Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
AUSMI merupakan singkatan dari Australia Monsun Index, didefinisikan sebagai nilai rata-rata angin zonal pada level ketinggian 850 milibar dalam area antara 5–15LS dan 110–130BT. Indeks monsun Australia tersebut merepresentasikan dengan sangat baik curah hujan monsunal di sebagian BMI dan di Australia bagian utara pada skala musiman, antarmusiman, tahunan, antartahunan, hingga skala 10-tahunan (Yulihastin 2011).
ABSTRAK Perubahan iklim merupakan akumulasi dari perubahan beberapa usur iklim dalam jangka waktu yang lama. Dalam kehidupan sehari-hari, perubahan lingkungan memungkinkan memicu perubahan iklim. Perubahan ini dapat terlihat dari perubahan unsur-unsur iklim tersebut, antara lain suhu udara dan curah hujan. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh dalam aktivitas penduduk. Namun, perubahan yang terjadi perlu dianalisis dan diuji dengan hipotesis ada tidaknya perubahan dan tingkat signifikansinya. Perubahan iklim (suhu udara dan curah hujan) di Pangkalpinang diidentifikasi dari perubahan rata-rata suatu periode, melalui uji hipotesis dan taraf signifikansinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2000-2011 kecenderungan naik untuk suhu rata-rata harian sebesar 0,0292 O C/tahun, kecenderungan naik untuk suhu udara minimum sebesar 0,0365 O C/tahun, sedangkan suhu udara maksimum mempunyai kecenderungan turun dengan laju penurunan sebesar 0,01095 O C/tahun. Jumlah curah hujan tahunan di Pangkalpinang selama tahun 1981-2011 berkisar antara 1505,9 mm hingga 3444,3 mm. Rata-rata jumlah curah hujan tahunan di Pangkalpinang adalah 2450,5 mm/tahun. Hasil uji perubahan rata-rata hujan menunjukkan tidak terjadi perubahan rata-rata. Kata kunci: curah hujan, perubahan rata-rata, suhu udara, tren ABSTRACT Climate change is an accumulation of some climate elements change in the long term. In everyday life, enabling environmental changes caused climate change. These changes can be seen from the changes in the climate elements, such as temperature and rainfall these elements are influence on people's activities. However, the changes need to be analyzed and tested. Climate change (temperature and precipitation) in Pangkalpinang was identified from changes in the average of a period, through hypothesis testing. The analysis showed that in 2000-2011 upward trend for the average daily temperature was 0,0292 O C/year, upward trend for the minimum air temperature was 0,0365 O C/year, while the maximum temperatures have tended to fall at a rate of decrease of 0,01095 O C/years. Total annual rainfall in Pangkalpinang during 1981-2011 ranged from 1505,9 mm to 3444,3 mm. The average amount of annual rainfall in Pangkalpinang is 2450,5 mm/year. Test results change in average rainfall showed no change on average. Kota Pangkalpinang merupakan ibukota propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan berada pada koordinat 2 o 6'LS dan 106 o 6'BT. Secara geografis wilayah Kota Pangkalpinang mempunyai luas
Prosiding SENBA 2018 ISBN : 978-602-51685-3-6, 2018
Gunung Sinabung merupakan gunung yang aktif kembali setelah tidak beraktifitas (dorman) selama lebih dari 400 tahun. Gunung Sinabung sampai saat ini melakukan aktivitas vulkanik. Hal itu membuat masyarakat di sekitar lereng Gunung Sinabung berwaspada. Salah satu aktivitas vulakanik tersebut adalah gempa vulkanik. Penelitian ini bertujuan merelokasi hiposenter untuk mendapatkan model kecepatan 1-D gelombang P dan gelombang S di Gunung Sinabung yang dapat digunakan sebagai data acuan kondisi bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan input data magnitudo, parameter hiposenter, serta waktu jalar gelombang P dan gelombang S. Data ini diperoleh dari BMKG EQ (Earthquakes) Repository. Kejadian gempa bumi yang digunakan pada rentang waktu 1 Januari 2017 sampai 28 Februari 2017 dan pada koordinat 3,0931° LU-3,3543° LU dan 98,2928° BT-98,6202° BT. Pada pengolahan ini juga menggunakan parameter letak stasiun (sensor). Data tersebut direlokasi menggunakan software VELEST 3.3 dengan model kecepatan global IASP91 sebagai model kecepatan awal. Hasil dari relokasi tersebut adalah koreksi letak stasiun (sensor), parameter hiposenter akhir, waktu jalar gelombang seismik, dan model kecepatan 1-D gelombang P dan gelombang S. Hasil yang didapatkan untuk model kecepatan 1-D gelombang P pada kedalaman 0 km sebesar 5.58 km/s dan untuk kedalaman 210 km, lapisan terdalam pada pengolahan data ini, sebesar 8.30 km/s.
El Niño dan La Niña, Dipole Mode, Sirkulasi Monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ:Inter Tropical Convergence Zone), dan Suhu Permukaan Laut di Indonesia, 2014
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (Jurnal MKG) merupakan jurnal ilmiah sebagai sarana komunikasi untuk melaporkan hasil penelitian bidang ilmu meteorologi, klimatologi, kualitas udara, geofisika, lingkungan, kebencanaan, dan instrumentasi yang terkait. Jurnal ilmiah ini diterbitkan setiap empat bulan sekali dalam setahun.
One variable weather or climate directly influence to phenomena interpretation is wind. This research discuss about the relationship precipitation with the wind upper air result of measuring the BLR in Bukit Koto Tabang. The purpose of this research is to find relation to the wind vertical, the wind meredional, the wind zonal against precipitation in Bukit Koto Tabang. The data wind speed upper air taken of the BLR (boundary layer radar) and the data precipitation taken of the ARG (automatic rain gauge). The data wind speed upper air and the data precipitation used during twelve years from 1998-2010. The data processed using matlab and surfer 7. Based on the magnitude of the correlation coefficient, the results of data processing carried out in analyze relations precipitation with the wind upper air in Bukit Koto Tabang is precipitation with the wind vertical, the wind meredional, and wind zonal correlated each other.
Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 2012
Berkaitan dengan pentingnya informasi tentang gelombang laut, terutama bagi keselamatan beragam kegiatan di laut, berdasarkan data periode tahun 2000-2010, dilakukan studi tentang gelombang tinggi di perairan Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa variasi spasial dan temporal tinggi gelombang dan frekuensi terjadinya gelombang tinggi mempunyai pola yang berasosiasi dengan siklus angin monsunal, periode monsun Australia (Desember, Januari, Februari) dan monsoon Australia (Juni, Juli, Agustus). Daerah rawan gelombang tinggi pada periode monsun Asia umumnya lebih luas daripada pada periode monsun Australia. Pada periode peralihan antar monsun, sebagian besar wilayah perairan Indonesia tidak rawan gelombang tinggi. Daerah rawan gelombang tinggi pada periode peralihan antar monsun umumnya lebih sempit dan terdapat di perairan Indonesia yang menjadi bagian dari Laut Cina Selatan, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, terutama selatan Jawa sampai Bengkulu. Meskipun korelasinya tidak signifikan, berlangsungnya El-Nino menyebabkan meningkatnya tinggi gelombang di wilayah perairan Indonesia bagian timur, terutama utara ekuator dan berlangsungnya La-Nina menyebabkan meningkatnya tinggi gelombang di perairan Indonesia yang berada di Samudera Hindia terutama di selatan Jawa. Sedangkan terjadinya IODM negatif menyebabkan meningkatnya tinggi gelombang di perairan barat Sumatera sebelah utara ekuator.
BULETIN BBMKG WILAYAH II Vol.9 No.3 , 2019
Total Precipitable Water merupakan salah satu indikator kandungan uap air di atmosfer. Pada penelitian ini, keterkaitan antara total precipitable water dan curah hujan di wilayah Makassar selama tahun 2018 telah dikaji. Data total precipitable water diperoleh dari observasi radiosonde dan data curah hujan diperoleh dari observasi permukaan di Stasiun Meteorologi Hasanuddin Makassar. Metode penelitian menggunakan analisis statistik dan analisis korelasi. Sehingga, didapatkan bahwa wilayah Makassar memiliki pola hujan jenis monsunal yang ditandai dengan puncak hujan pada bulan Januari, sedangkan minimum hujan pada bulan September. Total precipitable water dan curah hujan bulanan terdapat korelasi positif dengan koefisien korelasi mencapai 0,82; sedangkan untuk periode musiman korelasi tertinggi mencapai 0,99 yaitu pada JJA. Pada studi kasus hujan lebat pada 21-22 Januari 2019 mengungkap bahwa anomali total precipitable water terhadap rata-rata bulanan berkaitan cukup erat dengan curah hujan akumulasi tiap 12 jam yang terjadi, dengan koefisien korelasi senilai 0,58. Hasil ini dapat menjadi acuan bahwa perubahan nilai total precipitable water dari pengamatan radiosonde dapat menjadi indikator prakiraan kejadian curah hujan lebat pada 12 jam ke depan.
Prosiding seminar Hari Meteorologi Dunia STMKG 2017, 2017
Buletin Meteorologi dan Geofisika , 2019
Prosideng SENBA ISBN : 978-602-51685-7-4, 2019
KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN, 2018