. Izin Produksi Makanan dan Minuman pada IRT SPPIRT 9. Izin Usaha Mikro ObatTradisional (UMOT) 10. Izin Toko Alat Kesehatan 11. Izin Pendirian Lembaga Latihan Swasta 12. Perpanjangan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA) 13. IzinKerja Malam Tenaga KerjaWanita 14. Proses Rekomendasi LOkasi Perairan (DLKR – DLKP) 15. Proses RekomendasiReklamasi 16. Izin Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan Pengumpan Lokal 17. Persetujuan Pengoperasian Kapal Penyeberangan Gresik Bawean 18. Izin Operasi Penyeberangan Sungai di Wilayah Kabupaten Gresik 19. Izin Pengerukan 20. Penerbitan IzinTrayek Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau untuk Kapal yang Melayani Trayek Dalam Daerah Kabupaten 21. Izin Pembangunan dan 5. Izin Pembuangan Limbah Cair 6. Izin Pendaurulang Sampah/Pengelolaan Sampah, Pengangkutan Sampah dan Pemrosesan Akhir Sampah yang Diselenggarakan oleh Swasta 7. Persetujuan Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas untuk Jalan Kabupaten 8. Penerbitan Izin Pengumpulan Sumbangan Dalam Daerah Kabupaten 9. Penerbitan Izin Penggunaan Arsip yang BersifatTertutup yang Disimpan di LembagaKerasipan Daerah Kabupaten 10. Izin Pemanfaatan Langsung Panas Bumi Dalam Daerah Kabupaten 26. Penerbitan Usaha Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan sesuai dengan Domisili Usaha 27. Izin Usaha Jasa Perawatan dan Perbaikan Kapal 28. Izin Usaha Perikanan 29. Izin Usaha Peternakan 30. IzinTempat Pemotongan Hewan 31. Izin Usaha Peredaran Obat Hewan (poultry shop) 32. Rekomendasi Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) 33. Penetapan Tempat PenampunganTerdaftar (TPT) 34. Tanda Daftar Gudang 35. Rekomendasi Penerbitan PKAPT (Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar) 36. Tanda Daftar Industri (TDI) 37. Penerbitan Izin Usaha Simpan Pinjam untuk Koperasi 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Pengoperasian Pelabuhan Sungai dan Danau Izin Usaha Badan Usaha Pelabuhan di Pelabuhan Pengumpan Lokal Penerbitan Izin Pengoperasian Pelabuhan selama 24 jam untuk Pelabuhan Pengumpan Lokal Penerbitan Izin Pengelolaan Terminal untuk KepentinganSendiri (TUKS) di dalam DLK/DLKP Izin Usaha, Izin Pembangunan dan Izin Operasi Prasarana Perkeretaapian Umum yang Jaringan Jalurnya dalam daerah Kabupaten Penerbitan Izin Operasi Sarana Perkeretaapian Umum yang Jaringan Jalurnya Melintasi Batas dalam 1 Daerah Kabupaten Penerbitan Izin Pengadaan atau Pembangunan Perkeretaapian Khusus, Izin Operasi dan Penetapan Jalur Kereta Api Khusus yang Jaringannya dalam Daerah Kabupaten Pengelolaan dan Penyelenggaraan TPI Surat Izin Menempati Stand Kios (SIM) Surat TandaPendaftaran Waralaba Izin Pembukaan Kantor CabangPembantudan Kantor Kas Koperasi Tabel 5.7 Struktur Organisasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik Sumber : Rencana Strategis DPM-PTSP Sesuai struktur organisasinya, tugas dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian tugas pelayanan, fasilitasi dan pembinaan di bidang Penanaman Modal dan Perizinan. Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah sebanyak 54 (lima puluh empat) orang. Berikut disajikan komposisi sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik: Tabel 5.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan Uraian Pendidikan No. Jumlah Pangkat/ Golongan SD D3 S1 S2 2 3 4 5 6 7 8 9 Juru Muda (Ia) - - - - - - - Juru Muda Tingkat I (Ib) - - - - - - - Juru (Ic) - - - - - - - Juru Tingkat I (Id) - - - - - - - Pengatur Muda (IIa) - - - - - - - Pengatur Muda Tingkat I (IIb) - - 3 - - - 3 Pengatur (IIc) - - 8 - - - 8 Pengatur Tingkat I (IId) - - 4 - - 4 Penata Muda (IIIa) - - - 1 - - 1 Penata Muda Tingkat I (IIIb) - - 4 - 13 - 17 Penata (IIIc) - - - - 6 2 8 Penata Tingkat I (IIId) - - - - 4 3 7 Pembina (IVa) - - - - - 4 4 1 1. 2. 3. 4. SMP SMA Pembina Tingkat I (IVb) - - - - - 1 1 Pembina Utama Muda (IVc) - - - - - 1 1 Pembina Utama Madya (IVd) - - - - - - - Pembina Utama (IVe) - - - - - - - JUMLAH - - 15 5 23 11 54 Sumber : Renstra DPM-PTSP Kabupaten Gresik Namun, kecukupan kuantitas sumber daya dalam implementasi suatu kebijakan tidak semerta kemudian dapat menjamin keberhasilan kebijakan jika kuantitas sumber daya ternyata berbanding terbalik dengan kualitas yang dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui, menjadi implementator suatu kebijakan peraturan bukanlah hal yang mudah karena menyangkut tanggung jawab kepada banyak orang, dan tentu saja kepada kebijakan itu sendiri. Tidak terkecuali dalam kebijakan implementasi mengenai Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang retribusi IMB di DPM-PTSP Kabupaten Gresik tersebut. Implementasi pada Peraturan Daerah ini juga memiliki beberapa kendalan menyangkut dengan sumber daya aparaturnya, seperti kurangnya personil dalam implementasinya, seperti yang dijelaskan oleh ibu Santi selaku staff bidang pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP kabupaten Gresik sebagai berikut : “izin mendirikan bangunan ini kan salah satu bentuk dari usaha daerah dengan dinas untuk pengembangan investasi dan tata wilayah kota juga. Meskipu cenderung meningkat dalam hal perkembangan dan pembangunannya, tapi DPM-PTSP terkadang masih sulit menjangkau secara detail dalam hal data ataupun melakukan kunjungan ke setiap rumah meskipun sudah ada bantuan dan rekapan data dari kecamatan-kecamatan yang ada di Kab Gresik. Dikarenakan masih kurangnya sumber daya manusia guna untuk terjun langsung ke lapangan secara menyeluruh”.(Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Ririn Susi selaku staff bidang pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut: “iya benar mbak, memang kalau dibilang dari sumberdaya personilnya dalam hal implementasi dan terjun kelapangan kurang mencukupi ya mbak. Karena selain untuk maintanance menyeluruh, disamping itu juga karena bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani juga banyak, jadi seperti banyaknya permohonan izin yang nambah itu kurang didukung dengan jumlah personil yang menanganinya”. (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Berdasarkan keterangan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa sumber daya dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih sedikit terhalang dengan kuantitas atau jumlah sumber daya manusianya dikarenakan bertambahnya jumlah permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan kuantitas personil yang kurang memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses perijinannya. 5.1.1.2 Konteks Kebijakan 1. Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi Aktor yang Terlibat Keberhasilan kebijakan kemudian dapat diukur melalui konteks kebijakan, yang mana salah satunya adalah melihat Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi Aktor yang Terlibat. Karena sebelum kebijakan dibuat tentu melalui proses yang panjang, dan proses ini melalui beberapa pintu kepentingan dari pihak eksekutif dan legislatif. Lembaga-lembaga yang berkuasa ini kemudian yang berhak mengesahkan suatu kebijakan peraturan. Berdasarkan hasil wawancara, kepentingan yang ingin dicapai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penetapan Retribusi Daerah di Kabupaten Gresik yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, selain itu juga pendapatan dari retribusi daerah khususnya dari retribusi IMB yang dibayarkan oleh masyarakat juga digunakan untuk menunjang pembangunan dan perkembangan di Kabupaten Gresik. Pemerintah melihat potensi pendapatan retribusi daerah khususnya retribusi IMB di Kabupaten Gresik yang cukup menjanjikan, dan penetapan retribusi ini bukan tanpa alasan namun karena sektor pendapatan daerah yang cukup besar bagi Kabupaten Gresik berasal dari retribusi daerah. Untuk mewujudkan kepentingan tersebut, maka strategi yang dilakukan oleh DPM-PTSP dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 tahun 2004 ini berdasarkan wawancara bersama bapak Mulyanto selaku Kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : ”secara luas, Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi SKPD adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi SKPD dimasa datang. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu trategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat dalam jangka panjang. Dari isu-isu strategis diatas, kabupaten gresik ini sangat berkembang secara pesat dalam hal pembangunan. Sehingga strategi awal untuk membangun kota adalah dengan memperbaiki sistem informasinya tentang pelayanan izin mendirikan bangunan khususnya.” (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Strategi dalam impelentasi peraturan daerah mengenai retribusi ini juga ditambahkan oleh Bapak Ali Miftah yang mengatakan bahwa : “kita berusaha semaksimal mungkin guna untuk melaksanakan peratuan daerah tentang retribusi pelayanan IMB ini mbak. Salah satu yang sudah kami lakukan yakni dengan melakukan pendekatan ke tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik, sehingga kita bisa melakukan pendataan serta keakuratan informasi perihal pelayanan izin mendirikan bangunan yang ada disetiap kecamatan di kabupaten Gresik. Sehingga kemudahan-kemudahan bagi pemohon dalam penurusan pun tidak siampang siur dan terkesan menyulitkan. Justru kami memfasilitasi untuk mempermudah masyarakat atau pengguna yang akan melakukan pengurusan pelayanan IMB atau sekedar mendapatkan informasi di tiap kecamatan setempat.” (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan kepentingan yang ingin dicapai melalui implementasi peraturan daerah nomor 23 tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah untuk menunjang pemasukan atau pendapatan asli daerah Kabupaten Gresik. Pemerintah Kabupaten Gresik dan SKPD yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam impelemntasi peraturan daerah tersebut meyakini bahwa untuk mewujudkan pembangunan dan kemajuan daerah, maka pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dan bekerjasama dan berkontribusi dalam hal pelayanan perizinan atau retribusinya yang dikelola oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Kemudian hal tersebut juga diwujudkan melalui strategi berupa komunikasi terbuka dengan masyarakat pengguna pelayanan IMB guna untuk keakuratan informasi yang sampai secara efektif kepada masyarakat. 2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa Implementasi suatu kebijakan tentu didukung oleh implementor selaku pelaksana kebijakan tersebut. Disebutkan oleh Grindle (1980) bahwa suatu kebijakan dipengaruhi oleh lingkungan kebijakan, salah satunya adalah lembaga yang berkuasa ataupun bertanggungjawab atas program atau kebijakan yang dijalankan. Tidak terkecuali dalam kebijakan peraturan daerah ini dimana pelaksana kebijakannya yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik, dalam menjalankan perda nomor 23 Tahun 2004 tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, DPM-PTSP Kabupaten Gresik seperti yang disampaikan oleh Bapak Chandra Utomo selaku staff bidang pengelola sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya adalah nomor 6 tahun 2017 dan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunannya. itupun sudah diatur didalamnya tentang bagaimana penentuan besaran biaya retribusi IMB. Artinya, penerbitan IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk masyarakat.” (Wawancara, Selasa 5 Oktober 2018) Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu Fawaz Nurul selaku staff pengawasan lingkungan DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut: “Menurut saya pribadi kebijakan IMB itu sangat cocok diterapkan di Kabupaten Gresik, saya rasa tidak hanya Kabupaten Gresik akan tetapi di semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti aturan-aturan yang telah diberlakukan di wilayah Kabupaten Gresik misalnya sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya untuk apa sebelum membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang bandel menunggu ada uang, pemikiran bahwa pengurusan itu ribet, dan sebagainya sehingga mayoritas membangun dulu baru melengkapi izin, ini yang membuat kita bingung harus diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak ingin mengambil resiko khawatir masyarakat menuntut ganti rugi. Tapi yang pasti untuk pelanggaran atau snksi, Kabupaten Gresik dimana DPM-PTSP sudah mempunyai kewenangan bersama satpol PP berdasar peraturan bupati dan peraturan tentang IMB apakah adanya teguran, pemberhentian bangunan, atau dibongkar berdasarkan kebijakan dari pimpinan dan ketegasan pemerintah. Kalau masalah aturan yang memang sangat cocok saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya seperti itu.” (Wawancara, Senin 4 Oktober 2018) Dari hasil wawancara diketahui bahwa Peraturan Daerah tentang Retribusi IMB sangat cocok dan sudah seharusnya diterapkan di Kabupaten Gresik karena dari peraturan sudah tertulis lengkap pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan berikut mengenai besarnya biaya retribusi serta perubahan atau tambahan pada bangunannya, persyaratan yang harus dilampirkan mengenai proses perizinan bangunan baru atau lama, ataupun sanksi yang diberikan kepada pelanggar dimana Pengawasan pelaksanaan peinbangunan dilakukan oleh Tim Pengawas Bangunan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gresik. 3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pada dasarnya adalah memaksa individu, kelompok atau bahkan seluruh lapisan masyarakat untuk mematuhinya. Dalam perjalanannya, tidak semua kebijakan dapat dipatuhi dan disetujui oleh masyarakat. Tingkat kepatuhan inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor penting lainnya yang turut menjadi penentu keberhasilan suatu kebijakan, karena ketika tingkat kepatuhan masyarakat terhadap suatu kebijakan berada pada level yang rendah, maka rendah pula peluang keberhasilan dari implementasi kebijakan tersebut. Salah satu bentuk kepatuhan yang ditemui oleh penulis di lapangan adalah rumah tempat tinggal baru di kecamatan Kebomas yang telah melakukan dan memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan oleh Ibu DS sebagai berikut: “saya sudah mempunyai surat izin mendirikan bangunan dari saya membeli rumah ini mbak, sudah dilengkapi segala hal tentang legalitasnya sehingga rumah ini kedepannya tidak ada permasalahan berarti perihal izinnya sehingga lebih tenang untuk saya. Selain itu untuk informasi terkait melakukan izinnya juga saya dibantu oleh pihak kecamatan yang langsung memberi pengarahan yang terkoneksi oleh dinas perizinan Kabupaten Gresik. Untuk persyaratan yang tidak saya pahami saya juga langsung tanya kepada petugas melalui telepon yang tertera dan mereka menjelaskan apa maksudnya” (Wawancara, Jum’at 8 Oktober 2018) Selain itu adapun masyarakat Ibu Mar yang belum mematuhi aturan perizinan mendirikan bangunan, sebagai berikut : “saya tidak mengetahui adanya informasi tentang IMB ini mbak. Karena pihak petugas juga tidak ada pengecekan satu persatu di rumah. Saya kira juga tidak perlu pengurusan surat-surat lagi. Lagian ini dikampung mbak, jalannya juga tidak besar seperti perumahan-perumahan, jadi kemungkinan tidak masalah jika tidak ada kelengkapan surat-surat IMB itu.” (Wawancara, Sabtu 9 Oktober 2018) Pengakuan dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan nyatanya masih ada karena dianggap rumah yang berada di perkampungan tidak diharuskan melakukan dan memiliki IMB yang dikeluarkan oleh DPM-PSTP Kabupaten Gresik padahal besar bangunan pun sudah memenuhi syarat dalam kepemilikan surat izin mendirikan bangunan. Selain itu ketidak patuhan tersebut juga disinyalir pemilik rumah yang belum memiliki surat IMB sebagai ketidaktahuan informasi mengenani proses mekanisme dan sosialisasi keharusan masyarakat dalam memiliki, dan mematuhi peraturan daerah mengenai Izin Mendirikan Bangunan. 5.1.1.3 Hasil Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 1. Dampak pada Masyarakat, Individu, dan Kelompok Kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tentu memiliki dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat ataupun target kebijakan. Dampak kepada masyarakat ini kemudian juga menjadi salah satu faktor untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan. Dampak kebijakan kepada masyarakat selaku lingkungan kebijakan dapat berupa dampak positif atau negatif. Dikatakan positif jika kebijakan tersebut memberikan dampak yang bermanfaat, demikian sebaliknya, dikatakan negatif jika memberikan dampak yang tidak diharapkan. Karena kebijakan pada dasarnya bersifat memaksa, maka bukanlah hal baru jika suatu kebijakan berdampak negatif kepada masyarakat. Berdampak negatif, bukan selalu berarti bahwa kebijakan itu merugikan masyarakat, karena bisa jadi dampak negatif yang muncul adalah adanya penolakan ataupun keberatan dari masyarakat selaku lingkungan kebijakan yang nyatanya tidak bisa disepelekan. Jika masyakat yang menjadi target kebijakan kemudian tidak mematuhi kebijakan yang ada, maka kebijakan tersebut akan berujung kepada kegagalan, atau setidaknya tidak dapat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Dalam implementasi peraturan daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, juga terdapat dampat negatif berupa ketidak tahuan informasi mengenani pelayanan IMB yang datang dari masyarakat selaku target sekaligus lingkungan kebijakan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah satu masyarakat Ibu RS pemilik rumah tempat tinggal sebagai berikut: “saya kurang tau mengenai peraturan izin mendirikan bangunan ini mbak. Saya di perkampungan yang kalau tidak dikasih tau sama petugas kelurahan tentang surat-surat apa yang harus diurus ya nggak tau. Kalau PBB saya bayar rutin, tapi kalau IMB saya belum tau bagaimana cara membayarkannya dan untuk apa kegunaan dari IMB itu”. (Wawancara, Jum’at 8 Oktober 2018) Keterangan yang diberikan oleh masyarakat diatas tentang dampak negatif juga dipaparkan oleh Bapak GM masyarakat lain di beda kecamatan, sebagai berikut: “saya agak malas untuk mengurus izin IMB sebenarnya mbak karna banyak persyaratan yang harus dilengkapi. Saya berusaha memberikan kelengkapan persyaratan tersebut, tetapi banyak revisi yang diminta oleh dinasnya. Dan ketika kesana lagi, masih ada yang belum beres.” (Wawancara, Sabtu 9 Oktober 2018) Berbeda halnya dengan pandangan masyarakat Ibu DS yang lebih positif dalam memiliki surat izin mendirikan bangunan, seperti berikut ini : “sebenarnya dengan diharuskannya setiap bangunan mempunyai surat izin mendirikan bangunan itu gunannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari sehingga hal tersebut dilindungi oleh hukum. Kalau untuk informasi kita juga harus aktif bertanya e kelurahan setempat, sering-sering membaca berita tentang lingkungan setempat jadi sebagai warga yang baik juga tidak hanya tingga diam saja, harus lebih aktif sehingga sebagai masyarakat yang pintar kita tau apa yang harus dilakukan mengenai semua kewajiban dan hak sebagai warga setempat. Melek informasi tentang imb untuk kerjasama antar stakeholder pemerintah dan masyarakat. Cuman kemugkinan yang harus diperhatikan adalah petugasnya harus lebih diperhatikan jumlahnya, karna bangunan di gresik sangat banyak jadi surat yang masuk dan keluar tidak hanya efektif tetapi juga cepat.” (Wawancara, Jum’at 8 Oktober 2018) Sesuai dengan hasil wawancara diatas, dapat memberi gambaran bahwa kebijakan implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini juga ada yang menanggapinya secara negatif oleh masyarakat, tanggapan negatif ini kemudian memunculkan ketidak percayaan dan sikap defensif dari masyarakat terhadap pemerintah pengelola retribusi IMB Kabupaten Gresik. Selain itu disebutkan dari wawancara diatas adalah pandangan postif pun memberikin sumbangsih kritik saran yakni dengan bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tetapi tidak didukung dengan jumlah petugas/ sumber daya manusia yang menanganinya sehingga hal tersebut memperlama proses perizinan yang membutuhkan kelengapan persayaratan yang cukup banyak. Selain itu koordinasi agar terciptanya sinergitas antara pemerintah atau pengelola dengan kelurahan atau kecamatan setempat terkait status riwayat tanah sehingga meminimalisir revisi kelengkapan persyaratan pelayanan IMB pada masyarakat. 2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat Sesuatu yang baru yang datang dan hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat akan membawa pengaruh kepada masyarakat, menimbulkan sebab akibat. Seperti halnya kebijakan, yang merupakan sesuatu yang baru ditengah masyarakat, khususnya kebijakan mengenai pajak kos ini dampak kebijakan terhadap masyarakat yang terdapat dalam poin sebelumnya kemudian berhubungan dengan perubahan dan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Seperti yang telah disinggung diatas tentang perubahan dan penerimaan masyarakat mengenai implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin mendirikan Bangunan ini, respon masyarakat oleh Bapak S sebagai pengguna pun juga terjadi sebagaimana wawancara sebagai berikut : “pada awalnya saya tidak mempunyai surat IMB dikarenakan tidak tau menahu dimana mendapatkan informasi mengenai izin tersebut, jadi otomatis juga tidak mengetahui proses, alur mekanismenya. Terus mengurus izin mengenai itu dianggapan saya juga ribet. Tidak praktis. Jadi saya juga enggan untuk mengurus IMB di dinas perijinan. Tetapi saya tau kalau memang pengurusan perijinan IMB untuk bangunan tempat tinggal harus dipunyai. Karna saya juga tidak mau ambil resiko dikemudian hari karna masalah bangunan yang tidak ada surat resmi dari pemerintah.” (Wawancara, Jumat 8 Oktober 2018) Hal senada juga disampaikan oleh Ibu DS selaku masyarakat yang sudah mengantongi surat perijinan Izin Mendirikan Bangunan yang telah dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai berikut : “menurut saya juga kalau bisa ya harus punya surat izin mendirikan bangunan ini sih mbak, terlepas digunakan untuk persyaratan bank atau apa, pemerintah bilang untuk peningkatan PAD ya seperti sedia payung sebelum hujan saja. Jadi tidak ada sengketa hanya tidak ada kelengkapan surat tersebut.” (Wawancara, Jumat 8 Oktober 2018) Pernyataan masyarakat melalui hal tersebut diatas menunjukkan bahwa masyarakat yang pada mau mengurus izin mendirikan bangunan, diluar fakta jika pada awalnya masyarakat tidak mempunyai surat izin dikarenakan tidak mengetahui informasi mengenai perizinan IMB, kurang informasi tentang alur mekanismenya. Namun setelah adanya informasi secara lengkap yang didapat bisa dilakukan dan diakses melalui potal website DPM-PTSP pada http://dpmptsp.gresikkab.go.id gunauntuk kejelasan informasi serta hal hal yang berkaitan dengan proses perijinan sesuai peraturan yang berlaku di Kabupaten Gresik. 5.1.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dalam menjalankan suatu peraturan, pemerintah tentu mengalami dorongan atau bahkan hambatan dalam proses implementasinya. Implementasi atau penerapan peraturan yang tidak selalu mudah dan penuh hambatan, kemudian menjadikan suatu implementasi suatu peraturan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kebijakan itu sendiri. Faktor ini yang kemudian pada gilirannya bisa menjadi pendukung ataupun penghambat kebijakan tersebut. Dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung dan penghambat pula. 5.1.2.1 Faktor Pendukung Implementasi suatu kebijakan menuju hasil yang diharapkan tentu didukung oleh faktor yang menjadi pendukung implementasi kebijakan tersebut. Faktor pendukung ini kemudian pada gilirannya memiliki peran yang penting agar keberhasilan implementasi kebijakan semakin mudah dicapai. Dalam implementasi mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang tertuang pada Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004, terdapat faktor pendukung, yaitu : 1. Dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan Sesuai dengan struktur organisasinya, tugas dari DPM-PTSP Kabupaten Gresik adalah membantu bupati dalam melaksanakan sebagian tugas pelayanan, fasilitasi dan pembinaan di bidang penanaman modal dan perizinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala DPM-PTSP meyelenggaraan fungsinya sebagai berikut: a. Penyusunan rencana program dan kegiatan di bidang Penanaman Modal dan Perizinan; b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan Penanaman Modal dan Perizinan c. Penyusunan dan penetapan kebijakan pengembangan penanaman modal daerah sesuai dengan program pembangunan daerah, berkoordinasi dengan pemerintah provinsi d. Pelaksanaan pelayanan perizinan terkait dengan penanaman modal dan atau persetujuan prinsip, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah, Izin Mendirikan Bangunan, Izin Gangguan, dan Izin Usaha Tetap e. Pelaksanaan pelayanan izin-izin lain yang telah dilimpahkan kewenangannya berdasarkan peraturan bupati f. Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan penanaman modal dan perizinan g. Pelaksanaan pengelolaan sistem informasi penanaman modal dan perizinan serta pengembangan kawasan; h. Pelaksanaan pengendalian usaha dan penanaman modal; i. Pelaksanaan pengembangan iklim investasi daerah; j. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi terhadap kerjasama investasi dan pengembangan komunitas dan kemitraan; k. Pelaksanaan pembinaan dan fasilitasi permasalahan penanaman modal dan perizinan; l. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelayanan penanaman modal dan perizinan; m. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Kerjasama Antar Staf Pegawai Yang Terjalin Dengan Baik Dalam pembagian tugasnya untuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, DPM-PTSP Kabupaten Gresik juga mengedepankan kerjasama antar staf pegawai yang terjalin baik, hal tersebut tidak terlepas dengan beberapa hal yang mempengaruhinya, misalnya struktur birokrasi di dalam DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang baik akan mengahsilkan kerjasama antar staf pegawai yang terjalin baik pula sehingga kinerja pun meningkat. Struktur birokrasi yakni alat dalam penanganan keperluan publik. Pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki sumber daya yang memadai, namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut masih menghalangi proses implementasi karena struktur organisasi yang dimiliki. Dua ciri utama dari birokrasi adalah Standard Operating Procedures (SOPs) dan pembagian tugas dan fragmentasi atau kesesuaian organisasi birokrasi. Standard Operating Procedures (SOPs) adalah rutinitas yang memungkinkan pejabat publik untuk membuat keputusan yang berurutan. SOPs meminimalisir waktu yang digunakan, dimana SOPs seringkali dibutuhkan karena suatu masalah dari sumber daya. Pemegang jabatan biasanya kekurangan staff yang memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah, maka dari itu mereka harus bisa membuat keputusan dengan cepat dan membuat situasi yang ada menjadi lebih sederhana. Dengan berfokus pada tugas fungsional masing-masing, birokrat akan dengan mudah beradaptasi dengan SOPs. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Johar pada bidang Pelayanan Perizinan Non Penanaman Modal sebagai berikut : “SOPs itu seperti rutinitas yang harus dilaksanakan oleh personel pegawai yang ada disini untuk mempermudah dalam masalah pengambilan keputusan. SOP ini menghemat waktu dengan memungkinkan pejabat untuk menghindari membuat tindakan sepihak mengenai situasi tertentu, namun meskipun dibuat untuk membuat implementasi kebijakan menjadi lebih mudah juga ada hambatan-hambatan pula yang terjadi dalam prosesnya. Jika suatu kebijakan peraturan ada yang relatif masih baru atau ada perubahan dalam jumlah staff atau personel pegawai dpm-ptsp ini, perubahan peraturan diatasnya, SOPs akan lebih mudah dilakukan karena mereka lebih fleksibel” (Wawancara, senin 4 Oktober 2018) Selain itu, hal yang juga berpengaruh dalam tercapainya suatu keberhasilan suatu implementasi yakni struktur birokrasi di DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang sudah disinggung diatas dimana dari total 54 (lima puluh empat) pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang dan bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni kasubid pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan kawasan di proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni kasubid pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid pelayanan perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang III dibagi 2 bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada bidang IV juga terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan iklim investasi yang diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan komunitas kemitraan yang di proses oleh 6 orang. Hal tersebut juga disebutkan oleh Bapak ali selaku staf di bidang pelayanan perizinan non penanaman modal sebagai berikut : “kerjasama antar staf pegawai disini terjalin dengan baik, karena didukung dengan adanya pertemuan rutin sepeti rapat bulanan yang diselenggarakan oeh DPM-PTSP Kbupaten Gresik. Dari rapat evaluasi tersebut, dapat diketahui sejauh mana para pegawai dapat enyesuaikan diri dengan kemampuannya dalam menjalankan tugasnya di bidang masing-masing dalam memberi pelayanan kepada masyarakat” (Wawancara, senin 4 Oktober 2018) Hal senada juga di paparkan oleh Ibu Mufarokhah selaku staf pada bidang pengawasan kawasan DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “di DPM-PTSP ini, suasana kantor dan hubungan antar pegawai berjalan cukup baik. Bahkan, hubungan antar pimpinan dan pegawai juga terjalin dengan bagus. Saya sendiri juga menghimbau kepada para pegawai untuk tidak segan dala memberikan tanggapan, saran ataupun kritik kepada antar pegwai ataupun kepada pimpinan sekalipun. Karena dengan hal tersebut bisa saling mengingatkan untuk kemajuan kualitas pelayanan pada kantor ini.” (Wawancara, selasa 5 Oktober 2018) Berdasarkan hal tersebut, dapat disipulkan bahwa kekompakan dan kerjasama yang baik pada pegawai DPM-PTSP Kabupaten Gresik berpengaruh untuk terlaksananya jaringan kerja yang profesional. 3. Tersedianya data dan informasi perijinan dan penanaman modal Tersedianya data secara transparan dan mudah merupakan hal yang penting untuk bagaimana informasi mengenai perda tentang IMB ini dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat luas, khususnya di Kabupaten Gresik. Data-data yang berkaitan dengan bagaimana proses pengurusan retribusi IMB pun telah disebutkan pada Perda Nomor 6 tahun 2017 Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Hal tersebut juga dapat di akses pada website http://dpmptsp.gresikkab.go.id, email dpmptsp@gresikkab.go.id Gambar 5.9 website DPM-PTSP Kab.Gresik Sumber : http://dpmptsp.gresikkab.go.id Pada portal website DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dapat dilihat jika seluruh informasi yang berkaitan mengenai proses penanaman modal dan perizinan dapat dilihat serta diakses di website resmi tersebut. Di website DPM-PTSP Kabupaten Gresik terdapat beberapa portal yakni layanan pengaduan, layanan perizinan, pengumuman, sistem informasi geografi, submit izin, cek status perizinan dengan E-Tracking, berita, LKPM online, dashboard perizinan, atau buku elektronik yang memuat peraturan-peraturan yang terkait. 4. Terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat Masyarakat merupakan suatu unsur yang penting guna untuk melihat, dan merasakan bagaimana komitmen para aparatur daerah dalam memberikan pelayanan yang efektif, efisien dan prima. Salah satu hal yang mendukung dalam implementasi yang efektif yakni dengan melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan pelayanan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Hal ini terlihat di tahun 2017, DPM-PTSP Kabupaten Gresik mengundang 50 pemohon izin dan mengajak mereka mengikuti sosialisasi peraturan daerah Kabupaten gresik mengenai Izin Mendirikan Bangunan. Gambar 5.10 sosialisasi dengan masyarakat di DPM-PTSP Kab.Gresik Sumber : http://gresikkab.go.id (diakses pada Tanggal 12 November 2018) Dalam pertemuan sosialisasi tersebut membahas tentang bagaimana pemberian informasi, sosialisasi kepada masyarakat tentang Izin Mendirian Bangunan, seperti yang disebutkan Kepala Bidang pelayanan Perizinan Usaha, perizinan tertentu dan non perizinan, Bapak Irianto sebagai berikut : “proses pembangunan baru bisa dilakukan setelah sudah mendapatkan surat Izin Mendirikan Bangunan dari DPM-PTSP. Kami adil dan taat aturan sesuai dengan payung hukum yang berlaku yakni perda nomor 6 tahun 2017 dan mengenai retribusinya yakni perda nomor 23 tahun 2004. Kami berharap jika para pemohon untuk mengurus sendiri semua proses perizinannya. Hal ini bertujuan agar informasi dapat diterima, sampai dan dipahami dengan jelas oleh masing-masing pemohon.” (Wawancara, selasa 5 Oktober 2018) Hal lain disebutkan oleh Bapak Mulyanto selaku Kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “ada aturan baru pengurusan IMB dari yang sebelumnya, sekarang ada perubahan seperti yang disebutkan pada perda nomor 6 tahun 2004 dan pera nomor 23 tahun 2004 mengenai retribusinya. Dari semua pihak pun kami harapkan untuk memberikan beberapa masukan terkait penyederhanaan SOP dalam pengurusan perizinan yang ada di Kabupaten Gresik. Dari semua pihak, kami akan mereview kembali SOP perizinan yang ada dan disesuaikan dengan aturan saat ini sehingga seluruh pengurusan perizinan terstandarisasipersyaratan dan waktu penyelesaian khususnya mengenai IMB” (Wawancara, senin 4 Oktober 2018) Dari penyataan yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian layanan pun sangat diperukan sehingga titik temu, penyampaian informasi pun dapat sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada, sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga pelaksanaan pelayanan yang baik pun dapat diterima oleh semua pihak. 5.1.2.2 Faktor Penghambat Penghambat pelaksanaan pelayanan perijinan IMB yang diberikan kepada masyarakat merupakan salah satu hal indikator yang dapat dijadikan pemicu upaya perbaikan kualitas pelayanan kedepannya, agar efektifitas pelayanan dapat tercapai.berikut ini beberapa faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentag Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik : 1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No.24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda Retribusi IMB. Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B diubah sebagai 1. Ketentuan pasal 1 huruf e berbunyi sebagai berikut: Kepala Dinas Pekerjaan Umum adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik 2. Ketentuan pasal 6 huruf d berbunyi sebagai berikut: Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian izin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (perorangan) untuk bangunan lama (pemutihan) maupun bangunan baru; Dari pemamaparan diatas mengenai faktor penghambat dalam implementasi perda nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dimana penghambat tersebut juga dikarenakan adanya tumpang tindih peraturan. Bapak Achmad Shohib selaku staf pada bidang Pengawasan Pemanfatan Lahan dan Bangunan menyatakan hal sebagai berikut: “pada awalnya memang sedikit bingung mengenai Standar Operasional Prosedur yang ditetapkan karena adanya tumpang tindih peraturan mengenai prosedur IMB ini. Pada pasal 22 tahun 2000 yang diatur dalam Perda Kabupaten Gresik Nomor 5 Tahun 2011 dan Perda nomor 29 Tahun 2011. Lalu mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang pada awalya diatur pada perda Nomor 22 Tahun 2000 pada akhirnya adanya pembaharuan yang diatur pada perda nomor 23 Tahun 2004. Sehingga mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan akhirnya memakai dasar hukum nomor 23 Tahun 2004” (Wawancara, senin 11 Oktober 2018) Hal senada juga dipaparkan dalam wawancara dengan Bapak Tomi Indarto yang juga staf pada bidang Pengawasan Pemanfaatan Lahan dan Bangunan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “seperti yang sudah disampaikan oleh bapak shohib diatas mbak mengenai adanya tumpang tindih peraturan yang pada awalnya menjadikan kebingungan dalam pelaksanaan retribusi IMB. Yang pada akhirnya perda nomor 22 tahun 2000 digantikan dengan perda nomor 23 tahun 2004 untuk dasar hukumnya. Hal itu dikarenakan penerbitan IMB dalam perda retribusi tidak sinkron dengan PU nomor 24/PRT/M/2007 dan tidak sinkron dengan Permendagri nomor 32 tahun 2010. Selain itu untuk masalah teknis bangunannya juga mbak. Pada bab IV perda nomor 29 tahun 2011 mengenai bangunan gedung juga diatur dalam bagian III perda tersebut. Hal tersebut menjadikan kebingunan dalam proses pelaksanaanya. Jadi overlaping juga karena ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam perda retribusi IMB. Sehingga pergantian dasar hukum kepada perda nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi IMB ini yang pada akhirnya dipakai di DPMPTSP Kabupaten Gresik”. (Wawancara, senin 11 Oktober 2018) Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa tumpang tindih peraturan yang menjadikan kebingungan dalam proses pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pada pasal 59 Perda Nomor 22 Tahun 2004 terkait prosedur IMB itu juga diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011 dan dalam Perda Nomor 29 Tahun 2011. Sehingga terjadi tumpang tindih dasar hukum untuk proses implementasi Retribusi IMB. Pada akhirnya dasar hukum yang digunakan adalah dengan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan karena dianggap perda tersebut lebih relevan dengan situasi dan kondisi yang ada di Kabupaten Gresik saat ini. 2. Ketentuan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan dalam Perda Retribusi tidak sinkron dengan PU nomor 24/PRT/M/2007 dan tidak sinkron dengan Permendagri Nomor 32 Tahun 2010. Hal ini dikarenakan adanya masalah teknis bangunan yang diatur dalam Perda Nomor 29 Tahun 2011 pada bab IV yang juga diatur pada bagian III pada perda yang sama sehigga pada akhirnya diganti pada Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Tetapi pada Perda Nomor 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda tersebut yang seharusnya sudah diatur dan digunakan pada Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang lebih relevan digunakan pada situasi dan kondisi Kabupaten Gresik pada saat ini. 2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang Menangani Faktor penghambat lain selain dengan adanya tumpang tindih peraturan yang mengakibatkan kebingungan dasar hukum yang digunakan dalam implementasi retribusi Izin mendirikan Bangunan ini yakni adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia yang menangani pelayanan perizinan yang ada pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gresik. Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah sebanyak 54 (lima puluh empat) orang. Berikut disajikan komposisi sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik: No. Tabel 5.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan Uraia Pendidikan n Pangkat/ Golongan SD SMP SMA D3 S1 1 1. 2. 3. 2 Jumlah S2 3 4 5 6 7 8 9 Juru Muda (Ia) - - - - - - - Juru Muda Tingkat I (Ib) - - - - - - - Juru (Ic) - - - - - - - Juru Tingkat I (Id) - - - - - - - Pengatur Muda (IIa) - - - - - - - Pengatur Muda Tingkat I (IIb) - - 3 - - - 3 Pengatur (IIc) - - 8 - - - 8 Pengatur Tingkat I (IId) - - 4 - - 4 Penata Muda (IIIa) - - - 1 - - 1 Penata Muda Tingkat I (IIIb) - - 4 - 13 - 17 Penata (IIIc) - - - - 6 2 8 4. Penata Tingkat I (IIId) - - - - 4 3 7 Pembina (IVa) - - - - - 4 4 Pembina Tingkat I (IVb) - - - - - 1 1 Pembina Utama Muda (IVc) - - - - - 1 1 Pembina Utama Madya (IVd) - - - - - - - Pembina Utama (IVe) - - - - - - - JUMLAH - - 15 5 23 11 54 Sumber : Renstra DPM-PTSP Kabupaten Gresik Namun, kecukupan kuantitas sumber daya dalam implementasi suatu kebijakan tidak semerta kemudian dapat menjamin keberhasilan kebijakan jika kuantitas sumber daya ternyata berbanding terbalik dengan kualitas yang dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui, menjadi implementator suatu kebijakan peraturan bukanlah hal yang mudah karena menyangkut tanggung jawab kepada banyak orang, dan tentu saja kepada kebijakan itu sendiri. Tidak terkecuali dalam kebijakan implementasi mengenai Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang retribusi IMB di DPM-PTSP Kabupaten Gresik tersebut. Implementasi pada Peraturan Daerah ini juga memiliki beberapa kendala menyangkut dengan sumber daya aparaturnya, seperti kurangnya Sumber Daya Manusia dalam implementasinya, seperti yang dijelaskan oleh ibu Santi selaku staff bidang pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP kabupaten Gresik sebagai berikut : “izin mendirikan bangunan ini kan salah satu bentuk dari usaha daerah dengan dinas untuk pengembangan investasi dan tata wilayah kota juga. Meskipu cenderung meningkat dalam hal perkembangan dan pembangunannya, tapi DPM-PTSP terkadang masih sulit menjangkau secara detail dalam hal data ataupun melakukan kunjungan ke setiap rumah meskipun sudah ada bantuan dan rekapan data dari kecamatan-kecamatan yang ada di Kab Gresik. Dikarenakan masih kurangnya sumber daya manusia guna untuk terjun langsung ke menyeluruh”.(Wawancara, Senin 4 oktober 2018) lapangan secara Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Ririn Susi selaku staff bidang pengelolaan sistem informasi DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut: “iya benar mbak, memang kalau dibilang dari sumberdaya personilnya dalam hal implementasi dan terjun kelapangan kurang mencukupi ya mbak. Karena selain untuk maintanance menyeluruh, disamping itu juga karena bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani juga banyak, jadi seperti banyaknya permohonan izin yang nambah itu kurang didukung dengan jumlah personil yang menanganinya”. (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) Berdasarkan keterangan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa sumber daya dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih sedikit terhalang dengan kuantitas atau jumlah sumber daya manusianya dikarenakan bertambahnya jumlah permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan kuantitas personil yang kurang memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses perijinannya khususnya dalam hal perizinan Izin Mendirikan Bangunan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah melayani pemohon sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) pelanggan , sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik, data terlampir sebagai berikut: NO Tabel 5.3 Rekapitulasi Penerbitan Izin di DPM-PTSP Kab.Gresik TAHUN JENIS IZIN 2011 2012 2013 2014 2015 1 IPPM 76 172 200 332 322 2 IU 50 77 58 52 73 3 IPR 99 190 206 212 278 4 LOKASI 47 54 40 62 55 5 TATA RUANG 120 357 300 19 60 6 IMB 791 404 439 420 495 7 HO 146 170 123 83 275 8 KEPELABUHANAN 0 4 14 1 8 9 REKLAME 727 115 228 197 213 10 IZIN PERTAMBANGAN 21 13 15 18 - 11 TDP 1054 1315 1704 1750 1981 12 ABT 7 58 58 71 - 3131 2929 3385 3199 3760 TOTAL Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP Bisa diasumsikan bahwa sejak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik berdiri di tahun 2007, maka selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir, apabila diasumsikan dalam satu tahun ada kurang lebih 3000 (tiga ribu) berkas maka Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah melayani 27.000 (dua puluh tujuh ribu) customer. Sedangkan pada akhir Februari tahun 2016, sesuai data yang ada di sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Gresik. Pada bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni kasubid pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan kawasan di proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni kasubid pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid pelayanan perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang III dibagi 2 bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada bidang IV juga terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan iklim investasi yang diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan komunitas kemitraan yang di proses oleh 6 orang. Dengan jumlah berkas yang tidak sedikit, pegawai di Badan Penanaman Modal dituntut untuk professional dalam melakukan pelayanan dengan mengacu pada sistem pelayanan yang distandarkan. Ditambah lagi dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengamanatkan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tidak seimbang dengan jumlah sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya memenuhi kualitas secara akademis namun harus telah siap bekerja melayani masyarakat. 3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Di dalam perda Nomor 23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian ijin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Ijin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk bangunan lama (Pemutihan) maupun bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut juga tak terlepas mengenai tata cara persyaratan guna untuk pendaftaran IMB. Dalam pemberian izin, pemohon harus menyiapkan berkas-berkas persyaratan yang akan digunakan untuk perizinan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti yang disampaikan oleh Ibu Farida pada bidang pengelola sistem informasi, sebagai berikut: “guna untuk melakukan pendaftaran IMB ini, ada beberapa syarat yang harus disiapkan terlebih dahulu untuk persyaratan izin mendirikan rumah tempat tinggal dan bangunan sosial baru, seperti fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) yang terdaftar oleh dispendukcapil Kabupaten Gresik, fotokopi pelunasan PBB tahun terakhir, fotokopi surat hak atas tanah yang akan dimohonkan, serta gambar denah lokasi, dan surat yang telah diinformasikan. Pada persyaratan gambar bangunan atau konstruksi untuk bangunan sosial baru, perinciannya meliputi gambar situasi/layoutplan, gambar denah, gambar rencana pondasi, gambar rencana atap, gambar potongan memanjang dan potongan melintang bangunan tersebut, serta gambar tampak dari depan, samping dan detail konstruksinya”. (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) Tetapi pada fakta empirisnya, terdapat beberapa masalah atau kendala yang teridentifikasi dalam implementasi tentang retribusi izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik, seperti : respon pemerintah terhadap layanan IMB dirasa kurang maksimal sepenuhnya sehingga masyarakat pun kurang mengerti akan informasi dan bagaimana pengajuan permohonan izin dan mekanisme terhadap retribusi pelayanan IMB Kabupaten Gresik. Selain itu masyarakat beranggapan jika waktu pengurusan IMB yang relatif lama karna banyak persyaratan yang kurang jelas pada informasi di awal. Adanya tumpang tindih peraturan sehingga pimpinan SKPD sering membuat kebijakan secara kasuistis ketika permasalahan muncul. Bertambahnya jenis permohonan izin yang harus dilayani, tetapi adanya keterbatasan jumlah personil yang menanganinya. Ataupun setelah pemeriksaan lapangan, terdapat revisi (gambar) atau penambahan kelengkapan dokumen yang tidak segera permasalahan ditindak yang lanjuti muncul oleh dalam pemohon. Sehingga implementasi permasalahan- perizinan IMB juga mempengaruhi dalam hal pemenuhan target pencapaian kinerja di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dan target realisasi investasi di Kabupaten Gresik. Keluhan mengenai proses perizinan mendirikan bangunan di DPM-PTSP ini juga disampaikan oleh Ibu Novi selaku masyarakat atau pemohon yang merasa jika prosesnya cenderung berbelit-belit sehingga surat izinnya belum juga keluar, sebagai berikut: “kami ini terkadang bingung dengan persyaratan yang katanya harus dilengkapi, saya sudah mengajukan permohonan izin pengembangan industri dan ditugasi untuk mengurus suarat perizinan mendirikan bangunan. Tetapi sampai sekarang ketika saya tanya ke dinasnya, kata orang dinas masih harus melengkapi surat-surat denah yang belum lengkap. Intinya persyaratannya masih belum lengkap juga. Sehingga izinnya nggak keluar mbak. Kalau surat izinnya belum juga keluar, maka pembangunan juga masih belum bisa diteruskan karna akan menyalahi aturan dan kami kan juga takut jika tidak ada surat resminya dari kantor. Berhenti pembangunannya mbak, madak gitu masihan untuk perumahan soalnya ini”. (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) Melalui wawancara diatas, maka dapat dikatakan bahwa informasi mengenai mekanisme ataupun tata cara perizinan IMB untuk rumah tempat tinggal pun masih belum tersampaikan secara efektif kepada masyarakat. Dengan adanya hal seperti diatas, maka DPM-PTSP pun melalui Kepala DPM-PTSP Kabupaten Gresik bapak Muyanto menerangkan kembali bagaimana seharusnya mekanisme pelayanan IMB serta retribusinya dapat efektif dan efisien terlaksana dengan baik, sebagai berikut: “pemohon IMB yang kembali itu, bisa jadi karena kelengkapan persyaratan dokumne-dokumen yang diperlukan sbelum lengkap sehingga izinnya belum keluar, tetapi jika ada yang menyatakan sudah lengkap tetapi perizinan masih belum keluar juga, kemungkinan ternyata gambar ada yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Seperti ada yang melanggar garis sepadan padar dan garis sepadan bangunan. Apalagi berhubungan dengan izin peruntukkan ruang, ini harus sesuai dengan perda tata ruang. Sehingga denah bangunannya tidak ada permasalahan. Selain itu juga berkas dokumennya pemohon IMB pun harus lebih dievaluasi dan diteliti lagi jadi antara pemohon dan petugas pun lebih enak.” (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) Mengenai respon yang diberikan pihak DPM-PTSP Gresik pun didukung juga oleh pernyataan dari Ibu Farida pada bidang Pengelola Sistem Informasi sebagai berikut : “Proses evaluasi itu bisa jadi ada berkas yang masih harus dilengkapi dan dipersyaratkan. Contohnya, masalah, tanah yang tidak jelas. Contohnya, ketika ada fasum fasos yang belum direncanakan. Pemohon bisa membuka website DPM-PTSP di portal kami di http//:dpmptsp.gresikkab.go.id guna untuk melihat informasi persyaratan apa saja yang diperlukan dan harus dilengkapi dalam permohonan perizinan mendirikan bangunan. Setelah mengunggah berkas-berkas secara lengkap, maka perugas akan meninjau di lokasi sesuai dengan berkas yang telah diajukan sebagian masyarakat” (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) seperti yang disebutkan dari hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa terlaksana dengan baik dan merata. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana proses yang baik dan benar dalam mengurus surat izin mendirikan bangunan. 4. Adanya Praktek Usaha Perijinan Ilegal (Calo) Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik dalam menjalankan tugasnya masih mendapati hambatan-hambatan dalam mengatasai para calo pengurusan izin dari pihak-pihak atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disampaikan oleh Bapak Yunus pada Bidang Pengawasan Kawasan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : “problem calo-calo dalam proses pembuatan perizinan IMB secara ilegal ini pada kenyataanya masih ada. Biasanya para oknum ilegal ini menawarkan jasa kepada pemohon izin dengan iming-iming pengurusan izin yang lebih cepat dibanding apabila mengurus sendiri karena memang sedikit mengeluarkan waktu untuk melengapi persyaratan-persyaratan yang kurang lengkap, namun mereka memanipulasi biaya kepada pemohon izin yang jauh lebih besar dibanding dengan biaya retribusi yang ditetapkan DPMPTSP. Oleh karenanya, banyak pemohon yang terlanjur menggunakan jasa calo ilegal ini merasa tertipu dan dirugikan. Jadi kalaupun pemohon itu tidak mengurus secara langsung, sebaiknya jangan mengurus secara langsung, sebaiknya memakai jasa notaris atau orang yang dipercaya dengan memberikan surat kuasa, sehingga legalitasnya pun terjamin”. (Wawancara, Selasa 5 oktober 2018) Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Fauzi Budi pada Bidang Pengawasan Kawasan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, sebagai berikut : “untuk masalah praktek calo di DPM-PTSP ini memang tidak dipungkiri kalau masih ada, dikarenakan kemungkinan yang mengurus izin tidak harus yang mempunyai bangunan. Sehingga banyak calo yang menawarkan jasa untuk mengurus IMB. Tetapi masalah pungutan biaya kami tidak tahu berapa jumlah uang yang sudah dikeluarkan oleh pemilik bangunan ke calo dalam pengurusan izinnya. Disarankan pemilik rumah atau bangunan memakai jasa notaris ataupun ke orang yang dapat dipercaya dengan melampirkan surat kuasa sehingga dasar hukumnya jelas. Selain itu anyak yang mengurus ke calo karena masyarakat tidak memiliki informasi bagaimana cara mengurusnya, sebaiknya membuka website di http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk tau lengkap informasi ketikan akan membutuhkan dalam pengurusan IMB.” (Wawancara, Selasa 5 oktober 2018) Dari beberapa pernyataan yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa para calo atau oknum-oknul ilegal dalam pengurusan izin mendirikan bangunan di DPM-PTSP Kabupaten masih ada dengan menawarkan iming-iming pengurusan izin mendirikan bangunan dengan lebih cepat dan tidak berbelit-belit. Kondisi ini justru akan menimbulkan paradigma yang negatif bagi DPM-PTSP Kabupaten Gresik, padahal ketentuan dan informasi mengenai pengurusan perizinan mendirikan bangunan bisa dilihat dan diakses di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id meskipun belum semua masyarakat mengerti akan pentingnya mengurus izin, terutama Izin Mendirikan Bangunan. 5.1.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Suatu kebijakan pada gilirannya akan menuju kepada hasil kebijakan berdasarkan implementasi yang telah dilakukan. Hasil ini kemudian yang menunjukkan sejauh mana keberhasilan kebijakan jika dilihat secara keseluruhan. Mengenai hasil kebijakan ini, kemudian ditanggapi Bapak Ulul Azmi yang berada di bidang Perizinan Non Penanaman Modal sebagai berikut : “Kalau secara keseluruhan saya melihat kebijakan ini bertujuan baik yaitu untuk menunjang pemasukan ataupun pendapatan bagi Kabupaten Gresik. Memang masih perlu penyesuaian, masih perlu perbaikan, masih ada kekurangan. Tapi pelan-pelan kita perbaiki itu semua supaya kebijakan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya dan menjadi kebijakan yang berhasil.” (Wawancara, Senin 4 oktober 2018) Kemudian hasil kebijakan mengenai implementasi retribui IMB ini ditambahkan oleh Bapak yunus di bidang Pengawasan Kawasan, sebagai berikut : “Kebijakan ini pada dasarnya memiliki hasil yang relatif dilihat dari UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian diturunkan dalam sebuah perda yang mengatur tentang retribusi khususnya retribusi dalam izin mendirikan bangunan merupakan suatu objek yang perlu ditindaklanjuti dikarenakan dari retribusi itu ada hasil yang signifikan dalam PAD Gresik” (Wawancara, Selasa 5 oktober 2018) Hasil kebijakan retribusi izin mendirikan bangunan berdasarkan Perda Nomor 23 Tahun 2004 Kabupaten Gresik berdasar data hasil yang berhasil dihimpun oleh penulis yakni sebagai berikut : Tabel 5.9 Rencana dan Realisasi Investasi Kab.Gresik thn 2010-2015 TAHUN N URAIAN O 1 Rencana Investasi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1.796.671,60 3.030.760,90 18.987.306,90 15.445.440,60 17.158.985,2 24.639.278,4 246.483,40 1.418.761,20 299.057,10 83.364,70 250.584,40 398.273,6 PMDN (juta rupiah) 2 Rencana Investasi 3 PMA (US$ ribu) Realisasi Investasi 941.109,2 2.763.367,1 1.196.139,7 2.986.515,5 8.009.042,0 671.413,6 4 PMDN (juta rupiah) Realisasi Investasi 349.173,20 117.964,80 144.164,60 79.299,80 215.390,80 152.925,40 PMA (US$ ribu) Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik Berdasarkan tabel di atas, bahwa antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 terjadi kenaikan yang signifikan. Di tahun 2011 terjadi kenaikan rencana investasi penanaman modal dalam negeri sebesar 68,69%. Kenaikan secara signifikan terjadi di tahun 2012 karena di tabel bisa dilihat bahwa rencana investasi PMDN di tahun tersebut mengalami kenaikan 526,49% dari angka 3.030.760,90 (dalam juta rupiah) di tahun 2011 dan naik menjadi 18.987.306,90 (dalam juta rupiah) di tahun 2012. Meski sempat mengalami perlambatan di tahun 2013 seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa hampir di seluluruh bagian dunia mengalami perlambatan ekonomi, namun rencana investasi kembali mengalami kenaikan di tahun 2014 sebesar 11,09% dari angka 15.445.440,60 (dalam juta rupiah) di tahun sebelumnya menjadi 1.713.544,6 (dalam juta rupiah) di tahun 2014. Sedangkan di tahun 2015 angka rencana investasi pemodal dalam negeri di Kabupaten Gresik naik secara signifikan menjadi 7.480.293,2 (dalam juta rupiah). Hal ini artinya bahwa rencana investasi melonjak 43,59% dibandingkan tahun sebelumnya. Lalu untuk rekapitulasi penerbitan yang telah dilakukan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik khususnya Izin Mendirikan Bangunan hingga akhir tahun 2016, sebanyak lebih dari lima ratur izin yang sudah ditindak lanjuti sebagaimana hasil yang ditunjukkan oleh tabel berikut ini : Tabel 5.3 rekapitulasi penerbitan izin DPM-PTSP Tahun 2016 Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP 2016-2021 Untuk tabel rekapitulasi penerbitan izin pada DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang telah diketahui diatas, jika untuk penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, telah tercatat jika permohonan dalam IMB mencapai 599 pemohon, sedangkan penebitan Izin Mendirikan Bangunan yang telah terproses dan melengkapi persyaratan sejumlah 511 surat izin. Dengan data rekapitulasi penerbitan izin tersebut diatas, maka berikut juga analisa tabel capaian kerja DPM-PTSP Kabupaten Gresik sebagai berikut : NO. KINERJA FORMULA Thn Dsr 2009 INDIKATOR SATUAN Tabel 5.10 Capaian Target Kinerja DPM-PTSP Kab. Gresik Target 2011 2011 2012 2013 2014 2015 2012 Realisasi 2013 2014 2015 Realisasi PMDN thn ini – 1. Nilai Realisasi Realisasi PMDN lalu Milyar PMDN ------------------ x100 Realisasi PMDN lalu Rupiah 690,20 735,5 772,30 810,9 851,5 894,00 876,80 898,95 942,53 7.606,33 4.601,53 100 100 100 100 100 34/36 X 100 = 54/60 x 100 62 / 60 x 100 = 55 /59 x 100 = 94,44% = 90% 40 / 62 x 100 = 64.52 % 103,33 % 93,22 % 12/18 X 100 = 66,67% 13/13 x 100 = 100% 15 / 20 x 100 = 18/23 x 100 = 78,26% Jumlah ijin yang diselesaikan Ijin Lokasi 2. ------------------- x100 % 100,00 Jumlah permohonan ijin Jumlah ijin yang diselesaikan 3. Ijin Pertambangan ------------------- x100 Jumlah permohonan ijin % 82,00 100 100 100 100 100 Daerah (SIPD) Ijin Gangguan (HO) 4. Jumlah ijin yang diselesaikan % 84 100 100 100 100 100 146/18 5 x 100 ------------------- x100 = Jumlah pemoho izin 78,92% 494/54 7 X 100 Jumlah ijin yang Ijin 5. % 95 100 100 100 100 100 diselesaikan------------------- Mendirikan x100 Bangunan Jumlah permohonan ijin Ijin Prinsip % % 100 100 100 100 100 100 404/53 6x 100 83 /120 x 100 = 69,16 % % 275 /256 x 100 = 107,42 % 739 / 700 x 100 = 105.5 7 % 421 / 630 x 100 = 495 /561 x 100 = 66,83 % 88,24 % 206 / 263 x 100 = 78.33 212 / 267 x 100 = 79.40 % 278 / 263 x 100 = 105,70 = 75% 190/210 x 100 % 83,33% Jumlah ijin yang diselesaikan 34/36 x 100 = 95% ------------------- x100 Jumlah permohonan ijin x 100 = 77% 123 / 162 x 100 = 75.93 = 90% Jumlah permohonan ijin Ijin Usaha 100/12 0 X 100 170/218 = ------------------- x100 7. = 90,31 Jumlah ijin yang diselesaikan 6. - 75 % % 100 100 100 Sumber : Renstra DPM-PTSP Kab. Gresik 100 100 100 244/253 x 100 = 96% 58 / 62 x 100 = 93.55 % % 52 / 52 x 100 = 100 % 73 /81 x 100 = 90.12 % Tabel 5.11 Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 No Program Prosentase Kegiatan Penyelesaian Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Target Rp Target Rp Target Rp 75% 2.270.026.000 75% 2.441.575.375 75% 3.470.277.000 Tahun 2019 Target Rp Izin 1. Peningkatan HO : 69,14% Pelayanan IMB : 66,83% 75% 3.020.166.100 Perizinan PM IPR : 78,33% IU : 90,12% IL : 64,12 % 2. Operasional Output : Penerbitan Berita Acara IMB dan Pemeriksaan Tata Lapangan Ruang/Site (BAP) dan Plan 750 371.840.000 750 971.840.000 1000 990.432.000 1250 BAP Berita Acara Rapat Klarifikasi BPHTB Sumber : Rencana Strategi DPM-PTSP Kab. Gresik BAP BAP BAP 1.039.953.600 Berdasarkan indikator capaian kinerja Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik pada tabel 5.13 diatas dapat disimpulkan bahwa pencapaian nilai realisasi investasi melebihi target yang telah ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 terjadi pelampauan target sebesar 112.19% dari target realisasi yang ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi investasi juga melampaui target sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013, pelampauan target investasi mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi kenaikan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%. Tidak jauh berebeda dengan kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman modal juga melampaui target sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di tahun 2015 yaitu sebesar 894 miliar rupiah. Indikator capaian kinerja selanjutnya yakni Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik dengan data capaian peningkatan penyelesaian izin dan kerangka pendanaan yang selalu meningkat dari beberapa tahun sebelumnya, pada tahun 2016 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.270.026.000, di tahun 2017 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.441.575.375, di tahun 2018 mencapai target 75% dengan target sebesar 3.470.277.000. Adapun perincian pendapatan dari retribusi daerah pada tahun anggaran 2016 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.12 Rincian Pendapatan dari Retribusi Daerah tahun 2016 Sumber : Lakip Kabupaten Gresik 5.2 Pembahasan 5.2.1 Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dasar keilmuan dan kajian dalam kebijakan adalah administrasi publik. Dimana administrasi publik seperti yang didefinisikan oleh Zauhar (2001:31) bahwa public administration is the organization and management of men and materials to achieve the purposes of government and public administration is the art of science of management as applied affairs of state. Definisi Zauhar diatas memberikan gambaran perihal fokus utama lingkup keilmuan administrasi publik mencakup penyelenggaraan negara, yang berkaitan dengan pemerintah dengan kebijakan yang dibuat. Hal tersebut kemudian disebut sebagai public policyatau kebijakan publik. Untuk menjadi suatu kebijakan publik, yang menuntut masyarakat untuk mematuhinya, ada beberapa ciri yang harus dipenuhi. Seperti yang disebutkan oleh Abidin (2012:23) bahwa setidaknya ada lima ciri-ciri, seperti: (1) public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than random or chance behavior; (2) public policy consists of courses of action rather than separate, discrete decision, or actions performed by government officials; (3) policy is what government do, not what they say will do or what they intend to do; (4) public policy may either negative or postive; (5) public policy is based on law and is authoritative. Setelah memenuhi ciri-ciri tersebut diatas barulah kemudian kebijakan dapat melalui tahap-tahap selanjutnya, seperti yang disebutkan oleh Dunn dalam Winarno (2007:32-34) yang menyebutkan bahwa tahap-tahap tersebut adalah tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi. Kebijakan publik yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan setelah melalui proses-proses seperti yang disebutkan diatas, barulah kemudian kebijakan mengenai retribusi IMB ini dapat diimplementasikan di Kabupaten Gresik. Implementasi kebijakan seperti yang disebutkan oleh Gupta (2001:61-62) bahwa setelah suatu kebijakan publik diadopsi, kemudian tahap selanjutnya adalah diimplementasikan. Dalam prosesnya, implementasi suatu kebijakan menuntut implementor untuk mengerti kompleksitas kebijakan, dilihat dari lingkungan tempat kebijakan itu diimplementasikan. Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Pada perda Nomor 23 Tahun 2004 pasal 6 huruf d Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan disebutkan bahwa Bupati Gresik dapat mendelegasikan kewenangan pemberian ijin dimaksud kepada Dinas terkait untuk mengeluarkan Surat Ijin Mendirikan Bangunan Bagi Perumahan Penduduk (Perorangan) untuk bangunan lama (Pemutihan) maupun bangunan baru. Pegurusan izin IMB tersebut juga tak terlepas mengenai tata cara persyaratan guna untuk pendaftaran IMB. Hal ini menjadi perhatian Pemerinth Daerah dalam rangka penerimaan pendapatan asli daerah karena retribusi mempunyai kontribusi besar dalam peningkatannya. Hasil pendapatan asli daerah yang dihasilkan dari retribusi daerah dimana retribusi izin mendirikan bangunan menjadi salah satu pembiayaan penyelenggaraan pemeritahan dan pembangunan daerah sebesar 165.928.872.000 rupiah di tahun 2017. Tidak hanya besaran PAD yang dihasilkan bagi pemerintah daerah Kabupaten Gresik. Dalam proses implementasi Perda retribusi IMB ini, tetapi ada hal-hal lain yang juga menjadi hambatan bagi proses implementasinya, yakni ada tumpang tindih peraturan yang menyebabkan kebingungan dalam penerapan proses pemberian izin, keterbatasan personel sehingga sedikit mempengaruhi keluaran surat yang keluar, kurangnya kesadaran masyarakat dalam pembuatan izin retribusi IMB sehingga tidak semua bangunan yang sudah melengkapi dan mengantongi izin mendirikan bangunan padahal hal itu penting bagi legalitas keamanan secara hukum bangunan miliknya. Serta masih adanya calo atau oknum yang secara ilegal menjanjikan percepatan keuarnya surat izin mendirikan bangunan dengan biaya yang melebihi ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 masih terdapat beberapa kekurangan yang jika diperbaiki dan dikaji dapat menjadi implementasi yang baik bagi pelayanan publik dan peningkatan dalam pembangunan daerah. Secara lebih mendalam, kebijakan ini kemudian diukur menggunakan model implementasi kebijakan Merilee S. Grindle (2017) yang menyebutkan bahwa kebijakan dapat diukur melalui Isi Kebijakan (Content of Policy) dan Lingkungan Kebijakan (Context of Implementation) serta Hasil Kebijakan. Dalam Isi Kebijakan terdiri dari beberapa indikator yaitu kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat, derajat perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumber daya yang dilibatkan. Sementara Konteks Kebijakan terdiri dari beberapa indikator berupa kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, serta tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Kemudian ada Hasil Kebijakan yang terdiri dari dampak pada masyarakat, individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan masyarakat. Adapun penyimpulan yang dapat ditarik jika mengukur kebijakan melalui implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izjn Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik berdasarkan masing-masing indikator, adalah sebagai berikut : Konten Kebijakan, yang terdiri dari (1) kepentingan kelompok sasaran, dimana dalam hal ini sebagian masyarakat Kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa terlaksana dengan baik dan merata. (2) Tipe Manfaat, apabila kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredir bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana jalan. (3) derajat perubahan yang diinginkan, peraturan retribusi IMB guna untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara signifikan. (4) letak pengambilan keputusan, dalam kebijakan ini ditentukan dan disahkan oleh Bupati Kabupaten Gresik yang kemudian dilimpahan kepada DPMPTSP sebagai pengelolanya. (5) Pelaksana Program, DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang diberi kewenangan oleh Bupati kabupaten Gresik sebagai pelaksana yang dapat didelegasikan kepada kecamatan. (6) sumber daya yang dilibatkan, dalam kebijakan ini yang dilibatkan yakni 54 pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 orang. Kemudian jika melihat dari indikator konteks kebijakan yang terdiri dari (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat maka dapat diketahui bahwa kekuasaan dan kepentingan dalam kebijakan ini adalah untuk mewujudkan peningkatan pendapatan asli daerah yang kemudian dilakukan dengan stategi berupa sosialisasi atau komunikasi terbuka yang melibatkan masyarakat dan juga kerjasama dengan kecamatan sebagai bentuk pendelegasian. (2) karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, DPM-PTSP berupaya melibatkan masyarakat atau komunikasi terbuka guna untuk disiplin mengurus perijinan IMB melalui keterbukaan informasi dan sosialisasi serta ketegasan berupa sanksi apabila melanggar ketentuan. (3) tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, dimana dalam kebijakan mengenai retribusi IMB ini tidak semua masyarakat patuh dengan berbagai faktor yang salah satunya adalah ketidaktahuan pengetahuan informasi mengenai pengurusan retribusi IMB di Kabupaten Gresik. Indikator selanjutnya adalah hasil kebijakan, dimana didalamnya terdapat (1) dampak pada masyarakat, individu dan kelompok, yang mana memiliki dampak baik berupa kritik kepada DPM-PTSP untuk menambah jumlah pegawai sehingga izin keluar lebih cepat, sekaligus ada dampak negatifnya pula, yakni ketidakpercayaan dan sikap defensif masyarakat karena terkesan berbelit-belit. (2) perubahan dan penerimaan masyarakat, pada kebijakan ini dengan adanya sosialisasi yang melibatkan masyarakat dan adanya website DPM-PTSP sehingga informasi lebih mudah untuk didapatkan. Kemudian, dalam implementasinya kebijakan implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini terdapat faktor penghambat maupun pendukungnya. Diketahui bahwa faktor pendkungnya ini (1) adanya dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan (2) kerjasama antar staff pegawai yang terjalin dengan baik (3) tersedianya data dan informasi perizinan dan penanaman modal (4) terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat. Sementara untuk faktor penghambatnya terdiri dari (1) terjadinya tumpang tindih peraturan, (2) keterbatasan SDM yang menanganinya, (3) kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang izin mendirikan bangunan, serta (4) Masih adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Hasil yang dapat diketahui melalui kebijakan ini adalah bahwa target penerimaan yang disusun setiap tahun mengalami kenaikan sementara kenaikan target tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran masyarakat dalam mengurus retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Pembahasan lebih lanjut mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan akan dibahas dalam poin dibawah ini : 5.2.1.1 Konten Kebijakan 1. Kepentingan Kelompok Sasaran Kepentingan kelompok sasaran dalam kebijakan retribusi perizinan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 adalah masyarakat Kabupaten Gresik dimaksudkan untuk dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan juga bagi pembangunan di Kabupaten Gresik. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Grindle (2017) yang mengatakan kepentingan kelompok sasaran dalam suatu kebijakan pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan itu membawa pengaruh dalam implementasinya. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kepentingan yang ditonjolkan dalam kebijakan retribusi perizinan mendirikan bangunan ini adalah potensi retribusi yang dapat meningkatkan pendapatan bagi Kabupaten Gresik. Dalam perjalanannya, kebijakan retribusi perizinan mendirikan bangunan ini mendapat reaksi dari sebagian masyarakat, baik berupa hal yang positif maupu yang negatif. Masyarakat mempertanyakan perihal kemudahan, cara dan ketegasan para aparatur pegawai yang menganggap bahwa dari cara, informasi dan penetapan persyaratan-persyaratan tersebut terkesan berbelit-belit, lama, dan juga ada juga masyarakat yang beranggapan jika mereka kurang bisa tau akan informasi mengenai bagaimana mekanisme dalam membuat dan mengurus retribusi izin mendirikan bangunan untuk rumah tempat tinggal mereka. Kebijakan publik, seperti yang disebutkan oleh Sueuer & Sunkin dalam Nugroho (2012:40) bahwa kebijakan publik ibaratnya sebuah warna yang dapat megaliri sungai, ibarat racun yang dapat mengalir melalui aliran sungai, yang pada akhirnya akan berdampak kepada masyarakat secara luas tergantung kebijakan yang dibuat. Selain itu merujuk pada Perda Nomor 6 Tahun 2017 mengenai IMB peran masyarakat dilakukan untuk membantu pemerintah daerah dengan mengikuti prosedur dan memperhatikan niai sosial budaya setempat dengan Jika dilihat kembali kepada Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini retribusi perizinan mendirikan bangunan tersebut dikeluarkan dpm-ptsp bagi perumahan penduduk (perorangan) untuk bangunan lama maupun bangunan baru setelah pemohon melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan dengan proses perizinan pemutihan sebesar 50% dan biaya retribusi I bangunan baru sebagaimana yang tercantum pada tabel 5.3 biaya retribusi dan pekerjaan lain-lain. Setiap balik nama atas izin yang telah dikeluarkan dikenakan retribusi sebesar 2% dari retribusi izin mendirikan bangunan atau sekurang-kurangnya 10.000 rupiah. Dan setiap legalisasi izin atas izin yang teag dikenakan retribusi sebesar 5% dan retribusi IMB atau sekurang-kurangnya 10.000 rupiah. Berdasarkan uraian diatas, kepentingan kelompok sasaran dalam kebijakan ini sudah tepat sasaran jika merujuk kepada peraturan yang berlaku, meskipun dalam implementasinya kebijakan retribusi izin mendirikan bangunan ini, terjadi miskomunikasi atau ketidaktahuan masyarakat dalam mengakses informasi sehingga pengurusan perizinan ini terkesan lama, berbelit-belit walaupun sudah bisa diakses di website www.dpmptsp.gresikkab.com, dimana di website tersebut juga sudh terdapat pelayanan pengaduan, layanan perizinan, pengumuman mengenai kegiatan dpmptsp Kabupaten Gresik, psubmit izin dimanapun dan kapanpun, cek status perizinan, maupun buku elektronik mengenai dasar hukum yang digunakan atau bisa datang langsung ke Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau juga ditanyakan di kantor masing-masing kecamatan. 2. Tipe Manfaat Suatu kebijakan dibuat tentu memiliki tujuan untuk dapat bermanfaat secara positif dan menjadi lebih baik dibandingkan sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan. Seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah, keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004, beberapa tipe manfaat yang ingin dicapai melalui implementasi kebijakan ini yang pertama, Pemerintah Kabupaten Gresik berusaha untuk menggali potensi pendapatan asli daerah yang ada di Kabupaten Gresik, dan retribusi izin mendirikan bangunan dianggap layak dan sesuai dengan situasi dan kondisi Kabupaten Gresik saat ini. Selain itu, IMB juga dimaksudkan agar segala kegiatan pembangunan sudah disetujui oleh lembaga yang berwenang dan mematuhi semua peraturan yang berlaku. Sehingga rencana pembangunan perlu disetujui terlebih dahulu sebelum dikeluarkan untuk legalitas status tanah atau bangunan. Selain itu, tipe manfaat yang dirasakan masyarakat jika melakukan retribusi IMB ini adalah dengan adanya keamanan legalitas untuk tanah dan bangunan. Selain itu manfaat lain yang dapat kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredir bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana jalan. Masyarakat dipermudah dengan keterbukaan informasi dan pengetahuan mengenai retribusi izin mendirikan bangunan ini kapanpun dan dimanapun dengan membuka website http://dpmptsp.gresikkab.go.id atau dengan datang langsung ke pelayanan terpadu satu pintu maupun lewat birojasa legal (notaris) dalam melakukan retribusi izin mendirikan bangunan ini. Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa manfaat yang dirasakan oleh mansyarakat tidak signigfikan dirasakan secara langsung. Tetapi manfaat yang dirasakan masyarakat yang mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan adalah keamanan hukum yang lebih terjamin bagi bangunan yang telah berdiri. 3. Derajat perubahan yang diinginkan Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dari adanya tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan tersebut. Hal ini sejalan dengan salah satu ciri-ciri kebijakan yang disebutkan oleh Anderson dalam Abidin (2012:23) yang menyebutkan bahwa setiap kebijakan harus memiliki tujuan, bukan hanya karena ada kesempatan tanpa tujuan yang jelas. Grindle (2017) kemudian menjadikan derajat perubahan yang diinginkan sebagai salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan suatu kebijakan. Selain itu, dalam indikator ini Grindle (2017) menyebutkan bahwa suatu program atau kebijakan yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan jika dibandingkan dengan program atau kebijakan yang bersifat bantuan. Apa yang disebut Grindle (2017) tersebut, kemudian terjadi dalam kebijakan Implementasi Perda retrbusi IMB ini. Dimana salah satu derajat perubahan yang diinginkan oleh pemerintah yang tertuang dalam Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini yakni mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung dan mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IMB. Selain itu, karena Kabupaten Gresik merupakan daerah tujuan investasi ditinjau dari letak geografis Kabupaten Gresik sebagai daerah penyangga (hinterland) kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan barang dan jasa terbesar di kawasan Indonesia Timur sehingga Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gresik sejak tahun 2011 hingga 2015 mengalami kenaikan signifikan dari 6,48% tahun 2011 hingga mencapai 7,06% pada tahun 2014. Perekonomian Kabupaten Gresik yan g diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2011 sebesar Rp. 67.297.603.030.000,00 dan Tahun 2014 sebesar Rp. 93.813.296.070.000,00, sehingga dari Tahun 2011 s.d 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp. 26.515.693.040.000,00 atau 39,40%. . Hal ini menandakan bahwa kebijakan derajat perubahan oleh peraturan retribusi IMB guna untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara signifikan. 4. Letak Pengambilan Keputusan Letak pengambilan keputusan memainkan peran yang penting dalam suatu kebijakan. Kebijakan retribusi IMB ini tertuang daam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 ditentukan oleh Bupati Kabupaten Gresik selaku pemerintah Eksekutif. Dalam implementasinya, intansi yang ditunjuk untuk membantu pemerintah dalam menjalankan dan mengelola kebijakan perda retribusi ini ada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Pemerintah selaku pihak yang berwenang mengambil keputusan, memiliki peran yang penting dimulai kebijakan itu masih dalam tahap formulasi sampai kepada evaluasi. Sebagai pihak yang memiliki wewenang yang besar, kebijakan yang dibuat pemerintah ini kemudian mengarah kepada pengertian kebijakan publik menurut Dye dalam Nugroho (2012:38) yang menyebutkan bahwa understanding public policy is through whatver governments choose to do or not to do. Public policy is what government does, why governments does it, and what difference does it makes. Apa yang disebutkan Dye dalam Nugroho (2012:38) diatas menekankan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya sebatas apa yang pemerintah lakukan dan tidak lakukan. Namun, pemerintah harus memiliki alasan yang berdasar mengapa kebijakan itu dibuat dan apa perbedaan yang akan ditimbulkan jika kebijakan itu diimplementasikan di tengah masyarakat. Kebijakan retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Perda Nomor 23 Tahun 2004 erat kaitannya dengan sinergi anatara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, dapat mencapai tujuan dari kebijakan tersebut, dan dapat mencapai keberhasilan, maka dibutuhkan dukungan masyarakat dalam bentuk kepatuhan dalam retribusi IMB. Sinergi yang jika terjalin dengan baik antara pemerintah dan masyarakat kemudian pada gilirannya akan membawa kebijakan ini kepada hasil yang diinginkan yaitu menunjang penerimaan dan pendapatan bagi daerah Kabupaten Gresik. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa letak pengambilan keputusan dalam kebijakan mengenai retribusi IMB ini adalah Bupati Kabupaten Gresik yang kemudian berkorrdinasi dengan DPM-PTSP sebagai instansi yang ditunjuk dalam implementasi kebijakan Perda Retribusi IMB ini. 5. Pelaksana Program Pelaksana program adalah sumber daya manusia yang dilibatkan dalam menjalankan suatu kebijakan, yang kemudian disebut sebagai implementor. Implementor ini kemudian yang memiliki peran yang penting, yang berujung kepada bagaimana pencapaian atau hasil dari suatu kebijakan. Karena akan berujung kepada kegagalan jika suatu kebijakan dijalankan oleh sumber daya manusia atau implementor yang tidak capable (cakap), tidak peduli sebaik ataupun sesempurna apa suatu kebijakan telah dirancang.Maka dari itu kualitas dan kuantitas implementor menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Pelaksana program inilah yang nantinya memiliki peran dalam menjalankan kebijakan. Pelaksana program dalam implementasi perda Nomor 23 tahun 2004 tentang retribusi Izin mendirikan Bangunan ini adalah Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Posisi DPM-PTSP kabupaten Gresik adalah merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Gresik yang pada salah satu tugas dan fungsinya sebagai pengembangan investasi, pelayanan perizinan, pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal serta kebijakan dan kerjasama di Kabupaten Gresik serta embantu bupati dalam melaksanakan kebijakan teknis urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal dan PTSP sesuai dengan wewenang yang sudah di berikan oleh Bupati Kabupaten Gresik. 6. Sumber Daya yang dilibatkan Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, dibutuhkan tidak hanya sekedar sumber daya yang cukup secara kuantitas, namun juga cukup secara kualitas. Karena sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan menjadi salah satu bagian dari sistem elemen kebijakan yaitu termasuk kedalam lingkungan kebijakan. Ketika lingkungan kebijakan ini kemudian tidak memenuhi standar yang dibutuhkan maka akan menjadi ‘kerikil’ yang menghalangi jalannya kebijakan. Melihat pentingnya sumber daya yang dilibatkan dalam suatu kebijakan, Grindle (1980) menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Menilik dari pendapat ahli diatas, kebijakan mengenai retribusi izin mendirikan bangunan pada DPM-PTSP Kabupaten Gesik ini nyatanya mengalami masalah dalam hal sumber daya manusia secara kuantitas. Kekurangan ini tentu menjadi penghalang karena kebijakan tidak akan mampu berjalan dengan maksimal jika kekurangan implementor selaku pihak yang menjalankan kebijakan tersebut. Sumber daya dalam implementasi kebijakan mengenai retribusi IMB ini mengalami masalah dan hambatan dalam hal kuantitas, dimana DPM-PTSP selaku instansi yang bertanggung jawab dalam kebijakan ini kekurangan sumber daya manusia dalam proses melakukan implementasi retribusi ke lapangan seperti hanya sedikitnya personel yang turun kelapangan untuk mengecek data lapangan padahal permohonan yang masuk sangat banyak menunggu untuk ditindaklanjuti sehingga dapat melaksanakan tugas tidak tumpang tindih dan dapat fokus kepada bidang masing-masing. 5.2.1.2 Konteks Kebijakan 1. Kekuasaan, Kepentingan dan Strategi Aktor yang Terlibat Kekuasaan serta kepentingan yang ingin dicapai melalui suatu kebijakan akan mengarah kepada strategi yang akan digunakan demi tercapainya maksud dan tujuan dari suatu kebijakan. Dalam kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 ini, kekuasaan dan kepentigan yang ingin diwujudkan adalah sesuai dengan tujuan implementasi kebijakan ini, yaitu retribusi menjadi potensi yang dapat menunjang pendapatan dan penerimaan bagi daerah khususnya Kabupaten Gresik. selain itu juga pendapatan dari retribusi daerah khususnya dari retribusi IMB yang dibayarkan oleh masyarakat juga digunakan untuk menunjang pembangunan dan perkembangan di Kabupaten Gresik. Seperti halnya yang telah disebutkan oleh David Osborne dan Peter Plastrik (2000:202) Para pegawai harus memahami misi organisasinya, sasaran dan terget kinerjanya. Sehingga mampu memutuskan cara menggunakan dana publik, cara merespon permintaan dari pelanggan dan cara mengorganisir agar berjalan dengan baik ( nilai dan visi bersama dan akuntabilitas kinerja). Oleh karena itu Pemerintah melihat potensi pendapatan retribusi daerah khususnya retribusi IMB di Kabupaten Gresik yang cukup menjanjikan, dan penetapan retribusi ini bukan tanpa alasan namun karena sektor pendapatan daerah yang cukup besar bagi Kabupaten Gresik berasal dari retribusi daerah. Salah satu strategi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gresik melalui pengelolaan DPM-PTSP Kabupaten Gresik ini adalah dengan melakukan pendekatan-pendekatan ke tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik sehingga bisa melakukan pendataan secara akurat perihal bangunan yang ada di tiap-tiap wilayah. Strategi selanjutnya yakni dengan melakukan sosialisi yang melibatkan masyarakat untuk duduk bersama mebahas tentang informasi retribusi IMB serta melibatkan masyarakat untuk menyuarakan pendapat guna penyederhanaan Standard Operating Procedures di DPM-PTSP Kabupaten Gresik. 2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan kemudian dapat diukur melalui karakter lembaga yang berkuasa dalam implementasi kebijakan. Disebutkan oleh Grindle (2017) bahwa suatu kebijakan dipengaruhi oleh lingkungan kebijakan, salah satunya adalah lembaga yang berkuasa ataupun bertanggungjawab atas program atau kebijakan yang dijalankan. Dalam kebijakan yang tertuang dalam Peratran Daerah Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini, lembaga yang berkuasa atau yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam implementasinya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik. Dalam menjalankan kebijakan mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan, DPM-PTSP selaku instansi yang ditunjuk dalam implementasi kebijakan ini juga menggandeng tim pengawas bangunan untuk mengecek kelengkapan persyaratan yang harus dilampirkan mengenai proses perizinan bangunan baru atau lama, ataupun sanksi yang diberikan kepada pelanggar yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati Gresik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DPM-PTSP telah engupayakan salah satu cara untuk menarik perhatian dan atensi masyarakat agar dapat menerima kebijakan ini dengan terbuka yang diwujudkan melalui edukasi bersama DPM-PTSP Kabupaten Gresik. 3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan serta respon dari pelaksana kebijakan merupakan hal yang sangat penting dikarena masyarakat dan pelaksana kebijakan adalah bagian dari elemen sistem kebijakan itu sendiri. Seperti yang disebutkan oleh Dunn (2003) elemen sistem kebijakan terdiri dari tiga elemen pembentuk yaitu, kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policy stakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment). Ketiga elemen kebijakan ini kemudian membutuhkan sinergi atau kerjasama, karena ketiga elemen ini memiliki andil dan pengaruh dalam rangka menggiring kebijakan menuju pada arah keberhasilan. Dalam implementasi diketahui bahwa masih banyak ditemukan bangunan rumah tinggal yang belum mengantongi perizinan retribusi izin mendirikan bangunan dengan alasan tidak mengetahui adanya kebijakan tersebut dari pemerintah gresik sehingga informasi mengenai IMB belum sepenuhnya mereka dapatkan. Selain itu masyarakat menganggap apabila mengurus perizinan IMB akan berbelit-belit pada proses pengurusannya. Selain itu ketidakpatuhan oleh mayarakat terjadi pada rumah tempat tinggal yang berada di perkampungan padahal besar dari bangunan tersebut sudah memenuhi syarat dalam kepemilikan surat Izin Mendirikan Bangunan. 5.2.1.3 Hasil Implementasi Kebijakan 1. Dampak pada Masyarakat, Individu dan Kelompok Kebijakan mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 yang membidik masyarakat dalam implementasi ini cukup dominan. Kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tentu memiliki dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat ataupun target kebijakan. Dikatakan positif jika kebijakan tersebut memberikan dampak yang bermanfaat, demikian sebaliknya, dikatakan negatif jika memberikan dampak yang tidak diharapkan. Dampak menurut Irfan Islamy (2002:115) dampak kebijakan adalah akibat-akibat dan konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan. Dari hal diatas, ada dampat positif yang terjadi pada masyaraat, masyarakat diikutsertakan dalam perumusan dan penyederhanaan Standard Operating Procedures DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Dengan adanya sosialiasi terbuka kepada masyarakat agar penyampaian informasi tentang Izin Mendirikan Bangunan ini dapat tersampaikan secara efektif. Selain itu dengan adanya hal tersebut, dampak positif lainnya yakni dengan dimudahkannya masyarakat dalam pengurusan persyaratan mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dengan dilimpahkannya wewenang DPM-PTSP Kabupaten Gresik kepada 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Gresik selain dapat diakses di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id. Selain dampak positif yang terjadi pada masyakat sesuai dengan hasil diatas, dapak negatif pun terjadi pada implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini. Berdampak negatif, bukan selalu berarti bahwa kebijakan itu merugikan masyarakat, karena bisa jadi dampak negatif yang muncul adalah adanya penolakan ataupun keberatan dari masyarakat selaku lingkungan kebijakan yang nyatanya tidak bisa disepelekan. Jika masyakat yang menjadi target kebijakan kemudian tidak mematuhi kebijakan yang ada, maka kebijakan tersebut akan berujung kepada kegagalan, atau setidaknya tidak dapat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Salah satu dampak negatif dalam implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini berupa ketidaktahuan informasi mengenai pelayanan IMB yang datang dari masyarakat selaku target sekaligus lingkungan kebijakan. Hal ini ketidakmauan masyarakat dalam mencari tau dengan http://dpmptsp.gresikkab.go.id datang ataupun ke DPM-PTSP, dengan membuka menanyakan kepada website pihak kecamatan masing-masing di 18 kecamatan Kabupaten Gresik. Selain itu, munculnya memunculkan ketidak percayaan dan sikap defensif dari masyarakat terhadap pemerintah pengelola retribusi IMB Kabupaten Gresik dikarenakan banyak persyaratan yang harus dilengkapi tetapi selalu masih banyak revisi yang diminta oleh dinas. Sehingga pihak DPM-PTSP Kabupaten Gresik melakukan sosialisasi terbuka dengan masyarakat sehingga ada sumbangsih kritik saran dengan bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tetapi tidak didukung dengan jumlah petugas/ sumber daya manusia yang menanganinya sehingga hal tersebut memperlama proses perizinan yang membutuhkan kelengapan persayaratan yang cukup banyak. Selain itu koordinasi agar terciptanya sinergitas antara pemerintah atau pengelola dengan kelurahan atau kecamatan setempat terkait status riwayat tanah sehingga meminimalisir revisi kelengkapan persyaratan pelayanan IMB pada masyarakat. 2. Perubahan dan Penerimaan Masyarakat Perubahan dan penerimaan masyarakat setelah suatu kebijakan diimplementasikan menjadi petunjuk perihal sejauh mana suatu kebijakan berhasil merubah masyarakat untuk menerima atau menolak kebijakan tersebut.Pro-kontra dalam menanggapi suatu kebijakan, merupakan hal yang biasa terjadi ditengah masyarakat, karena setiap masyarakat tentu memiliki pandangan dan keinginan yang berbeda. Namun, sikap pro-kontra ini kemudian dapat dijadikan sebagai pentunjuk atau gambaran bagi pemerintah mengenai sejauh mana atensi masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat, dan sejauh mana kebijakan ini mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sama halnya dengan kebijakan Implementasi Peraturan daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang juga tidak luput dari pro-kontra, penerimaan dan penolakan. Adanya penerimaan karena masyarakat menganggap dengan mempunyai Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik ini maka keamanan legaitas bangunan dikemudian hari akan lebih terjamin sehingga mereka bisa mengakses informasi di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk mengetahui informasi mengenai pengurusan pelayanan izin mendirikan bangunan. Selain penerimaan dari masyarakat, kontra pun terjadi, yakni salah satunya dengan adanya sikap defensif masyarakat karena menganggap pelaksanaan dalam pengurusan yang cenderung lama dan berbelit. Jadi, dapat disimpulkan kebijakan mengenai retribsui Izin Mendirikan Bangunan ini menimbulkan dua jenis perubahan setelah diimplementasikan. Ada masyarakat yang menolak kebijakan ini, ada pula masyarakat yang menerima dengan syarat berupa ketepatan waktu dalam proses penyelesaian sekaligus kemudahan informasi. 5.2.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik Dalam menjalankan suatu kebijakan, pemerintah tentu mengalami dorongan atau bahkan hambatan dalam prosesnya. Perjalanan kebijakan yang tidak selalu mudah dan tanpa hambatan, kemudian menjadikan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kebijakan itu sendiri. Faktor ini yang kemudian pada gilirannya bisa menjadi pendukung ataupun penghambat kebijakan tersebut. Dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 ini, tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung atau penghambat dalam implementasinya. Oleh karena itu, dibawah ini akan disebutkan dan dijelaskan mengenai faktor pendukung. 5.2.2.1 Faktor Pendukung Implementasi suatu kebijakan dalam mencapau keberhasilannya, dipengaruhi beberapa hal seperti faktor pendukung ataupun faktor penghambat. Faktor pendukung ini menjadi salah satu peran penting agar keberhasilan implementasi semakin mudah tercapai. Dalam implementasi mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004, terdapat faktor pendukung, yakni : 1. Dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan Kebijakan Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik ini tidak terlepas dari para personel staf dan pimpinan DPM-PTSP yang mempunyai pengetahuan apa yang harus dilakukan dalam implementasi retribusi pelayanan IMB, namun juga memiliki kemampuan dalam menjalankan kebijaka perda tersebut. Seperti halnya komitmen yang kuat dari kepala DPM-PTSP yang mempunyai tugas dalam menjalankan fungsinya salah satunya yakni menyusun rencana program dan kegiatan, perumusan masalah, penetapan kebijakan, ataupun melaksanakan semua pelayanan perizinan yang diberikan oleh bupati hingga pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari David Osborne dan Peter Plastrik (2000:130-131) yang menyebutkan bahwa harus ada strategi konsekuensi sebagai pendongkrak untuk ‘memaksa’ pegawai negeri bertanggungjawab atas hasil kerjanya. Dan dinamika yang muncul dari dalam stategi konsekuensi ini adalah pembaru memperkenalkan insentif berbasis kompetensi, selanjutnya membiarkan segalanya berjalan dengan sendirinya, ereka membuat konsekuensi sebagai strategi yang sangat berdaya. Selain itu sikap, komitmen dan ketegasan dari pimpinan DPM-PTSP Kabupaten Gresik dalam impelementasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan juga dilihat dari himbauan yang mengharuskan bahwa sejumlah bangunan yang telah atau akan dibangun harus mengantongi izin IMB yang disesuaikan status IMB bangunannya dengan kondisi saat ini. Dan hal tersebut juga difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten gresik yang berupaya dengan mengajak para pemilik bangunan untuk berdiskusi dan diberikannya sosialisasi terkait dengan pengurusan perijinan di Kabupaten Gresik. Komitmen selanjutnya yakni dengan melakukan pengembangan sistem informasi mengenai seluruh pelayanan perizinan dan penanaman modal yang dapat diakses di website http://dpmptsp.gresikkab.go.id untuk melihat kejelasan informasi mengenai IMB dan mengajukan perubahan IMB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dapat diketahui jika dukungan dan komiten yang kuat dari pimpinan sehingga staf dibawahnya juga mampu melaksanakan maksud dan tugasnya dalam memberikan pelayanan perizinan dapat terlaksana dengan baik dan berdedikasi baik bagi kepentingan masyarakat Kabupaten Gresik. 2. Kerjasama Antar Staf Pegawai Yang Terjalin Dengan Baik Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan cukup dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi”. Struktur mencakup aspek-aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi dan sebagainya. Demikian pula dengan jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, system dan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Merujuk tentang pernyataan diatas bahwa struktur birokrasi mencakup aspekaspek seperti struktur birokrasi, pembagian wewenang, hubungan antar unit-unit organisasi dalam menjalankan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan dan harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana yang merupakan faktor menentukan keberhasilan suatu implementasi suatu kebijakan. Seperti dalam pembagian tugas implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, DPM-PTSP Kabupaten Gresik juga mengedepankan kerjasama antar staf pegawai yang terjalin baik, hal tersebut tidak terlepas dengan beberapa hal yang mempengaruhinya yakni struktur birokrasi di DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang sudah disinggung diatas dimana dari total 54 (lima puluh empat) pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang dan bagian pemroses izin pada bidang I terbagi menjadi 2 bidang yakni kasubid pengelolaan sistem informasi di proses 5 orang, kasubid pengembangan kawasan di proses 9 orang. Pada bidang II terbagi juga menjadi 2 bidang, yakni kasubid pelayanan perizinan penananaman modal di proses oleh 3 orang, kasubid pelayanan perizinan non penanaman modal di proses oleh 3 orang. Pada bidang III dibagi 2 bidang yakni kasubid pengawasan usaha di proses 3 orang, kasubid pengawasan pemanfaatan lahan dan bangunan juga di proses oleh 3 orang. Pada bidang IV juga terdapat 2 bidang yakni kasubid kerjasama dan pengembangan iklim investasi yang diproses oleh 3 orang serta kasubid pengembangan komunitas kemitraan yang di proses oleh 6 orang. Berdasarkan hal tersebut, dapat disipulkan bahwa kekompakan dan kerjasama yang baik pada pegawai DPM-PTSP Kabupaten Gresik berpengaruh untuk terlaksananya jaringan kerja yang profesional. 3. Tersedianya Data dan Informasi Perizinan dan Penanaman Modal Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan. Proses penyampaian informasi dimana DPM-PTSP kabupaten Gresik sebagai komunikatornya, kepada komunikan yakni masyarakat dengan Tersedianya data secara transparan dan mudah merupakan hal yang penting untuk bagaimana informasi mengenai perda tentang IMB ini dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat luas agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus dipersiapkan untuk menjalankan kebijakan Perda Nomor 6 tahun 2017 Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dengan menyediakan dan diakses masyarakat kapanpun dan dimanapun pada website http://dpmptsp.gresikkab.go.id, email dpmptsp@gresikkab.go.id. Pada portal website DPM-PTSP Kabupaten Gresik, dapat dilihat jika seluruh informasi yang berkaitan mengenai proses penanaman modal dan perizinan dapat dilihat serta diakses di website resmi tersebut. Di website DPM-PTSP Kabupaten Gresik terdapat beberapa portal yakni layanan pengaduan, layanan perizinan, pengumuman, sistem informasi geografi, submit izin, cek status perizinan dengan ETracking, berita, LKPM online, dashboard perizinan, atau buku elektronik yang memuat peraturan-peraturan yang terkait. Sehingga dapat disimpulkan dari hal tersebut diatas bahwa proses penyampaian data informasi mengenai pelayanan perizinan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik sudah disampaikan secara baik dengan mengunggah informasi di portal website sehingga masyarakat bisa mengakses dimanapun dan kapanpun sehingga hal tersebut termasuk faktor pendukung yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan khususnya Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 4. Terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). (1) Dimensi tranmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masingmasing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. (3) Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan. Merujuk dengan beberapa indikator tentang komunikasi dengan beberapa dimensi, yakni dimensi tranmisi, dimensi kejelasan, dan dimensi konsistensi, DPMPTSP Kabupaten Gresik juga berupaya dalam memberikan dan melaksanakan kebijakan secara efektif dan efisien. Salah satu upayanya yaitu dengan melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan pelayanan oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Hal ini terlihat di tahun 2017, DPM-PTSP Kabupaten Gresik mengundang 50 pemohon izin dan mengajak mereka mengikuti sosialisasi peraturan daerah Kabupaten gresik mengenai Izin Mendirikan Bangunan. Dalam pertemuan sosialisasi tersebut membahas tentang bagaimana pemberian informasi, sosialisasi kepada masyarakat tentang Izin Mendirian Bangunan sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Selain itu pada sosialisasi tersebut juga membahas dan mengkaji kembali tentang sumbangsing masyarakat dalam penyerdahanaan SOP (Standar Operational Procedur) sehingga seluruh pengurusan perizinan terstandarisasi dalam hal persyaratan dan waktu penyelesaiannya. Dari penyataan yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian layanan pun sangat diperukan sehingga titik temu, penyampaian informasi pun dapat sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada, sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga pelaksanaan pelayanan yang baik pun dapat diterima dengan jelas oleh semua pihak. 5.2.2.2 Faktor Penghambat Penghambat pelaksanaan pelayanan perijinan IMB yang diberikan kepada masyarakat merupakan salah satu hal indikator yang dapat dijadikan pemicu upaya perbaikan kualitas pelayanan kedepannya, agar efektifitas pelayanan dapat tercapai. Berikut ini beberapa faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentag Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik : 1. Terjadinya Tumpang Tindih Peraturan Dalam proses implementasi kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik, adanya payung hukum yang melandasi sebagai dasar dalam pelaksanaan suatu kebijakan adalah hal yang harus diperhatikan. Karena peraturan tersebut merupakan pedoman para pelaksana dlam menentukan sikap dalam proses implementasi khususnya retribusi Iin Mendirikan Bangunan. Merujuk mengenai peraturan yang dibuat Menurut Wahab (2016) “implementasi kebijakan dapat dilihat dari sudut pandang (1) pembuat kebijakan, (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan (3) sasaran kebijakan (target group)”. Perhatian utama pembuat kebijakan menurut Wahab (2016) memfokuskan diri pada “sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dan apa alasan yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut”. Seperti teori yang dikemukakan oleh Wahab diatas, yakni sejauh mana kebijakan tersebut telah tercapai dengan baik atau menemui kendala dalam implementasinya. Dalam pembuatan kebijakan dengan dasar aturannya, terdapat beberapa perubahan dalam hal peraturan yang digunakan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 22 Tahun 2000 yang kemudian muncul pembaharuan pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Perda No. 22 Tahun 2000 diperbarui dengan Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), “komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, yaitu dimensi tranmisi, kejeasan dan konsistensi. Dimana dimensi konsistensi diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak siampang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, trget grup dan pihak yang berkepentingan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No.24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung. Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda Retribusi IMB. Jadi dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 adalah tumpang tindihnya kebijakan yang mengakibatkan kebingungan dasar hukum para pegawai dalam menindaklanjuti kebijakan yang telah diberikan sesuai dengan peraturan mana yang mereka pergunakan. 2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang Menangani Sumber daya manusia tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan dalam implementasi suatu kebijakan. Tanpa sumber daya manusia, mustahil kebijakan dapat berjalan dengan baik. Pentingnya kuantitas dan kualitas sumber daya menjadi salah satu faktor yang menjadi penghambat jika dalam implementasi suatu kebijakan mengalami kekurangan sumber daya manusia.Sumber daya manusia, yang mana termasuk ke dalam hal teknis yang turut mempengaruhi suatu kebijakan, Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Kecukupan secara kuantitas, namun tidak dibarengi dengan kecakapan atau kualitas sumber daya manusia dalam mengimplementasikan kebijakan hanya akan menambah masalah dan membuang anggaran dalam hal penggajian pegawai, kebijakan menjadi tidak efektif dan efisien. Demikian juga sebaliknya, jika kebijakan hanya didukung oleh kualitas sumber daya tanpa kuantitas yang memadai maka juga akan berujung kepada masalah dalam kebijakan itu sendiri. Dalam menjalankan kebijakan Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004, DPM-PTSP selaku instansi ang ditunjuk mengalami keterbatasan sumber daya yang menangani. Jumlah sumber daya manusia yang menjalankan tugas di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik adalah sebanyak 54 (lima puluh empat) orang. Sumber daya dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan masih sedikit terhalang dengan kuantitas atau jumlah sumber daya manusianya dikarenakan bertambahnya jumlah permohonan izin yang harus dilayani tidak didukung dengan kuantitas personil yang kurang memadai sehingga sedikit menghambat dalam proses perijinannya khususnya dalam hal perizinan Izin Mendirikan Bangunan di DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Sebagai fungsi pelayanan, sampai dengan Bulan Februari 2016, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik telah melayani customer sebanyak 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) pelanggan , sesuai data penerbitan izin tahun 2016 pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. Bisa diasumsikan bahwa sejak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik berdiri di tahun 2007, maka selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir, apabila diasumsikan dalam satu tahun ada kurang lebih 3000 (tiga ribu) berkas maka Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah melayani 27.000 (dua puluh tujuh ribu) customer. Sedangkan pada akhir Februari tahun 2016, sesuai data yang ada di sub bagian program dan pelaporan, terdapat 1.287 (seribu dua ratus delapan puluh tujuh) investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Gresik. Dengan jumlah berkas yang tidak sedikit, pegawai di Badan Penanaman Modal dituntut untuk professional dalam melakukan pelayanan dengan mengacu pada sistem pelayanan yang distandarkan. Ditambah lagi dengan amanat dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengamanatkan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Bertambahnya jenis izin yang harus dilayani tidak seimbang dengan jumlah sumber daya manusia yang ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. 3. Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Tentang Izin Mendirikan Bangunan Masyarakat yang berada di negara maju dengan pemerintahan yang maju tentu memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan masalah perizinan dan retribusi. Hal ini disebabkan karena di negara maju, masyarakat tidak hanya aktif membayar dan mengetahui informasi mengenai perizinan retribusi, tidak hanya sebatas kesadaran semata, tetapi merupakan salah satu bentuk nyata dalam hal solidaritas bagi kemajuan dan kesejahteraan negara dan masyarakat di dalamnya. Masyarakat yang sadar akan pentingnya perizinan retribusi untuk bangunannya, juga menjadi lebih kritis dalam memahami seputar maslah tersebut. Hal ini dapat tejadi karena masyarakat di negara maju merasakan dan menikmati manfaat dari perizinan retribusi bangunan. Sejalan dengan hal tersebut seperti yang sudah disebutkan komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Komunikasi kebijakan memiliki dimensi kejelasan atau clarity yaitu menghendaki agar kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masingmasing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. Kebijakan mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik masih terbentur dengan kesadaran dalam mengetahui dan memenuhi persyaratan Retribusi Perizinan Mendirikan Bangunan, dan hal tersebut masih menjadi hal yang masih diperjuangkan perubahannya. Seperti halnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan bangunan yang dimiliki masih rendah dan menjadi konsekuensi yang paling mungkin terjadi saat menggunakan sistem pelaporan secara mandiri. Hal ini yan kemudian menjadi masalah, tingkat kesadaran masih rendah. Pemerintah memiliki tugas yang berat dalam merebut kembali kepercayaan masyarakat ditengah maraknya kemerosotan moral para oknum pejabat negara yang melakukan korupsi terhadap uang rakyat.Ketika masyarakat memiliki kepercayaan yang rendah kepada pemerintah, maka kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan selalu dipandang sinis dan disikapi dengan penolakan. Terlebih dalam kebijakan soal pajak, yang menyangkut uang dan beban tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari rendahnya kesadaran masyarakat, pihak DPM-PTSP Kabupaten Gresik kemudian mensosialisasikan hal Perizinan Mendirikan Bangunan dengan mengundang 50 orang masyarakat guna untuk penyampaian informasi sekaligus memberi pendapat untuk memberikan masukan terkait penyederhanaan SOP pengurusan perizinan yang ada di Gresik. Selain itu DPM-PTSP juga memfasilitasi keterbukaan informasi dengan mengunggah segala informasi yang berkenaan dengan berbagai macam data termasuk mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan di website resmi http://dpmptsp.gresikkab.go.id. Cara ini diakui merupakan cara yang cukup efektif untuk secara terbuka berkomunikasi dengan masyarakat perihal perlunya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan keberhasilan kebijakan mengenai Implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 yang ada di Kabupaten Gresik. Namun, upaya yang dilakukan DPM-PTSP tersebut tidak semulus sebagaimana mestinya. Meskipun keterbukaan informasi melalui website tersebut sudah dengan mudah diakses dan didapat dimanapun dan apanpun, tetapi masih banyak masyarakat yang masih belum sepenuhnya bisa menerima hal tersebut sebagai pemberian informasi yang masih banyak masyarakat yang belum melek teknologi sehingga cara ini juga tidak terlalu efektif dilakukan sebagai solusi terbaik. Namun sosialisasi terbuka dan website apabila tidak dilakukan maka akan semakin memperkecil kemungkinan untuk mencapai target kebijakan sementara menunggu kesadaran masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam kebijakan tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 di Kabupaten Gresik adalah kesadaran masyarakat yang masih kurang memahami dan mengetahui bagaimana informasi dan mekanisme pengurusan retribusi izin mendirikan bangunan seharusnya dilakukan. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah turut menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran masyarakat dalam memahami tentang perizinan khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. 4. Adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik dalam menjalankan tugasnya masih mendapati hambatan-hambatan dalam mengatasai para calo pengurusan izin dari pihak-pihak atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan yakni sumberdaya manusia dan sumberdaya kewenangan. Dengan hambatan lain seperti kuranyan personel yang mengurusi 86 jenis perizinan dengan jumlah personel yang hanya 54 orang saja membuat adanya kesempatan dan celah yang dimanfaatkan oleh calo yang menawarkan iming-iming pengurusan Izin Mendirikan Bangunan dengan lebih cepat dari standar operasional yang semestinya dan memanipulasi biaya kepada pengguna jasanya dari biaya yang dikeluarkan oleh DPM-PTSP sehingga banyak pemohon yang menggunkan jasa calo ini yang merasa tertipu dan dirugikan. Jika pun diwakilkan bisa memakai jasa notaris atau orang yang dipercaya dengan memberikan surat kuasa sehingga legalitasnya terjamin tanpa menyimpang dari aturan yang berlaku. Sumberdaya lain yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan adalah kewenangan. Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan. Dengan melihat dari penyataan tersebut, maka kewenangan yang mampu menyelesaikan permasalahan ini adalah DPM-PTSP sebagai instansi yang mempunyai kewenangan untuk keberhasilan implementasi retribusi IMB. Maka dari itu salah satu upaya yang dilakukan DPM-PTSP sebagai pemegang kewenangan yakni: adanya upaya penataan dan penempurnaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Gresik yang mengarah pada perbaikan mutu pelayanan perizinan. Dengan pelayanan perijinan satu pintu (PTSP) termasukmemfasilitasi penerimaan berkas dan penyerahan produk Kajian Teknis, sepertiSiteplan, Amdal, UKL/UPL, Andalalin, dan sebagainya dalam satu tempat tanpa mengambil kewenangan masing-masing SKPD teknis sesuai dengan Perpres 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu dibidang penanaman modal (pelimpahan kewenangan izin). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten dan berkesinambungan, diperlukan adanya Standard Operating Procedures yang juga bermanfaat untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterrupted atau tidak tersendat/berbelit-belit dan dapat meminimalisir terjadinya praktek calo ilegal. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani suatu proses berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya. Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus. Selain itu, SOP ini juga berguna untuk memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur, jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan sesuai dengan SOP Perda Nomor 6 Tahun 2017 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Perda Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, disamping dengan upaya yang sudah dilakukan DPM-PTSP dengan promosi melalui media massa dan situs websitu http://dpmptsp.gresikkab.go.id dan adanya pertemuan rutin seperti sosialisasi terbuka kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengurus sendiri karena sudah paham dengan jelas bagaimana kebijakan retribusi IMB ini berjalan tanpa harus menggunakan calo ilegal dalam pegurusan perizinan. 5.2.3 Target dan Realisasi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kebijakan mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan memang akan menimbulkan banyak reaksi pada masyarakat Kabupaten Gresik, baik itu positif maupun reaksi negatif. Namun, kita tidak bisa menutup mata bahwa kebijakan pemerintah dalam memberlakukan dan melaksanakan peraturan retribusi izin mendirikan bangunan ini adalah untuk kepentingan masyarakat kedepannya, selain sebagai salah satu penerimaan terbesar pemerintah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik. Reaksi terhadap diimplementasikannya retribusi izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik ini juga diperparah dengan maraknya kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ada di Indonesia sehingga menjadikan tingkat kepercayaan dan sikap apatis masyarakat kepada semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembiayaan dan perizinan. Hal-hal seperti inilah yang ada akhirnya sedikit banyak berpengaruh pada hasil kebijakan, salah satunya adalah kebijakan implementasi mengenai Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Jika dilihat secara positif, retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang diimplementasikan di Kabupaten Gresik ini tidak dipungkiri sebagai salah satu potensi terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah dibahas sebelumnya. Untuk kepentingan masyarakat yang mengurus perizinan ini pun ada keuntungannya yakni sebagai keamanan legalitas bangunan di kemudian hari. Sehingga terpantau dan dilindungi oleh pemerintah untuk bangunan yang sudah mendapat perizinan mendirikan bangunan. Bila dilihat kembali pada tabel 5.13 rekapituasi penerbitan Izin mendirikan Bangunan pada tahun 2016 di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, terdapat 599 berkas yang masuk oleh pemohon, sedangkan penerbitan IMB yang telah terproses dan melengkapi persyaratan sejumlah 511 surat izin. Dengan data rekapitulasi diatas, maka disebutkan bahwa analisis capaian kinerja DPM-PTSP Kabupaten Gresik pun semakin baik karena dilihat terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Pencapaian nilai realisasi investasi melebihi target yang telah ditetapkan meliputi 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2015. Pada tahun 2011 terjadi pelampauan target sebesar 112.19% dari target realisasi yang ditetapkan. Sedangkan di tahun 2012 realisasi investasi juga melampaui target sebesar 116,40%. Demikian pula di tahun 2013, pelampauan target investasi mencapai 116,23%. Bahkan di tahun 2014 terjadi kenaikan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 893,29%. Tidak jauh berebeda dengan kenaikan di tahun sebelumnya, realisasi penanaman modal juga melampaui target sebesar 514,71% dari target yang ditetapkan di tahun 2015 yaitu sebesar 894 miliar rupiah. Target dan Pencapaian kinerja juga terlihat pada tahun 2016 hingga 2019 awal oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik. Disebutkan pada tabel 5.15 bahwa Indikator capaian kinerja selanjutnya yakni Target Kinerja Program Kegiatan dan Kerangka Pendanaan Perizinan Tahun 2016-2019 oleh DPM-PTSP Kabupaten Gresik dengan data capaian peningkatan penyelesaian izin dan kerangka pendanaan yang selalu meningkat dari beberapa tahun sebelumnya, pada tahun 2016 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.270.026.000, di tahun 2017 mencapai target 75% dengan target sebesar 2.441.575.375, di tahun 2018 mencapai target 75% dengan target sebesar 3.470.277.000. Selain itu dari hasil Retribusi Perizinan Tertentu yang meliputi : (a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, (b) Retribusi Izin Gangguan/Keramaian, (c) Retribusi Izin Trayek, maka Pendapatan Hasil Retribusi Daerah pada Tahun anggaran 2016 direncanakan sebesar Rp136.653.281.000,00 terealisasi sebesar Rp 77.108.109.540,65 atau 56,43%. Dengan perincian Retribusi Izin Mendirikan Bangunan pada tahun 2016 di rencanakan sebesar 105.000.000.000 (seratus lima miliar rupiah) terealisasi sebesar 48.779.861.569,85 (empat puluh delapan miliar tujuh ratus tujuh pulus sembilan juta delapan ratus enam puluh satu ribu lima ratus enam puluh sembilan rupiah) atau 46,6% Hal tersebut tidak terlepas pada di sinergitas masyarakat dengan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Gresik, dengan salah satunya kebijakan perubahan regulasi yang tumpang tindih yang mengakibatkan kebingungan dalam pelaksanaan Perda Nomor 23 Tahun 2004 retang retribusi izin mendirikan bangunan, dengan kebijakan pengembangan layanan perizinan terpadu berbentuk PTSP sehingga keefektifan dan keefisienan waktu pun dapat dipangkas, kemudahan-kemudahan informasi dan layanan yang didapakan masyarakat kapanpun dan dimanapun dalam mengunggah persyaratan perizinan dan keterlibatan masyarakat dalam proses penyederhanaan SOP perizinan bersamsa DPM-PTSP Kabupaten Gresik. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam tulisan mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik) A. Berdasarkan pengukuran implementasi kebijakan menggunakan model Grindle (1980) yang terdiri dari konten kebijakan, konteks kebijakan, dan hasil kebijakan. Dimana Konten Kebijakan, yang terdiri dari: 1. Kepentingan kelompok sasaran, dimana dalam hal ini sebagian masyarakat Kabupaten Gresik juga merasa belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mekanisme tata cara, proses pengurusan dan biaya retribusinya yang sudah tertuang di Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sehingga implementasi dari Perda ini kurang bisa terlaksana dengan baik dan merata. 2. Tipe Manfaat, apabila kelengkapan IMB terpenuhi maka mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum pada bangunan/rumah, meningkatkan nilai jual bangunan, dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan, syarat transaksi jua beli dan sewa menyewa rumah, jaminan kredir bank yang lebih mudah, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana jalan. 3. Derajat perubahan yang diinginkan, peraturan retribusi IMB guna untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik cukup berpengaruh secara signifikan. 4. Letak pengambilan keputusan, dalam kebijakan ini ditentukan dan disahkan oleh Bupati Kabupaten Gresik yang kemudian dilimpahan kepada DPM-PTSP sebagai pengelolanya. 5. Pelaksana Program, DPM-PTSP Kabupaten Gresik yang diberi kewenangan oleh Bupati kabupaten Gresik sebagai pelaksana yang dapat didelegasikan kepada kecamatan. Sumber daya yang dilibatkan, dalam kebijakan ini yang dilibatkan yakni 54 pegawai di DPM-PTSP Kabupaten Gresik, yang terlibat langsung dalam pelayanan meliputi front office dan back office sebanyak 35 orang. Kemudian jika melihat dari indikator konteks kebijakan yang terdiri dari: 6. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat maka dapat diketahui bahwa kekuasaan dan kepentingan dalam kebijakan ini adalah untuk mewujudkan peningkatan pendapatan asli daerah yang kemudian dilakukan dengan stategi berupa sosialisasi atau komunikasi terbuka yang melibatkan masyarakat dan juga kerjasama dengan kecamatan sebagai bentuk pendelegasian. 7. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, DPM-PTSP berupaya melibatkan masyarakat atau komunikasi terbuka guna untuk disiplin mengurus perijinan IMB melalui keterbukaan informasi dan sosialisasi serta ketegasan berupa sanksi apabila melanggar ketentuan. 8. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, dimana dalam kebijakan mengenai retribusi IMB ini tidak semua masyarakat patuh dengan berbagai faktor yang salah satunya adalah ketidaktahuan pengetahuan informasi mengenai pengurusan retribusi IMB di Kabupaten Gresik. Indikator selanjutnya adalah hasil kebijakan, dimana didalamnya terdapat: 9. Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok, yang mana memiliki dampak baik berupa kritik kepada DPM-PTSP untuk menambah jumlah pegawai sehingga izin keluar lebih cepat, sekaligus ada dampak negatifnya pula, yakni ketidakpercayaan dan sikap defensif masyarakat karena terkesan berbelit-belit. 10. Perubahan dan penerimaan masyarakat, pada kebijakan ini dengan adanya sosialisasi yang melibatkan masyarakat dan adanya website DPM-PTSP sehingga informasi lebih mudah untuk didapatkan. B. Kemudian, dalam implementasinya kebijakan implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 ini terdapat faktor penghambat maupun pendukungnya. Diketahui bahwa faktor pendukungnya adalah : 1. adanya dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan 2. kerjasama antar staff pegawai yang terjalin dengan baik 3. tersedianya data dan informasi perizinan dan penanaman modal 4. terlaksananya kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat. Sementara untuk faktor penghambatnya terdiri dari 1. terjadinya tumpang tindih peraturan, 2. keterbatasan SDM yang menanganinya, 3. kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang izin mendirikan bangunan, 4. Masih adanya praktek usaha perijinan ilegal (calo) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gresik. C. Hasil dari kebijakan ini menunjukkan bahwa target kebijakan implementasi Perda Nomor 23 Tahun 2004 cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat kesadaran masyarakat dalam perizinan bangunan oleh masyarakat, meskipun target yang setiap tahun dari tahun 2011 hingga 2017 cenderung mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 6.2 SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan di atas, maka secara generalisasi atau secara umum peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Melakukan deregulasi dan harmonisasi regulasi perizinan pusat dan daerah serta penyederhanaan peraturan tentang Izin Mendirikan Bangunan, Melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Desa atau Kelurahan terkait dengan riwayat status tanah. 2. Perlunya penambahan kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia pegawai atau staff Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gresik. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui : a. Pelatihan Awareness / Spiritual Quotient (SQ) / Emotional Quotient (EQ) / Outbond. b. Penambahan struktur organisasi pada bidang pengembangan investasi, pengembangan kawasan dan perizinan mendirikan bangunan di lapangan yang hanya ditangani oleh 9 orang personel saja. c. Melaksanakan kegiatan percepatan pelayanan perizinan pada tahun 2015 dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu 3. Melakukan Program Promosi dan Penyediaan Layanan Informasi Penanaman Modal sehingga tepat sasaran. Misalnya seperti : a. Pelaksanaan sosialisasi dan klinik pelayanan sehari jadi (One Day Service) di Kecamatan-Kecamatan bekerja sama dengan berbagai pihak. b. Penyebaran brosur/ poster perijinan, serta promosi melalui media radio dan surat kabar, serta website DPM-PTSP mengenai perizinan di (http://dpmptsp.gresikkab.go.id) 4. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berkaitan tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan secara tegas konsisten. Hal ini dimaksudkan agar proses implementasi kebijakan berjalan tidak tersendat. serta jika petugas yang menangani hal tersebut berhalangan maka dapat digantikan dengan petugas lainnya, sehingga dapat meminimalisir terjadinya praktek calo ilegal dengan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam implementasi kebijakan. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Said. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika. Agustinus, leo. 2006. Politik dan Kebijakan publik. Bandung: AIPI. Budi Winarno. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. Dey, Ian. 1992. Qualitative Data Analysys A User-Friendly Guide for Social Scientists: New York. Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: University of Gajah Mada Press. Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Easton, David. 1965. A Systems Analysis of Political Life. New York: Wiley. Koryati. 2004. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Wilayah. YPAPI. Yogyakarta. Goggin, Malcolm L et al. 1990.Implementation, theory and Practice: Toward A Third Generation. USA: Scott, Foresmann and Company. Gupta, Dipak K. 2001. Analyzing public policy: concepts, tools, & techniques. Washington D.C, CQ Press. Grindle, Merilee S., (ed). 2017. Politics and Policy Implementation in The Third World. New Jersey: Princetown University Press. Hogwood, Brian W & Gun, Lewis A. 1984. Policy Analysis For The Real World. London: Oxford University Press. Islamy, M. Irfan. 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Mahmudi. 2007.Manajemen Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Marzuki. 2002.Metodologi Riset, BPFE UII Yogyakarta: Yogyakarta. Miles, Matthew dan Huberman, Johny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook. Edisi Ketiga. Sage Publication,Inc. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press. Moleong. 2007.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya. Raffia. 2009. E-Governance for Improved Public Service Delivery in Fiji. School of Management and Public Administration, Faculty of Business and Economics, The University of the South Pacific, Fiji Islands. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy for The Developing Countries. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. Seri Manajemen Strategi No.3. Terjemahan Abdul Rosyid Ramelan. Jakarta: Penerbit PPM. Rochmadditia, Achmad Fachri. 2014. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Di Badan Penanaman Modal Dan Perijinan Kabupaten Gresik. Skripsi Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Sarundajang. 2012. Birokrasi dalam Otonomi Daerah. Jakarta : Kata Hasta Pustaka. Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta : PT. Bumi aksara. Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PustakaPelajar. Subagyo.1991. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Suhirman. 2002. Analisis Kualitas Pelayanan Perizinan Investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Jakarta : Universitas Indonesia. Sujarto. 1996.Pengendalian dan Pengelolaan Pengembangan Kota Baru di Indonesia dalam Sidharta, B Arief. Butir-Butir Gagasan Tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yang Layak.Bandung, Citra Aditya Bakti. Trenda. 2013. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dalam Pelaksanaan Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo).Tesis Ilmu Administrasi Publik. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Wahab, Solichin Abdul. 2016. Analisis Kebijakan, Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Widodo, Joko. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media. Wouter, Sarah and Annie. 2006. Public Service Motivation in an International Comparative Perspective: The UK and Germany. Public Administration Committee Vol 21, Issue 1. Zauhar, Soesilo. 2001. Administrasi Publik. Malang: Universitas Negeri Malang. Referensi Undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan Menteri : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Distribusi Daerah. Peraturan Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan, Dan Penerapan Standar Pelayanan. Peraturan Menteri PANRB Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Lampiran Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kabupaten Gresik Akhir Tahun Anggaran 2016 Rencana Strategi Badan Penanamam Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Gresik Tahun 20162021 Referensi Sumber Internet : http://gresikkab.go.id/ Kamis, 30 november 2017. Pemkab gresik tegas harus kantongi imb sebelum membangun. (Diakses pada tanggal 12 November 2018) http://beritagresik.com/ 28 Maret 2018. Urus perizinan di Gresik kini sangat mudah, bisa lewat online. (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018) http://dpmptsp.gresikkab.go.id/ (Diakses pada tanggal 30 November 2018) LAMPIRAN Gambar 6.1 suasana antrean perizinan mendiikan bangunan di DPM-PTSP Gambar 6.2 loket registrasi (Front office) di DPM-PTSP